• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

F. Sikap Belajar

Menurut Slameto (2010: 188), sikap merupakan sesuatu yang dipelajari dan sikap menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupan.

Menurut Winkel (2005:59), sikap adalah kemampuan internal yang bersifat mental; atau psikis.

Menurut Bruno (Syah Muhibbin, 2008:120), sikap adalah kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu. Dengan demikian, pada prinsipnya sikap itu dapat kita anggap suatu kecenderungan siswa untuk bertindak dengan cara tertentu. Perwujudan perilaku belajar siswa akan ditandai dengan munculnya

kecenderungan-kecenderungan baru yang telah berubah (lebih maju dan lugas) terhadap suatu objek, tata nilai, peristiwa dan sebagainya.

Pada dasarnya sikap bukan merupakan suatu pembawaan, melainkan hasil interaksi antara individu dengan lingkungan sehingga sikap bersifat dinamis. Sikap dapat pula dinyatakan sebagai hasil belajar, karenanya sikap dapat mengalami perubahan. Sebagai hasil dari belajar, sikap tidaklah terbentuk dengan sendirinya karena pembentukan sikap senantiasa akan berlangsung dalam interaksi manusia berkenaan dengan objek tertentu (Dayakisni Tri dan Hudaniah 2012: 81-82).

Perbedaan pandangan para ahli mengenai sikap, pada umumnya pendapat yang banyak diikuti ialah bahwa sikap mengandung 3 komponen yang membentuk struktur sikap, antara lain (Walgito Bimo, 2003: 107-116):

a. Komponen kognitif (komponen perseptual) yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap objek sikap b. Komponen afektif (komponen emosional) yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan arah sikap negatif atau sikap positif.

c. Komponen konatif (komponen perilaku) yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Dalam Walgito Bimo (2003: 111-112), sikap selain dianalisis dengan analisis komponen, juga dapat dianalisis dengan analisis fungsi. Analisis fungsi

yaitu analisis mengenal sikap dengan melihat fungsi sikap. Menurut Kats, sikap mempunyai empat fungsi, yaitu:

a. Fungsi instrumental atau penyesuaian atau manfaat

Dalam fungsi instrumen, sikap merupakan sarana untuk mencapai tujuan. Bila objek sikap dapat membantu seseorang dalam mencapai tujuannya maka orang akan bersikap positif terhadap objek sikap tersebut, demikian sebaliknya bila objek sikap menghambat dalam pencapaian tujuan, maka orang akan bersikap negatif terhadap objek sikap yang bersangkutan. Dalam fungsi manfaat, yaitu sejauh mana manfaat objek sikap dalam rangka pencapaian tujuan. Fungsi penyesuaian karena dengan sikap yamg diambil oleh seseorang, orang akan dapat menyesuaikan diri dengan secara baik terhadap sekitarnya. b. Fungsi pertahanan ego

Sikap yang diambil oleh seseorang demi untuk mempertahankan dirinya atau ego. Sikap seperti ini biasa diambil seseorang ketika merasa keadaan dirinya terancam.

c. Fungsi ekspresi nilai

Sikap yang ada pada diri seseorang merupakan jalan bagi individu untuk mengekspresikan nilai yang ada dalam dirinya. Seseorang mendapat kepuasan setelah dapat mengeskpresikan dirinya untuk menunjukkan keadaan dirinya.

d. Fungsi pengetahuan

Individu mempunyai dorongan untuk ingin mengerti dengan pengalaman-pengalaman untuk memperoleh pengetahuan. Bila seseorang mempunyai sikap tertentu terhadap suatu objek, menunjukkan tentang pengetahuan orang tersebut terhadap objek sikap yang bersangkutan. Dilihat mengenai apa yang menjadi determinan sikap, terdapat beberapa yang dianggap paling penting, yaitu:

a. Faktor fisiologis

Hal yang berkaitan dengan faktor fisiologis adalah faktor umur dan kesehatan. Pada umumnya orang muda sikapnya lebih radikal daripada sikap orang yang lebih tua sedangkan orang dewasa sikapnya lebih moderat. b. Faktor pengalaman langsung terhadap objek sikap

Pengalaman langsung yang bersangkutan dengan objek akan mempengaruhi sikap seseorang. Contohnya orang yang pernah merasakan perang, sikapnya berbeda dengan orang yang belum pernah merasakan perang.

c. Faktor kerangka acuan

Kerangka acuan yang tidak sesuai dengan objek sikap, maka orang akan mempunyai sikap yang negatif terhadap objek sikap tersebut.

d. Faktor komunikasi sosial

Komunikasi sosial berupa informasi dari seseorang kepada orang lain dapat menyebabkan perubahan sikap yang ada pada diri orang yang bersangkutan. Faktor komunikasi sangat penting dalam sikap seseorang.

Secara garis besar pembentukan atau perubahan sikap ditentukan oleh dua faktor yaitu:

1. Faktor dalam (individu itu sendiri)

Dalam menanggapai dunia luar yang bersifat selektif, ini berarti tidak semua yang dari luar dapat diterima. Hal tersebut berkaitan dengan apa yang ada dalam diri individu karena dalam diri individu yang akan menyeleksi apa yang akan diterima dan apa yang akan ditolak.

2. Faktor luar

Hal-hal atau keadaan yang ada di luar diri individu yang merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap. Faktor luar dapat terjadi secara langsung dan secara tidak langsung. Secara langsung yang dimaksud adalah hubungan antar idividu dengan individu atau individu dengan kelompok. Secara tidak langsung yaitu dengan perantaraan alat-alat komunikasi.

Dalam hasil belajar yang telah dijelaskan sebelumnya mengatakan bahwa ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Taksonomi ranah afektif mengklasifikasi emosi atau perasaan siswa terhadap pengalaman belajar yang diperoleh di dalam maupun di luar kelas, atau cara siswa menanggapai orang, benda, atau situasi dengan perasaannya (Supratiknya, 2012:12). Dalam Sudjana Nana (1990:30), terdapat beberapa jenis kategori ranah afektif, dimulai dari tingkat yang dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks:

1.Reciving/attending, yakni kepekaan dalam menerima rangsangan (stumulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain sebagainya. Jenis kategori ini termaksud kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar.

2.Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stumulasi yang datang dari luar. Hal ini mencangkup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang.

3.Valuing (penilaian) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus. Dalam evaluasi ini termaksud di dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.

4.Organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termaksud hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Yang termaksud dalam organisasi adalah konsep tentang nilai, organisasi sistem nilai dan lain sebagainya.

5.Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dikatakan sikap belajar merupakan reaksi yang ditimbulkan saat belajar sebagai akibat interaksi dengan individu

lainnya atau dengan lingkungannya yang dapat berubah kapan pun. Dalam hal ini, peneliti tidak melihat karakteristik nilai atau internalisasi nilai karena keterbatasan peneliti untuk melihat sikap secara keseluruhan. Oleh sebab itu, indikator dalam instrumen sikap belajar yakni menerima (receiving), merespon

(responding), mengevaluasi (valuing) danmengorganisasi (organization).

Dokumen terkait