• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Sistematika Penulisan

Sistematika pada penulisan skripsi ini, menggunakan pedoman penulisan karya ilmiah sesuai dengan Lampiran Keputusan Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Nomor 507 Tahun 2017, tanggal 14 Juni 2017. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini merupakan landasan teori-teori untuk digunakan dalam mengumpulkan data-data yang

22 berkaitan dengan objek penelitian yaitu intervensi sosial bagi lanjut usia dalam memelihara kesehatan mental.

BAB III GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN Berisi tentang gambaran secara umum Wilayah Jakarta Timur dan Manajemen Kasus pada PKH.

BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

Penyajian data dan temuan penelitian yang diperoleh melalui wawancara dan studi dokumentasi.

BAB V PEMBAHASAN

Pembahasan hasil data dan temuan di lapangan yang dikaitkan dengan latar belakang dan teori penelitian.

BAB VI PENUTUP

Berisi tentang kesimpulan dan saran hasil penelitian.

23 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

Untuk mendukung penyusunan dalam penelitian ini, maka diperlukan teori-teori yang berkaitan dengan permasalahan dan ruang lingkup pembahasan sebagai landasan teori yang akan penulis bahas, diantaranya adalah Metode Manajemen Kasus, Perlindungan Sosial, Jaminan Sosial, dan Konsep Program Keluarga Harapan (PKH).

1. Manajemen Kasus

a. Pengertian Manajemen Kasus

National Association of Social Workers (NASW) (1992) dalam buku Understanding Generalist Practice (2010), mendefinisikan case management sebagai berikut:

“Social work case management is a method of providing services whereby a professional social worker asseses the needs of the client and the client’s family, when appropriate and arranges, coordinates, monitors, evaluates, and advocates a packages of multiple services to meet the specific client’s complex needs”.

Manajemen kasus pekerja sosial merupakan metode professional memperhitungkan kebutuhan klien dan keluarga klien, bila perlu, mengatur, mengoordinasikan, memantau, mengevaluasi serta mengadvokasi beberapa layanan untuk memenuhi

24 secara khusus kebutuhan kompleks klien (Kirst-Ashman and H. Hull 2010).

Manajemen kasus adalah intervensi pelayanan sosial yang luas yang dimaksudkan untuk membantu individu ataupun keluarga dengan bermacam tantangan dalam mengakses layanan yang diperlukan (Rapp et al.

2014).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa manajemen kasus merupakan suatu proses pelayanan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan klien yang dibutuhkan ketika mengalami permasalahan, baik yang menyangkut individu maupun keluarga. Di dalam manajemen kasus, manajer kasus melakukan koordinasi dengan berbagai pihak untuk memudahkan proses pemberian pelayanan dan penanganan yang diperlukan.

b. Tujuan Manajemen Kasus

Adapun tujuan dari metode manajemen kasus yang dilakukan untuk memberikan pelayanan kepada klien, antara lain sebagai berikut (Maryami et al. 2018):

1) Memberikan layanan berkelanjutan;

2) Meningkatkan aksesibilitas dan juga akuntabilitas layanan; dan

3) Untuk meningkatkan efisiensi ataupun mengurangi biaya yang dikeluarkan suatu layanan.

c. Prinsip-prinsip Manajemen Kasus

25 Prinsip yang dilakukan dalam proses memberikan pelayanan melalui metode manajemen kasus, harus menekankan pada (Maryami et al. 2018):

1) Keterpaduan Pelayanan

Dimaksudkan agar layanan yang diberikan kepada klien akan mendukung layanan yang lain, sehingga masalah klien dapat teratasi secara utuh;

2) Keberlanjutan Pelayanan

Keberlanjutan pelayanan memiliki dua arti yaitu pertama, pelayanan yang disediakan tidak terpotong dari mulai kontak awal sampai terminasi;

dan kedua, pelayanan yang diberikan bersifat komprehensif. Ini berarti pelayanan-pelayanan yang diperlukan klien perlu dipenuhi termasuk dukungan untuk lingkungan klien;

3) Akses yang Sama

Artinya, setiap masyarakat harus mempunyai akses yang sama terhadap layanan manajemen kasus. Peluang akses pelayanan juga dimungkinkan untuk diperluas termasuk membantu transportasi klien, mengantar klien ke layanan rujukan atau melakukan tracing. Karena prinsip ini pula, maka salah satu peranan yang sangat mendasar bagi manajer kasus adalah melakukan advokasi;

4) Pelayanan Berkualitas (Efektif dan Efisien)

Efektif berarti pelayanan yang diberikan mencapai tujuan sesuai dengan tujuan intervensi

26 yang sudah disepakati. Sedangkan efisiensi diukur dari pemakaian sumber secara produktif, waktu yang digunakan, biaya pelayanan serta hasil yang dicapai;

5) Advokasi

Merupakan aksi untuk mewakili kepentingan klien sekaligus mengarahkan klien agar selanjutnya mampu melakukan advokasi bagi dirinya sendiri;

6) Memandang Orang Secara Holistik

Artinya intervensi kepada klien selalu didasarkan pada pemahaman berbagai dimensi manusia baik fisik, psikis, spiritual ataupun sosial.

Dimensi-dimensi tersebut harus dipandang secara utuh agar penggalian data maupun penanganan dapat dilakukan dengan tepat;

7) Pemberdayaan

Pemberdayaan klien berarti memperhatikan potensi individu. Oleh karena itu dalam setiap proses perlu menempatkan klien sebagai mitra dan secara bertahap mendorong mereka agar mencapai kecukupan kompetensi pribadi. Penghargaan terhadap klien, tanpa melihat perbedaan didasari oleh keyakinan pekerja sosial bahwa semua orang memiliki integritas dan harga diri. Karena itu klien harus selalu ditempatkan dalam peranan sentral, dengan selalu mengikutsertakan klien dalam setiap tahapan manajemen kasus; dan

27 8) Evaluasi

Pelaksanaan evaluasi sangat penting dilakukan untuk mengecek efektivitas proses manajemen kasus, outcome yang dihasilkan. Fokus dari evaluasi adalah relevansi pelayanan dengan kebutuhan klien, kemajuan dan kepuasan klien, integrasi pelayanan, kualitas pelayanan dan outcome pelayanan. Baik pekerja sosial/pendamping maupun klien ikut serta dalam evaluasi.

d. Komponen Manajemen Kasus

Manajemen Kasus dalam pelayanannya memiliki dua komponen utama (O’Connor 1990) dalam Modul Pelatihan Manajemen Kasus Pekerja Sosial dan Pendamping (2018), antara lain sebagai berikut:

1) Komponen Proses

Komponen proses adalah komponen terkait pada aktivitas langsung penanganan kasus.

Komponen ini merujuk pada proses atau tahapan manajemen kasus itu sendiri mulai dari kontak awal dan identifikasi kasus hingga terminasi. Namun, dalam praktik nya secara langsung, proses yang dilakukan menyesuaikan dengan kasus yang diterima.

2) Komponen Sistem

Komponen sistem adalah komponen yang dapat mendukung praktik manajemen kasus itu sendiri. Seperti hal nya kebijakan, hukum, regulasi,

28 dan/atau standar sebagai landasan digunakannya pendekatan manajemen kasus; adanya struktur dan tugas tim manajemen kasus; adanya sumber daya manusia yang terampil; adanya praktik supervisi;

adanya sumber finansial dan material yang memadai; adanya keterlibatan anak dan keluarga hingga adanya manajemen data dan proses monitoring evaluasi.

Sistem sendiri merupakan suatu model yang menerangkan hubungan tertentu antara sub-sub sistem dengan sistem sebagai suatu unit. Jika suatu sub sistem tidak berjalan, maka sistem tidak akan bekerja maksimal. Intinya, setiap bagian berpengaruh pada semua atau sesuatu tidak dapat ada tanpa keberadaan yang lain. Sistem memberikan sumbangan pada praktik pekerjaan sosial mikro dan makro. Pada praktik mikro teori sistem dipergunakan untuk menggali masalah anak dengan keluarga. Sedangkan sistem terhadap praktik pekerjaan sosial makro diperuntukkan mengetahui pengaruh dari suatu sub sistem terhadap sub sistem lainnya atau menyebabkan terjadinya permasalahan sosial, baik dilihat dari aspek objektif, seperti masyarakat, maupun aspek subyektif, seperti nilai-nilai budaya, agama, dan lain sebagainya (Tristanto 2020).

Menurut Toolkit Manajemen Kasus (Panduan Penggunaan Untuk Memperkuat Layanan

29 Manajemen Kasus di Kesejahteraan Anak, 2014), pada tingkat sistem, faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen kasus termasuk yang terkait dengan kerangka kerja hukum dan peraturan (undang-undang, kebijakan, peraturan, dan standar), undang-undang, kebijakan, peraturan, dan standar harus menciptakan dasar hukum bagi negara untuk melakukan intervensi dengan keluarga dalam situasi risiko dan mengidentifikasi lembaga atau lembaga yang bertanggung jawab atas intervensi tersebut; lembaga-lembaga yang bertanggung jawab untuk menerapkan dan menegakkan hukum (sumber daya manusia dan supervisi), sistem ini juga membutuhkan pengawasan yang tepat.

Pengawas sangat penting dalam membimbing staf untuk bekerja lebih efektif dengan keluarga, memantau manajemen kasus dan hasil kasus, dan menyempurnakan model intervensi agar lebih efektif; masyarakat dan sumber dayanya, serta anak-anak dan keluarga itu sendiri, anak-anak dan keluarga harus dilibatkan dalam memperbaiki situasi mereka. Praktek kasus kesejahteraan anak dan perilaku keluarga adalah saling tergantung, dan keduanya berbagi tanggung jawab untuk meningkatkan fungsi suatu komunitas. Akhirnya, tujuan utamanya adalah mendorong fungsi keluarga yang lebih baik.

30 e. Organisasi Manajemen Kasus

Dalam organisasi manajemen kasus sendiri, memiliki tiga aktor utama untuk menjalankan pelayanannya kepada klien (Maryami et al. 2018), antara lain:

1) Case Manager

Case Manager adalah seorang pekerja sosial profesional yang menjalankan tugasnya untuk melakukan pelayanan dan penanganan pada manajemen kasus. Case manager memiliki tugas dan wewenang, yaitu Mengecek kelayakan dari kasus yang dirujuk beberapa pihak (Dinas Sosial, Kepolisian, Rumah Sakit, sekolah, LKSA, LSM, lembaga lainnya, dan komunitas); Mendistribusikan penanganan kasus diantara para case worker; Melakukan rujukan ke lembaga lain dan memastikan agar anak atau keluarga yang dirujuk mendapatkan pelayanan yang dibutuhkannya; Memonitor proses penanganan kasus sejak tahap awal sampai dengan tindak lanjut;

Memprakarsai pembahasan kasus; Memprakarsai pertemuan koordinatif untuk meningkatkan pemahaman terhadap masalah anak dan memadukan penggunaan berbagai sumber; dan Melakukan advokasi terkait perumusan kebijakan perlindungan anak, identifikasi sumber dan distribusi sumber.

2) Supervisor

Supervisor adalah pekerja sosial profesional yang melakukan penilaian, dan pendampingan kepada pekerja sosial atau pendamping. Pada metode Manajemen Kasus, supervisor bertugas dan memiliki wewenang, antara lain:

31 a) Membantu case worker menyelesaikan permasalahan yang dihadapi anak dan keluarga serta memastikan keselamatan, permanensi, kesejahteraan anak terpenuhi, termasuk:

(1) Memberikan pengetahuan, metode dan keterampilan yang diperlukan dalam penanganan kasus terkait perlindungan anak;

(2) Melakukan koordinasi dengan case worker dan pendampingan dalam menangani berbagai kasus dengan memberikan input terhadap hasil asesmen, penyusunan rencana intervensi, proses pelaksanaan intervensi, terminasi dan sistem rujukan;

(3) Melakukan supervisi kepada setiap case worker secara individual atau kelompok selama proses penanganan kasus baik terkait pelaksanaan praktek, administrasi pekerjaan sosial maupun persoalan pribadi yang dapat menghambat penanganan kasus;

(4) Memberikan input serta optimalisasi penangangan kasus melalui pertemuan pembahasan kasus bersama seluruh case worker;

(5) Melakukan pembahasan kasus dengan berbagai pihak yang mempunyai kewenangan penanganan kasus termasuk para ahli;

(6) Melakukan koordinasi dan advokasi kepada lembaga-lembaga terkait dalam kegiatan manajemen kasus;

32 (7) Memberikan berbagai informasi dan fasilitasi serta berbagai hal yang dibutuhkan untuk pengembangan program;

(8) Membuat rekapitulasi kasus yang ditangani seluruh case worker; dan

(9) Memeriksa, memberikan koreksi dan persetujuan terhadap rencana dan anggaran program yang dirancang case worker.

b) Menyelesaikan atau menuntaskan permasalahan yang dihadapi anak dan keluarga serta memastikan keselamatan, permanensi dan kesejahteraan anak terpenuhi.

(1) Membantu penyelesaian penanganan berbagai kasus yang telah ditugaskan kepada case worker; dan

(2) Menerapkan pengetahuan, metode dan keterampilan pekerjaan sosial dalam melaksanakan proses pertolongan pekerjaaan sosial.

c) Menyampaikan laporan hasil supervisi kepada case manager.

d) Melakukan penanganan kasus yang kompleks dan krisis serta membutuhkan penanganan multi layanan, bersama-sama dengan case worker.

Kegiatan supervisi yang dilakukan oleh supervisor bertujuan agar case worker dapat memberikan pelayanan yang berkualitas kepada seluruh penerima pelayanan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan. Supervisi dilakukan

33 secara reguler minimal dua seminggu sekali atau sesuai kebutuhan case worker.

Disamping itu, kegiatan dari supervisi mencakup tiga fungsi (Kadushin 1976), antara lain:

a) Fungsi administratif, dilakukan dengan membantu case worker agar memahami tanggung jawab dan tugasnya; mereview seluruh tugas yang dilakukan dalam bentuk jurnal, catatan kasus, dan laporan kasus; serta mendukung dokumentasi proses dan hasil pelaksanaan tugas;

b) Fungsi edukatif, dibutuhkan untuk meningkatkan kompetensi case worker, dengan cara: memberikan umpan balik konstruktif terhadap kinerja case worker secara teratur; mendiskusikan halhal yang menghambat pelaksanaan tugas karena keterbatasan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai case worker serta mentransfer pengetahuan dan keterampilan yang akan meningkatkan kompetensi case worker; dan

c) Fungsi suportif, dilakukan dengan mendukung case worker mengatasi masalah atau keterbatasan termasuk masalah pribadi yang kemungkinan menghambat pelaksanaan tugasnya sebagai case worker.

3) Case Worker

Case worker adalah pekerja yang dilatih secara profesional dalam disiplin pekerjaan sosial, yang menerapkan teknik-teknik, metode, pengetahuan, dan keterampilan dari profesinya. Case worker atau

34 pendamping juga memiliki tugas dalam menjalankan tugasnya, yaitu:

a) Menerima rujukan kasus dari manajer kasus;

b) Menemui lembaga perujuk untuk memahami latar belakang kasus dan menjelaskan penugasan sebagai case worker yang mendapat mandat dari Dinas Sosial;

c) Melakukan penanganan kasus dengan prosedur yang dimulai dari kontak awal, kontrak, asesmen, perencanaan intervensi, intervensi sampai dengan terminasi dan tindak lanjut. Pada pelaksanaannya, penanganan kasus tidak selalu dilakukan berdasarkan tahapan tetapi sangat fleksibel sesuai dengan kebutuhan penanganan kasus;

d) Mengikuti pertemuan supervisi dengan Supervisor.

Supervisi dilakukan sesuai kebutuhan case worker agar penanganan kasus klien dapat berkualitas;

e) Mengikuti pertemuan reguler untuk evaluasi pelayanan; dan

f) Mengikuti pertemuan koordinatif dengan pemangku kepentingan perlindungan anak untuk mengintensian pemahaman terhadap masalah anak dan memadukan penggunaan berbagai sumber.

f. Model Manajemen Kasus

Salomon mendefinisikan empat model yang sering digunakan pada manajemen kasus dalam (Kementerian Sosial RI 2014) , yakni:

1. Expanded Broker Model

Termasuk dalam model manajemen kasus tradisional dan merupakan model umum, di mana

35 pekerja sosial yang bertugas pada model ini bertindak sebagai broker yang menghubungkan klien dengan agensi atau pelayanan lain pada komunitas untuk mendapatkan kebutuhan-kebutuhan klien yang spesifik. Pekerja sosial yang terlibat bertindak sebagai agen penyedia pelayanan.

Menggunakan elemen tugas berupa penilaian, perencanaan, pelaksanaan, dan pendampingan.

Efektivitas model ini sangat tergantung pada keutuhan dan efektivitas dari pelayanan komunitas yang ada.

2. Rehabilitation Model

Model ini banyak membantu klien untuk mencapai kesuksesan pada lingkungan yang dipilihnya daripada memperlihatkan program komprehensif untuk perbaikan, dimana dilakukan penilaian fungsional sebagai dasar untuk melakukan rencana rehabilitasi. Manajer kasus lebih memfokuskan pada perkembangan keterampilan sampai klien mampu bekerja pada suatu jaringan. Model ini bagian dari keseluruhan rehabilitasi psikiatri.

3. Personal Strength Model

Model ini memiliki dua dasar, yakni pertama, untuk menjadi orang sukses, maka seseorang harus dapat menggunakan, mengembangkan, dan menjalankan potensi diri, serta mempunyai sumber untuk menjalankannya.

36 Kedua, yaitu perilaku individu tergantung pada sumber-sumber individu yang tersedia. Manajer kasus pada model ini bertindak sebagai penasihat yang akan membantu klien dalam memecahkan masalah dan mengembangkan sumber daya yang dimilikinya.

4. Full Support Model

Model ini memiliki fungsi tambahan untuk menyediakan secara langsung sebagian atau seluruh jasa pelayanan yang dibutuhkan oleh klien.

Model ini sangat khas karena tergabung dalam tim multidisiplin yang terdiri dari spesialis berbagai jasa pelayanan yang berbeda, misalnya bagian perumahan, perawatan, dan rehabilitasi bertugas memberikan semua kebutuhannya hingga klien dapat menyesuaikan diri di dalam komunitas.

Manajer kasus juga berupaya menyediakan fungsi pelayanan manajemen kasus ditambah dengan berbagai rehabilitasi dan pelayanan pengobatan.

g. Gambaran Umum Proses Manajemen Kasus

Sesuai dengan Panduan Manajemen Kasus Tahun 2018, proses manajemen kasus terdiri atas proses awal dan identifikasi kasus, proses asesmen yang mencakup asesmen awal dan lanjutan, penyusunan rencana intervensi, pelaksanaan intervensi, review kasus dan evaluasi dan proses terminasi. Proses ini terkadang

37 tidak selalu berlangsung linear, sesuai dengan karakteristik kasus yang ditangani.

Bagan 2. 1 Proses Manajemen Kasus

Sumber: Materi Bimbingan Orientasi Peksos SPV PKH Tahun 2018

1) Proses Awal dan Identifikasi Kasus

Proses awal dan identifikasi kasus merupakan kesempatan bagi pendamping menumbuhkan kepercayaan terhadap klien dan melakukan kontrak layanan secara profesional. Pada proses ini pun pendamping telah memperoleh informasi awal mengenai permasalahan klien. Tahapan ini juga merupakan awal di mana seorang pekerja sosial mengorientasikan diri pada masalah yang dihadapi dan mulai menjalin komunikasi dan hubungan dengan klien untuk menangani masalah.

38 Peksos juga harus menjalin hubungan yang harmonis dengan klien dan sistem untuk berkomunikasi dalam menyelesaikan masalah.

Tahapan ini didasarkan pada perolehan berbagai keterampilan mikro. Baik kata-kata yang digunakan (komunikasi verbal) maupun tindakan dan ekspresi (komunikasi non-verbal). Komunikasi non-verbal meliputi gerak tubuh, ekspresi wajah, postur, dan nada suara (Barker 1995). Tidak hanya itu, diperlukan komunikasi interpersonal atau antarpribadi bagi pekerja sosial dalam tahapan ini.

Yaitu merupakan proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung (Cangara, 1998). Persepsi interpersonal membawa pengaruh yang besar bagi komunikasi interpersonal. Adapun faktor-faktor menumbuhkan interpersonal dalam komunikasi interpersonal (Rakhmat, 1986): percaya, sikap suportif, sikap terbuka.

Proses awal ini ditandai dengan:

Bagan 2. 2 Tahap Proses awal dan identifikasi kasus

39 Sumber: Modul Pelatihan Manajemen Kasus Tahun 2018

Kontrak merupakan hal wajib di dalam manajemen kasus. Pelaksanaan manajemen kasus tidak dapat dilakukan tanpa adanya kontrak atau persetujuan anak maupun keluarga. Sekalipun anak yang tidak memiliki keluarga, kontrak harus tetap dilakukan yakni kepada wali atau pihak yang bertanggung jawab atas anak tersebut.

2) Asesmen

Asesmen dapat diartikan sebagai suatu proses atau produk. Proses berarti pengumpulan informasi, sedangkan produk berarti hasil asesmen ini akan menjadi dasar dirumuskannya rencana pemecahan masalah pada tahap selanjutnya. Pada proses ini mengikutsertakan tahapan dimulai dari wawancara atau interview clinical sampai dengan penggunaan instrument asesmen (Husmiati 2012). Wawancara atau interview digunakan sebagai metode yang utama guna mengumpulkan informasi yang diperlukan, dan digunakan untuk membuat

Menerima

40 keputusan dalam pelaksanaan intervensi (Haryanto 2009) . Elizabeth Nicholds mengutip dalam (Budhi Wibawa, 1985), mengemukakan beberapa saran yang perlu dilakukan oleh case worker atau pekerja sosial saat melakukan wawancara, antara lain:

a) Pekerja sosial menjaga volume suara agar tetap bernada rendah. Jika suara peksos bernada tinggi, maka klien akan merasa tegang, dan sebaliknya, apabila suara peksos dapat dikendalikan dan tenang, maka klien akan merasa nyaman saat diwawancarai.

b) Pekerja sosial tidak boleh memperlihatkan rasa bosan dan/atau tidak sabar.

c) Akhirilah selalu wawancara dengan membuat kejelasan mengenai apa yang akan dilakukan selanjutnya, dan juga mengadakan perjanjian untuk pertemuan yang akan datang.

Selain itu, pada saat wawancara, case worker atau pekerja sosial juga dituntut untuk dapat melakukan keterampilan berupa:

a) Keterampilan memperhatikan b) Keterampilan membuka percakapan c) Keterampilan mendengarkan

d) Keterampilan menjawab secara empatis Bagan 2. 3 Tahap Asesmen

41 Sumber: Modul Pelatihan Manajemen Kasus Tahun 2018

Instrumen Asesmen

Pada tahap asesmen, dapat menggunakan berbagai tools atau alat asesmen. Adapun tools atau alat asesmen yang digunakan pada proses asesmen antara lain:

a) Instrumen Asesmen Awal Anak

Digunakan pada awal asesmen untuk menggali identitas, pendidikan, informasi tentang keluarga, situasi anak pada saat ini, aktivitas sehari-hari, hubungan komunikasi anak dan keluarga, hingga kondisi kesehatan dan keterampilan yang dimiliki anak.

b) Instrumen Asesmen Kerentanan Keluarga Digunakan untuk menggali identitas orangtua dan kondisi keluarga, perkembangan anak, isu pengasuhan, isu ekonomi, isu perlindungan, dan isu pendidikan.

Mengumpulkan

42 c) Instrumen Asesmen Bio Psiko Sosial Spiritual

Digunakan pada asesmen lanjutan untuk memahami kondisi fisik atau biologis, psikologis, sosial, dan spiritual klien. Hingga situasi pengasuhan yang meliputi keselamatan, permanensi, dan kesejahteraan diri klien.

d) Genogram

Untuk mengetahui silsilah hingga anggota keluarga klien, umumnya sampai derajat ketiga.

e) Eco Map

Untuk mengetahui hubungan klien dengan keluarga dan orang-orang di sekitar.

f) Geno Map

Merupakan penggabungan antara genogram dan ecomap.

g) History Map

Untuk mengetahui riwayat klien atau kronologis kasus yang dialami.

h) Life Road Map

Untuk mengetahui riwayat klien beserta traumatik yang dialami klien.

i) Mobility Map

Untuk mengetahui rutinitas perpindahan klien sehari-hari, umumnya digunakan klien dengan tingkat mobilitas tinggi seperti anak jalanan, gelandangan, dan sebagainya.

j) Body Map

43 Untuk mengetahui bagian tubuh yang mengalami kekerasan fisik maupun seksual.

k) Napoleon Hills

Untuk mengetahui cita-cita atau harapan klien di masa mendatang.

3) Rencana Intervensi

Rencana intervensi merupakan rencana tindak lanjut dari tahapan asesmen, karenanya rencana intervensi yang disusun harus berdasarkan pada asesmen yang telah dilakukan sebelumnya. Pada proses perencanaan itervensi, dapat dilakukan melalui:

a) Case Conference (Konferensi Kasus)

Konferensi Kasus berarti melakukan perencanaan intervensi dengan melibatkan para profesional.

b) Pertemuan Keluarga

Melakukan perencanaan intervensi dengan melibatkan keluarga dan para profesional.

c) Konferensi Keluarga

Serupa dengan pertemuan keluarga, akan tetapi peran keluarga sangatlah dominan pada proses ini, dibandingkan para peran profesional.

Karena pada kegiatan ini, terdapat private time, dimana keluarga merumuskan rencana intervensi tanpa melibatkan para profesional.

44 Tujuan intervensi pun harus dinyatakan jelas dengan menggunakan SMART dalam merumuskan tujuan.

Tabel 2. 1 Metode SMART

S Pernyataan tujuan difokuskan pada tujuan yang jelas.

M Dapat mengukur ketika tujuan telah dicapai.

A Fokus pada perilaku.

R Tujuan harus dicapai.

T Ditetapkan dalam kerangka waktu tertentu, bisa juga terkait dengan seberapa sering, atau kapan.

Sumber: Modul Pelatihan Manajemen Kasus Tahun 2018

4) Pelaksanaan Intervensi

Pelaksanaan intervensi adalah pelaksanaan dari perencanaan intervensi yang sudah dirumuskan dan dilaksanakan selaras dengan hasil asesmen sebelumnya. Pada proses intervensi dalam manajemen kasus, pada dasarnya kita hanya melaksanakan dua kegiatan utama, yaitu:

a) membisakan (enabling)

Artinya, peksos atau pendamping mengatasi sendiri permasalahan yang dialami oleh klien.

Artinya, peksos atau pendamping mengatasi sendiri permasalahan yang dialami oleh klien.