RIWAYAT HIDUP
2. TINJAUAN TEORITIS
2.9 Risalah Teori Pembangunan Ekonomi Wilayah
2.9.5 Bentuk Model dari The New Growth Theory Pembangunan Ekonomi Wilayah
Stimson et al., (2003 dan 2005)telah mengusulkan model framework baru seperti digambarkan dalam Gambar 16.
RED = f [Re, M…. mediated by… (L, I, E)] [2.11]
Outcome dari RED (Regional economic development) adalah tingkat kinerja kompetitifnya, enterprenuership-nya, dan yang telah mencapai pembangunan berkesinambungan. Jadi semua keadaan outcome dapat ditetapkan sebagai dependent variable.
Kerangka pemikiran yang diajukan pada Gambar 16 bergabung dengan efek langsung maupun tak langsung dalam interaksi antara Re dengan M (quasi independent variables) dan L, I dan E variabel antara (intervening variables). Juga interaksi antara intervening variables atau mediating variable L, I dan E baik secara langsung ataupun tidak. Stimson et al., (2005) mengajukan sejumlah variabel berikut yang mungkin bisa digunakan untuk mengoperasionalkan model pertumbuhan dan pengembangan wilayah secara endogenik.
Keadaan suatu outcome dikonseptualisasikan sebagai dependent variables pada segugus quasi-independentt variable berkaitan kepada kota ataupun wilayah yang memiliki Re dan kecocokannya dengan kondisi pasar (M), yang memediasi seluruh interaksi dengan semua intervening variable yaitu I, dan L yang bisa memfasilitasi entrepreneurship (E).
Quasi-Independent Variable
Intervening Variables Dependent Variable(s)
Resource Endowment & Kondisi Pasar
(Re, M)
Dinamika Antarrelasi dari Faktor yang Bertindak dan yang Menciptakan Katalis Pembangunan Ekonomi Wilayah: Enterprenuership (E); Kelembagaan (I) dan Leadership (L)
Institution
Entreprshp.
Leadership
Out come: RED
(Regional Economic Developed)
Dirrect Effect Indirect Effect
Mengukur & Evaluasi Perubahan tiap Periode Waktu
Sumber: Stimson, Stough dan Salazar (2003)
Gambar 16. Kerangka Pemikiran dari Model Baru Proses Pembangunan Ekonomi Wilayah
(1) Variabel respon dan pengukuran pertumbuhan endogenik
Salah satu pendekatan adalah seperti yang diajukan oleh Stimson et al. (2005) untuk mengukur kinerja variabel RED di seluruh wilayah ataupun negara bagian ataupun nasional sebagai independent variable dari model tersebut. Caranya adalah dengan melakukan proksi dari pertumbuhan endogenik, yaitu regional atau differential shift component yang diturunkan dari shift share analysis bagi perubahan tenaga kerja regional sepanjang waktu dengan cara menjumlah pergeseran tenaga kerja regional secara keseluruhan untuk semua sektor ekonomi stándar ataupun dengan memboboti ukuran angkatan kerja regional. Dengan demikian Endogenous Growth, maka RED bisa diukur sebagai: (i) nilai komponen pergeseran diferensial secara agregat regional atau dengan, dan (ii) skala tenaga kerja yang diboboti dengan perubahan location quotient menurut runtun waktu.
Dengan begitu, bahwa komponen pergeseran regional merupakan pewakil ukuran yang masuk akal untuk mengukur derajat pertumbuhan atau penurunan yang mana pertumbuhan ataupun penurunan dalam suatu wilayah itu disebabkan oleh proses-proses dan faktor-faktor endogenik atau di dalam wilayah melawan perubahan yang disebabkan oleh efek pergeseran nasional dan mix industry. (2) Variabel Penjelas and Variabel Intervening
Beberapa variabel potensial yang diusulkan oleh Stimson et al., (2005) yang mungkin bisa disesuaikan sebagai ukuran independen dan faktor yang memediasi dalam model seperti berikut:
Variabel Re= resource endowment dapat diukur dengan: (i) luas wilayah, (ii) iklim, (iii) topografi, (iv) aglomerasi sektor-sektor kunci industri (dengan mengukur LQ untuk pekerjaan sektor industri), (v) ukuran populasi dan laju perubahannya, (vi) tingkat pendidikan (diturunkan dari human capital index) dan literasi, (v) perkapita income, distribusi income, dan perubahannya sepanjang waktu, (vi) kepemilikan rumah, (vii) investasi dalam sektor industri dan kontruksi komersial, benchmark terhadap share nasional vis a vis terhadap nasional share- nya populasi, (viii) investasi infrastruktur per kapita, seperti jalan raya, sekolah, rumah sakit dll, (ix) struktur industri dan perubahannya (diukur dengan indeks keragaman industri) dan (x) regional organizational slack (idle) resource.
Variabel M= market fit diukur dengan sejumlah variabel seperti; (i) aktivitas ekonomi basis dalam sektor-sektor industri utama (diukur dengan LQ dalam sektor industri), (ii) koneksitas penerbangan dengan wilayah lain, (iii) pergerakan/jalan kargo keluar/masuk (road freight in/out movement), (iv) volume and value of key product and service. Juga akan sangat bermanfaat untuk menggunakan variabel yang dapat memberikan ukuran derajat kekocokan wilayah terhadap perubahan demand dan terkait dengan pasar (jasa lingkungan misalnya) terhadap penentuan derajat mana yang pas dengan pasar lokal, dan untuk melakukan evaluasi ekstensi ke arah mana infrastruktur lokal memberikan keperluan linkage ke pasar ekspor (pasar karbon misalnya). Inilah serangkaian masalah yang sangat sulit bila dihadapkan dengan keputusan untuk mengukur M.
Faktor L= Leaderships dapat diukur dengan segugus variabel: (i) perkiraan keahlian dari kualitas leadership, (ii) tingkat relatif dari kepala korporasi yang berkantor di wilayah itu, (iii) kepadatan (jumlah, budget dan /atau tenaga kerja) dari bisnis yang luas bagi wilayah dan organisasi kemasyarakatan (atau organisasi pengembangan ekonomi) per 10,000 populasi, (iv) derajad perubahan/stabilitas leadership dari politik lokal. Faktor I= Institution diukur dengan variabel seperti: (i) kepadatan institusi (korporate dan ormas/10.000 penduduk), (ii) level of government fragmentation, (iii) kelembagaan formal dari pemerintah (diukur dengan publik agensi per 10.000 penduduk), (iv) banyaknya kantor pusat dari korporasi utama (misalnya Fortune 1000 firm), (v) nilai kapitalisasi yayasan per 10.000 penduduk, (vi) fragmentasi pemerintahan, (vii) level organisasi regional (jumlah dan budget level), dan (vii) social capital index.
Faktor E= Enterpreneurship diukur dengan variabel: (i) churn rate (rasio yang mulai buka terhadap yang gulung tikar perusahaan) atau business start-up rate, (ii) aktivitas modal ventura, (iii) aktivitas corporate venturing, (iv) paten
yang diperoleh per 10,000 pekerja, (v) LQ dari tenaga kerja dalam ‗anilisis simbolik‘ dari okupasi, (vii) banyaknya warung, kelompok usaha ekonomi dll). Stimson et al. (2005) berpendapat bahwa RED secara positif berhubungan dengan Re, M, I, L, dan E, tetapi mungkin lead ataupun lag dan efek interaksi dalam jangka pendek ataupun jangka menengah dan mungkin mempunyai efek siklis dalam jangka panjang. Oleh karena itu RED dapat diungkapkan seperti dalam Persamaan [2.11]:
RED = Ω1+ Ω2Ret-n+Ω3 Mt-n+(Ω4It-1 sampai ξ10It-10/10)+ Ω11Lt-n+ Ω12Et-n+e
{2.11} Pendekatan pemodelan ini telah diusulkan oleh Stimson dan Stough, (2008) untuk mengevaluasi proses-proses pertumbuhan endogenik dan untuk menjelaskan bagaimana pengembangan wilayah bisa dipengaruhi oleh, dan juga difasilitasi oleh faktor-faktor leadership, institutional, dan enterpreneurship sebagai variabel intervening atau memediasi variabel yang dihipotesiskan bisa
menjadi katalisator yang mempengaruhi proses-proses endogenik tersebut tetapi juga tetap memperhatikan Re dan M dari suatu wilayah, mewakili model operational untuk mengukur dan memeriksa dampak faktor-faktor endogen terhadap pertumbuhan dan perkembangan ekonomi regional. Penting ditekankan di sini bahwa menjaga dengan argumen kita bahwa strategi pembangunan ekonomi wilayah telah menjadi lebih endogenik dewasa ini, bahwa model framework telah dikembangkan secara eksplisit untuk melakukan konseptualisasi berbagai interaksi dalam proses-proses endogenik. Sehubungan dengan itu Stimson dan Stough (2008) menyatakan masih memerlukan data empiris untuk menguji model tersebut.
Faktor endogenik (L, I, E) di setiap wilayah selalu ada sejauh wilayah tersebut didiami oleh masyarakat dan dalam jangka pendek ketiga faktor endogenik tersebut given sifatnya sebagai aset bagi wilayah yang bersangkutan. Sedangkan untuk faktor Re tidak setiap wilayah memilikinya, apalagi bila faktor ini dikaitkan dengan demand-nya (M). Karena itu keterhandalan faktor endogenik itulah yang menjadi tumpuan harapan bagi setiap wilayah, apakah wilayah dengan Re yang dimiliki dapat dikelola dengan sehingga dapat menjadi suatu demand ataukah tidak. Bahkan seperti diungkapkan Stimson et al. (2005) banyak wilayah yang miskin akan Re tetapi menjadi makmur karena karena kuatnya L, yang membuat I menjadi efektifnya sehingga E menjadi berkembang pesat dan selalu dalam kesiagaan (alertness) untuk meraih peluang pasar (M) dan siap mengeksploitasi setiap peluang itu menjadi profit, yang pada akhir bermuara pada pesatnya pertumbuhan ekonomi wilayah yang miskin akan Re tersebut. Namun banyak juga yang sebaliknya, wilayah dengan kekayaan Re yang melimpah, malah menjadi kutukan sumberdaya atau resource curse (lihat Hayami, 2001) sehingga akhirnya wilayah tersebut terbelakang.