• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Latar Belakang

Untuk saat ini, pariwisata merupakan pembangkit ekonomi (terutama untuk negara-negara berkembang seperti Indonesia), kesejahteraan atau kualitas hidup bagi masyarakat setempat baik individu maupun umum. Pariwisata juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup para wisatawan melalui bermacam kegiatan yang dilakukan seperti beristirahat, santai, rekreasi, dan menambah tingkat pengetahuan dan wawasan pada sesuatu yang baru. Pariwisata sekarang tumbuh seiring meningkatnya pendapatan dan kualitas hidup masyarakat global yang membuat perjalanan menjadi kebutuhan dasar (Ginting & Wahid, 2015). Di daerah wisata, identitas tempat menunjukkan tempat yang unik untuk dapat mendukung kualitas hidup dengan memberikan pengalaman pribadi agar dapat menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi (Ginting & Rahman, 2016).

Seiring perjalanannya waktu dan perkembangan zaman kita semakin sadar bahwa pariwisata itu lebih dari sekedar sebuah kegiatan. Pariwisata sendiri merupakan suatu pengalaman yang nyata dan asli. Peranan warisan budaya dalam pemberdayaan masyarakat lokal dan dalam mendorong pengalaman warisan budaya merupakan unsur terpenting dari program pengembangan wisata yang baik (Marpaung dan Bahar, 2002).

Pemerintah ingin sektor pariwisata menjadi basis unggulan perekonomian nasional untuk memberikan kontribusi yang besar terhadap bertambahnya devisa negara yang dimanfaatkan untuk membangun negara dan mensejahterakan rakyat Indonesia.

Dalam rangka mendorong dan meningkatkan sektor pariwisata menjadi basis unggulan perekonomian nasional maka Menteri Koordinator Kemaritiman, Rizal Ramli, menetapkan Danau Toba sebagai salah satu proyek percontohan dengan cara memperbaiki sarana dan prasarana termasuk infrastruktur yang ada. Setelah

semuanya siap, kementrian akan gencar-gencarnya melakukan promosi salah satunya melalu Festival Danau Toba untuk menarik minat para wisatawan lokal maupun mancanegara (Afriyadi, 2015).

Selain menjadikan basis unggulan perekonomian, pengembangan Danau Toba ini juga bertujuan untuk memasukkan Danau Toba ke GGN atau Global Geopark Network UNESCO. Indonesia ditargetkan memiliki tujuh geopark nasional yang membentang dari Danau Toba di Sumatera Utara hingga Kepulauan Raja Ampat di Papua. Terminologi Geopark bukan hanya sebagai Taman Bumi yang lebih dikaitkan dengan aspek wisata dan konservasi saja, tetapi merupakan konsep baru yang mulai berkembang sejak tahun 1999. Konsep ini mengintegrasikan pengelolaan warisan geologi (geological heritages) dengan warisan budaya (cultural heritages) dari suatu wilayah untuk tiga tujuan utama, yakni konservasi, edukasi dan pembangunan berkelanjutan (Suprapto,2014).

Dalam rapat paripurna DPRD Sumut yang diselenggarakan di Medan, Sekretaris Daerah Provinsi Sumut, Hasban Ritonga mengatakan, geopark adalah taman bumi yang menggunakan konsep pengembangan kawasan secara berkelanjutan (Antara, 2015). Konsep geopark tersebut memadukan keragaman geologi, keragaman hayati (biodiversity), budaya (culture diversity) yang dimanfaatkan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Keberadaan geopark tersebut didukung keunggulan kawasan Danau Toba yang merupakan warisan geologi dan keunggulan tujuan wisata yang juga memadukan potensi alam dengan kekayaan budaya. Dengan masuknya Geopark Kaldera Toba ke dalam UNESCO, diharapkan berbagai peninggalan akibat letusan gunung api maha dahsyat itu terpromosikan ke dunia internasional.

Dalam upaya mengembangkan Danau Toba sebagai salah satu destinasi wisata utama di Indonesia, pemerintah juga akan membentuk Badan Otoritas Pariwisata Danau Toba. Badan ini dibentuk dengan tujuan agar pengelolaan Danau Toba lebih terkoordinasi sehingga bisa lebih cepat berkembang (Agustinus, 2015). Badan Otoritas Pariwisata Danau Toba juga merupakan salah satu persyaratan dasar untuk menjadi finalis geopark yang dibuat UNESCO selain kelengkapan

melengkapi syarat-syarat yang diminta untuk membawa Danau Toba sebagai finalis geopark.

Dalam proses pengembangannya Danau Toba memerlukan pembangunan sejumlah infrastruktur seperti jalan raya, bandar udara, jaringan komunikasi, hingga hotel (Kompas Siang, 2015). Dengan terciptanya infrastruktur yang baik, bagus, dan nyaman bagi wisatawan maka dengan begitu semakin mudah bagi para wisatawan untuk mengakses kawasan wisata Danau Toba sehingga semakin berkembanglah daerah sekitar Danau Toba.

Pengembangan infrastruktur pada bandara udara, pemerintah memilih Bandara Silangit untuk dikembangkan. Karena bandara udara ini dekat dengan pencapaian lokasi Danau Toba. Pengembangan Bandara Silangit rencananya dimulai pada April dan selesai pada September 2016. Perluasan bandara ini bertujuan agar mampu menampung lebih banyak wisatawan yang hendak berpergian ke kawasan wisata yang ada di Danau Toba maupun ke kawasan wisata lain yang ada di Sumatera Utara kemudian untuk mempermudah para wisatawan dalam hal transportasi agar tidak perlu kebingungan dan tidak perlu jauh-jauh lagi dari Bandara Kualanamu jika wisatawan berasal dari negara lain ataupun dari kota lain menuju Danau Toba (Polycarpus, 2016).

Selain itu, Arief Yahya, Menteri Pariwisata, membagi tiga kiat-kiat khusus untuk menjadikan Danau Toba tempat wisata dunia, pertama pengembangan destinasi, kedua pemasaran, dan ketiga kelembagaan. Untuk pengembangan destinasi sudah disepakati simbol dan ikon untuk Sumatera Utara adalah Danau Toba. Menurut Arief, kunjungan wisatawan mancanegara ke Sumut menurun dan harus ada intropeksi mengapa hal tersebut bisa terjadi, padahal potensinya sangat besar. Tahun 2019 targetnya adalah 4 kali lipat, yaitu dari 270 ribu menjadi 1 juta wisatawan mancanegara yang mengunjungi Sumut terutama Danau Toba yang sebagai salah satu warisan budaya Indonesia (Afriyadi, 2015).

Penurunan jumlah wisatawan tidak hanya terasa di Danau Toba tetapi juga di kawasan wisata alam Air Terjun Sipiso-piso yang menjadi kawasan perancangan proyek ini. Kurangnya pengelolaan dan terlambatnya pemerintah dalam

membentuk badan khusus untuk mengelola pariwisata di sini menyebabkan banyaknya kawasan wisata alam yang terbengkalai dan tidak terawat dengan baik. Wisata dan lingkungannya yang monoton dan tidak terurus membuat para wisatawan tidak berminat dan merasa bosan dengan wajah ada di Sipiso-piso ini.

Air terjun Sipiso-piso berada di perbukitan dengan ketinggian 800 mdpl dan dikelilingi oleh hutan pinus yang berlatar belakang keindahan Danau Toba. Pengelolaan wisata alam air terjun ini dipegang oleh Pemda Kabupaten Karo. Dengan memiliki ketinggian 120 meter, Air Terjun Sipiso-piso merupakan salah satu air terjun tertinggi di Indonesia (www.karokab.go.id).

Ide kawasan wisata alam Sipiso-piso ini sangat berpengaruh dan mendukung dalam upaya memperkenalkan kepada dunia betapa kayanya Sumatera Utara ini oleh keindahan alamnya sehingga dapat meningkatkan devisa negara dan meningkatkan pertumbuhan perekonomian masyarakat dan daerah.

Keindahan lansekap yang dimiliki oleh Danau Toba dan Sipiso-piso menjadi unsur yang sangat penting dalam mengembangkan kawasan wisata alam ini. Dengan cara ini, kita akan menanamkan memori dan pengalaman yang sangat berarti bagi para wisatawan sehingga ada keinginan dalam diri wisatawan untuk datang lagi berkunjung ke tempat ini.

Untuk mendukung kegiatan wisata alam, maka dibutuhkan pengembangan fasilitas infrastruktur berupa akomodasi yaitu hotel resort. Hotel resort sangatlah penting untuk kawasan wisata alam karena hotel resort sebagai fasilitas dan tempat untuk beristirahat bagi para wisatawan yang melakukan perjalanan yang panjang dan liburan di kawasan wisata alam Danau Toba dan Sipiso-piso. Dan juga hotel resort yang baik dan menarik akan menjadi salah satu faktor penting agar para wisatawan tinggal lebih lama untuk liburan karena sudah ada tempat untuk mereka beristirahat.

Dalam mendesain hotel resort perancang menggunakan pendekatan arsitektur organik untuk bangunannya. Pendekatan tema organik diharapkan cocok dengan lokasi perancangan dan sekitarnya. Alasannya, hotel resort ini yang letaknya

sangat dekat dengan alam maka desain dan material yang digunakan juga harus menyatu dan selaras dengan alam dan bumi yang merupakan prinsip dari pendekatan arsitektur organik.

Sipiso-piso dipilih sebagai lokasi perancangan karena termasuk dalam bagian geopark Danau Toba. Terdapat 42 geosite untuk Geopark Danau Toba yang dibagi dalam empat geo area yaitu Kaldera Haranggaol, Porsea, Kaldera Sibandang, dan Pulau Samosir. Sipiso-piso termasuk ke dalam geo area Kaldera Haranggaol. Sehingga lokasi perancangan merupakan kawasan wisata alam yang nantinya akan banyak dikunjungi oleh wisatawan baik wisatawan dalam negeri maupun luar negeri.

Dokumen terkait