• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV: KASUS-KASUS PELANGGARAN HAK CIPTA DALAM INDUSTRI KREATIF

BENTUK-BENTUK PELANGGARAN HAK CIPTA DALAM INDUSTRI KREATIF

A. Pelanggaran Hak Cipta

1. Bentuk-Bentuk Pelanggaran

Hak ekonomi yang ada di dalam hak cipta dikatakan telah dilanggar apabila seseorang tanpa izin telah:

1. Melakukan tindakan yang sebenarnya hanya boleh dilakukan oleh pemilik hak cipta;

2. Di beberapa negara, melakukan tindakan komersial terhadap suatu karya atau menfasilitasi alat-alat untuk memproduksi karya-karya hasil pelanggaran (misalnya menjual CD bajakan); atau

3. Mengimpor atau memiliki sebuah karya yang dilanggar, kecuali karya-karya tersebut sudah termasuk dalam pengecualian secara hukum atau sudah diperbolehkan.129

Mungkin saja terdapat pelanggaran hak cipta walaupun hanya sebagian dari hak tersebut yang digunakan. Sebuah pelanggaran biasanya terjadi dimana “bagian utama” (bagian penting dan berbeda) yang digunakan dengan suatu cara secara eksklusif, yang sebenarnya merupakan hak dari pemilik hak cipta tersebut.130

Sehingga, hal ini berkaitan dengan masalah kuantitas maupun kualitasnya. Namun demikian, tidak ada peraturan umum mengenai seberapa banyak sebuah karya dapat digunakan tanpa melanggar hak ciptanya. Pertanyaannya adalah: apakah akan ditentukan berdasarkan kasus per kasus?

129

Ibid., hlm. 52.

130

Jawabannya adalah bergantung kepada fakta yang ada dan kondisi dari masing-masing kasus tersebut.131

1. Jika kontribusi anda, sebagai pencipta dari sebuah karya tidak diakui; atau Hakmoraldikatakan telah dilanggar apabila:

2. Jika terhadap karya anda dirusakkan atau dimodifikasi dengan cara yang dapat mengganggu harga diri dan reputasi yang dimiliki.132

Terdapat juga pelanggaran hak cipta atau pelanggaran independen jika seseorang membuat, mengimpor, atau secara komersial berkaitan dengan peralatan yang menghindari langkah-langkah perlindungan teknologi yang diletakkan pada tempatnya, guna melindungi karya cipta yang dimiliki terhadap penggunaan-penggunaan yang tidak bertanggung jawab. Selain itu, terjadi juga pelanggaran jika seseorang menghilangkan atau mengubah informasi pengelolaan hak yang telah dilampirkan pada sebuah karya cipta.133

131 Ibid., hlm. 52. 132 Ibid., hlm. 52. 133 Ibid., hlm. 52.

Hukum hak cipta Indonesia juga mengenal pengecualian, bahwa suatu perbuatan perbanyakan atau pengumuman tidak dapat dikatakan sebagai suatu pelanggaran hukum hak cipta.

Dalam Undang-Undang Hak Cipta yang berlaku di Indonesia, beberapa hal tidak dianggap melanggar hak cipta (Pasal 14–18). Pasal 15 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, menyatakan:

Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebut atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta:

a. Penggunaan ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, dan penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya;

b. pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar pengadilan;

c. pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, keperluan:

1. ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau

2. pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta; d. perbanyakan suatu ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra

dalam huruf braille guna keperluan para tunanetra, kecuali jika perbanyakan itu bersifat komersial;

e. perbanyakan suatu ciptaan selain program komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang nonkomersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;

f. perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti ciptaan bangunan; dan

g. pembuatan salinan cadangan suatu program komputer oleh pemilik program komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.134

Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial, termasuk untuk kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya. Kepentingan yang wajar dalam hal ini adalah "kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu ciptaan". Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan ciptaan untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan bayaran. Khusus untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman sumber ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap. Artinya, dengan mencantumkan sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan nama penerbit jika ada. Selain itu, seorang pemilik (bukan pemegang hak cipta) program komputer dibolehkan membuat salinan atas program komputer yang dimilikinya, untuk dijadikan cadangan semata-mata untuk digunakan sendiri.135

134

Budi Agus Riswandi dan Siti Sumartiah, Masalah-Masalah HaKI Kontemporer, (Yogyakarta: Gita Nagari, 2008), hlm. 31.

135

Wahyu Andhika Putra, Skripsi: Perlindungan Hak Cipta Karya “Musik Independen”, (Surakarta, Universitas Sebelas Maret: 2009), hlm. 28-29.

Faktor-faktor penyebab meningkatnya kegiatan pembajakan terhadap hak cipta adalah:

1. Sejauh mana pemahaman masyarakat akan pentingnya hak cipta serta perlindungan hukumnya.

2. Sikap masyarakat yang cenderung apriori. 3. Penegakan hukum yang tidak maksimal. 4. Kemajuan teknologi.

5. Daya beli yang rendah.

6. Asumsi sosial bahwa kegiatan pembajakan sudah merupakan hal yang biasa.136

Menurut Parlugutan Lubis, faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk tidak mematuhi hukum hak kekayaan intelektual, antara lain:

1. Pelanggaran hak kekayaan intelektual umumnya dilakukan untuk mengambil jalan pintas guna mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari pelanggaran tersebut.

2. Masyarakat pelanggar umumnya menganggap hukum yang dijatuhkan pengadilan selama ini terlalu ringan, bahkan tidak ada tindakan preventif maupun represif yang dilakukan oleh penegak hukum.

3. Ada sebagian masyarakat yang masih bangga apabila hasil karyanya ditiru oleh orang lain, namun kebiasaan tersebut sudah mulai hilang berkat adanya peningkatan kesadaran hukum masyarakat.

4. Dengan melakukan pelanggaran, pajak atas produk hasil pelanggaran tidak perlu dibayar kepada pemerintah.

136

Dwi Astuti, Tesis: Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2008), hlm. 51-55.

5. Masyarakat tidak memperhatikan apakah barang yang dibeli tersebut asli atau palsu, yang penting bagi mereka harganya murah dan terjangkau.137