• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III BENTUK-BENTUK TANGGUNG JAWAB ANAK

C. Bentuk-Bentuk Tanggung Jawab Anak Angkat Terhadap

Suatu masyarakat (besar atau kecil) selalu dimulai dari seorang yang kemudian meningkat menjadi keluarga.Kemudian kumpulan keluarga-keluarga itu

79Syahri Ramadhan, Jurnal Ilmiah Tinjauan Yuridis Terhadap Hak dan Kewajiban Anak dan Orang Tua Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Hukum, Universitas Mataram, hal. 5-6

80I Wayan Mardiana, Tesis Berjudul Pemutusan Hubungan Hukum Anak Angkat Oleh Orang Tua Angkatnya Menurut Hukum Adat Bali, Semarang, Magister Kenotariatan UNDIP, 2003, hal.37

menjadi kelompok-kelompok bernama kampung, desa, negeri, dan seterusnya menjadi bangsa dalam sebuah negara.81Membangun sebuah keluarga dimulai dengan melangsungkan ikatan suci perkawinan. Perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.82Ketika perkawinan dilegalkan oleh negara, secara otomatis menimbulkan akibat hukum terhadap suami istri, harta kekayaan, dan anak. Dikatakan akibat hukum karena berisi hak dan kewajiban mendasar yang menyangkut peran masing-masing dalam keluarga. Sebagai contoh peran suami sebagai kepala keluarga untuk mencari nafkah dan seorang istri berperan sebagai ibu rumah tangga.83

Apabila dalam perkawinan dilahirkan seorang anak, maka anak yang dilahirkan dianggap sebagai anak yang sah. Wanita yang melahirkan anak dari rahimnya adalah ibu dari anak dan pria yang mengawini ibunya, yang membenihkan anak tersebut adalah ayahnya.84 Semenjak seorang anak dilahirkan ia telah menjadi subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban. Namun sebelum anak menginjak usia 18 tahun dan atau sudah kawin atau dewasa menurut hukum, anak berada di bawah kekuasaan orang tua yang meliputi pribadi dan harta kekayaan anak. Selain itu orang tua memiliki kewajiban terhadap anak untuk wajib memelihara dan mendidik anak-anaknya sampai anak-anak tersebut

81Soedharyo Soimin, Op. Cit, hal. 7

82Lihat Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

83Lihat Pasal 31 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.Perkawinan.

84Bzn Ter Haar, Beginselen en Stelsel Van Het Adatrecht, Gronigen, (Wolters 1950), hal.

l14

kawin dan dapat berdiri sendiri, meskipun perkawinan antara orang tua telah putus, kewajiban orang tua terhadap anak takkan putus karena sejatinya tidak ada yang namanya mantan anak dan mantan orang tua. Ikatan antara anak dan orang tua merupakan ikatan lahir dan batin yang tidak dapat diputus secara hukum.

Negara hanya memberi perlindungan terhadap anak dan orang tua melalui undang-undang. Salah satunya undang-undang mengatur mengenai hak alimentasi dalam Pasal 46 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang menyebutkan “Jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas, bila mereka itu memerlukan bantuannya.85 ”Sedangkan dalam Pasal 321 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan “Setiap anak wajib memberikan nafkah bagi orang tua dan keluarga sedarahnya dalam garis ke atas, bila mereka ini dalam keadaan miskin.”Namun pada kenyataannya adanya pergeseran nilai dalam masyarakat, salah satunya adalah pergesaran perilaku masyarakat dalam berkeluarga, dewasa ini banyak ditemui kasus penelantaran orang tua oleh anak kandung.86Terdapat tiga faktor yang menyebabkan anak menelantarkan orang tua yaitu karena faktor ketidakharmonisan dengan orang tua, faktor kesibukan anak sehingga tidak dapat merawat orang tua di rumah, faktor kesulitan ekonomi dalam rumah tangga anak.87

Menurut Pasal 46 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 memuat aturan bahwa “jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut

85Lihat Pasal 46 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

86Lihat Pasal 321 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

87 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt559f63ab58fbe/kewajiban-anak-memelihara-orang-tua-setelah-dewasa di akses senin 19 Desember 2016

kemampuannya, orangtua dan keluarga dalam garis lurus ke atas, bila mereka itu memerlukan bantuannya”. Ketentuan ini sejalan dengan ketentuan Pasal 321 KUHPerd yang menegaskan bahwa “tiap-tiap anak berwajib memberi nafkah kepada kedua orangtuanya dan para keluarga sedarah dalam garis ke atas, apabila mereka dalam keadaan miskin”. Adanya ketentuan Pasal 46 ayat 2 UU No. 1 Tahun 1974 sebagai lex specialis, mengakibatkan ketentuan Pasal 321 KUHPerd (sebagai lex generalis) haruslah diabaikan dalam perkara hak alimentasi diantara orang-orang yang beragama Islam.

Hak Alimentasi dalam istilah hukum sederhana kerap dikaitkan dengan penafkahan dan sering dicantumkan dalam perkara gugatan perceraian antara suami dan istri untuk persoalan penafkahan anak. Sebagaimana telah tercantum dalam Pasal 46 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, hak alimentasi bukan merupakan sekedar penafkahan anak terhadap orang tua namun juga meliputi pemeliharaan dan pemberian bantuan kepada orang tua apabila orang tua memerlukan bantuan. Hak alimentasi yang dimiliki oleh anak angkat dan orang tua angkat tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun baik itu berasal dari orang lain yang merupakan suami atau istri atau pasangan hidup anak yang berarti adalah menantu bagi orang tua hingga oleh pembuat undang-undang atau penguasa, dimana dalam realitasnya tidak boleh ada sewenang-wenang dalam memperlakukan hak alimentasi orang tua.88Jelaslah, bahwa asas “setiap anak wajib berbakti kepada orangtuanya” bukan hanya terdapat di dalam hukum Islam, tetapi juga terdapat di dalam hukum perdata warisan kolonial Hindia Belanda

88http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt559f63ab58fbe/kewajiban-anak memelihara-orang-tua-setelah-dewasa di akses senin 19 Desember 2016

yang masih berlaku sampai hari ini di Indonesia. Hak dan kewajiban orangtua terhadap anaknya, serta hak dan kewajiban anak kepada orangtuanya, dalam hukum perdata dikenal dengan istilah “hak dan kewajiban alimentasi”. Kewajiban alimentasi orangtua mengakibatkan timbulnya hak alimentasi anak dari orangtuanya, dan kewajiban alimentasi anak ini mengakibatkan timbulnya hak alimentasi orangtua yang harus dipenuhi anaknya.

Hak alimentasi pada orang tua terhadap anak tidak diatur secara mendetail pada Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan karena Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan hanya mengatur tentang pasangan suami-isteri. Hubungan anak dan orang tua tidak terlalu mendetail diatur di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan karena berbeda dengan hubungan perkawinan suami dan isteri yang merupakan hubungan perdata. Menurut hukum sehingga perlu diatur mengenai hal-hal yang berkaitan mengenai kewajiban dan hak-hak suami dan isteri. Hubungan anak dan orang tua merupakan hubungan alamiah yang terjadi karena hubungan darah sehingga tidak dapat diputus, seperti dalam ikatan perkawinan antara suami dan isteri dapat diputus dengan perceraian namun dalam ikatan anak dan orang tua tidak dapat diputus dengan segala macam bentuk hukum.

Menurut Pasal 41 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyatakan “terputusnya perkawinan antara suami dan isteri karena perceraian, tidaklah memutus kewajiban suami dan isteri untuk melindungi, memelihara, hingga mendidik anak hingga dewasa”.89 Apabila orang tua

89Lihat Pasal 41 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

menelantarkan anak, maka akan terkena sanksi pidana karena telah melanggar hak-hak anak sesuai dengan undang-undang perlindungan anak. Namun dewasa ini penelantaran tidak hanya dilakukan oleh orang tua terhadap anak, diketahui anak melakukan penelantaran kepada orang tua yang telah lanjut usia dan tua renta tetapi realitas yang ada terkait penelantaran anak terhadap orang tua yang telah lanjut usia tidak diatur dengan sanksi pidana dan regulasi yang jelas.

Penelantaran orang tua oleh anak merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum karena anak tidak memenuhi kewajibannya serta melanggar hak-hak orang tua sehingga sudah seharusnya apabila terdapat peraturan atau perundangan yang jelas memuat sanksi pidana tentang penelantaran orang tua.

Penyelesaian yang ditawarkan negara adalah pemenuhan hak kesejahteraan terhadap orang tua lansia terlantar dengan berbagai program seperti pelayanan keagamaan dan mental spiritual, pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan dan pelatihan, pelayanan untuk kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana umum, bantuan sosial.

Hak-hak yang dijamin oleh undang-undang tersebut, anak-anak dan/atau termasuk anak angkat memiliki kewajiban sebagai kewajiban asasi yang juga harus dilaksanakan oleh seorang anak, yaitu bahwa setiap anak berkewajiban untuk :90

1. menghormati orang tua, wali dan guru;

2. mencintai keluarga, masyarakat dan menyayangi teman;

3. mencintai tanah air, bangsa dan negara;

4. menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan 5. melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

90Ahmad Kamil dan M. Fauzan, Op. Cit. hal.71

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan, hak alimentasi hubungan timbal-balik antara orang tua dengan anaknya juga berlaku bagi anak angkat, yang pengangkatan sebagai anak angkat tersebut berdasarkan penetapan dan/atau putusan pengadilan dan dipelihara orang tua angkatnya hingga dewasa atau sudah kawin, hanya saja perbedaannya anak angkat tidak bertanggung jawab atas hutang-hutang dari orang tua angkatnya dikarenakan seorang anak angkat tidak mendapatkan hak waris dari orang tua angkatnya.

Bentuk-bentuk tanggung jawab anak angkat terhadap orang tua angkatnya, yaitu anak angkat juga berkewajiban memelihara orang tua angkatnya yang telah memeliharanya hingga dewasa atau sudah kawin. Contoh memelihara orang tua angkatnya yaitu mengurusi orang tua angkatnya ketika berusia lanjut, apabila orang tua angkatnya memilih tinggal bersama anak angkatnya dalam satu keluarga, serta merawat orang tua angkatnya yang sakit sebagai bukti tanda terima kasih dan rasa penghormatan kepada orang tua, dalam hal ini sebagai tanda balas jasa atau bentuk rasa hormat kepada orang tua angkatnya. Orang tua angkat yang tinggal bersama anak angkatnya dalam satu rumah atau dalam satu keluarga apabila terjadi permasalahan dalam keluarga tersebut, seperti penelantaran anggota keluarga (contohnya seperti penelantaran orang tua angkat yang telah lanjut usia), maka secara umum berlakulah ketentuan mengenai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Bentuk-bentuk tanggung jawab anak angkat terhadap orang tua angkatnya, yaitu anak angkat juga berkewajiban memelihara orang tua angkatnya yang telah

memeliharanya hingga dewasa atau sudah kawin. Contoh memelihara orang tua angkatnya yaitu mengurusi orang tua angkatnya ketika berusia lanjut, apabila orang tua angkatnya memilih tinggal bersama anak angkatnya dalam satu keluarga, serta merawat orang tua angkatnya yang sakit sebagai bukti tanda terima kasih dan rasa penghormatan kepada orang tua, dalam hal ini sebagai tanda balas jasa atau bentuk rasa hormat kepada orang tua angkatnya.

Pengertian mengangkat anak menurut Soerojo Wignjodipoero, adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain kedalam keluarga sendiri sedemikian rupa, sehingga antara orang yang memungut anak dan anak yang dipungut itu timbul suatu hubungan kekeluargaan yang sama seperti yang ada antara orang tua dengan anak kandung sendiri.91Pendapat di atas memberikan pengertian bahwa anak angkat kemudian memiliki status sebagai anak kandung yang sah dengan segala hak dan kewajiban. Adapun hak-hak dan kewajiban anak tersebut adalah hak anak tersebut dalam tata pergaulan adat, hak dalam kewenangan bertindak, hak mendapatkan warisan, juga kewajiban terhadap orang tua angkatnya beserta kewajiban lainnya layaknya anak kandung seperti patuh dan menyayangi orangtua angkatnya, menjaga nama baik orang tua dan keluarga, berbakti kepada orang tua dan keluarga angkatnya, bahkan dalam hal pembagian warisan pun kelak dikemudian hari si anak tersebut mendapatkan bagian warisan selayaknya anak kandung karena dengan dilakukannya upacara adat maka si anak angkat telah sah menjadi anak kandung dari orang tua angkatnya.92

91Ibid, Soerojo Wignjodipoero, hal 117-118.

92Ibid.

Banyak diantara warga masyarakat yang awam dalam hukum. Masyarakat selalu beranggapan bahwa hanya orang tua yang diwajibkan hukum untuk memelihara dan menafkahi anak, sedangkan anak ketika telah dewasa dan bahkan kaya sekalipun, tidak ada kewajibannya untuk memelihara dan menafkahi orang tuanya. Dalam pemahaman awam, hanya anak yang memiliki hak meminta pertanggungjawaban hukum kepada orangtuanya yang tidak menafkahi dan memfasilitasi hidupnya. Anak juga diberikan hak oleh hukum untuk menggugat haknya melalui pengadilan agar dipenuhi oleh orangtuanya. Dalam pemahaman awam, orangtua tidak memiliki hak menuntut anaknya ke pengadilan agar si anak menafkahi dan memfasilitasi orangtuanya di masa tuanya.

Kewajiban anak setelah dewasa untuk merawat orangtuanya telah diatur dalam perundangan-undangan seperti yang tertera dalam Pasal 46 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yaitu anak wajib menghormati orangtua dan menaati kehendak mereka yang baik. Selain itu jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orangtua dan keluarga dalam garis lurus ke atas, bila mereka itu memerlukan bantuannya. Anak yang telah mencapai 21 tahun dan sudah kawin dikatakan dewasa dan wajib memelihara orang tuanya sebagaimana diatur dalam Pasal 46 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Sedangkan dewasa menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan adalah jika anak telah mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau sudah pernah melangsungkan perkawinan.93

93Lihat Pasal 46 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Berkaitan biaya pemeliharaan tidak ada penyebutan nominal pasti yang harus diberikan anak kepada orangtua, melainkan biaya pemeliharaan yang dikenal dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan adalah biaya pemeliharaan orang tua kepada anaknya, bukan sebaliknya. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut. Pada dasarnya tidak ada dasar hukum yang secara jelas mewajibkan anak yang telah dewasa untuk menanggung biaya pemeliharaan orang tuanya.Yang ada adalah pemeliharaan itu menurut kemampuannya, bila orang tua memerlukan bantuannya.94

Kewajiban anak yang telah dewasa untuk memelihara orangtuanya juga terdapat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (“UU PKDRT”) yang mengatakan bahwa

‘’setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, yang menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tuanya.”95

Pihak-pihak yang ada di dalam rumah tangga ini meliputi, yang pertama yaitu suami, istri, dan anak96 yang merupakan orang-orang yang mempunyai

94Lihat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

95Lihat Pasal 9 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

96Lihat Pasal 2 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Didalam Penjelasan Pasal ini, kata “anak” dalam ketentuan ini adalah termasuk anak angkat dan anak tiri

hubungan keluarga dengan orang yang terlibat di dalam suatu rumah tangga dan merupakan memiliki hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atauorang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.Jika orang tua tersebut tinggal dengan si anak, maka orang tua tersebut termasuk dalam lingkup rumah tangga.

Sanksi bagi orang yang menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga berdasarkan Pasal 49 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).97

Kedudukan anak angkat berdasarkan ketentuan hukum Islam di Indonesia yaitu tidak mempunyai hak waris dari orangtua angkatnya Karena pada prinsipnya hak waris timbul karena hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris sesuai Pasal 832 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal 174 Ayat [1] dan Kompilasi Hukum Islam. Secara hukum anak angkat tidak mempunyai kewajiban untuk membayar hutang-hutang dari pewaris. Pihak yang wajib membayar hutang, hibah wasiat, serta kewajiban lain dari seseorang yang meninggal (pewaris) adalah ahli warisnya (Pasal 1100 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Selain itu, Pasal 175 Ayat (1) huruf b Kompilasi Hukum Islam

97Lihat Pasal 49 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

juga mengatur bahwa ahli waris wajib menyelesaikan hutang-hutang pewaris berupa pengobatan, perawatan termasuk kewajiban pewaris maupun penagih piutang.