• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KEDUDUKAN ANAK ANGKAT BERDASARKAN

H. Kedudukan Anak Angkat Terhadap Harta Waris Orang

3. Pembagian Warisan Menurut Hukum Islam

Pengangkatan anak di dalam hukum Islam tidak membawa akibat hukum dalam hal hubungan darah, hubungan wali-mewali dan hubungan waris mewaris dengan orang tua angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dari orang tua kandungnya dan anak tersebut tetap memakai nama dari ayah kandungnya.69Namun anak angkat dapat mewaris dengan cara wasiat wajibah, sesuai dengan ketentuan Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 209 sebagai berikut :

1. Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan pasal 176 sampai dengan pasal 193 tersebut diatas, sedangkan terhadap orang tua angkat tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta waris anak angkatnya.

2. Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.

67Ibid.

68Hilman Hadikusuman, Hukum Waris Adat, (Tanjung Karang,---, 1983), hal.89

69Ibid.

Kompilasi hukum Islam (KHI) menegaskan bahwa antara anak angkat dengan orang tua angkatnya tidak ada hubungan warisan, tetapi sebagai pengakuan mengenai baiknya lembaga pengangkatan anak tersebut, maka hubungan antara anak angkat dengan orang tua angkatnya dikukuhkan dengan perantaraan wasiat yaitu wajibah.

Wasiat wajibah adalah suatu wasiat yang diperuntukan kepada ahli waris atau kerabat yang tidak memperoleh bagian harta warisan dari orang yang wafat, karena adanya suatu halangan syara’.70Kompilasi hukum Islam (KHI) menentukan kewajiban orang tua angkat untuk memberikan wasiat wajibah kepada anak angkatnya untuk kemaslahatan anak angkat sebagaimana orang tua angkat telah dibebani tanggung jawab untuk mengurus segala kebutuhannya.

Prinsip-prinsip pengangkatan anak menurut hukum Islam bertujuan untuk mencegah agar seorang anak tidak sampai terlantar dalam hidupnya dan bersifat pengarahan yang dapat disertai dengan pemberian bantuan kehidupan untuk kesejahteraan anak.71

70Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta, Ikhtiar Baru Van Hoeve, Jilid VI, 2000), hal. 1930

71Happy Budyana Sari, Tesis Berjudul: Konsep Pengangkatan Anak Dalam Perspektif Hukum Islam, Magister Kenotariatan UNDIP Semarang 2009.

BAB III

BENTUK-BENTUK TANGGUNG JAWAB ANAK ANGKAT SEBAGAI JAMINAN PERLINDUNGAN HUKUM DALAM MEMELIHARA ORANG TUA ANGKATNYA

A. Berbakti Kepada Orang Tua

Berbakti kepada kedua orang tua di sini adalah berbuat kebaikan kepada kedua orang tua. Jadi berbakti kepada kedua orang tua di sini wajib kita laksanakan kepada ibu dan bapak kita masing-masing, dan hendaknya hal ini masuk dalam prioritas yang pertama, sebelum kita berbuat baik kepada orang lain, seperti berkata dengan sopan, hormat, merendahkan diri dengan kasih sayang dan berdo’a untuk keduanya mudah-mudahan keduanya dicintai Tuhan seperti halnya keduanya telah mencintai kita sewaktu masih kecil.72

Berbakti pada orang tua adalah kewajiban anak yang paling utama, karena kedua orang tua adalah orang yang telah menjadi perantara kehadiran kita didunia dan melalui orang Tuhan menciptakan dan menumbuhkan umat manusia.Maka orang tua mendapatkan tempat yang istimewa di dalam agama. Bentuk-bentuk berbakti pada orang tua ada berbagai cara, yaitu :73

1. Mengikuti keinginan dan saran orang tua dalam berbagai aspek kehidupan, baik masalah pendidikan, pekerjaan, jodoh, maupun masalah lainnya. Dalam hal ini bisa muncul masalah, bagaimana kalauterjadi perbedaan pendapat dan keinginan antara kedua orang tua dan anak disinilah diperlukan dialog dan keterbukaan. Hendaknya anak berusaha dengan maksimal dan argumentatif menjelaskan pilihannya tersebut, di samping mencoba secara tidak apriori memahami argumentasi pilihan orang tua tentu saja kedua orang tua harus membuka diri dan berusaha juga untuk memahami pilihan anak.

2. Menghormati dan memuliakan kedua orang tua dengan penuh rasa terima kasih dan kasih sayang atas jasa-jasa keduanya yang tidak mungkin bisa dinilai dengan apapun.

3. Membantu ibu dan bapak secara fisik dan materiil, misalnya sebelum keluarga mampu berdiri sendiri, anak-anak membantu orang tua pekerjaan rumah, dan setelah berkeluarga atau berdiri sendiri membantu orang tua

72Humaidi Tatapangarsa, Akhlak yang Mulia,(Surabaya, Bina Ilmu Offset,1980), hal.96

73Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar Offset, 2007), hal. 152

secara finansial, baik untuk membeli pakaian, makanan, minuman dan lain sebagainya.

4. Mendo’akan ibu bapak semoga diberi oleh Tuhan ampunan, rahmat dan lain sebagainya.

5. Setelah orang tua meninggal dunia, melaksanakan, menyelenggarakan jenazahnya dengan sebaik-baiknya, melunasi hutang-hutangnya, melaksanakan wasiatnya, meneruskan silaturrahim yang dibinanya di waktu hidup, dan mendo’akannya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap berbakti padaorang tua, antara lain:

1. Lingkungan keluarga

Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi anak, oleh karena itu kedudukan keluarga dalam pengembangan kepribadian anak sangatlah dominan. Dalam hal ini, orang tua mempunyai peranan yang sangat penting dalam menumbuhkembangkan fitrah beragam anak.74 Keluarga merupakan ”training centre” bagi peranan nilai-nilai. Adapun di dalam pengembangan fitrah atau jiwa beragama anak, setidaknya haruslah bersamaan dengan perkembangan kepribadiannya, yaitu sejak lahir bahkan lebih dari itu sejak dalam kandungan karena mereka itu dipengaruhi oleh keadaan emosi atau sikap orang tua. Peranan di dalam keluarga di sini sangatlah berpengaruh dalam pembentukan karakter anak, baik buruknya keluarga ini memberikan dampak yang positif atau negatif bagi pertumbuhan anak menuju kedewasaannya nanti. Sehingga anak dapat mencontoh dari sifat orang tuanya. Seorang anak akan merasa aman apabila ia mendapatkan perhatian dan kasih sayang orang tua.75

74Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,(Bandung, Remaja Rosdakarya, 2001), hal.138

75Elizabeth B Hurlock, Perkembangan Anak, Jilid 2, (Jakarta, Erlangga,1978), hal. 434

2. Lingkungan Sekolah

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang mempunyai program yang sistemik dalam melaksanakan bimbingan, pengajaran dan latihan kepada anaknya, agar mereka berkembang sesuai dengan potensinya, baik yang menyangkut aspek moral, spiritual, intelektual, emosional dan sosial. Pengaruh sekolah terhadap perkembangan kepribadian anak sangat besar, karena sekolah merupakan subtitusi dari keluarga dan guru-guru subtitusi dari orang tua, yangberkaitan dengan upaya mengembangkan fitrah beragama para siswa. Pendidikan yang di peroleh dari sekolahyang terutama dalam hal ini guru agama mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengembangkan wawasan pemahaman, pembiasaan mengamalkan ibadah atau akhlak yang mulia dan sikap apresiatif terhadap ajaran agama. Sebagai guru agama setidaknya bisa membawa anak didiknya semua ke arah pembinaan pribadi yang sehat dan baik. Setiap guru agama juga harus menyadari bahwa segala sesuatu pada dirinya merupakan pembinaan bagi anak, maka dari itu pendidikan dan pengajaran yang dilakukan secara sengaja oleh guru agama dalam pembinaan anak didik juga sangat penting dalam menentukan kepribadiannya.76

3. Lingkungan Masyarakat

Lingkungan masyarakat disini adalah situasi atau kondisi interaksi sosial dan sosiokultural yang secara potensial berpengaruh terhadap perkembangan fitrah beragama atau kesadaran beragama individu, dalam

76Ibid,Hal. 561

masyarakat, individu (terutama anak-anak dan remaja) akan melakukan interaksi sosial dengan teman sebaya atau anggota masyarakat lainnya.

Apabila teman sepergaulan itu menampilkan perilaku yang baik, maka ia akan cenderung berakhlak baik. Apabila teman menampilkan perilaku yang kurang baik atau melanggar norma-norma agama, maka ia akan cenderung terpengaruh untuk mengikuti atau mencontoh dari perilaku tersebut. Hal ini akan terjadi apabila anak atau remaja kurang mendapatkan bimbingan agama, dan perhatian dari keluarganya. Mengenai pengaruh dari kelompok teman sepergaulan terhadap moral dan tingkah laku perkembangan anak. Corak perilaku anak atau remaja merupakan cermin dari corak atau perilaku warga masyarakat (orang dewasa) pada umumnya. Oleh karena itu, di sini dapat disebutkan bahwa kualitas perkembangan kesadaran beragama bagi anak sangat tergantung pada kualitas perilaku atau pribadi orang dewasa atau masyarakat.77

B. Hak dan Kewajiban Anak Angkat Memelihara Orang Tua Angkat Perlindungan terhadap anak di Indonesia termasuk anak angkat bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, dan berkembang dan berpartisipasi secara optimal secara harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.

77Elizabeth B Hurlock, op.cit, hal. 436

Hak untuk hidup, tumbuh dan berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, sesuai dengan ketentuan pasal 28 B ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945. Anak angkat dan anak lainnya pada umumnya adalah amanah yang dalamnya melekat hak-hak sebagai anak yang perlu di hormati dan di junjung tinggi. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak memiliki prinsip-prinsip pokok hak anak sebagai berikut :

1. Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusia, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (pasal 4 ).

2. Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri (pasal 7 ayat 1).

3. Suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh berkembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar, maka anak berhak untuk diasuh dan diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain (pasal 7 ayat 2).

4. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasanya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9 ayat 1).

5. Setiap anak selama pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan.

a. Diskriminasi

b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual c. Penelantaran

d. Kekejaman, kekerasan dan penganiayaan e. Ketidakadilan dan

f. Perlakuan salah lainnya. (pasal 13 ayat 1)

Banyak hal-hal yang terjadi pada anak baik itu kebaikan, kepribadian sikap dan tingkah lakunya. Setiap anak berhak mengetahui siapa orang tuanya dalam arti asal usulnya, dimaksudkan untuk menghindari terputusnya silsilah dan hubungan darah antara anak dan orang tua kandungya, sedangkan hak untuk dibesarkan dan diasuhnya, dimaksudkan agar anak dapat patuh dan menghormati orang tuanya.78

Kondisi kehidupan orang tua karena suatu alasan tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak atau anak dalam keadaan terlantar, maka anak tersebut berhak diasuh dan diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, pasal 14 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 juga menegaskan bahwa “setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak”.

Para orang tua dituntut untuk bisa mempertanggungjawabkan apa sudah diamanahkan dari Allah SWT. Orang tua juga mempunyai kewajiban dan hak kepada anak tapi anak juga mempunyai kewajiban dan hak kepada orang tua.

78Penjelasan Pasal 7 Undang-Undang No.23 tahun 2002

Kewajiban anak dalam memenuhi hak kedua orang tuanya yaitu ketika orang tua menginginkan makanan, maka berilah makanan, ketika orang tua menginginkan pakaian, maka berilah pakaian, ketika kedua orang tua menginginkan bantuan apa saja, bantulah dia, memenuhi panggilan mereka, mematuhi segala perintahnya, dengan catatan bukan perintah maksiat atau mengatakan kejelekan lain, merendahkan diri di hadapan mereka dengan kasih sayang, ketika berbicara pakailah kata-kata yang baik, lunak, lemah lembut, tidak kasar, tidak boleh memanggil nama kecilnya, ketika berjalan harus dibelakangnya, senang kepada keduanya, sebagaimana senang kepada dirinya sendiri dan memohon ampun untuk keduanya serta memohon rahmat kepada Allah SWT.79

Menurut Soerojo Wignyodipoero, memberikan pendapat bahwa:80

“Anak angkat sebagai keturunan (anggota keluarga) mempunyai hak dan kewajiban tertentu yang berhubung dengan kedudukan dalam keluarga yang bersangkutan, boleh ikut mengambil nama keluarga, boleh ikut dan berhak atas bagian kekayaan keluarga, wajib saling pelihara, bantu membantu, dapat saling mewakili dalam melakukan perbuatan dengan pihak keluarga”.

Berdasarkan Pasal 19 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 menjelaskan sebagai berikut :

1. Menghormati orang tua, wali dan guru

2. Mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman 3. Mencintai tanah air, bangsa dan negara

4. Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya 5. Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

C. Bentuk-Bentuk Tanggung Jawab Anak Angkat Terhadap Orang Tua Angkatnya

Suatu masyarakat (besar atau kecil) selalu dimulai dari seorang yang kemudian meningkat menjadi keluarga.Kemudian kumpulan keluarga-keluarga itu

79Syahri Ramadhan, Jurnal Ilmiah Tinjauan Yuridis Terhadap Hak dan Kewajiban Anak dan Orang Tua Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Hukum, Universitas Mataram, hal. 5-6

80I Wayan Mardiana, Tesis Berjudul Pemutusan Hubungan Hukum Anak Angkat Oleh Orang Tua Angkatnya Menurut Hukum Adat Bali, Semarang, Magister Kenotariatan UNDIP, 2003, hal.37

menjadi kelompok-kelompok bernama kampung, desa, negeri, dan seterusnya menjadi bangsa dalam sebuah negara.81Membangun sebuah keluarga dimulai dengan melangsungkan ikatan suci perkawinan. Perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.82Ketika perkawinan dilegalkan oleh negara, secara otomatis menimbulkan akibat hukum terhadap suami istri, harta kekayaan, dan anak. Dikatakan akibat hukum karena berisi hak dan kewajiban mendasar yang menyangkut peran masing-masing dalam keluarga. Sebagai contoh peran suami sebagai kepala keluarga untuk mencari nafkah dan seorang istri berperan sebagai ibu rumah tangga.83

Apabila dalam perkawinan dilahirkan seorang anak, maka anak yang dilahirkan dianggap sebagai anak yang sah. Wanita yang melahirkan anak dari rahimnya adalah ibu dari anak dan pria yang mengawini ibunya, yang membenihkan anak tersebut adalah ayahnya.84 Semenjak seorang anak dilahirkan ia telah menjadi subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban. Namun sebelum anak menginjak usia 18 tahun dan atau sudah kawin atau dewasa menurut hukum, anak berada di bawah kekuasaan orang tua yang meliputi pribadi dan harta kekayaan anak. Selain itu orang tua memiliki kewajiban terhadap anak untuk wajib memelihara dan mendidik anak-anaknya sampai anak-anak tersebut

81Soedharyo Soimin, Op. Cit, hal. 7

82Lihat Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

83Lihat Pasal 31 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.Perkawinan.

84Bzn Ter Haar, Beginselen en Stelsel Van Het Adatrecht, Gronigen, (Wolters 1950), hal.

l14

kawin dan dapat berdiri sendiri, meskipun perkawinan antara orang tua telah putus, kewajiban orang tua terhadap anak takkan putus karena sejatinya tidak ada yang namanya mantan anak dan mantan orang tua. Ikatan antara anak dan orang tua merupakan ikatan lahir dan batin yang tidak dapat diputus secara hukum.

Negara hanya memberi perlindungan terhadap anak dan orang tua melalui undang-undang. Salah satunya undang-undang mengatur mengenai hak alimentasi dalam Pasal 46 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang menyebutkan “Jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas, bila mereka itu memerlukan bantuannya.85 ”Sedangkan dalam Pasal 321 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan “Setiap anak wajib memberikan nafkah bagi orang tua dan keluarga sedarahnya dalam garis ke atas, bila mereka ini dalam keadaan miskin.”Namun pada kenyataannya adanya pergeseran nilai dalam masyarakat, salah satunya adalah pergesaran perilaku masyarakat dalam berkeluarga, dewasa ini banyak ditemui kasus penelantaran orang tua oleh anak kandung.86Terdapat tiga faktor yang menyebabkan anak menelantarkan orang tua yaitu karena faktor ketidakharmonisan dengan orang tua, faktor kesibukan anak sehingga tidak dapat merawat orang tua di rumah, faktor kesulitan ekonomi dalam rumah tangga anak.87

Menurut Pasal 46 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 memuat aturan bahwa “jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut

85Lihat Pasal 46 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

86Lihat Pasal 321 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

87 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt559f63ab58fbe/kewajiban-anak-memelihara-orang-tua-setelah-dewasa di akses senin 19 Desember 2016

kemampuannya, orangtua dan keluarga dalam garis lurus ke atas, bila mereka itu memerlukan bantuannya”. Ketentuan ini sejalan dengan ketentuan Pasal 321 KUHPerd yang menegaskan bahwa “tiap-tiap anak berwajib memberi nafkah kepada kedua orangtuanya dan para keluarga sedarah dalam garis ke atas, apabila mereka dalam keadaan miskin”. Adanya ketentuan Pasal 46 ayat 2 UU No. 1 Tahun 1974 sebagai lex specialis, mengakibatkan ketentuan Pasal 321 KUHPerd (sebagai lex generalis) haruslah diabaikan dalam perkara hak alimentasi diantara orang-orang yang beragama Islam.

Hak Alimentasi dalam istilah hukum sederhana kerap dikaitkan dengan penafkahan dan sering dicantumkan dalam perkara gugatan perceraian antara suami dan istri untuk persoalan penafkahan anak. Sebagaimana telah tercantum dalam Pasal 46 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, hak alimentasi bukan merupakan sekedar penafkahan anak terhadap orang tua namun juga meliputi pemeliharaan dan pemberian bantuan kepada orang tua apabila orang tua memerlukan bantuan. Hak alimentasi yang dimiliki oleh anak angkat dan orang tua angkat tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun baik itu berasal dari orang lain yang merupakan suami atau istri atau pasangan hidup anak yang berarti adalah menantu bagi orang tua hingga oleh pembuat undang-undang atau penguasa, dimana dalam realitasnya tidak boleh ada sewenang-wenang dalam memperlakukan hak alimentasi orang tua.88Jelaslah, bahwa asas “setiap anak wajib berbakti kepada orangtuanya” bukan hanya terdapat di dalam hukum Islam, tetapi juga terdapat di dalam hukum perdata warisan kolonial Hindia Belanda

88http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt559f63ab58fbe/kewajiban-anak memelihara-orang-tua-setelah-dewasa di akses senin 19 Desember 2016

yang masih berlaku sampai hari ini di Indonesia. Hak dan kewajiban orangtua terhadap anaknya, serta hak dan kewajiban anak kepada orangtuanya, dalam hukum perdata dikenal dengan istilah “hak dan kewajiban alimentasi”. Kewajiban alimentasi orangtua mengakibatkan timbulnya hak alimentasi anak dari orangtuanya, dan kewajiban alimentasi anak ini mengakibatkan timbulnya hak alimentasi orangtua yang harus dipenuhi anaknya.

Hak alimentasi pada orang tua terhadap anak tidak diatur secara mendetail pada Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan karena Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan hanya mengatur tentang pasangan suami-isteri. Hubungan anak dan orang tua tidak terlalu mendetail diatur di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan karena berbeda dengan hubungan perkawinan suami dan isteri yang merupakan hubungan perdata. Menurut hukum sehingga perlu diatur mengenai hal-hal yang berkaitan mengenai kewajiban dan hak-hak suami dan isteri. Hubungan anak dan orang tua merupakan hubungan alamiah yang terjadi karena hubungan darah sehingga tidak dapat diputus, seperti dalam ikatan perkawinan antara suami dan isteri dapat diputus dengan perceraian namun dalam ikatan anak dan orang tua tidak dapat diputus dengan segala macam bentuk hukum.

Menurut Pasal 41 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyatakan “terputusnya perkawinan antara suami dan isteri karena perceraian, tidaklah memutus kewajiban suami dan isteri untuk melindungi, memelihara, hingga mendidik anak hingga dewasa”.89 Apabila orang tua

89Lihat Pasal 41 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

menelantarkan anak, maka akan terkena sanksi pidana karena telah melanggar hak-hak anak sesuai dengan undang-undang perlindungan anak. Namun dewasa ini penelantaran tidak hanya dilakukan oleh orang tua terhadap anak, diketahui anak melakukan penelantaran kepada orang tua yang telah lanjut usia dan tua renta tetapi realitas yang ada terkait penelantaran anak terhadap orang tua yang telah lanjut usia tidak diatur dengan sanksi pidana dan regulasi yang jelas.

Penelantaran orang tua oleh anak merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum karena anak tidak memenuhi kewajibannya serta melanggar hak-hak orang tua sehingga sudah seharusnya apabila terdapat peraturan atau perundangan yang jelas memuat sanksi pidana tentang penelantaran orang tua.

Penyelesaian yang ditawarkan negara adalah pemenuhan hak kesejahteraan terhadap orang tua lansia terlantar dengan berbagai program seperti pelayanan keagamaan dan mental spiritual, pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan dan pelatihan, pelayanan untuk kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana umum, bantuan sosial.

Hak-hak yang dijamin oleh undang-undang tersebut, anak-anak dan/atau termasuk anak angkat memiliki kewajiban sebagai kewajiban asasi yang juga harus dilaksanakan oleh seorang anak, yaitu bahwa setiap anak berkewajiban untuk :90

1. menghormati orang tua, wali dan guru;

2. mencintai keluarga, masyarakat dan menyayangi teman;

3. mencintai tanah air, bangsa dan negara;

4. menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan 5. melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

90Ahmad Kamil dan M. Fauzan, Op. Cit. hal.71

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan, hak alimentasi hubungan timbal-balik antara orang tua dengan anaknya juga berlaku bagi anak angkat, yang pengangkatan sebagai anak angkat tersebut berdasarkan penetapan dan/atau putusan pengadilan dan dipelihara orang tua angkatnya hingga dewasa atau sudah kawin, hanya saja perbedaannya anak angkat tidak bertanggung jawab atas hutang-hutang dari orang tua angkatnya dikarenakan seorang anak angkat tidak mendapatkan hak waris dari orang tua angkatnya.

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan, hak alimentasi hubungan timbal-balik antara orang tua dengan anaknya juga berlaku bagi anak angkat, yang pengangkatan sebagai anak angkat tersebut berdasarkan penetapan dan/atau putusan pengadilan dan dipelihara orang tua angkatnya hingga dewasa atau sudah kawin, hanya saja perbedaannya anak angkat tidak bertanggung jawab atas hutang-hutang dari orang tua angkatnya dikarenakan seorang anak angkat tidak mendapatkan hak waris dari orang tua angkatnya.