• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Daya saing Indonesia masih rendah di pilar infrastruktur, teknologi dan inovasi dalam laporan World Economic Forum. Pada kendala infrastruktur dapat dinilai dari rendahnya kualitas jalan, pelabuhan, bandara, kereta hingga kualitas pasokan listrik. Rendahnya pilar kesiapan teknologi menurut Maryaningsih (2014) disebabkan oleh penguasaan teknologi dan kegiatan inovasi yang masih rendah.

Pertumbuhan ekonomi dapat didorong oleh peran keberadaan infrastruktur, mengingat pada daerah yang tinggi pertumbuhan ekonominya memiliki kondisi infrastruktur yang mencukupi. Proyek pembangunan infrastruktur umumnya ditargetkan untuk kebutuhan jangka menengah dan memenuhi kebutuhan dasar seperti energi, air dan listrik. Serta keterjangkauan untuk mempermudah mobilitas masyarakat yakni transportasi (Muryaningsih, 2014). Mengetahui manfaat ini, pemerintah Indonesia telah melakukan sejumlah langkah untuk memulai proyek pembangunan infrastruktur yang didapatkan dari sumber-sumber dana pembiayaan. Namun, sumber pembiayaan terbatas, maka dari itu diperlukan upaya pemerintah untuk menemukan sumber pendanaan lainnya agar proyek pembangunan infrastruktur dapat terlaksana.

Salah satu terobosan sumber dana pembiayaan tersebut adalah dengan sukuk atau Surat Berharga Syariah Negara. Pemerintah sendiri telah mengesahkan Undang-undang No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Kemudian, penyaluran alokasi dana proyek

pembanguna dengan menggunakan sukuk atau telah tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Sukuk adalah salah satu produk efek yang disebut juga Obligasi Syariah. Efek merupakan surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham dan obligasi. Efek dapat menjadi tanda investasi kolektif, kontrak berjangka dan setiap derivatif dari efek bisa diperjualbelikan di pasar modal saat ini (Datuk, 2014:112).

Istilah sukuk telah muncul sejak abad pertengahan, kalangan yang kerap menggunakannya berasal dari umat Islam. Kata sukuk dipergunakan untuk kegiatan perdagangan internasional. Sukuk merupakan bentuk jamak dari kata “sakk”. Sukuk dipergunakan oleh para pedagang pada masa itu sebagai dokumen yang menunjukkan kewajiban finansial yang timbul dari kegiatan perdagangan dan aktivitas komersial. Kemudian, penulis Barat yang menaruh perhatian pada sejarah Islam dan bangsa Arab, mengemukakan bahwa sakk inilah yang menjadi akar kata “cheque” dalam bahasa latin, yang saat ini telah menjadi sesuatu yang umum dipergunakan dalam transaksi dunia perbankan modern (Beik, 2011: 65).

Pembangunan infrastruktur di berbagai daerah telah digalakkan oleh Pemerintah Presiden Jokowi dengan menerapkan banyak kebijakan mengenai hal ini. Ini dapat dilihat dari APBN 2017 memngutamakan pembangunan infrastruktur dengan harapan dapat menggerakan pertumbuhan ekonomi, pandangan pemerintah mengenai investasi asing maupun domestik juga dapat terdorong oleh infrastruktur. Bentuk-bentuk infrastruktur yang didorong pembangunannya antara lain pembangunan jalan tol, jembatan, bandara, dan infrastruktur lain semacamnya.

(Infrastruktur Hadapi Masalah Pembiayaan, Kompas, 2016:15).

Pendanaan proyek infrastruktur yang dialokasikan pemerintah menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara terbatas. Sehingga, dibutuhkan instrumen pembiayaan yang lain, misalnya penerbitan Sukuk

Negara atau Surat Berharga Syariah Negara. Pembiayaan proyek infrastruktur melalui sukuk membutuhkan kerjasama kebijakan antara Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS, dan kementerian atau lembaga yang bertugas membiayai proyek prioritas. Kerjasama yang disebutkan ialah koordinasi antar kementerian atau lembaga untuk mempersiapkan proyek yang akan didanai oleh sukuk.

Pembiayaan proyek melalui SBSN setiap tahunnya semakin meningkat, seperti jumlah proyek yang dibangun, nilai pembiayaan, lokasi proyek yang dikerjakan, jumlah kementerian atau lembaga yang memprakarsakan proyek, dan sebaran satuan kerja pelaksana proyek SBSN.

Hal ini dapat dilihat dari proyek yang dibiayai SBSN pada tahun 2013 senilai Rp 0,8 triliun, dan tahun 2014 meningkat menjadi Rp 1,57 triliun.

Pada tahun berikutnya, proyek yang dibiayai melonjak menjadi Rp 7,13 triliun, sedangkan tahun 2016 dan 2017, di posisi Rp 13,67 triliun dan Rp 16,67 triliun. Untuk tahun 2018 sendiri, nilai pembiayaan proyek senilai Rp 22,53 triliun yang tersebar di 34 provinsi.

Kementerian Pekerjaan Umum dan babPerumahan Rakyat (PUPR) juga menggunakan Surat Berharga Syariah Negara atau Sukuk Negara untuk membiayai berbagai proyek infrastruktur. Proyek pembangunan infrastruktur ini digunakan terutama untuk jalur logistik, akses ke pelabuhan dan bandara, serta pariwisata. Surat Berharga Syariah Negara atau Sukuk Negara menjadi salah satu inovasi pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur. Sukuk Negara untuk sumber pendanaan memiliki keunggulan dimana yang berasal dari dalam negeri sendiri. Hal ini akan berdampak pada kemandirian pembangunan infrastruktur karena keterlibatan pihak-pihak yang menjadi kontraktor dan konsultan sepenuhnya adalah orang Indonesia (masyarakat dan lembaga). Berbeda dengan pinjaman multilateral atau bilateral yang umumnya berjalan dengan syarat keterlibatan kontraktor dan konsultan dari negara donor.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam hal ini sebagai pembuat kebijakan dan pengawas keuangan akan terus memperhatikan perubahan yang dapat mempengaruhi perkembangan keuangan nasional baik lembaga keuangan bank dan non-bank. Melihat hal ini, perkembangan sukuk rupanya sejalan dengan upaya yang dilakukan OJK sebagai lembaga yang memiliki kewenangan melakukan pengawasan terhadap perkembangan pasar modal syariah di Indonesia yaitu mendorong pertumbuhan sukuk dari sisi supply dengan mengembangkan sukuk daerah. Sukuk tersebut merupakan alternatif bagi pemerintah daerah yang membutuhkan pendanaan untukpembangunan infrastruktur di daerah. Maka dibutuhkan peran sukuk yang sangat berpotensi di Indonesia dalam rangka mendukung upaya pemerintah pusat untuk melakukan pembangunan infrastruktur (Road Map IKNB 2015-1019, 2015).

Sukuk yang paling banyak beredar dan digunakan untuk pembangunan adalah sukuk korporasi yang berjenis ijarah. Hal ini dikarenakan korporasi memiliki dana yang besar dan perputaran dana yang dimiliki juga cepat.

Grafik 1.1

Perkembangan Sukuk Korporasi

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan

Salah satu indikator dalam melihat pertumbuhan ekonomi suatu negara adalah melalui indikator perkembangan PDB negara terkait. PDB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDB atas dasar harga berlaku mencerminkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar. PDB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi, sedangkan harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.

Perekonomian Indonesia dalam kurun waktu 2016 – 2019 yang diukur berdasarkan PDB atas dasar harga berlaku dan PDB atas dasar harga konstan menunjukkan trend yang meningkat.

Grafik 1.2

PDB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan Tahun 2016-2019

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2020

Adapun beberapa peran infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di indonesia adalah sebagai berikut:

1. Infrastruktur jalan yang bagus dan terintegrasi dapat memperlancar mobilitas pengiriman bermacam-macam komoditas dan mampu menjangkau pangsa pasar yang lebih luas.

2. Infrastruktur pemberdayaan SDM yang memadai dapat menciptakan SDM unggulan di berbagai bidang yang mampu mendorong dan memajukan roda perekonomian dari berbagai sektor, serta meningkatkan daya beli masyarakat.

3. Dengan adanya pembangunan infrastruktur yang merata, setiap daerah dapat menyumbangkan pendapatan ke negara tanpa perlu mengandalakan satu atau beberapa daerah saja.

Salah satu faktor utama yang diaanggap sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi negara adalah tingkat inflasi. Inflasi adalah salah satu contoh permasalahan dalam perekonomian yang cukup rumit dan sering terjadi dikarenakan permasalahan inflasi berhubungan dengan permasalahan ekonomi lainnya, salah satunya adalah permasalahan pengangguran. Philips (1958) menyatakan bahwa tingkat inflasi tinggi secara positif berpengaruh kepada tingkat pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat pengangguran. Sejak tahun 1861 hingga 1957 atau hampir selama satu abad, Phillips meneliti pengaruh antara pengangguran dan tingkat inflasi upah di Inggris.

Namun inflasi tidak sepenuhnya bersifat buruk atau negatif terhadap perekonomian. Tingkat inflasi rendah dan stabil merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan yang pada akhirnya justru memberikan manfaat bagi kenaikan tingkat kesejahteraan masyarakat.

Pentingnya pengendalian inflasi didasari oleh pertimbangan bahwa tingkat inflasi tinggi serta tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Pertama, tingginya tingkat inflasi dapat mengakibatkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga

standar hidup masyarakat turun dan membuat semua penduduk, terutama yang masuk dalam kategori miskin, semakin miskin. Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menimbulkan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Bukti sebelumnya menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil dapat menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara lain menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai Rupiah.

Grafik 1.3

Grafik Perbandingan Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Tahun 1997-2017

Sumber: World Bank, 2018

Salah satu contoh inflasi terbesar yang dialami Indonesia terjadi saat krisis moneter tahun 1998, dimana kerusuhan yang terjadi di hampir seluruh Indonesia saat Orde Baru berakhir memicu tingkat inflasi hingga sebesar 77,63%. Adanya kenaikan drastic pada harga komoditas yang disusul dengan lemahnya nilai tukar rupiah hingga mencapai Rp 16.000 per dolar Amerika Serikat mengakibatkan ekonomi Indonesia berkontraksi lebih dari 13%.

Selain inflasi, salah satu indicator untuk mengukur pertumbuhan ekonomi suatu negara adalah dengan melihat Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM adalah salah satu acuan mengenai angka kesejahteraan suatu negara yang dilihat dari tiga hal yaitu: angka harapan hidup (life expectancy), angka literasi (literacy rate) serta rata-rata lama pendidikan (mean years of schooling), dan daya beli (purchasing power parity).

Indikator life expectancy mengukur tingkat kesehatan, indikator literacy rate mengukur tingkat literasi penduduk dewasa dan indicator mean years of schooling mengukur pendidikan serta indikator purchasing power mengukur standar hidup. Ketiga indikator tersebut saling berpengaruh dengan yang lainnya, faktor-faktor lain juga ikut berpengaruh seperti kesempatan kerja yang diukur dari infrastruktur, kebijakan pemerintah, dan pertumbuhan ekonomi sehingga angka IPM akan naik jika tiga hal tersebut dapat ditingkatkan, disamping itu angka IPM yang tinggi menunjukkan kesuksesan pertumbuhan ekonomi suatu negara. (Badan Pusat Statistik, 2018)

Kemampuan masyarakat suatu negara untuk menyerap serta mengelola sumber pertumbuhan ekonomi, diperlukan angka tingkat pembangunan manusia yang tinggi (Ramirez, 1998). Salah satu paradigma pertumbuhan ekonomi yang digunakan saat ini adalah pengukuran pertumbuhan yang dilihat dari pengembangan sumber daya manusia serta kualitas hidup masyarakat dalam suatu negara. Salah satu acuan yang digunakan adalah dengan melihat IPM yang diukur dari ekonomi, kesehatan, serta kualitas pendidikan (Mirza, 2011).

Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia selama periode tahun 2016-2019 mengalami peningkatan yang signifikan, seperti yang terlihat dari table dibawah ini:

Tabel 1. 1

Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Tahun 2016-2019

Tahun IPM

2016 70,18

2017 70,81

2018 71,39

2019 71,94

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2020

IPM berperan penting dalam pertumbuhan perekonomian saat ini.

IPM berperan penting dalam pembangunan perekonomian dikarenakan pembangunan manusia yang baik akan membuat faktor-faktor produksi mampu di maksimalkan. Kualitas penduduk yang baik dapat berinovasi mengembangkan faktor- faktor produksi yang ada. Selain, itu pembangunan manusia yang tinggi membuat jumlah penduduk akan tinggi pula sehingga akan menaikkan tingkat konsumsi. Hal ini akan mempermudah untuk menggalakkan pertumbuhan ekonomi (Sukirno, 2006: 430).

Dokumen terkait