• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV: KASUS-KASUS PELANGGARAN HAK CIPTA DALAM INDUSTRI KREATIF

BENTUK-BENTUK PELANGGARAN HAK CIPTA DALAM INDUSTRI KREATIF

A. Pelanggaran Hak Cipta

2. Ketentuan Sanksi

Tindak pidana dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta diatur dalam Bab XIII tentang Ketentuan Pidana yang terdiri dari dua pasal, yaitu pasal 72 dan Pasal 73.

Pasal 72

1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

3. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan

137

pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

4. Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana Pasal 73

1. Ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta atau hak terkait serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh negara untuk dimusnahkan.

2. Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bidang seni dan bersifat unik, dapat dipertimbangkan untuk tidak dimusnahkan. 138

Berdasarkan Penjelasan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, yang dimaksud dengan memperbanyak penggunaan adalah menggandakan, atau menyalin program komputer dalam bentuk kode sumber (source code) atau program aplikasinya. Sedangkan yang dimaksud dengan kode sumber adalah sebuah arsip (file) program yang berisi pernyataan-pernyataan (statements) pemrograman, kode-kode instruksi/perintah, fungsi, prosedur dan objek yang dibuat oleh seorang pemrogram (programmer). Misalnya: A membeli program komputer dengan hak lisensi untuk digunakan pada satu unit komputer, atau B mengadakan perjanjian lisensi untuk pengunaan aplikasi program komputer pada 10 (sepuluh) unit komputer. Apabila A atau B menggandakan atau menyalin aplikasi program komputer di atas untuk lebih dari yang telah ditentukan atau diperjanjikan, tindakan itu merupakan pelanggaran, kecuali untuk arsip.139

138

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Op. Cit., Pasal 72-73.

139

Penjelasan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Op. Cit., Pasal 72 ayat (3).

Akibat hukum perdata terjadi karena adanya suatu pelanggaran hukum yang menimbulkan kerugian bagi pemiliknya, dengan adanya kerugian tersebut perlu adanya upaya perlindungan hukum terhadap pemegang hak cipta, pemegang hak dapat mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran hak cipta sesuai bunyi Pasal 5 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menyebutkan:

1. Kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai pencipta adalah:

a. Orang yang namanya terdaftar dalam daftar umum ciptaan pada Direktorat Jendral, atau

b. Orang yang namanya disebut dalam ciptaan atau diumumkan sebagai pencipta pada suatu ciptaan.

2. Kecuali terbukti sebaliknya, pada ceramah yang tidak menggunakan bahan tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa penciptanya, orang yang berceramah dianggap sebagai pencipta ceramah tersebut.140

Dalam praktek internasional, gugatan ganti rugi atas pelanggaran hak cipta, seringkali dilakukan terhadap pihak-pihak yang telah dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak suatu ciptaan dengan cara menggandakan ciptaan tersebut untuk tujuan komersial. Lebih khususnya lagi, dari beberapa kasus yang terjadi di beberapa negara ganti rugi lebih sering ditujukan kepada corporate end user, yaitu perusahaan-perusahaan yang menggunakan ciptaan secara khusus untuk tujuan komersial.141

140

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Op. Cit., Pasal 5.

141

Hendri Kurniawan, Tesis: Perlindungan Hukum Terhadap Program Komputer Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta di Indonesia, (Semarang: Universitas Diponegoro, 2005), hlm. 122.

Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, yang baru ini, suatu perusahaan yang telah menggunakan suatu ciptaan yang tidak sah menjadi sangat beresiko terhadap adanya gugatan ganti rugi yang diajukan kepada pemilik hak cipta atas ciptaan tersebut. Terlebih lagi dengan dimungkinkannya permohonan/penerapan penetapan sementara oleh Pengadilan Niaga untuk mengamankan barang bukti, resiko menjadi bertambah tidak hanya terbatas pada gugatan ganti rugi saja, akan tetapi operasional perusahaan tersebut sangat mungkin terhenti apabila penetapan sementara yang dimohonkan oleh penggugat disetujui oleh Pengadilan Niaga karena perusahaan tersebut tidak dapat mempergunakan alat-alat bukti yang ada.142

a. resiko kewajiban membayar ganti rugi berdasarkan jumlah ciptaan yang dilanggar dan lamanya pembajakan dilakukan;

Dengan kata lain berdasarkan Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, orang atau badan hukum pengguna akhir yang menggunakan suatu ciptaan yang tidak memiliki izin yang sah dari pemegang hak cipta atas ciptaan tersebut akan menghadapi resiko, antara lain:

b. resiko kerugian karena tidak dapat beroperasinya usaha tersebut apabila permohonan penetapan sementara dikabulkan oleh pengadilan;

c. resiko kewajiban membayar kerugian immaterial yang diderita oleh pemilik hak cipta; dan

142

d. resiko rusaknya reputasi apabila terbukti melanggar dan mungkin diperintahkan untuk meminta maaf secara terbuka melalui media massa oleh pengadilan.

Penegakan hukum atas hak cipta biasanya dilakukan oleh pemegang hak cipta dalam hukum perdata, namun ada pula sisi hukum pidana. Sanksi pidana secara umum dikenakan kepada aktivitas pemalsuan yang serius, namun kini semakin lazim pada perkara-perkara lain. Sanksi pidana atas pelanggaran hak cipta di Indonesia secara umum diancam hukuman penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 7 (tujuh) tahun yang dapat disertai maupun tidak disertai denda sejumlah paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), sementara ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh negara untuk dimusnahkan.143