• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. SPIRITUALITAS KETERLIBATAN UMAT BERINSPIRASI

B. Bentuk-bentuk Hidup Menggereja

Gereja bukan berarti sebuah gedung atau fisik bangunan yang berdiri

kokoh dengan segala ornamen yang mampu menunjukan betapa hebatnya karya

tangan manusia, akan tetapi jauh lebih dalam lagi bahwa Gereja ialah persekutuan

Umat Allah “bila dua orang atau lebih berkumpul atas namaKu, Aku hadir di

tengah-tengah mereka” (Mat 18:20). Gereja kita berasal dari Yesus Kristus,

tindakan-tindakan Pribadi Yesus Kristus dan Sabda PewartaanNya tentang

Kerajaan Allah, seperti yang diwartakan kepada kita melalui Injil,

Wibowo Ardhi dalam tulisannya Arti Gereja mengatakan “Allah telah

memberi karunia-karunia khusus di antara umat. Karunia ini menjadikan umat

terampil dan siaga untuk menerima berbagai karya dan tugas yang berguna bagi

pembangunan dan pewartaan Gereja sesuai dengan bimbingan Roh Kudus”

(1993:23). Gereja saat ini tidaklah untuk dirinya sendiri, melainkan hidup bersama

dengan sejarah umat manusia dan terlibat dalam berziarah di tengah dunia. Gereja

mewujudkan iman dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat melalui

tugas masing-masing anggota. Dan juga, Gereja memberi kesaksian tentang

kebenaran yang menyelamatkan; mengarahkan dunia yang profan kepada Kristus.

Gereja dengan bimbingan Roh Kudus, melalui kesaksian hidupnya menghadirkan

Kerajaan Allah. (Wibowo Ardhi, 1993:24-25).

Keberlangsungan hidup serta perkembangan Gereja Katolik menjadi

tanggung jawab bersama seluruh umat Katolik karena telah dipahami bahwa

Gereja bukan hanya sebuah bentuk gedung bangunan melainkan sebuah

persekutuan Umat Allah “dari orang-orang, yang dipersatukan dalam Kristus, dibimbing oleh Roh Kudus dalam peziarahan mereka menuju Kerajaan Bapa, dan

telah menerima warta keselamatan untuk disampaikan kepada semua orang” (GS

1). Dalam buku Keterlibatan Awam sebagai Anggota Gereja, Prasetya, Pr menerangkan bentuk-bentuk keterlibatan umat dalam hidup menggereja sebagai

berikut:

1. Liturgi

Peran kaum awam dalam kegiatan liturgi diharapkan umat dapat

dengan sepenuh hati, sehingga dapat membantu umat beriman Katolik lainnya

untuk mengalami relasi yang sangat akrab dengan Allah dan dapat mewujudkan

kebersamaan dengan sesama sebagai paguyuban (Prasetya, 2003:49-50).

Keterlibatan umat dalam liturgi ini hendaknya disertai dengan semangat ingin

terlibat dengan sepenuh hati, penuh kesadaran dan secara aktif, agar liturgi

sungguh dialami dan dihayati. Sebagai umat hendaknya mengambil bagian secara

aktif dalam liturgi yang dirayakan, bukan sebagai penonton, baik dalam perayaan

Ekaristi maupun aneka ibadat lainnya, yang dapat mengambil bagian sebagai

umat maupun sebagai petugas liturgi.

Prasetya, L dalam bukunya Keterlibatan Awam sebagai Anggota Gereja

menyebutkan bentuk keterlibatan umat secara aktif sebagai petugas liturgi

dengan menjadi: putra-putri altar atau misdinar, Lektor, Pemazmur, Dirigen,

Paduan suara atau Koor, Organis atau pemain alat musik lainnya, pembaca doa

umat, pembaca pengumuman, petugas kolekte, petugas persembahan, prodiakon

(2003:53-54).

2. Pewartaan

Kabar gembira yang diwartakan tidak dapat terlepas dengan pribadi Yesus

Kristus, yang telah memberikan tugas perutusan kepada para rasul sesudah

kebangkitanNya. Dalam upaya mewartakan Kerajaan Allah, Gereja Katolik

melibatkan kaum awam karena sengguh menyadari betapa pentingnya keberadaan

dan peranan kaum awam di tengah-tengah masyarakat dan melalui kaum awam

Kaum awam yang terlibat dalam kegiatan mewartakan Kabar Gembira,

sebagai bentuk mengambil bagian dalam kenabian Kristus, yang biasanya disebut

sebagai katekis atau guru agama. Tugas perutusan seorang katekis untuk

memperkenalkan Yesus yang sebenarnya, yang ingin menyelamatkan semua

orang dan berjuang agar warta ilahi keselamatan dapat menjangkau semua orang.

Kegiatan pewartaan sebagai proses mewartakan Kabar Gembira yang

terjadi secara berkesinambungan, hendaknya dipahami oleh kaum awam sebagai

katekis, dari tahap pengajaran sampai tahap pendewasaan. Pada tahap pengajaran,

kegiatan pewartaan lebih dipahami sebagai mewartakan Injil kepada orang lain

yang belum mengenal Yesus Kristus, dengan tujuan orang tersebut bertobat dan

menyatakan pengakuan iman akan Yesus Kristus, sebagai anggota Gereja.

Diharapkan katekis dapat menyampaikan segala pengajarannya secara sistematis

dan terorganisir. Orang yang tertarik ini kemudian dibimbing dan dipersiapkan

dalam kurun waktu tertentu, yang disebut masa katekumenat, agar berani

menyatakan pengakuan imannya akan Yesus Kristus dengan menerima sakramen

Baptis. Selain mempersiapkan orang untuk menerima sakramen Baptis, katekis

juga mempunyai tugas untuk mempersiapkan umat guna menerima Komuni

Pertama dan sakramen Penguatan dengan baik dan layak. Selanjutnya dalam tahap

pendewasaan, kegiatan pewartaan dilihat sebagai komunikasi iman yang

berlangsung dalam rangka persekutuan iman. Kegiatan ini dapat dilakukan dalam

bentuk pendalaman iman, pendalaman Kitab Suci, dan sebagainya. Kegiatan

pewartaan bertujuan untuk mengembangkan iman Katolik, baik yang menyangkut

bercirikan kesaksian pribadi. Hendaknya katekis menyadari sepenuhnya bahwa

dasar pertama dan utama dalam kegiatan ini adalah Roh Kudus. Roh Kudus

berkarya pada diri katekis dan para pendengarnya. Kegiatan pewartaan ini

diharapkan dapat berlangsung dalam sikap dan semangat dialogal, yang

menekankan pentingnya hubungan pribadi antara katekis dan para pendengarnya,

serta mempergunakan upaya-upaya yang cocok sehingga proses pewartaan ini

dapat berhasil baik dan menarik.

Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa keberadaan dan

peranan katekis sungguh amat penting dalam kegiatan pewartaan. Maka dari itu

katekis diharapkan terampil sebagai sosok pribadi yang bermutu,baik yang

menyangkut hidup rohani maupun hidup pribadinya, katekis juga harus

dipersiapkan dengan aneka pembinaan, yang menyangkut pendalaman ilmu dan

keterampilan berpastoral. (Prasetya, 2003:66-76).

3. Persekutuan Jemaat

Keterlibatan kaum awam selain di bidang liturgi dan bidang pewartaan,

kaum awam dapat terlibat dalam persekutuan jemaat. Tugas ini merupakan wujud

nyata untuk ambil bagian dalam tugas rajawi Kristus. Keterlibatan kaum awam

dalam bidang ini secara nyata nampak dalam diri seorang atau beberapa orang

yang disebut pemuka jemaat, baik di tingkat paroki (pengurus dewan paroki)

maupun tingkat wilayah (pengurus Paroki atau wilayah atau lingkungan). Pemuka

jemaat ini berasal dari umat, berkarya di antara umat dan demi perkembangan

untuk menggembalakan umat karena dianggap mampu dan memenuhi syarat

untuk menggemban tugas ini, tidak hanya berkaitan dengan kepemimpinan

organisatoris, tetapi juga karena mempunyai sikap dan semangat pelayanan yang

tinggi.

Sebagai pemuka jemaat, selain mempunyai sikap dan semangat pelayanan,

kaum awam juga diharapkan menumbuhkembangkan sikap dan semangat

Gembala Baik. Gembala yang baik itu dapat diartikan mempunyai hati terhadap

kepentingan umat beriman, bertanggung jawab terhadap tugas pelayanannya,

tidak mencari keuntungan diri sendiri, tidak bersikap keras terhadap umat beriman

dan bahkan tidak mudah meninggalkan mereka yang sedang mengalami masalah

berat. Aneka sikap dalam semangat inilah yang diharapkan menjadi sikap dan

semangat pamuka jemaat dewasa ini, dan menggembalakan umat beriman

(Prasetya, 2003:78-83).

4. Diakonia

Menjadi pengikut Kristus tidak hanya rajin berdoa dan pergi ke gereja,

iman tanpa perbuatan pada hakikatnya mati. Yang pokok bukan rangkaian doa

yang diungkapkan setiap hari, melainkan pengalaman iman yang terwujud dalam

kehidupan sehari-hari. Selaras dengan Sabda Yesus yang dikutip dalam Iman Katolik (2012:445) “Sabat umtuk manusia, dan bukan manusia untuk sabat (Mrk 2:27). Berpedoman pada sabda Yesus itu kiranya dapat dikatakan bukan manusia

untuk Gereja, dengan segala ajaran dan ibadatnya, melainkan Gereja untuk

Perwujudan iman ini bisa lewat karya sosial yang ada dalam usaha

pembangunan dan perkembangan masyarakat, misalnya dalam karya pendidikan

serta karya kesehatan katolik yang melayani semua kalangan tanpa

membeda-bedakan dan bersifat umum. “Pelayanan Gereja di sana berarti bahwa sikap pelayanan Kristus dipraktikkan dan ditanamkan dalam kehidupan masyarakat

yang umum. Kegiatan-kegiatan itu, kendatipun kadang-kadang dinilai sebagai

usaha ‘kristenisasi’, sebenarnya tidak mempunyai apa-apa yang khas Kristiani, selain semangat pengabdiannya.” (Iman Katolik, 2012:453). Kendati demikian hendaknya seluruh umat Allah tetap mengambil bagian dalam usaha bersama ini.