• Tidak ada hasil yang ditemukan

BELAJAR TEMBANG JAWA A Pemekaran Tembang Jawa

Dalam dokumen 6. Modul PLPG Bahasa Jawa 2013 (Halaman 41-46)

Dalam buku Seni Tembang Jawa, Endraswara (2010) secara mendalam memberkan rahasia belajar tembang. Lebih dari itu, juga perlu ada upaya memekarkan tembang. Pemekaran dapat dilakukan melalui (a) penguasaan ragam tembang, (b) penguasaan berbagai cengkok, (c) pembahasan tembang-tembang yang menjadi tradisi lisan, (d) kontekstualisasi tembang Jawa, (e) mengolah tembang ke dalam musik gamelan.

Seni tembang Jawa, menurut Darmoatmodjo (1974), sudah mulai berkembang luas. Tidak hanya mlalui seni baca, seperti macapatan di bangsal Wiyatapraja (Kepatihan), tetapi juga di berbagai pendapa pedesaan. Boleh dikatakan tembang sekarang telah mengalami pemekaran tampilan, fungsi, dan greget. Jika masa lalu tradisi jagong bayen dengan membaca Serat Jusuf atau Serat Ambiya, kini telah meluas dari itu. Tradisi tembang semakin lentur dan bergerak di bidang apa saja.

Tradisi tembang macapatan yang digelar di bangsal Kepatihan, kini telah dimekarkan lagi, merambah jagad sekolah dan kampus. Kampus UNY, ISI, UGM, telah peduli menggelar pemekaran tembang. Di kampus tersebut tidak lagi sekedar macapat biasa, tetapi telah dipoles dengan seni pertunjukan secara kolaboratif. Seni macapat yang dirangkai dengan tari, wayang, gamelan, menjadi semakin populer.

Instansi pemerintah seperti Balai Bahasa Yogyakarta, Jarahnitra, Sonobudoyo, dan Dinas Kebudayaan DIY, secara nyata telah ikut andil dalam pemekaran macapat.

Macapatan Malem Jumat Legi mereka prakarsai dengan dana dari APBD. Kegiatan semacam ini jelas membanggakan para pemerhati tembang Jawa. Pembinaan tidak hanya menggelar macapat, melainkan juga menyelenggarakan lomba atau gelar prestasi. Ada lomba mamcapat antar anak SMP, SD, SMK, dan umum. Ada pula Lomba Tembang Gembira Loka, oleh Dinas Kebudayaan, yang hampir pesertanya orang-orang mapan, yaitu pesinden dan pengrawit. Ki Rejomulyo biasanya yang menjadi motor kegiatan pemekaran tembang bernuansa wisata ini.

Berbagai Gerakan pemekaran tembang akhir-akhir ini sudah sulit dielakkan. Tidak saja seni untuk seni, tembang juga dapat meluas ke jagad politik. Amin Rais misalnya, pernah menggelar macapatan di rumahnya. Meskipun tidak terus terang berpolitik, tetapi aromanya tetap ke sana. Buktinya, dia sampai mampu menduduki posisi tertingngi di negeri ini. Bahkan tahun belakangan dia juga mempunyai acara khusus bertajuk Pangkur Jenggleng di TVRI Yogyakarta. Tradisi semacam ini, sebenarnya amat memungkinkan wacana lain masuk.

Pagelaran macapatan di Rumah Dinas Walikota Yogyakarta dan rumah Dinas Bupati Sleman yang dimotori Ki Sarbini, cukup menggairahkan tembang Jawa. Pemekaran tembang yang dirangkai dengan sarasehan, penuh muatan politik yang sensitif. Hal ini berarti bahwa pemekaran tembang memang tidak selalu berdiri sendiri. Konstruksi pemekaran yang bernuansa politik boleh-boleh saja. Begitu pula pagelaran macapat di Dalem Rumah Dinas Bupati Bantul, sebagai representasi keunikan pejabat. Bahkan dengan nada hendak meraih peringkat Muri, dengan tembang non-stop sampai sekian jam, silahkan saja. Dalih apa pun sah-sah saja untuk memekarkan tembang Jawa.

42

Yang menarik lagi, dewasa ini juga banyak para politisi dan caleg yang menggunakan tembang sebagai media praktis. Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo, ketika sesorah di Konferensi Internasional Budaya Jawa di pendopa Bupati Banyumas juga melagukan tembang macapat. Bupati Banyumas pun tidak kalah dalam melagukan tembang. Bahkan Mendagri Mardiyanto juga banyak terlibat dalam seni campursari. Terbukti ketika KBJ IV di Semarang, muncul album kenangan campursari bergambar dia dan isterinya.

Dalam berbagai arena apa saja, tampaknya tembang memang bisa masuk. Para pendakwah, pengkotbah, dan pemberi wejangan manten selalu menghadirkan tembang. Di mesjid-mesjid, sering terdengar lantunan mamcapat, yang dirangkai dengan ayat-ayat. Bahkan KH. AR. Fachrudin juga pernah memberi pengantar Kidung Sari Rahayu, yaitu lantunan macapat dari Al Quran. Dengan demikian, tembang Jawa dapat dimekarkan melalui apa saja, asalkan tidak merusak citra tembang itu sendiri.

B. Mencipta Tembang

Mencipta tembang macapat, tidak perlu memperhatikan cengkok terlalu jauh. Cengkok memang akan membatasi suasana lagu. Namun demikian, bagi pemula, yang penting berkarya dahulu, tepat kata-kata dengan idenya. Bagi pemula, mungkin akan menghitung guruwilangan menggunakan jajri. Hal ini pun tidak ada larangan. Pemekaran mencipta macapat atau tembang lain perlu ditumbuhkembangkan, agar ekspresi estetik tembang tidak putus.

Seorang pencipta tembang yang baik, belum tentu sebagai penembang yang bagus. Orang yang bagus kedua-duanya memang amat jarang. Namun, bagi yang gemar menembang, biasanya dapat mencipta meskipun tidak terlalu bagus. Dari pemikiran saya, ada beberapa rumus yang perlu dipegang oleh pencipta tembang.

(1) Titi warna, jika hendak mencipta tembang harus paham pada titiwarna (jenis) apa yang hendak diekspresikan. Tembang macam apa yang akan diciptakan, perlu dikuasai. Tembang untuk wejangan manten, supitan, dakwah, dan pentas perlu diketahui.

(2) Titi prakara, artinya paham masalah apa saja yang akan ditulis, bisa masalah yang sedang hangat, yang penting "monumental" bukan sekedar "momental". Monumental akan mengantarkan nama pencipta tembang lebih tersohot. Karyanya, mungkin tahan jaman dan banyak dicari orang.

(3) Titi nama, artinya nama samaran atau disebut sandinaa (sandiasasma), yang disamar ke dalam tembang. Nama pencipta ini akan menjadi dokumen historis jika dicantumkan.

(4) Titi mangsa, adalah keterangan waktu yang juga disamarkan atau diselipkan secara estetis dalam tembang. Keterangan waktu ini bagi yang studi naskah sering penting maknanya.

(5) Titi rengga, artinya keindahan tembang berupa permainan bahasa kuna dan keindahan gaya bahasa.

Kemampuan seorang pujangga mencipta tembang hampir sulit tertandingi. Pengetahuan seni, bahasa, dan sastra amat lengkap dalam diri pujangga. Namun tidak berarti orang biasa tidak mungkin menciptakan tembang yang bagus. Dalam berbagai lomba, seringkali terdapapat pemenang yang kekuatan karyanya seperti pujangga. Oleh sebab itu, jika para pengarang tembang berupaya keras, kiranya tidak ada yang sulit dalam tembang Jawa. Untuk memudahkan berkarya, di bawah ini disajikan aturan guruwilangan tembang macapat.

43

C. Latihan-latihan Tembang Jawa MIJIL Wedharingtyas Pl P Nem

Kinanthi Sekargadhung Laras Sléndro Pathet Manyura

3 6 1 2 3 . 1 1 1 2 1 2 . 1 . 6 pan da - dya ta- pa ni- rè ku

1 1 2 . 1 6 3 . 5 6 . 3 5 3 . 2 . 1 . 6 . 0 nyu- da dha - har la- wan gu - ling 3 6 1 2 3 . 1 1 1 2 1 2 . 1 . 6 a- ja pi- jer- su - ka - su ka

3 3 3 3 . 2 2 3 1 6 2 . 0

a- ngang- go- wa sa wa ta wis

6 1 2 3 3 . 3 . 2 2 . 3 5 6 . 3 . 2 1 . 0 a- la wa tek é wong su- ka 3 3 3 2 2 . 3 . 1 1 . 1 2 1 . 2 . 1 . 6 . 0 su- da ka- pra- yit- nan ba- tin

44

A. POCUNG DHENGKLUNG NGUNGUN P PPÉÉÉLLLOOOGGG NNNEEEMMM 2 3 5 6

1

.

2

. .

2

.

2

.

1 6 5 6 . 0

Ngèlmu i- ku ka- la- kon- é kan-thi la ku,

6 5 5 5 6 5 3 . 0 le- kas- é la- wan kas,

3 5 6 5 3 2 1 2 . 0 té- ges- é kas nyan- to- sa- ni,

2 3 5 6 5 5 3 2 3 5 6 5 . 0 se- tya bu- dya pa- nge- kes- é dur- ang- ka- ra.

Bawa Sekar Ageng Mintajiwa Lampah 16(8-8) Slendro Pathet 9

5 5 6 6 . 561 5 2 2 3 2 3 2 1 Dhuh Gus - ti Kang Ma ha A gung

5 5 . 6 1 5 6 5 3 2 3 5 1 1 1 2 3 2 1 6 5 se sem bah an wong sa bu mi 5 5 6 1 . 6 1 2 6 6 6 1 6 1 6 5 .

ku la a sung pu dyas ta wa

5 5 . 6 1 5 6 5 3 2 3 5 1 3 2 . 6 1 6 5 kon juk pa du ka dhuh Gus ti

dipunseseli Jineman

/ . . . . 2 2 2 3 2 . . 2 1 . 6 2 3 2 1 6 ingkang murba a mi sé sa

. . . . 5 5 3 2 3 . 5 13 2 . 6 1 6 5 sangkan pa ran ing du ma di

45 kalajengaken Bawa malih

1 2 2 2 2 2 1 1 . 235 2. 3 2 1. 6 . Pa du ka Sang Ma ha Tung gal 6 6 1 1 2 1 . . 2 3 2 . 6 1 6 5 si nu ba kas ta wèng gen dhing

Umpak-Umpak 1:

2 1 6 5 5 5 5 3 2 3 5 2 mul - wa reng-ka wi - la - ngan si- ji ka-wi-nya 2 3 5 6 5 5 5 3 2 3 2 1 mbu-di - da - ya sa yeg sa - é - ka pra- ya

5 5 5 5 5 5 1 6 5 6 5 3 2 ka -wi -li - ma wa – rung - geng te - ngah na ga ra 1 1 1 1 1 1 2 6 1 5 3 2 5 Pan -ca si - la da - di dha-sar suh-ing bang-sa

46 Gérongan

. . . . 2 2 23 1 . . 2 3 2 . 6 1 6 5 si nu ba kas ta wèng ki dung

. . 6 1 6 5 2 3 2 1 . . 2 3 2 . 6 1 6 5 ka de reng tyas a mè nget i

. . . . 2 2 23 1 . . 2 3 2 . 6 1 6 5 se wi dak war sa yus wa nya

. . 6 1 6 5 2 3 2 1 . . 2 3 2 . 6 1 6 5 ka mar di kan ki ta i ki

. 6 1 . . 5 5 . 6 1 6 1 2 6 1 5 2 . 2 3 2 1 6 kéntas ja man penja jah an

. . . . 2 2 23 1 . . 2 3 2 . 6 1 6 5 les ta ri tu mus ba su ki

GAMBUH GAGATAN

PÉLOG PATHET BARANG 

2

3

2

 7 6 5 6 . 0

A-

ja ngan- ti ke- ban- jur, 6 5 3 2

7

2 6 7 6 7 5 6 . 0

Dalam dokumen 6. Modul PLPG Bahasa Jawa 2013 (Halaman 41-46)