• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN KASUS PADA PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) DI WILAYAH JAKARTA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MANAJEMEN KASUS PADA PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) DI WILAYAH JAKARTA TIMUR"

Copied!
230
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN KASUS PADA

PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) DI WILAYAH JAKARTA TIMUR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

(S.Sos)

Oleh:

Ajeng Wahyuni 11160541000018

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1442 H / 2020 M

(2)

MANAJEMEN KASUS PADA

PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) DI WILAYAH JAKARTA TIMUR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

(S.Sos)

Oleh:

Ajeng Wahyuni 11160541000018

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1442 H / 2020 M

(3)

MANAJEMEN KASUS PADA

PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) DI WILAYAH JAKARTA TIMUR

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)

Oleh Ajeng Wahyuni NIM : 11160541000018

Pembimbing

Ellies Sukmawati, M.Si NIP : 19780318 200901 2 007

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1442 H / 2020 M

(4)

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi ini berjudul “Manajemen Kasus pada Program Keluarga Harapan (PKH) di Wilayah Jakarta Timur” disusun oleh Ajeng Wahyuni (11160541000018) telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Univeritas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 02 September 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat gelar sarjana (S. Sos) pada program studi Kesejahteraan Sosial.

Jakarta, September 2020 Sidang Munaqasyah

Dibawah Bimbingan

Ellies Sukmawati, M.Si NIP. 197803182009012007

(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Ajeng Wahyuni NIM : 11160541000018

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul MANAJEMEN KASUS PADA PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) DI WILAYAH JAKARTA TIMUR adalah benar karya saya pribadi dan tidak melakukan tindak plagiat dalam penyusunannya. Adapun kutipan pada skripsi ini telah saya cantumkan sumber penulisannya. Apabila ditemukan suatu plagiarisme di dalam keseluruhan pada penulisan skripsi ini, maka saya siap diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Jakarta, Agustus 2020

Ajeng Wahyuni NIM 11160541000018

(6)

i ABSTRAK

Ajeng Wahyuni (11160541000018)

Manajemen Kasus pada Program Keluarga Harapan (PKH) di Wilayah Jakarta Timur

Manajemen kasus merupakan suatu proses pelayanan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan klien yang dibutuhkan ketika mengalami permasalahan, baik yang menyangkut individu maupun keluarga. Hal ini yang menjadi salah satu tugas dan kewajiban dari Peksos Supervisor dan Pendamping Sosial Program Keluarga Harapan (PKH) di wilayah Jakarta Timur. Pelayanan yang dilakukan dapat dilihat melalui dua komponen manajemen kasus, yaitu proses atau tahapan serta melihat model yang dapat disesuaikan dengan kasus yang ditangani dan sistem yang dijalankan. Penelitian dalam skripsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif dan teknik pengumpulan data berupa wawancara dan studi dokumentasi.

Dalam menentukan subjek dan informan, penulis menggunakan teknik sumpling purposive.

Maka dapat diketahui bahwa manajemen kasus pada PKH di Jakarta Timur telah melaksanakan proses atau tahapan di dalam pekerjaan sosial, dan menjalankan sistem yang menjadi dasar pelayanan untuk memenuhi kebutuhan. Sehingga hal ini memberikan suatu bentuk kebermanfaatan bagi para Keluarga Penerima Manfaat (KPM), terkhusus bagi KPM yang memiliki kasus yang memerlukan sistem rujukan pelayanan.

Kata Kunci : Manajemen Kasus, Proses dan Sistem

(7)

ii KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas limpahan rahmat dan kuasa-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Salawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beserta keluarga, para sahabat, dan pengikutnya yang selalu memberikan suri tauladan kepada penulis agar senantiasa melakukan kebaikan dan tuntunannya.

Penulis menyadari bahwasanya penyusunan di dalam skripsi ini terdapat banyak kekurangan, baik dari isi maupun teknik penulisan. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat menyempurnakan penulisan pada skripsi ini. Dan di lain kesempatan dapat membuat suatu karya ilmiah yang lebih baik lagi.

Tentunya pada penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan doa, semangat, dukungan, dan kasih sayang dari berbagai pihak sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

Untuk itu, izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Suparto, M.Ed., Ph.D sebagai Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ibu Dr. Siti Napsiyah Ariefuzzaman, MSW sebagai Wakil Dekan Bidang Akademik. Bapak Dr. Sihabuddin Noor, M.A sebagai Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum.

Bapak Drs. Cecep Sastrawijaya, MA sebagai Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.

(8)

iii 2. Bapak Ahmad Zaky, M.Si, sebagai Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ibu Hj. Nunung Khoiriyah, MA selaku Sekretaris Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Ahmad Darda, M. Pd, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang sudah meluangkan waktunya untuk membantu penulis.

4. Ibu Ellies Sukmawati, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, dan dukungan dengan sangat baik kepada penulis hingga terselesainya karya ilmiah ini.

5. Seluruh Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial yang senantiasa mengajarkan keilmuan mengenai kesejahteraan sosial dan wawasan lainnya.

6. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan seluruh Civitas Akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Bapak Arief Trihandoyo, selaku Koordinator Kota PKH Jakarta Timur. Bapak Dea Triantara W. P, S. Tr. Sos, selaku Supervisor PKH. Ibu Wardiyaningsih, Ibu Ida, dan Ibu Cici, selaku Pendamping Sosial PKH. Serta Ibu Arum sebagai anggota KPM PKH, dan Ibu Tuminem KPM tergraduasi mandiri, yang telah meluangkan waktu nya untuk membantu penulis dalam mengumpulkan informasi terkait penulisan dalam skripsi ini.

8. Kedua orangtua yang sangat penulis sayangi, Bapak M.

Sudiono, dan Ibu Sari Suwasti, yang selalu memberikan doa,

(9)

iv semangat, dan kasih sayang tak terhingga sampai detik ini.

9. Kakak-kakak penulis, yakni Mba Eka, Mba Ani, Mba Puput, Mas Ulil, Mas Dimas, Mas Anto, dan Danar, atas semangat dan lelucon yang selalu diberikan.

10. Keluarga Besar Social Work Sketch, yang menjadi salah satu bagian penting di dalam penulisan skripsi ini.

11. Manusia-manusia unik yang selalu menghadirkan tawa untuk penulis, Adiba dan Alifatul. Berkat kalian hidup penulis tambah berwarna.

12. Para sahabat dan teman baik penulis, Eka Novia, Lita, Nuriska, Siti, Nisa, Cyndy, Rana, Dilla, Novie, dan Maulida yang tidak pernah bosan memberikan semangatnya kepada penulis.

13. Teman-teman seperbimbingan yang selalu saling menyemangati, Erlani, Ghina, Intan, Mutia, Dea, Amelda, Bayed, Ridho, Eka Wulan, dan Yessy.

14. Keluarga Besar Kesejahteraan Sosial, terkhusus untuk teman- teman Kesejahteraan Sosial angkatan 2016 yang juga saling memberikan semangat dan dukungan.

Jakarta, Agustus 2020 Penulis,

Ajeng Wahyuni

(10)

v DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR BAGAN... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah... 8

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

E. Tinjauan Kajian Terdahulu ... 10

F. Metodologi Penelitian ... 12

G. Sistematika Penulisan ... 21

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 23

A. Landasan Teori ... 23

1. Manajemen Kasus ... 23

2. Teori Kognisi-Tingkah Laku ... 49

3. Teori Belajar Sosial ... 52

4. Perlindungan Sosial ... 54

5. Jaminan Sosial ... 70

B. Kerangka Berpikir ... 73

BAB III PROFIL JAKARTA TIMUR DAN MANAJEMEN KASUS PADA PROGRAM KELUARGA HARAPAN ... 75

A. Kondisi Objektif Wilayah Jakarta Timur ... 75

1. Letak Geografis Jakarta Timur ... 75

(11)

vi

2. Demografis Jakarta Timur ... 76

B. Program Keluarga Harapan (PKH) ... 77

1. Latar Belakang dan Pengertian PKH ... 77

2. Tujuan PKH ... 80

3. Sasaran PKH ... 80

4. Ketentuan Peserta PKH ... 80

5. Hak dan Kewajiban KPM PKH ... 81

6. Besar Bantuan Dana PKH ... 82

7. Kelembagaan PKH ... 83

8. Pengelolaan Sumber Daya ... 91

9. Monitoring dan Evaluasi ... 94

10. Jumlah SDM dan KPM PKH ... 98

C. Manajemen Kasus pada PKH... 99

BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ... 105

A. Proses pada Manajemen Kasus ... 106

1. Kasus Penyalahgunaan Kartu Kesejahteraan Sosial (KKS) – PKH ... 106

2. Penyalahgunaan Dana Bantuan Non-Tunai PKH oleh KPM ... 114

3. Anak KPM yang Ingin Berhenti Sekolah 122 B. Sistem pada Manajemen Kasus ... 132

1. Dasar Hukum dan Standar Pelayanan ... 132

2. SDM dan Supervisi ... 137

3. Keluarga Penerima Manfaat (KPM) ... 141

BAB V PEMBAHASAN ... 147

A. Manajemen Kasus pada Program Keluarga Harapan (PKH) di wilayah Jakarta Timur ... 144

1. Proses pada Manajemen Kasus ... 144

2. Sistem pada Manajemen Kasus... 153

(12)

vii

BAB VI PENUTUP ... 161

A. Kesimpulan ... 161

B. Saran ... 163

DAFTAR PUSTAKA ... 165

(13)

viii DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Jumlah KPM PKH (2015-2019) ... 5

Tabel 1. 2 Data Penerima PKH tahun 2019 ... 6

Tabel 1. 3 Informan Penelitian ... 17

Tabel 2. 1 Metode SMART ... 44

Tabel 3. 1 Jumlah SDM PKH Per Januari 2020 ... 98

Tabel 3. 2 Jumlah KPM PKH Tahun 2019 ... 98

Tabel 3. 3 Bentuk Permasalahan pada KPM PKH ... 99

Tabel 3. 4 Jumlah Peksos Supervisor PKH Tahun 2018 ... 99

Tabel 3. 5 Peran Supervisor dalam PKH ... 101

(14)

ix DAFTAR GAMBAR

Gambar 3. 1 Peta Administrasi Kota Jakarta Timur ... 75

(15)

x DAFTAR BAGAN

Bagan 2. 1 Proses Manajemen Kasus ... 37

Bagan 2. 2 Tahap Proses awal dan identifikasi kasus ... 38

Bagan 2. 3 Tahap Asesmen ... 40

Bagan 2. 4 Skema Pemanfaatan Pusat Layanan dan Rujukan Terpadu dan Basis Data Terpadu ... 66

Bagan 2. 5 Sumber Pendanaan Pembangunan Nasional ... 69

Bagan 2. 6 Kerangka Berpikir Penelitian ... 74

Bagan 3. 1 Struktur Organisasi Pelaksana PKH ... 102

Bagan 3. 2 Proses Manajemen Kasus ... 103

Bagan 6. 1 Tipe Kasus, Proses, dan Model ... 164

(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Permasalahan sosial dengan mempergunakan intervensi pekerjaan sosial menjadi suatu keniscayaan bila hanya mengandalkan pada kekuatan dari sebuah lembaga yang yang hanya menggantungkan pada keberadaan profesi. Tentunya diperlukan bentuk dukungan melalui berbagai macam lintas disiplin ilmu, dan lintas lembaga untuk hadir dalam hal berkontribusi pada intervensi tersebut. Mengingat juga, ini menjadi kebutuhan dalam profesi pekerjaan sosial dengan menggunakan suatu metode pekerjaan sosial itu sendiri.

Metode ini dikenal dengan manajemen kasus (case management). Dalam teorinya, manajemen kasus merupakan suatu proses pengelolaan tindakan penanganan kasus yang meliputi asesmen, perencanaan, pelaksanaan pelayanan, pemantauan, dan evaluasi untuk menangani masalah secara sistematis dengan berkoordinasi dan mengaitkan sumber- sumber yang diperlukan (Halim 2010). Artinya, metode ini menekankan pada kegiatan koordinasi multidisiplin ilmu untuk memberikan pelayanan dan penanganan kepada klien.

Selanjutnya, manajer kasus yang berperan penting dalam intervensi ini memastikan pelayanan dapat diterima oleh klien, hingga melakukan advokasi ketika klien tidak mampu mengakses layanan yang dibutuhkannya.

(17)

2 Pada dewasa ini, intervensi kepada klien atau penerima manfaat yang mana memiliki permasalahan dengan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga untuk mengatasi permasalahan yang ada, dibutuhkan pelayanan dan penanganan kasus melalui metode manajemen kasus oleh pekerja sosial profesional, yang dalam hal ini disebut manajer kasus. Kasus-kasus yang biasa ditangani menggunakan metode ini seperti pada awalnya digunakan untuk masalah perawatan bagi pasien rumah sakit, anak dan keluarga, kemiskinan, pekerjaan, dan lain-lain. Layanan yang disediakan melalui manajemen kasus ini pun berupa dukungan dan layanan pribadi, kesehatan dan kesejahteraan, yang memungkinkan mereka membangun dan mempertahankan fungsi pribadi dan sosial mandiri yang optimal. Disamping itu, banyak ahli yang telah membahas mengenai metode manajemen kasus, salah satunya adalah Rubin (1992) dalam Comprehensive Handbook of Social Work and Social Welfare (Walsh and Holton 2008) menerangkan bahwa manajemen kasus sebagai pendekatan untuk pemberian layanan sosial yang berupaya untuk memastikan bahwa klien dengan berbagai masalah dan kecacatan kompleks menerima layanan yang mereka butuhkan tepat waktu.

Sudah menjadi sebuah keharusan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada di tengah masyarakat untuk melibatkan pekerja sosial melalui manajemen kasus. Seperti hal nya program perlindungan dan jaminan sosial yang diimplementasikan oleh pemerintah ke dalam sebuah program

(18)

3 pengentasan kemiskinan misalnya, yaitu Program Keluarga Harapan (PKH) yang dirilis pada 25 Juli 2007. Merujuk pada Sistem Jaminan Sosial Nasional berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004, PKH menjadi model jaminan yang unik. Di satu sisi, PKH ialah bantuan sosial yang dimaksudkan demi mempertahankan kehidupan (life survival) dalam kebutuhan dasar terutama pendidikan dan kesehatan. Di sisi lain, PKH bernuansa pemberdayaan, yakni menguatkan keluarga penerima manfaat agar mampu keluar dari kemiskinannya melalui promosi kesehatan dan mendorong anak bersekolah.

Dana yang diberikan kepada KPM secara tunai melalui Kantor Pos dimaksudkan agar penerima dapat mengakses sarana pendidikan dan kesehatan, yakni anak-anak harus bersekolah sampai SMP, anak balita wajib memperoleh imunisasi, dan ibu hamil harus memeriksakan kandungan secara berkala (Nainggolan 2012).

Dari indikator yang terdapat pada PKH, yaitu kesehatan, kemiskinan, dan pendidikan, tidak sedikit KPM yang masih mengalami permasalahan dalam hal tersebut. Sehingga perlu adanya bantuan berupa pelayanan yang fokus terhadap permasalahan berkaitan dengan tiga komponen melalui metode pekerjaan sosial, yaitu manajemen kasus yang dilakukan oleh pekerja sosial profesional. Yang mana hal ini juga berlandaskan pada Undang-Undang No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial, maka seyogyanya KPM dibantu dalam pemenuhan kebutuhan terkait dengan masalah-masalah yang dihadapi, selain itu pekerja sosial juga menghubungkan

(19)

4 klien pada penyedia layanan yang lain, seperti pihak berwajib, dokter, psikolog, lembaga bantuan hukum, dan lain sebagainya. Sehingga mulai tahun 2018 metode manajemen kasus masuk untuk memberikan pelayanan dan juga penanganan dengan menggunakan praktik pekerjaan sosial yang dilakukan oleh supervisor pekerjaan sosial, hal ini diutarakan oleh salah satu Supervisor wilayah Jakarta Timur, Bapak Dea.

Di dalam PKH, supervisor lah yang memegang peranan penting dalam menjalankan manajemen kasus, disamping itu dibantu pula oleh pendamping sebagai pelaksana di lapangan.

Supervisor PKH adalah pekerja sosial profesional. Dalam praktiknya, peksos supervisor harus memiliki kualitas yang baik ketika memberikan pelayanan dan penanganan kepada klien. Mutu tersebut antara lain harga diri, keahlian komunikasi, integritas indivdu, peran yang fleksibel, semakin besar hubungan dengan supervisor akan mendorong eksplorasi, pendidikan dan pengembangan, memahami kekuatan dan keterbatasan, atensi terhadap orang yang disupervisi, perhatian terhadap outcome klien, dan selalu mencari tahu bagaimana meningkatkan cara dalam melaksanakan supervisi. Pada di tahun 2020 ini, sudah saatnya SDM PKH proaktif dalam merespon kebutuhan KPM jika menemukan persoalan di wilayah kerja yang secara prosedural diimplementasikan dalam manajemen kasus. Tujuannya supaya lebih terstruktur, sistematis dan masif (www.kompasiana.com 2020).

(20)

5 Tercatat pada rentan waktu tahun 2015 – 2019, terdapat kenaikan jumlah KPM PKH se-Indonesia. Kenaikan jumlah tersebut diharapkan dapat menurunkan angka kemiskinan ke kisaran 8,5 - 9,3% tahun depan. Seperti diketahui, penyaluran PKH mulai September 2017-Maret 2018 mampu menurunkan angka kemiskinan menjadi 9,8%. Adapun jumlah penerima bantuan PKH pada tahun 2019, yakni sekitar 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Namun, nilai penerima bantuannya akan meningkat menjadi Rp 3,1 juta dari sebelumnya Rp 1,7 juta/KPM (databoks.katadata.co.id 2020).

Tabel 1. 1 Jumlah KPM PKH (2015-2019)

Sumber: Kementerian Keuangan 2018

Dari data KPM PKH seluruh Indonesia, sebagai wilayah Ibu Kota, Provinsi DKI Jakarta memiliki jumlah KPM sebanyak 67.369 pada tahun 2019. Jakarta Timur

(21)

6 menempati posisi pertama dengan jumlah terbanyak, yaitu 16.757 KPM.

Tabel 1. 2 Data Penerima PKH tahun 2019

Tahun Wilayah Jumlah

2019 Jakarta Timur 16.757 2019 Jakarta Utara 14.265 2019 Jakarta Barat 14.064 2019 Jakarta Selatan 13.633 2019 Jakarta Pusat 7.830 2019 Kab. Kepulauan Seribu 820

Sumber: http://data.jakarta.go.id/

Dari jumlah KPM terbanyak se-Provinsi DKI, Jakarta Timur memiliki kompleksitas permasalahan yang menjadi perhatian dari pemerintah, dan tentu nya memiliki cara tersendiri mengenai pelayanan, penanganan, dan penyelesaiannya.

Pemberian layanan dan penanganan serta bantuan sosial PKH, jika dilihat melalui pandangan Islam, tentu menjadi sebuah perhatian. Karena hal itu sama saja dengan membantu melonggarkan dan juga meringankan beban saudaranya yang membutuhkan. Di samping itu, Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga sangat menyukai perilaku hamba-Nya yang melakukan kebaikan, dan Allah pun juga akan memberikan ganjaran berupa pahala dan/atau memberikan pertolongan serta keselamatan dari berbagai

(22)

7 kesusahan baik di dunia maupun akhirat. Ini pun tertuang dalam Al-Quran, pada Q.S. Muhammad: 7, yang berbunyi:

Artinya: “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”.

Bila ditelaah secara seksama, pertolongan yang diberikan seorang mukmin kepada saudaranya, pada hakikatnya adalah menolong dirinya sendiri. Hal ini karena Allah juga hendak menolongnya, baik di dunia ataupun di akhirat sepanjang hamba-Nya mau menolong saudaranya (EF Rahmawati, 2013. digilib.uinsby.ac.id).

Orang yang mempunyai harta dan kedudukan yang lebih tinggi di dunia, sebaiknya tidak menjadikan dirinya sombong, sebab jika seseorang seperti itu ia akan merugi dengan apa yang telah dilakukannya. Sebaliknya, jika ia mudah untuk tergerak membantu orang lain, baik dari segi materiil atau non-materiil, ia akan mendapatkan kemuliaan, tidak hanya di dunia tetapi juga di akhirat.

Hal tersebut juga tertuang dalam sebuah hadits, yang artinya: Dari Abu Hurairoh berkata, Rasulullah SAW.

Bersabda, “barang siapa melepaskan dari seorang muslim satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan di dunia, niscaya Allah melepaskan dia dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Dan barang siapa member kelonggaran

(23)

8 kepada orang yang susah, niscaya Allah akan memberi kelonggaran baginya di dunia dan akhirat; dan barang siapa menutupi aib seorang muslim, niscaya Allah menutupi aib dia di dunia dan di akhirat. Dan Allah selamanya menolong hamba-Nya, selama hambanya menolong saudaranya.” (HR. Muslim)

Maka dari itu, melihat besarnya manfaat yang dilakukan oleh pekerja sosial dalam membantu klien menangani permasalahan yang dihadapinya, pekerja sosial supervisor dan juga pendamping sosial PKH melalui metode manajemen kasus melakukan pelayanan kepada KPM PKH di wilayah Jakarta Timur yang memiliki permasalahan. Dimana hal tersebut, akan penulis kaji melalui dua komponen, yakni proses atau tahapan manajemen kasus, dan sistem yang menjadi pendukung dari proses yang dijalankan. Sehingga akan terlihat bagaimana komponen-komponen tersebut terintegrasi dalam melaksanakan pelayanan kepada KPM yang membutuhkan bantuan pekerja sosial melalui metode manajemen kasus.

B. Batasan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka penulis membatasi permasalahan yang akan terfokus pada proses dan sistem dari manajemen kasus yang dilakukan oleh supervisor dan pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) di wilayah Jakarta Timur, Kecamatan Ciracas,

(24)

9 Kecamatan Pasar Rebo, Kecamatan Makasar, Kecamatan Cakung, dan Kecamatan Cipayung. Serta dalam pembatasan masalah ini, bertujuan untuk menghindari perluasan pembahasan yang meluas.

C. Rumusan Masalah

Sehubung dengan pembatasan masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu Bagaimana manajemen kasus pada Program Keluarga Harapan (PKH) di wilayah Jakarta Timur?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan bagaimana manajemen kasus pada Program Keluarga Harapan (PKH) di Wilayah Jakarta Timur.

2. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian, tentunya penelitian ini juga memiliki manfaat yang diharapkan dapat menjadi saran yang membangun bagi pihak akademis, dan juga praktisi.

a. Manfaat Akademis

Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi referensi bagi penelitian serupa dan memberikan wawasan dalam menggali ilmu mengenai kesejahteraan sosial, yang fokus pada manajemen

(25)

10 kasus. Sehingga, bagi calon pekerja sosial akan lebih memahami dan menambah kompetensi pada bidang ini.

b. Manfaat Praktisi

Menjadi bahan masukkan kepada lembaga pemerintahan dan pekerja sosial sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun standar operasional prosedur pelayanan dan penanganan melalui metode manajemen kasus kepada klien dan/atau Keluarga Penerima Manfaat (KPM)

E. Tinjauan Kajian Terdahulu

Manajemen kasus merupakan penyedia layanan yang dilakukan oleh case manager dimana memiliki peranan penting dalam pemenuhan bantuan yang dilakukan untuk klien. Seperti hal nya di Amerika Serikat, manajemen kasus ditandai sebagai proses bantuan, dimana manajer kasus mengoordinasi dan/ atau mengadvokasi layanan sosial dan/

atau kesehatan yang diperlukan kliennya (NASW Standards of Social Work Case Management 2013). Manajer kasus memberdayakan klien dengan memberikan dukungan emosional, mencari dan menghubungkan dengan penyedia layanan, serta memfasilitasi layanan (Cheng, Lo, and Womack 2019).

Pada sebuah penelitian yang telah dilakukan oleh Rendiansyah Putra Dinata dan Bambang Shergi Laksmono pada tahun 2018 mengenai Manajemen Kasus pada Anak yang Berhadapan dengan Hukum, diketahui bahwa proses yang

(26)

11 dilakukan meliputi tahap awal atau identifikasi; penilaian;

perencanaan intervensi; intervensi; review; dan penutupan kasus (Dinata and Laksmono 2018).

Selain proses yang dilakukan, terdapat elemen dalam komponen manajemen kasus, yaitu sistem, yang sangat bervariasi seperti adanya standar sebagai landasan digunakannya pendekatan manajemen kasus, antara lain adanya struktur dan tugas tim manajemen kasus; adanya sumber daya manusia yang terampil; adanya praktik supervisi;

dan proses monitoring evaluasi (Simmel 2014).

Dari kajian yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, maka dalam hal ini penulis akan melakukan penelitian mengenai dua komponen inti di dalam Manajemen Kasus, yaitu proses dan sistem yang terdapat dalam layanan pada Program Keluarga Harapan (PKH), di wilayah Jakarta Timur. Dimana proses yang ingin penulis teliti mengenai proses atau tahapan manajemen kasus yang dilakukan oleh pendamping sosial dan juga supervisor PKH terhadap kasus yang ditemukan pada KPM. Selanjutnya, untuk komponen sistem, akan ditinjau mengenai hukum dan/ atau standar pelayanan, SDM dan supervisi, dan Keluarga Penerima Manfaat. Sehingga nantinya akan terlihat, bagaimana dua komponen manajemen kasus yang dijalankan oleh supervisor dan juga pendamping PKH kepada para Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di wilayah tersebut.

(27)

12 F. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan penelitian skripsi ini menggunakan metode ilmiah untuk memperoleh informasi dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Riset diawali dengan memunculkan permasalahan, mencari jawaban permasalahan dengan mengkaji literatur untuk membuat hipotesis, mengumpulkan informasi dari lapangan, menganalisis data dengan teknik yang relevan, dan pada akhirnya membuat kesimpulan atau temuan (Sudaryono 2018). Penelitian kualitatif ialah merupakan penelitian yang berupaya menganalisis kehidupan sosial dengan menggambarkan dunia sosial dari sudut pandang ataupun interpretasi individu (informan). Dengan kata lain, penelitian ini berupaya memahami bagaimana seorang individu melihat, memaknai, atau menggambarkan dunia sosialnya.

Memahami merupakan esensi dari penelitian kualitatif (Sudaryono 2018).

Dengan demikian, untuk menguji dan mendapatkan data mengenai manajemen kasus yang dilakukan pada Program Keluarga Harapan (PKH), penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa (Moleong 2018). Sehingga kesimpulan yang

(28)

13 akan didapatkan adalah berupa deskriptif atau penjelasan mengenai proses di dalamnya.

Setelah mengetahui metode yang digunakan dalam penitian ini, selanjutnya adalah menentukan tujuan penelitian. Berdasarkan tujuannya, dalam penelitian kualitatif dibedakan menjadi beberapa penelitian. Dan penulis menyimpulkan akan menggunakan jenis penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif (descriptive research) ditujukan untuk mendeskripsikan suatu keadaan atau fenomena-fenomena apa adanya. Penelitian dekriptif adalah penelitian terhadap masalah-masalah berupa fakta- fakta saat inidari suatu populasi yang meliputi kegiatan penilaian sikap atau pendapat terhadap individu, dari suatu populasi yang meliputi kegiatan penilaian sikap atau pendapat terhadap individu, organisasi, keadaan, ataupun prosedur. Penelitian deskriptif juga dapat dilakukan pada saat ini atau dalam kurun waktu yang singkat (Sudaryono 2018).

Maka dari itu, sudah tepat apabila jenis penelitian deskriptif digunakan oleh penulis dalam penelitian ini.

Selain bersifat sistematis, jenis penelitian ini juga memberikan gambaran berupa fakta dan masalah yang berkaitan dengan manajemen kasus.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik penelitian atau teknik pengumpulan data merupakan salah satu unsur penelitian yang sangat penting.

(29)

14 Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata- kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumentasi dan lain-lain (Lofland and Lofland 2018). Pada teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, menyesuaikan dengan masa pandemic Covid-19, penulis melakukan pengumpulan data hanya dengan dua teknik, yaitu wawancara dan studi dokumentasi.

a. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Wawancara digunakan untuk mengetahui hal- hal dari informan secara lebih mendalam. Situasi dalam wawancara berhubungan dengan waktu dan tempat saat wawancara. Waktu dan tempat wawancara yang tidak tepat dapat menjadikan pewawancara merasa canggung untuk mewawancarai dan informan akan merasa enggan untuk menjawab pertanyaan yang diajukan.

Berdasarkan sifat pertanyaan, wawancara dibedakan menjadi tiga (Sudaryono 2018), antara lain:

1) Wawancara terpimpin. Artinya, pertanyaan diajukan menurut daftar pertanyaan yang telah disusun.

2) Wawancara bebas. Pada wawancara ini, terjadi tanya jawab bebas antara pewawancara dengan informan, namun pewawancara tetap menggunakan tujuan penelitian sebagai pedoman.

3) Wawancara bebas terpimpin. Wawancara ini perpaduan antara wawancara bebas dan terpimpin.

(30)

15 Dalam pelaksanaannya, pewawancara membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar tentang hal-hal yang akan ditanyakan.

Disamping itu, umumnya wawancara dibedakan menjadi dua macam, yaitu wawancara berstruktur dan tidak berstruktur. Dalam wawancara berstruktur, artinya semua pertanyaan telah dirumuskan sebelumnya dengan cermat, biasanya secara tertulis.

Dengan demikian, penulis menggunakan teknik wawancara dengan sifat wawancara yang bebas terpimpin, dan tidak berstruktur. Artinya, saat melakukan wawancara dengan informan, penulis pada dasarnya sudah membuat pedoman wawancara, akan tetapi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan disesuaikan dengan situasi dan kondisi di lapangan, selain itu juga agar informan dapat menjawab dengan lebih mudah dan luas, sehingga wawancara tidak terkesan kaku. Dan media yang digunakan dalam wawancara penelitian ini adalah melalui alat komunikasi, berkenaan dengan pandemic Covid-19 yang mana diharuskan adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

b. Studi Dokumentasi

Studi dokumen merupakan merupakan teknik pengumpulan data dengan mengumpulkan dan menganalisis dokumen-dokumen, baik tertulis,

(31)

16 gambar, hasil karya, maupun elektronik. Dokumen tersebut setelah diperoleh kemudian dianalisis, dibandingkan, dan dipadukan untuk membentuk satu kajian yang sistematis, terpadu dan utuh (Nilamsari 2014).

3. Sumber Data

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengumpulkan informasi penelitian sesuai dengan dua sumber data yang telah didapat (Barlian 2016), yaitu:

a. Data Primer

Data yang diperoleh secara langsung dari sumber data, yaitu informan yang diwawancarai mengenai manajemen kasus pada PKH di wilayah Jakarta Timur dengan tujuh orang informan.

b. Data Sekunder

Yaitu data yang didapatkan secara tidak langsung melalui dokumen yang dimiliki, foto, jurnal, dan buku yang sesuai dengan topik penelitian pada skripsi ini.

4. Teknik Pemilihan Subjek dan Informan

Teknik yang digunakan penulis untuk memilih subjek dan informan adalah dengan menggunakan sampling purposive. Teknik ini menentukan sampel dengan pertimbangan tertentu, artinya teknik penentuan sumber data mempertimbangkan terlebih dahulu, bukan diacak. Artinya menentukan informan sesuai dengan kriteria terpilih yang relevan dengan masalah penelitian

(32)

17 (Bungin 2007). Di bawah ini merupakan kriteria informan yang penulis tentukan dengan menyesuaikan terkait dengan kebutuhan dalam penelitian ini, antara lain:

a. Koordinator Kota PKH Jakarta Timur, yaitu seorang koordinator pada kota administrasi yang memiliki tanggung jawab untuk mengkoordinasikan, mengelola data, dan melaporkan implementasi berkaitan dengan KPM PKH.

b. Supervisor PKH, yakni pekerja sosial profesional yang melakukan tugasnya untuk mendampingi para pendamping sosial dalam mengakses pelayanan komplementer; dan membahas catatan, kelayakan kasus, dan laporan manajemen kasus dengan pendamping.

c. Pendamping Sosial, merupakan dampingan kepada para KPM PKH untuk berkomitmen dan menjalankan kewajiban berupa kehadiran pada layanan fasilitas pendidikan dan kesehatan sesuai ketentuan.

d. Keluarga Penerima Manfaat (KPM), masyarakat yang terdaftar sebagai penerima bantuan sosial non-tunai Program Keluarga Harapan (PKH).

Tabel 1. 3 Informan Penelitian

No Informan Informasi yang dicari Jumlah 1. Koordinator Kota

PKH Jakarta Timur

Profil PKH, KPM, dan Sistem manajemen

1

(33)

18 kasus PKH di wilayah

Jakarta Timur

2. Supervisor PKH Pelaksanaan proses

atau tahapan

manajemen kasus

1

3. Pendamping Sosial PKH

Kegiatan pendampingan,

penanganan kasus kepada KPM PKH

3

5. KPM Pelayanan apa saja

yang didapatkan selama terdaftar sebagai KPM PKH

2

Jumlah 7

Sumber: Hasil Bimbingan Penulis Tahun 2020

5. Waktu dan Tempat Penelitian a. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret sampai dengan Juni 2020, melalui aplikasi chat, dan telepon seluler.

b. Tempat Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan oleh penulis pada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH), di wilayah Jakarta Timur 1, Kecamatan Ciracas, Kecamatan Pasar Rebo,

(34)

19 Kecamatan Makasar, Kecamatan Cipayung, dan Kecamatan Cakung.

6. Teknik Analisis Data

Miles dan Huberman (1992) dalam (Agusta 2003), terdapat tiga cara dalam analisis data kualitatif, yakni:

a. Reduksi Data

Yaitu proses memilih, menyederhanakan, pengabstrakan, dan transformasi data asli yang diperoleh dari lapangan. Reduksi juga menggolongkan, mengarahkan, menghilangkan yang tidak diperlukan, dan mengelompokkan data dengan sedemikian rupa sampai kesimpulan akhir dapat diperoleh.

b. Penyajian Data

Yakni kegiatan penyusunan sekumpulan informasi, dengan memberikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Bentuknya berupa teks narasi hasil dari catatan di lapangan; bentuknya dapat berupa bagan, grafik, dan/ atau matriks dengan menggabungkan informasi yang dipadukan, sehingga memudahkan penarikan kesimpulan.

c. Kesimpulan

Dengan mereview penulisan, melakukan tinjauan ulang pada catatan yang diperoleh dari lapangan, bertukar pendapat dengan teman sejawat, dan melakukan upaya lain untuk mengembangkan hasil penelitian.

(35)

20 Analisis data dalam penelitian kualitatif merupakan analisis yang mendasarkan pada adanya hubungan semantis antar variabel yang sedang diteliti. Tujuannya ialah agar peneliti mendapatkan makna hubungan variabel- variabel sehingga dapat digunakan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam penelitian (Sarwono 2006).

Analisis data kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Namun, dalam penelitian ini, analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data (Sugiyono 2014).

7. Teknik Keabsahan Data

Dalam pengujian keabsahan data pada metode penelitian kualitatif, meliputi credibility (validitas internal), transferability (validitas eksternal), dependability (reliabilitas), dan confirmability (obyektivitas) (Sarwono 2006).

a. Credibility. Bahwa uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi teman sejawat, analisis kasus, dan membercheck.

b. Transferability. Artinya, penulis memberikan hasil penelitian dan membuat laporan secara rinci, jelas,

(36)

21 sistematis, dan dapat dipercaya. Dengan demikian, pembaca menjadi jelas atas hasil penelitian, sehingga dapat memutuskan dapat atau tidaknya untuk mengaplikasikannya hasil penelitian di tempat lain.

c. Dependability. Atau bisa juga disebut reliabilitas, di mana penulis mulai menentukan masalah atau fokus, memasuki lapangan, menentukan sumber data, melakukan analisis data, melakukan uji keabsahan data, hingga membuat kesimpulan.

d. Confirmability. Dalam kualitatif disebut juga sebagai uji obyektivitas kualitatif. Penelitian obyektif apabila bila hasil penelitian disepakati banyak orang.

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika pada penulisan skripsi ini, menggunakan pedoman penulisan karya ilmiah sesuai dengan Lampiran Keputusan Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Nomor 507 Tahun 2017, tanggal 14 Juni 2017. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini merupakan landasan teori-teori untuk digunakan dalam mengumpulkan data-data yang

(37)

22 berkaitan dengan objek penelitian yaitu intervensi sosial bagi lanjut usia dalam memelihara kesehatan mental.

BAB III GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN Berisi tentang gambaran secara umum Wilayah Jakarta Timur dan Manajemen Kasus pada PKH.

BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

Penyajian data dan temuan penelitian yang diperoleh melalui wawancara dan studi dokumentasi.

BAB V PEMBAHASAN

Pembahasan hasil data dan temuan di lapangan yang dikaitkan dengan latar belakang dan teori penelitian.

BAB VI PENUTUP

Berisi tentang kesimpulan dan saran hasil penelitian.

(38)

23 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

Untuk mendukung penyusunan dalam penelitian ini, maka diperlukan teori-teori yang berkaitan dengan permasalahan dan ruang lingkup pembahasan sebagai landasan teori yang akan penulis bahas, diantaranya adalah Metode Manajemen Kasus, Perlindungan Sosial, Jaminan Sosial, dan Konsep Program Keluarga Harapan (PKH).

1. Manajemen Kasus

a. Pengertian Manajemen Kasus

National Association of Social Workers (NASW) (1992) dalam buku Understanding Generalist Practice (2010), mendefinisikan case management sebagai berikut:

“Social work case management is a method of providing services whereby a professional social worker asseses the needs of the client and the client’s family, when appropriate and arranges, coordinates, monitors, evaluates, and advocates a packages of multiple services to meet the specific client’s complex needs”.

Manajemen kasus pekerja sosial merupakan metode professional memperhitungkan kebutuhan klien dan keluarga klien, bila perlu, mengatur, mengoordinasikan, memantau, mengevaluasi serta mengadvokasi beberapa layanan untuk memenuhi

(39)

24 secara khusus kebutuhan kompleks klien (Kirst- Ashman and H. Hull 2010).

Manajemen kasus adalah intervensi pelayanan sosial yang luas yang dimaksudkan untuk membantu individu ataupun keluarga dengan bermacam tantangan dalam mengakses layanan yang diperlukan (Rapp et al.

2014).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa manajemen kasus merupakan suatu proses pelayanan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan klien yang dibutuhkan ketika mengalami permasalahan, baik yang menyangkut individu maupun keluarga. Di dalam manajemen kasus, manajer kasus melakukan koordinasi dengan berbagai pihak untuk memudahkan proses pemberian pelayanan dan penanganan yang diperlukan.

b. Tujuan Manajemen Kasus

Adapun tujuan dari metode manajemen kasus yang dilakukan untuk memberikan pelayanan kepada klien, antara lain sebagai berikut (Maryami et al. 2018):

1) Memberikan layanan berkelanjutan;

2) Meningkatkan aksesibilitas dan juga akuntabilitas layanan; dan

3) Untuk meningkatkan efisiensi ataupun mengurangi biaya yang dikeluarkan suatu layanan.

c. Prinsip-prinsip Manajemen Kasus

(40)

25 Prinsip yang dilakukan dalam proses memberikan pelayanan melalui metode manajemen kasus, harus menekankan pada (Maryami et al. 2018):

1) Keterpaduan Pelayanan

Dimaksudkan agar layanan yang diberikan kepada klien akan mendukung layanan yang lain, sehingga masalah klien dapat teratasi secara utuh;

2) Keberlanjutan Pelayanan

Keberlanjutan pelayanan memiliki dua arti yaitu pertama, pelayanan yang disediakan tidak terpotong dari mulai kontak awal sampai terminasi;

dan kedua, pelayanan yang diberikan bersifat komprehensif. Ini berarti pelayanan-pelayanan yang diperlukan klien perlu dipenuhi termasuk dukungan untuk lingkungan klien;

3) Akses yang Sama

Artinya, setiap masyarakat harus mempunyai akses yang sama terhadap layanan manajemen kasus. Peluang akses pelayanan juga dimungkinkan untuk diperluas termasuk membantu transportasi klien, mengantar klien ke layanan rujukan atau melakukan tracing. Karena prinsip ini pula, maka salah satu peranan yang sangat mendasar bagi manajer kasus adalah melakukan advokasi;

4) Pelayanan Berkualitas (Efektif dan Efisien)

Efektif berarti pelayanan yang diberikan mencapai tujuan sesuai dengan tujuan intervensi

(41)

26 yang sudah disepakati. Sedangkan efisiensi diukur dari pemakaian sumber secara produktif, waktu yang digunakan, biaya pelayanan serta hasil yang dicapai;

5) Advokasi

Merupakan aksi untuk mewakili kepentingan klien sekaligus mengarahkan klien agar selanjutnya mampu melakukan advokasi bagi dirinya sendiri;

6) Memandang Orang Secara Holistik

Artinya intervensi kepada klien selalu didasarkan pada pemahaman berbagai dimensi manusia baik fisik, psikis, spiritual ataupun sosial.

Dimensi-dimensi tersebut harus dipandang secara utuh agar penggalian data maupun penanganan dapat dilakukan dengan tepat;

7) Pemberdayaan

Pemberdayaan klien berarti memperhatikan potensi individu. Oleh karena itu dalam setiap proses perlu menempatkan klien sebagai mitra dan secara bertahap mendorong mereka agar mencapai kecukupan kompetensi pribadi. Penghargaan terhadap klien, tanpa melihat perbedaan didasari oleh keyakinan pekerja sosial bahwa semua orang memiliki integritas dan harga diri. Karena itu klien harus selalu ditempatkan dalam peranan sentral, dengan selalu mengikutsertakan klien dalam setiap tahapan manajemen kasus; dan

(42)

27 8) Evaluasi

Pelaksanaan evaluasi sangat penting dilakukan untuk mengecek efektivitas proses manajemen kasus, outcome yang dihasilkan. Fokus dari evaluasi adalah relevansi pelayanan dengan kebutuhan klien, kemajuan dan kepuasan klien, integrasi pelayanan, kualitas pelayanan dan outcome pelayanan. Baik pekerja sosial/pendamping maupun klien ikut serta dalam evaluasi.

d. Komponen Manajemen Kasus

Manajemen Kasus dalam pelayanannya memiliki dua komponen utama (O’Connor 1990) dalam Modul Pelatihan Manajemen Kasus Pekerja Sosial dan Pendamping (2018), antara lain sebagai berikut:

1) Komponen Proses

Komponen proses adalah komponen terkait pada aktivitas langsung penanganan kasus.

Komponen ini merujuk pada proses atau tahapan manajemen kasus itu sendiri mulai dari kontak awal dan identifikasi kasus hingga terminasi. Namun, dalam praktik nya secara langsung, proses yang dilakukan menyesuaikan dengan kasus yang diterima.

2) Komponen Sistem

Komponen sistem adalah komponen yang dapat mendukung praktik manajemen kasus itu sendiri. Seperti hal nya kebijakan, hukum, regulasi,

(43)

28 dan/atau standar sebagai landasan digunakannya pendekatan manajemen kasus; adanya struktur dan tugas tim manajemen kasus; adanya sumber daya manusia yang terampil; adanya praktik supervisi;

adanya sumber finansial dan material yang memadai; adanya keterlibatan anak dan keluarga hingga adanya manajemen data dan proses monitoring evaluasi.

Sistem sendiri merupakan suatu model yang menerangkan hubungan tertentu antara sub-sub sistem dengan sistem sebagai suatu unit. Jika suatu sub sistem tidak berjalan, maka sistem tidak akan bekerja maksimal. Intinya, setiap bagian berpengaruh pada semua atau sesuatu tidak dapat ada tanpa keberadaan yang lain. Sistem memberikan sumbangan pada praktik pekerjaan sosial mikro dan makro. Pada praktik mikro teori sistem dipergunakan untuk menggali masalah anak dengan keluarga. Sedangkan sistem terhadap praktik pekerjaan sosial makro diperuntukkan mengetahui pengaruh dari suatu sub sistem terhadap sub sistem lainnya atau menyebabkan terjadinya permasalahan sosial, baik dilihat dari aspek objektif, seperti masyarakat, maupun aspek subyektif, seperti nilai-nilai budaya, agama, dan lain sebagainya (Tristanto 2020).

Menurut Toolkit Manajemen Kasus (Panduan Penggunaan Untuk Memperkuat Layanan

(44)

29 Manajemen Kasus di Kesejahteraan Anak, 2014), pada tingkat sistem, faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen kasus termasuk yang terkait dengan kerangka kerja hukum dan peraturan (undang-undang, kebijakan, peraturan, dan standar), undang-undang, kebijakan, peraturan, dan standar harus menciptakan dasar hukum bagi negara untuk melakukan intervensi dengan keluarga dalam situasi risiko dan mengidentifikasi lembaga atau lembaga yang bertanggung jawab atas intervensi tersebut; lembaga-lembaga yang bertanggung jawab untuk menerapkan dan menegakkan hukum (sumber daya manusia dan supervisi), sistem ini juga membutuhkan pengawasan yang tepat.

Pengawas sangat penting dalam membimbing staf untuk bekerja lebih efektif dengan keluarga, memantau manajemen kasus dan hasil kasus, dan menyempurnakan model intervensi agar lebih efektif; masyarakat dan sumber dayanya, serta anak-anak dan keluarga itu sendiri, anak-anak dan keluarga harus dilibatkan dalam memperbaiki situasi mereka. Praktek kasus kesejahteraan anak dan perilaku keluarga adalah saling tergantung, dan keduanya berbagi tanggung jawab untuk meningkatkan fungsi suatu komunitas. Akhirnya, tujuan utamanya adalah mendorong fungsi keluarga yang lebih baik.

(45)

30 e. Organisasi Manajemen Kasus

Dalam organisasi manajemen kasus sendiri, memiliki tiga aktor utama untuk menjalankan pelayanannya kepada klien (Maryami et al. 2018), antara lain:

1) Case Manager

Case Manager adalah seorang pekerja sosial profesional yang menjalankan tugasnya untuk melakukan pelayanan dan penanganan pada manajemen kasus. Case manager memiliki tugas dan wewenang, yaitu Mengecek kelayakan dari kasus yang dirujuk beberapa pihak (Dinas Sosial, Kepolisian, Rumah Sakit, sekolah, LKSA, LSM, lembaga lainnya, dan komunitas); Mendistribusikan penanganan kasus diantara para case worker; Melakukan rujukan ke lembaga lain dan memastikan agar anak atau keluarga yang dirujuk mendapatkan pelayanan yang dibutuhkannya; Memonitor proses penanganan kasus sejak tahap awal sampai dengan tindak lanjut;

Memprakarsai pembahasan kasus; Memprakarsai pertemuan koordinatif untuk meningkatkan pemahaman terhadap masalah anak dan memadukan penggunaan berbagai sumber; dan Melakukan advokasi terkait perumusan kebijakan perlindungan anak, identifikasi sumber dan distribusi sumber.

2) Supervisor

Supervisor adalah pekerja sosial profesional yang melakukan penilaian, dan pendampingan kepada pekerja sosial atau pendamping. Pada metode Manajemen Kasus, supervisor bertugas dan memiliki wewenang, antara lain:

(46)

31 a) Membantu case worker menyelesaikan permasalahan yang dihadapi anak dan keluarga serta memastikan keselamatan, permanensi, kesejahteraan anak terpenuhi, termasuk:

(1) Memberikan pengetahuan, metode dan keterampilan yang diperlukan dalam penanganan kasus terkait perlindungan anak;

(2) Melakukan koordinasi dengan case worker dan pendampingan dalam menangani berbagai kasus dengan memberikan input terhadap hasil asesmen, penyusunan rencana intervensi, proses pelaksanaan intervensi, terminasi dan sistem rujukan;

(3) Melakukan supervisi kepada setiap case worker secara individual atau kelompok selama proses penanganan kasus baik terkait pelaksanaan praktek, administrasi pekerjaan sosial maupun persoalan pribadi yang dapat menghambat penanganan kasus;

(4) Memberikan input serta optimalisasi penangangan kasus melalui pertemuan pembahasan kasus bersama seluruh case worker;

(5) Melakukan pembahasan kasus dengan berbagai pihak yang mempunyai kewenangan penanganan kasus termasuk para ahli;

(6) Melakukan koordinasi dan advokasi kepada lembaga-lembaga terkait dalam kegiatan manajemen kasus;

(47)

32 (7) Memberikan berbagai informasi dan fasilitasi serta berbagai hal yang dibutuhkan untuk pengembangan program;

(8) Membuat rekapitulasi kasus yang ditangani seluruh case worker; dan

(9) Memeriksa, memberikan koreksi dan persetujuan terhadap rencana dan anggaran program yang dirancang case worker.

b) Menyelesaikan atau menuntaskan permasalahan yang dihadapi anak dan keluarga serta memastikan keselamatan, permanensi dan kesejahteraan anak terpenuhi.

(1) Membantu penyelesaian penanganan berbagai kasus yang telah ditugaskan kepada case worker; dan

(2) Menerapkan pengetahuan, metode dan keterampilan pekerjaan sosial dalam melaksanakan proses pertolongan pekerjaaan sosial.

c) Menyampaikan laporan hasil supervisi kepada case manager.

d) Melakukan penanganan kasus yang kompleks dan krisis serta membutuhkan penanganan multi layanan, bersama-sama dengan case worker.

Kegiatan supervisi yang dilakukan oleh supervisor bertujuan agar case worker dapat memberikan pelayanan yang berkualitas kepada seluruh penerima pelayanan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan. Supervisi dilakukan

(48)

33 secara reguler minimal dua seminggu sekali atau sesuai kebutuhan case worker.

Disamping itu, kegiatan dari supervisi mencakup tiga fungsi (Kadushin 1976), antara lain:

a) Fungsi administratif, dilakukan dengan membantu case worker agar memahami tanggung jawab dan tugasnya; mereview seluruh tugas yang dilakukan dalam bentuk jurnal, catatan kasus, dan laporan kasus; serta mendukung dokumentasi proses dan hasil pelaksanaan tugas;

b) Fungsi edukatif, dibutuhkan untuk meningkatkan kompetensi case worker, dengan cara: memberikan umpan balik konstruktif terhadap kinerja case worker secara teratur; mendiskusikan halhal yang menghambat pelaksanaan tugas karena keterbatasan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai case worker serta mentransfer pengetahuan dan keterampilan yang akan meningkatkan kompetensi case worker; dan

c) Fungsi suportif, dilakukan dengan mendukung case worker mengatasi masalah atau keterbatasan termasuk masalah pribadi yang kemungkinan menghambat pelaksanaan tugasnya sebagai case worker.

3) Case Worker

Case worker adalah pekerja yang dilatih secara profesional dalam disiplin pekerjaan sosial, yang menerapkan teknik-teknik, metode, pengetahuan, dan keterampilan dari profesinya. Case worker atau

(49)

34 pendamping juga memiliki tugas dalam menjalankan tugasnya, yaitu:

a) Menerima rujukan kasus dari manajer kasus;

b) Menemui lembaga perujuk untuk memahami latar belakang kasus dan menjelaskan penugasan sebagai case worker yang mendapat mandat dari Dinas Sosial;

c) Melakukan penanganan kasus dengan prosedur yang dimulai dari kontak awal, kontrak, asesmen, perencanaan intervensi, intervensi sampai dengan terminasi dan tindak lanjut. Pada pelaksanaannya, penanganan kasus tidak selalu dilakukan berdasarkan tahapan tetapi sangat fleksibel sesuai dengan kebutuhan penanganan kasus;

d) Mengikuti pertemuan supervisi dengan Supervisor.

Supervisi dilakukan sesuai kebutuhan case worker agar penanganan kasus klien dapat berkualitas;

e) Mengikuti pertemuan reguler untuk evaluasi pelayanan; dan

f) Mengikuti pertemuan koordinatif dengan pemangku kepentingan perlindungan anak untuk mengintensian pemahaman terhadap masalah anak dan memadukan penggunaan berbagai sumber.

f. Model Manajemen Kasus

Salomon mendefinisikan empat model yang sering digunakan pada manajemen kasus dalam (Kementerian Sosial RI 2014) , yakni:

1. Expanded Broker Model

Termasuk dalam model manajemen kasus tradisional dan merupakan model umum, di mana

(50)

35 pekerja sosial yang bertugas pada model ini bertindak sebagai broker yang menghubungkan klien dengan agensi atau pelayanan lain pada komunitas untuk mendapatkan kebutuhan- kebutuhan klien yang spesifik. Pekerja sosial yang terlibat bertindak sebagai agen penyedia pelayanan.

Menggunakan elemen tugas berupa penilaian, perencanaan, pelaksanaan, dan pendampingan.

Efektivitas model ini sangat tergantung pada keutuhan dan efektivitas dari pelayanan komunitas yang ada.

2. Rehabilitation Model

Model ini banyak membantu klien untuk mencapai kesuksesan pada lingkungan yang dipilihnya daripada memperlihatkan program komprehensif untuk perbaikan, dimana dilakukan penilaian fungsional sebagai dasar untuk melakukan rencana rehabilitasi. Manajer kasus lebih memfokuskan pada perkembangan keterampilan sampai klien mampu bekerja pada suatu jaringan. Model ini bagian dari keseluruhan rehabilitasi psikiatri.

3. Personal Strength Model

Model ini memiliki dua dasar, yakni pertama, untuk menjadi orang sukses, maka seseorang harus dapat menggunakan, mengembangkan, dan menjalankan potensi diri, serta mempunyai sumber untuk menjalankannya.

(51)

36 Kedua, yaitu perilaku individu tergantung pada sumber-sumber individu yang tersedia. Manajer kasus pada model ini bertindak sebagai penasihat yang akan membantu klien dalam memecahkan masalah dan mengembangkan sumber daya yang dimilikinya.

4. Full Support Model

Model ini memiliki fungsi tambahan untuk menyediakan secara langsung sebagian atau seluruh jasa pelayanan yang dibutuhkan oleh klien.

Model ini sangat khas karena tergabung dalam tim multidisiplin yang terdiri dari spesialis berbagai jasa pelayanan yang berbeda, misalnya bagian perumahan, perawatan, dan rehabilitasi bertugas memberikan semua kebutuhannya hingga klien dapat menyesuaikan diri di dalam komunitas.

Manajer kasus juga berupaya menyediakan fungsi pelayanan manajemen kasus ditambah dengan berbagai rehabilitasi dan pelayanan pengobatan.

g. Gambaran Umum Proses Manajemen Kasus

Sesuai dengan Panduan Manajemen Kasus Tahun 2018, proses manajemen kasus terdiri atas proses awal dan identifikasi kasus, proses asesmen yang mencakup asesmen awal dan lanjutan, penyusunan rencana intervensi, pelaksanaan intervensi, review kasus dan evaluasi dan proses terminasi. Proses ini terkadang

(52)

37 tidak selalu berlangsung linear, sesuai dengan karakteristik kasus yang ditangani.

Bagan 2. 1 Proses Manajemen Kasus

Sumber: Materi Bimbingan Orientasi Peksos SPV PKH Tahun 2018

1) Proses Awal dan Identifikasi Kasus

Proses awal dan identifikasi kasus merupakan kesempatan bagi pendamping menumbuhkan kepercayaan terhadap klien dan melakukan kontrak layanan secara profesional. Pada proses ini pun pendamping telah memperoleh informasi awal mengenai permasalahan klien. Tahapan ini juga merupakan awal di mana seorang pekerja sosial mengorientasikan diri pada masalah yang dihadapi dan mulai menjalin komunikasi dan hubungan dengan klien untuk menangani masalah.

(53)

38 Peksos juga harus menjalin hubungan yang harmonis dengan klien dan sistem untuk berkomunikasi dalam menyelesaikan masalah.

Tahapan ini didasarkan pada perolehan berbagai keterampilan mikro. Baik kata-kata yang digunakan (komunikasi verbal) maupun tindakan dan ekspresi (komunikasi non-verbal). Komunikasi non-verbal meliputi gerak tubuh, ekspresi wajah, postur, dan nada suara (Barker 1995). Tidak hanya itu, diperlukan komunikasi interpersonal atau antarpribadi bagi pekerja sosial dalam tahapan ini.

Yaitu merupakan proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung (Cangara, 1998). Persepsi interpersonal membawa pengaruh yang besar bagi komunikasi interpersonal. Adapun faktor-faktor menumbuhkan interpersonal dalam komunikasi interpersonal (Rakhmat, 1986): percaya, sikap suportif, sikap terbuka.

Proses awal ini ditandai dengan:

Bagan 2. 2 Tahap Proses awal dan identifikasi kasus

(54)

39 Sumber: Modul Pelatihan Manajemen Kasus Tahun 2018

Kontrak merupakan hal wajib di dalam manajemen kasus. Pelaksanaan manajemen kasus tidak dapat dilakukan tanpa adanya kontrak atau persetujuan anak maupun keluarga. Sekalipun anak yang tidak memiliki keluarga, kontrak harus tetap dilakukan yakni kepada wali atau pihak yang bertanggung jawab atas anak tersebut.

2) Asesmen

Asesmen dapat diartikan sebagai suatu proses atau produk. Proses berarti pengumpulan informasi, sedangkan produk berarti hasil asesmen ini akan menjadi dasar dirumuskannya rencana pemecahan masalah pada tahap selanjutnya. Pada proses ini mengikutsertakan tahapan dimulai dari wawancara atau interview clinical sampai dengan penggunaan instrument asesmen (Husmiati 2012). Wawancara atau interview digunakan sebagai metode yang utama guna mengumpulkan informasi yang diperlukan, dan digunakan untuk membuat

Menerima rujukan

kasus

Melakukan koordinasi

Mempelajari dokumen klien

Melakukan kontak langsung dengan

klien

Mendorong klien menyampaikan

masalahnya

Melakukan wawancara singkat

Membuat analisa/keputusan singkat atau tepat

Rujukan apabila diperlukan

Membahas tujuan layanan dan

kontrak

(55)

40 keputusan dalam pelaksanaan intervensi (Haryanto 2009) . Elizabeth Nicholds mengutip dalam (Budhi Wibawa, 1985), mengemukakan beberapa saran yang perlu dilakukan oleh case worker atau pekerja sosial saat melakukan wawancara, antara lain:

a) Pekerja sosial menjaga volume suara agar tetap bernada rendah. Jika suara peksos bernada tinggi, maka klien akan merasa tegang, dan sebaliknya, apabila suara peksos dapat dikendalikan dan tenang, maka klien akan merasa nyaman saat diwawancarai.

b) Pekerja sosial tidak boleh memperlihatkan rasa bosan dan/atau tidak sabar.

c) Akhirilah selalu wawancara dengan membuat kejelasan mengenai apa yang akan dilakukan selanjutnya, dan juga mengadakan perjanjian untuk pertemuan yang akan datang.

Selain itu, pada saat wawancara, case worker atau pekerja sosial juga dituntut untuk dapat melakukan keterampilan berupa:

a) Keterampilan memperhatikan b) Keterampilan membuka percakapan c) Keterampilan mendengarkan

d) Keterampilan menjawab secara empatis Bagan 2. 3 Tahap Asesmen

(56)

41 Sumber: Modul Pelatihan Manajemen Kasus Tahun 2018

Instrumen Asesmen

Pada tahap asesmen, dapat menggunakan berbagai tools atau alat asesmen. Adapun tools atau alat asesmen yang digunakan pada proses asesmen antara lain:

a) Instrumen Asesmen Awal Anak

Digunakan pada awal asesmen untuk menggali identitas, pendidikan, informasi tentang keluarga, situasi anak pada saat ini, aktivitas sehari-hari, hubungan komunikasi anak dan keluarga, hingga kondisi kesehatan dan keterampilan yang dimiliki anak.

b) Instrumen Asesmen Kerentanan Keluarga Digunakan untuk menggali identitas orangtua dan kondisi keluarga, perkembangan anak, isu pengasuhan, isu ekonomi, isu perlindungan, dan isu pendidikan.

Mengumpulkan informasi tentang klien

Meminta klien menggambarkan

situasi permasalahan

home visit, sekolah, dan

pihak lain

Menyusun dan mendokumentasi

kan informasi

Menggunakan alat asesmen

Melakukan konferensi

kasus

Melakukan analisa

Meninjau kembali asesmen

(57)

42 c) Instrumen Asesmen Bio Psiko Sosial Spiritual

Digunakan pada asesmen lanjutan untuk memahami kondisi fisik atau biologis, psikologis, sosial, dan spiritual klien. Hingga situasi pengasuhan yang meliputi keselamatan, permanensi, dan kesejahteraan diri klien.

d) Genogram

Untuk mengetahui silsilah hingga anggota keluarga klien, umumnya sampai derajat ketiga.

e) Eco Map

Untuk mengetahui hubungan klien dengan keluarga dan orang-orang di sekitar.

f) Geno Map

Merupakan penggabungan antara genogram dan ecomap.

g) History Map

Untuk mengetahui riwayat klien atau kronologis kasus yang dialami.

h) Life Road Map

Untuk mengetahui riwayat klien beserta traumatik yang dialami klien.

i) Mobility Map

Untuk mengetahui rutinitas perpindahan klien sehari-hari, umumnya digunakan klien dengan tingkat mobilitas tinggi seperti anak jalanan, gelandangan, dan sebagainya.

j) Body Map

Gambar

Gambar 3. 1   Peta Administrasi Kota Jakarta Timur ................ 75
Tabel 1. 1 Jumlah KPM PKH (2015-2019)
Tabel 1. 2 Data Penerima PKH tahun 2019
Tabel 1. 3 Informan Penelitian
+6

Referensi

Dokumen terkait

Implementasi yang dimaksud dalam Program Keluarga Harapan adalah membantu mengurangi kemiskinan dengan cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia pada

Dikatakan bersifat holistik karena penanganan komunikasi terapeutik pecandu tidak hanya bertumpu pada permasalahan NAPZA saja tetapi juga permasalahan sosial

Indikator sosial ekonomi pada suatu masyarakat sasaran digunakan sebagai penentu penerima manfaat bantuan sosial, disamping itu digunakan juga untuk menentukan

a) Tahapan pertemuan awal pada tahapan ini berguna untuk memberikan pemahan terhadap calon penerima manfaat bahwa PKH bukan seperti bantuan-bantuan terlebih

Permasalahan yang akan dicari jawabannya dalam skripsi ini adalah apa Manfaat bagi masyarakat penerima Program Kelurga Harapan (PKH) di Desa Ujung Bawang

Dari penjelasan tersebut, peneliti tertarik untuk lebih lanjut meneliti mengenai dampak Program Keluarga Harapan (PKH) terhadap kesejahteraan sosial (studi kasus penerima bantuan

Melihat dari permasalahan yang ada, penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul “ Faktor- faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Program Keluarga Harapan PKH Bidang

Hasil dalam penelitian ini adalah pelaksanaan penyaluran dan program keluarga harapan oleh Dinas Sosial Kota Baubau di Keluarahan Baadia, telah akuntabel, hal ini dapat dilihat dalam