• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.2. Belajar dan Pembelajaran

Belajar merupakan proses yang dilakukan manusia sepanjang hayatnya. Dengan potensi yang dimilikinya, manusia belajar untuk memperbaiki kualitas hidupnya supaya menjadi lebih baik. Hal ini senada dengan pendapat Darsono (2000 : 4) yang menyatakan bahwa belajar merupakan suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif

12

dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap.

Perubahan perilaku tersebut merupakan hasil interaksi berbagai macam unsur dalam belajar. Dalam hal ini belajar dipandang sebagai suatu sistem yang di dalamnya terdapat berbagai unsur yaitu:

(1) pembelajar, yakni peserta didik, warga belajar, atau siswa;

(2) rangsangan (stimulus) indera pembelajar, dapat berupa warna atau suara, di mana pembelajar harus fokus pada stimulus tertentu agar dapat belajar dengan optimal;

(3) memori pembelajar, yakni berisi kemampuan seperti pengetahuan keterampilan, sikap, dan tindakan yang dihasilkan dari aktualisasi memori.

Pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan peserta didik yang secara implisit terdapat kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pengajaran yang diinginkan (Uno, 2006 : 2). Pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan peserta didik atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Proses pembelajaran adalah proses yang bersifat eksternal yang sengaja direncanakan dan bersifat rekayasa perilaku.

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam

13

Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 juga disebutkan bahwa pembelajaran merupakan usaha sengaja, terarah, dan bertujuan oleh seseorang atau sekelompok orang (termasuk guru dan penulis buku pelajaran) agar orang lain (termasuk peserta didik), dapat memperoleh pengalaman yang bermakna. Usaha ini merupakan kegiatan yang berpusat pada kepentingan peserta didik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses yang mengandung serangkaian perbuatan antara guru, peserta didik, dan sumber belajar pada suatu lingkungan yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu dan memperoleh pengalaman yang bermakna.

2.3. Pendekatan Saintifik

Pada Materi Pelatihan Guru Matematika SMP Tahun 2013 (2013:185) disebutkan pendekatan saintifik adalah proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah yang lebih mengedepankan penalaran induktif (inductive reasoning) daripada penalaran deduktif (deductive reasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk menarik kesimpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk menarik kesimpulan secara keseluruhan. Dengan kata lain, penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam hubungan ide yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk merumuskan kesimpulan umum.

Untuk memperkuat pendekatan saintifik diperlukan adanya penalaran dan sikap kritis peserta didik dalam rangka pencarian (penemuan). Agar

14

dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Oleh karena itu, metode ilmiah atau saintifik pada umumnya memuat rangkaian kegiatan koleksi data atau fakta melalui observasi dan eksperimen, kemudian memformulasi dan menguji hipotesis. Sebenarnya metode ilmiah merujuk pada: (1) adanya fakta, (2) sifat bebas prasangka, (3) sifat objektif, dan (4) adanya analisis. Dengan metode ilmiah ini diharapkan kita mempunyai sifat kecintaan pada kebenaran yang objektif, tidak mudah percaya pada hal-hal yang tidak rasional, ingin tahu, tidak mudah membuat prasangka, selalu optimis (Kemendikbud, 2013: 141).

Menurut Annas (2014), proses pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah harus dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan ilmiah. Pendekatan ini bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, dan kriteria ilmiah.

Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria seperti berikut ini.

1. Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu, bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.

15

2. Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis. 3. Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis,

analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.

4. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu dengan yang lain dari substansi atau materi pembelajaran.

5. Mendorong dan menginspirasi peserta didik agar mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran.

6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.

7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana, jelas, dan menarik sistem penyajiannya.

16

Proses pembelajaran harus terhindar dari sifat-sifat atau nilai-nilai nonilmiah yang meliputi intuisi, akal sehat, prasangka, penemuan melalui coba-coba, dan asal berpikir kritis seperti dituliskan dalam MPG SMP Matematika 2013 (2013:185).

1. Intuisi

Istilah ini sering dipahami sebagai penilaian terhadap sikap pengetahuan, dan keterampilan secara cepat dan berjalan dengan sendirinya. Kemampuan intuitif biasanya didapat secara cepat tanpa melalui proses panjang dan tanpa disadari.

2. Akal sehat

Guru dan peserta didik harus menggunakan akal sehat selama proses pembelajaran karena hal itu dapat menunjukkan ranah sikap keterampilan, dan pengetahuan yang benar.

3. Prasangka

Sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang diperoleh semata-mata atas dasar akal sehat (comon sense) yang umumnya sangat kuat dan dipandu oleh kepentingan seseorang (guru, peserta didik, dan sejenisnya) yang menjadi pelakunya.

4. Penemuan coba-coba

Tindakan atau aksi coba-coba seringkali melahirkan wujud atau temuan yang bermakna. Namun demikian, keterampilan dan pengetahuan yang ditemukan dengan cara coba-coba selalu bersifat

17

tidak terkontrol, tidak memiliki kepastian, dan tidak bersistematika baku.

5. Berpikir kritis

Kemampuan berpikir kritis ada pada semua orang, khususnya mereka yang normal hingga jenius. Secara akademik diyakini bahwa pemikiran kritis pada umumnya dimiliki oleh orang yang bependidikan tinggi.

Dokumen terkait