• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Belajar dan Pembelajaran

BAB II LANDASAN TEORI

A. Belajar dan Pembelajaran 1. Pengertian Belajar

Menurut teori belajar behavioristik atau aliran tingkah laku, belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Sedangkan teori belajar konstruktivitik mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, tetapi melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Dalam proses belajar, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan (Siregar, Eveline dan Hartini Nara, 2011:25).

Pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Slameto 2013:2).

Menurut Hudojo (1988:1), belajar merupakan kegiatan bagi setiap orang. Pengetahuan keterampilan, kebiasaan, kegemaran dan sikap seseorang terbentuk, dimodifikasi dan berkembang disebabkan belajar. Seseorang dikatakan belajar bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu menjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku.

Menurut Winkel (2005:59), belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang

menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai sikap.

Burton merumuskan pengertian belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu dengan berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka mampu berinteraksi dengan lingkungannya.

Menurut H.C. Witherington dalam Aunurrahan (2017:35), belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepribadian atau suatu pengertian.

Berdasarkan uraikan diatas, dapat disimpulkan belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu yang dihasilkan dari interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga perubahan tersebut dapat berguna bagi individu itu sendiri dan lingkungannya.

Menurut Hudojo (1988:3-4), dikatakan secara singkat bahwa matematika berkenaan dengan ide-ide/konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif. Hal tersebut membawa akibat bagaimana terjadinya proses belajar matematika. Untuk mempelajari suatu materi matematika yang baru, pengalaman belajar seseorang sebelumnya, akan mempengaruhi terjadinya proses belajar materi matematika selanjutnya. Proses belajar matematika akan terjadi dengan lancar apabila

dilakukan secara kontinu. Belajar matematika yang terputus-putus akan mengganggu terjadinya proses belajar.

2. Pembelajaran

Menurut Khairani (2014:6), pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidikan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang meliputi guru dan siswa yang saling bertukar informasi.

Menurut Siregar, Eveline dan Hartini Nara (2011:13), pembelajaran merupakan usaha yang dilaksanakan secara sengaja, terarah dan terencana, dengan tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan, serta pelaksanaanya terkendali, dengan maksud agar terjadi belajar pada diri seseorang.

Menurut Imron (1996:43), pembelajaran dimaksudkan terciptanya suasana sehingga siswa belajar. Tujuan pembelajaran haruslah menunjang dan dalam rangka tercapainya tujuan belajar.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka pembelajaran adalah suatu proses interaksi antara peserta didik dan pendidik secara sengaja, terarah dan terencana sehingga tercapainya suatu tujuan belajar.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Hal yang paling penting dalam belajar adalah proses. Berjalannya proses belajar tersebut dipengaruhi banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar digolongkan menjadi dua golongan (Slameto, 2013:54-72), yaitu :

a. Faktor intern

Faktor intern adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor intern meliputi:

1) Faktor-faktor Jasmaniah

Faktor-faktor jasmaniah terbagi menjadi dua, yaitu: a) Faktor kesehatan

Kesehatan adalah keadaan atau hal sehat. Sehat merupakan keadaan baik seluruh badan serta bagian-bagiannya bebas dari sakit. Jika seseorang kesehatannya terganggu maka seseorang tersebut akan mengalami kesulitan dalam belajar. Agar seseorang dapat belajar dengan baik maka kesehatan haruslah dijaga dengan menjaga pola makan, olahraga, istirahat/tidur yang cukup, rekreasi, serta ibadah. b) Cacat tubuh

Cacat tubuh adalah sesuatu uang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh/badan. Cacat dapat berupa buta, setengah buta, tulis, setengah tuli, patah kaki dan patah tangan, lumpuh dan sebagainya. Keadaan ini mengharuskan seseorang belajar pada lembaga pendidikan khusus atau menggunakan alat bantu agar dapat belajar.

2) Faktor-faktor Psikologis

Keadaan psikologis individu dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang dapat mempengaruhi proses belajar yakni:

a) Inteligensi dan Bakat

Intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui atau menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Intelegensi sangat berpengaruh terhadap kemajuan belajar. Dalam situasi yang sama, siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai intelegensi yang rendah. Namun, hal tersebut tidak selalu benar, karena faktor-faktor belajar lainnya juga dapat mempengaruhi belajar siswa. Jika faktor belajar lainnya bersifat menghambat atau berpengaruh negatif terhadap belajar maka siswa maka akhirnya siswa gagal dalam belajarnya.

Bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih. Hasil belajar akan maksimal jika siswa belajar sesuai pada bakat yang dimiliki.

Menurut Dalyono (2010:56), kedua aspek kejiwaan (psikis) ini besar sekali pengaruhnya terhadap kemampuan belajar. Seseorang yang memiliki intelegensi baik (IQ-nya tinggi) umumnya mudah belajar dan hasilnya cenderung baik. Sebaliknya, orang yang intelegensinya rendah, cenderung mengalami kesukaran dalam belajar, lambat berpikir sehingga prestasi belajarnya pun rendah. Bakat

memberikan pengaruh yang besar dalam menentukan keberhasilan belajar. Bila seseorang mempunyai intelegensi tinggi dan memiliki bakat dalam bidang yang dipelajari, maka proses belajar akan lancar dan sukses bila dibandingkan dengan orang yang memiliki bakat saja tetapi intelegensinya rendah.

b) Minat dan Motivasi

Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus-menerus yang disertai dengan rasa senang. Minat besar pengaruhnya terhadap hasil belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa maka siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya. Hal tersebut karena siswa tidak tertarik untuk mempelajarinya. Bahan pelajaran yang menarik bagi siswa, akan lebih mudah dipelajari dan disimpan oleh siswa. Minat yang besar terhadap sesuatu merupakan modal yang besar artinya untuk mencapai/memperoleh benda atau tujuan yang diminati itu. Minat belajar yang besar cenderung menghasilkan prestasi yang tinggi sebaliknya minat belajar kurang akan menghasilkan prestasi yang rendah.

Motivasi merupakan daya penggerak atau pendorong untuk melakukan sesuatu. Dalam proses belajar, perlu diperhatikan hal yang dapat mendorong siswa agar belajar dengan baik. Seseorang yang belajar dengan motivasi kuat, akan melaksanakan semua kegiatan

belajarnya dengan sungguh-sungguh, penuh gairah atau semangat. Sebalikya, belajar dengan motivasi yang lemah, akan malas bahkan tidak mau mengerjakan tugas-tugas yang berhubungan dengan pelajaran.

c) Perhatian

Perhatian atau tertuju pada sesuatu objek atau sekumpulan objek sangat diperlukan dalam proses belajar. Hasil belajar yang baik dapat diperoleh dengan memusatkan perhatian ke pembelajaran, jika tidak maka timbullah rasa bosan yang mengakibatkan tidak tertarik untuk belajar.

d) Kematangan dan Kesiapan

Kematangan adalah suatu tingkat dalam pertumbuhan seseorang dimana alat-alat tubuh telah siap untuk melakukan kecakapan baru. Kematangan belum berarti anak dapat melaksanakan kegiatan secara terus-menerus, untuk itu diperlukan latihan-latihan dan pelajaran. Dengan kata lain, anak yang sudah siap (matang) belum dapat melaksanakan kecakapannya sebelum belajar. Belajar akan lebih berhasil jika anak sudah siap (matang). Jadi kemajuan baru untuk memiliki kecakapan itu tergantung dari kematangan dan belajar. Menurut Piaget (Dalyono, 2010:39-40), pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-kemampuan mental baru yang sebelumnya tidak ada. Piaget membagi tingkat-tingkat perkembangan anak, namun tingkatan tersebut berbeda tiap anak.

i) Tingkat sensori motoris : 0 – 2 tahun

Pada masa kanak-kanak ini, anak tidak mempunyai konsepsi tentang objek yang tetap. Ia hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap dengan indranya.

ii)Tingkat preoperasional : 2 – 7 tahun

Anak mulai timbul pertumbuhan kognitifnya, tetapi masih terbatas pada hal-hal yang dapat dijumpai (dilihat) dalam lingkungannya saja.

iii)Tingkat operasi konkret : 7 – 11 tahun

Anak telah dapat mengetahui simbol-simbol matematis tetapi belum dapat menghadapi hal-hal yang abstrak.

iv)Tingkat operasi formal : 11 tahun ke atas

Anak telah mempunyai pemikiran yang abstrak pada bentuk-bentuk lebih kompleks. Flavell (1963) memberikan ciri-ciri sebagai berikut:

(1) Pada pemikiran anak remaja adalah hypothetico-deductive. Ia telah dapat membuat hipotesis-hipotesis dari suatu problem dan membuat keputusan terhadap problem itu secara tepat, tetapi anak kecil belum dapat menyimpulkan apakah hipotesisnya ditolak atau diterima.

(2) Periode propositional thinking. Remaja telah dapat memberikan proposisi berdasarkan pada data yang konkret.

Tetapi kadang-kadang ia berhadapan dengan proposisi yang bertentangan dengan fakta.

(3) Periode combinatorial thinking. Bila remaja itu mempertimbangkan tentang pemecahan masalah, maka ia telah memisahkan faktor-faktor yang menyangkut dirinya dan mengombinasi faktor-faktor itu.

3) Faktor Kelelahan

Dalam kondisi lelah, seseorang akan mengalami kesulitan belajar. Kelelahan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu,

a) Kelelahan jasmani

Kelelahan jasmani dapat dilihat ketika tubuh lemah lunglai dan timbul keinginan untuk membaringkan tubuh. Hal ini terjadi karena adanya kekacauan sisa pembakaran di dalam tubuh, sehingga darah tidak/kurang lancar pada bagian-bagian tertentu.

b) Kelelahan rohani

Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang. Kelelahan sangat terasa pada bagian kepala dengan pusing-pusing sehingga sulit untuk berkonsentrasi, seolah-olah otak kehabisan daya untuk bekerja. Kelelahan rohani dapat terjadi terus-menerus memikirkan masalah yang dianggap berat tanpa istirahat, menghadapai hal-hal yang selalu sama/konstan tanpa ada variasi dan

mengerjakan sesuatu karena terpaksa dan tidak sesuai dengan bakat, minat dan perhatiannya.

b. Faktor ektern

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu sehingga dapat mempengaruhi belajar. berikut ini faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi belajar:

1) Faktor keluarga

Pendidikan pertama yang didapatkan seseorang berasal dari keluarga. Pengaruh keluarga terhadap belajar seseorang meliputi:

a) Cara orang tua mendidik

Cara orang tua mendidik anak, memiliki pengaruh terhadap belajar anak. Orang tua yang kurang atau tidak memperhatikan anaknya, misalnya acuh tak acuh terhadap belajar anaknya, tidak memperhatikan sama sekali akan kepentingan-kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan anaknya dalam belajar, tidak mengatur waktu belajar anak, tidak menyediakan atau melengkapi alat belajar anak, memperhatikan anaknya belajar atau tidak, tidak mau tahu bagaimana kemajuan belajar anak, kesulitan-kesulitan yang dialami dalam belajar anak, kesulitan-kesulitan yang dialami anak dan lain sebagainya hal tersebut, dapat menyebabkan anak tidak atau kurang berhasil dalam belajarnya. Anak yang sebenarnya anak pandai tetapi karena cara belajarnya tidak teratur, akhirnya kesukaran-kesukaran menumpuk sehingga mengalami ketinggalan dalam belajar anaknya

dan akhirnya malas belajar. Hal tersebut berdampak pada hasil belajar siswa yang tidak memuaskan atau bahkan gagal dalam studinya. Hal tersebut dapat terjadi pada anak yang berasal dari keluarga yang orang tuanya terlalu sibuk mengurus pekerjaannya atau orang tua yang tidak mencintai anaknya.

Mendidik anak dengan cara memanjakan adalah cara yang tidak baik. Orang tua yang terlalu kasihan terhadap anak hingga tidak sampai hati untuk memaksa anaknya belajar, bahkan membiarkan saja jika anaknya tidak belajar adalah tidak benar. Jika hal tersebut dibiarkan berlarut-larut, anak akan menjadi nakal dan berbuat seenaknya dan akan membuat belajar anak menjadi kacau. Sedangkan jika orang tua mendidik anak dengan memperlakukan anak terlalu keras atau mengejar-ngejar anaknya untuk belajar, juga merupakan cara mendidik yang tidak benar. Hal tersebut dapat berdampak pada anak yang diliputi ketakutan dan akhirnya benci terhadap belajar, bahkan jika ketakutan tersebut semakin serius, anak akan mengalami gangguan kejiwaan karena tekanan-tekanan yang dialaminya. Orang tua yang demikian biasanya menginginkan anaknya mencapai prestasi yang sangat baik atau orang tua mengetahui bahwa anaknya bodoh tetapi tidak tahu apa yang menyebabkan sehingga anak dikejar-kejar untuk mengatasi atau mengejar kekurangannya. Disinilah bimbingan dan penyuluhan memiliki peranan yang penting. Anak yang mengalami kesukaran-kesukaran di atas dapat ditolong

dengan memberikan bimbingan belajar sebaik-baiknya. Tentu saja keterlibatan orang tua akan sangat mempengaruhi keberhasilan bimbingan tersebut.

b) Relasi antar anggota keluarga

Relasi antaranggota keluarga yang terpenting adalah relasi orang tua dengan anaknya dan anggota keluarga lainnya. Wujud relasi itu misalnya apakah hubungan tersebut penuh dengan kasih sayang dan pengertian, ataukah sikap diliputi kebencian, sikap yang terlalu keras, ataukah sikap yang acuh tak acuh dan sebagainya. Relasi antaranggota keluarga erat hubungannya dengan cara orang tua mendidik. Relasi yang tidak baik dapat menyebabkan perkembangan anak terhambat, belajarnya terganggu, atau bahkan menimbulkan masalah-masalah psikologis lainnya. Dengan demikian, kelancaran belajar serta keberhasilan anak, perlu diusahakan melalui relasi yang baik dalam keluarga. Hubungan yang baik adalah hubungan yang penuh pengertian dan kasih sayang, disertai dengan bimbingan dan bila perlu hukuman-hukuman yang mensukseskan belajar anak. c) Suasana rumah

Suasana rumah yang dimaksudkan adalah situasi atau kejadian-kejadian yang sering terjadi didalam keluarga dimana anak berada dan belajar. Suasana rumah juga merupakan faktor yang penting yang tidak termaksud faktor yang disengaja. Suasana rumah yang gaduh atau ramai dan semerawut tidak akan memberi ketenangan pada anak

yang belajar. Suasana tersebut dapat terjadi pada keluarga yang tegang, ribut dan sering terjadi pertengkaran antaranggota keluarga atau dengan keluarga lain, akan menyebabkan anak menjadi bosan di rumah, suka keluar rumah yang mengakibatkan kekacauan dalam belajar. Agar anak dapat belajar dengan baik, perlulah diciptakan suasana rumah yang tenang dan tentram sehingga anak dapat betah tinggal di rumah dan anak dapat belajar dengan baik.

d) Keadaan ekonomi keluarga

Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokok, misalnya makan, pakaian, perlindungan kesehatan dan lainnya juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis, buku-buku dan sebagainya. Fasilitas belajar dapat terpenuhi jika keluarga cukup uang untuk memenuhi kebutuhan anak. Jika kebutuhan pokok anak kurang terpenuhi, maka kesehatan anak akan terganggu sehingga belajar anak juga akan terganggu. Selain itu, anak akan dirundung kesedihan sehingga anak dapat merasa minder dengan teman yang lain. Anak yang harus bekerja mencari nafkah untuk membantu orang tuanya walaupun anak belum saatnya untuk bekerja, akan mengganggu belajar anak. Untuk keluarga yang kaya raya sehingga orang tua cenderung memanjakan anak yang memberikan dampak pada anak untuk bersenang-senang saja dan berfoya-foya. Hal tersebut dapat mengakibatkan anak kurang

memusatkan perhatiannya dalam belajar dan dapat mengganggu belajar anak.

e) Pengertian orang tua

Dorongan dan pengertian orang tua sangatlah penting dalam perkembangan belajar anak. Dorongan dan pengertian dari orang tua dapat membantu anak untuk mengatasi kesulitan yang dialaminya. Jika dibutuhkan, orang tua dapat menghubungi gurunya untuk mengetahui perkembangan anak.

f) Latar belakang kebudayaan

Kebiasaan-kebiasaan yang baik yang ditanamkan pada anak, diperlukan agar mendorong semangat anak untuk belajar.

2) Faktor sekolah

Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah. Metode mengajar yang kurang baik akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula. Metode mengajar yang kurang baik tersebut dapat terjadi keran guru kurang persiapan dan kurang menguasai bahan pelajaran sehingga guru menyajikan pembelajaran tidak jelas atau sikap guru tehadap siswa atau terhadap mata pelajaran tidak baik, sehingga siswa kurang senang terhadap pelajaran atau gurunya. Hal tersebut mengakibatkan anak menjadi malas belajar. relasi guru dengan siswa mendukung siswa untuk

menyukai atau tidak menyukai mata pelajaran yang diberikan. Relasi yang baik akan membuat siswa menyukai mata pelajaran yang diberikan sehingga siswa berusaha mempelajari dengan sebaik-baiknya. Relasi siswa dengan siswa juga memberikan pengaruh pada proses belajar anak. Jika relasi yang kurang baik antar siswa dengan siswa lain maka dapat menyebabkan siswa akan malas untuk masuk sekolah karena mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan dari teman-temannya.

3) Faktor masyarakat

Masyarakat merupakan faktor eksternal yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaan siswa dalam masyarakat. Jika siswa berada di lingkungan masyarakat yang berkelakuan baik maka siswa akan berkelakuan baik. Sebaliknya jika siswa berada di lingkungan masyarakat yang tidak berkelauan baik maka siswa akan mengikuti dengan berkelakuan tidak baik. Siswa akan meniru apa yang dilakukan orang-orang yang tinggal di sekitarnya. Hal tersebut berdampak pada siswa terkhususnya dalam belajar.

Dokumen terkait