• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2. Umur : ………

3. Alamat/Desa/Kecamatan/Kabupaten : ………

4. Pendidikan : ………..

B. KARAKTERISTIK USAHATANI

1. Berapa lama telah berusahatani kedelai ? ……….tahun (sejak tahun …….)

2. Berapa luas lahan kedelai yang diusahakan ? …….. ha

3. Jenis lahan yang diusahakan : ………. (sawah irigasi, tadah hujan, lahan

kering/tegalan)

4. Status kepemilikan : ………(milik, penggarap, pemilik/penggarap)

C. PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI KEDELAI

1. Bagaimana pengolahan tanah yang dilakukan ?

( ) olah tanah sempurnah (OTS) ( ) tanpa olah tanah (TOT)

2. Apakah menggunakan benih berlabel/bersertifikat ?

Kalau tidak, mengapa tidak menggunakan ?

3. Varietas apa yang digunakan ?

4. Apa alasan memilih varietas yang digunakan ?

5. Apakah melakukan pemupukan sesuai rekomendasi spesifik lokasi ?

6. Apakah melakukan pengendalian hama dan penyakit pada tanaman sesuai

prinsip PHT ?

D.KETERSEDIAAN BENIH BERLABEL/BERSERTIFIKAT

1. Kelas benih apa yang digunakan ?

2. Dari mana benih diperoleh/sumber benih darimana ?

( ) toko/kios ( ) petani lain

( ) membuat sendiri/save seed

( ) bantuan pemerintah

6. Adakah kesulitan untuk mendapatkan benih berlabel/bersertifikat ? Kalau ya, sebutkan !

7. Apakah benih berlabel/bersertifikat sesuai dengan varietas yang anda inginkan

? Sebutkan varietas yang anda inginkan !

8. Apakah mutu benih berlabel/bersertifikat sesuai dengan harapan ? kalau tidak

mengapa ?

9. Menurut anda apa keuntungan dengan menggunakan benih

berlabel/bersertifikat ? Sebutkan……

10.Menurut anda apakah dengan menggunakan benih berlabel/bersertifikat dapat

meningkatkan hasil ? Kalau ya berapa persen peningkatannya ?

E. PRODUKSI DAN PEMASARAN KEDELAI

7. Adakah masalah yang dihadapi dalam produksi kedelai ?

8. Kemana kedelai yang dihasilkan dipasarkan ?

( ) dijual ke kelompok/penampung ( ) dijual ke pedagang lokal

( ) dijual ke perusahaan/industri

9. Bagaimana bentuk produk akhir yang dijual ?

( ) brangkasan ( ) biji kering

Peneliti : Idaryani

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

1. Nama : ………

2. Umur : ………

3. Alamat/Desa/Kecamatan/Kabupaten : ………

4. Pendidikan : ………..

B. KARAKTERISTIK USAHATANI

5. Berapa lama telah berusahatani kedelai ? ……….tahun (sejak tahun …….)

6. Berapa lama menangkar benih kedelai ? ………. tahun (sejak tahun……..)

7. Berapa luas lahan untuk penangkaran ? …….. ha

8. Berapa kapasitas produksi benih yang dihasilkan ? …….kg

9. Jenis lahan yang diusahakan : ………. (sawah irigasi, tadah hujan, lahan

kering/tegalan)

10.Status kepemilikan : ………(milik, penggarap, pemilik/penggarap)

C. PENERAPAN TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH KEDELAI

11.Bagaimana pengolahan tanah yang dilakukan ?

( ) olah tanah sempurnah (OTS) ( ) tanpa olah tanah (TOT)

12.Apakah menggunakan benih berlabel/bersertifikat ?

Kalau tidak, mengapa tidak menggunakan ?

13.Varietas apa yang digunakan ?

14.Apa alasan memilih varietas yang digunakan ?

15.Apakah melakukan pemupukan sesuai rekomendasi spesifik lokasi ?

16.Apakah melakukan pengendalian hama dan penyakit pada tanaman sesuai

prinsip PHT ?

17.Apakah melakukan seleksi/roguing ? kalau ya berapa kali dilakukan….., dan

kalau tidak mengapa tidak dilakukan ?

18.Apakah melakukan isolasi jarak dan waktu ? kalau ya berapa isolasi jarak (m)

dan waktu (hari) yang digunakan ?

21.Apakah melakukan sertifikasi ? kalau tidak mengapa tidak melakukan ?

22.Apakah melakukan pengujian laboratorium ?

D.PRODUKSI DAN PEMASARAN BENIH KEDELAI

23.Adakah masalah yang dihadapi dalam produksi benih ?

24.Kemana benih kedelai yang dihasilkan dipasarkan ?

( ) dijual langsung ke petani lain ( ) dijual ke kelompok/penampung ( ) dijual ke pedagang lokal

( ) dijual ke perusahaan/industri

25.Bagaimana bentuk produk akhir yang dijual ?

( ) calon benih ( ) benih bersertifikat

26.Apakah ada pihak perusahaan yang terlibat dalam produksi dan pemasaran

benih ?

27.Apakah ada kesulitan dalam pemasaran benih ?

28.Apakah mampu menghasilkan benih sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan ?

29.Apakah mampu menghasilkan benih sesuai dengan waktu yang dibutuhkan ?

30.Apakah mampu menghasilkan benih sesuai dengan mutu yang diinginkan ?

31.Apakah mampu menghasilkan benih sesuai dengan varietas yang diinginkan ?

Peneliti : Idaryani

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

yang ada di kolom sebelah kiri dengan elemen yang ada di sebelah puncak atau baris atas

2. Jawaban dari pertanyaan diberi nilai oleh responden berdasarkan tingkat

kepentingan dari elemen-elemen yang dibandingkan

3. Skala penilaian perbandingan berpasangan yang diberikan mempunyai nilai

antara 1 sampai 3 atau kebalikannya

Identitas kepentingan Definisi nilai

1 Jika indikator horizontal kurang

penting dari indikator vertikal

2 Jika indikator horizontal sama

penting dari indikator vertikal

3 Jika indikator horizontal lebih

Faktor Internal

A B C D E F G H Total Bobot

A Kondisi agroekosistem mendukung

B Kelompok tani/penangkar tersedia

C Umur petani/penangkar produktif dan berpengalaman

usahatani kedelai

D Tepat lokasi, harga, varietas, mutu fisiologis

E Mutu benih rendah

F Posisi tawar petani rendah

G Sinkronisasi waktu tanam dan jumlah kebutuhan benih

H Modal petani kurang

Total

Contoh pengisian :

• “Kondisi agroekosistem mendukung” (A) pada baris/horizontal kurang penting dari “kelompok tani/penangkar tersedia”

(B) pada kolom vertikal, maka nilainya = 1

• “Kondisi agroekosistem mendukung” (A) pada baris/horizontal sama pentingdengan “kelompok tani/penangkar tersedia”

(B) pada kolom vertikal, maka nilainya = 2

• “Kondisi agroeksosistem mendukung” (A) pada baris/horizontal lebih penting dari “kelompok tani/penangkar tersedia” (B)

Faktor eksternal A B C D E F G H Total Bobot

A Benih bermutu sangat dibutuhkan

B Adanya pengusaha/pedagang local

C Adanya BPSB

D Program swasembada kedelai

E Kenaikan harga saprodi F

Kerjasama dengan pengusaha/pedagang local belum terjalin

G Aturan BPSB

H Perubahan iklim

Total

Contoh pengisian :

• “Benih bermutu sangat dibutuhkan” (A) pada baris/horizontal kurang penting dari “kondisi agroekosistem” (B) pada kolom

vertikal, maka nilainya = 1

• “Benih bermutu sangat dibutuhkan” (A) pada baris/horizontal sama penting dengan “kondisi agroekosistem” (B) “, maka

nilainya = 2

• “Benih bermutu sangat dibutuhkan” (A) pada baris/horizontal lebih penting dari “kondisi agroekosistem” (B) pada kolom

7

1

1. Pemberian nilai peringkat menunjukkan tingkat faktor strategis sebagai kekuatan

atau kelemahan lembaga/sistem, dengan didasarkan keterangan sebagai berikut : Nilai 4, jika faktor strategis tersebut dinilai menjadi kekuatan utama

Nilai 3, jika faktor strategis tersebut dinilai menjadi kekuatan kecil Nilai 2, faktor strategis tersebut dinilai menjadi kelemahan kecil Nilai 1, faktor strategis tersebut dinilai menjadi kelemahan utama

2. Pengisian kolom penilaian rating menggunakan tanda check list (√)

Kekuatan / kelamahan 4 3 2 1 Kekuatan A. B. C. D. Kelemahan E. F. G. H.

3. Nilai akhir/penentuan rating berdasarkan banyaknya yang memilih nilai tersebut

(dominan nilai yang dipilih oleh responden)

Pemberian nilai rating terhadap faktor strategis eksternal (peluang dan ancaman) :

Petunjuk pengisian :

1. Pemberian nilai rating didasarkan pada kemampuan lembaga/sistem dalam

meraih peluang yang ada, dengan didasarkan pada keterangan sebagai berikut : Nilai 4, jika mempunyai kemampuan yang sangat baik dalam meraih peluang Nilai 3, jika mempunyai kemampuan yang baik dalam meraih peluang

2. Pengisian kolom penilaian rating menggunakan tanda check list (√) Peluang 4 3 2 1 A. B. C. D.

3. Nilai akhir/penentuan rating berdasarkan banyaknya yang memilih nilai tersebut

(dominan nilai yang dipilih oleh responden)

4. Pemberian nilai rating didasarkan pada besarnya ancaman yang dapat

mempengaruhi keberadaan lembaga/sistem, dengan didasarkan pada keterangan sebagai berikut :

Nilai 4, jika mempunyai faktor ancaman memberikan pengaruh yang sangat kuat terhadap lembaga/sistem

Nilai 3, jika mempunyai faktor ancaman memberikan pengaruh yang kuat terhadap lembaga/sistem

Nilai 2, jika mempunyai faktor ancaman memberikan pengaruh biasa terhadap lembaga/sistem

Nilai 1, jika mempunyai faktor ancaman tidak memberikan pengaruh terhadap lembaga/sistem Ancaman 4 3 2 1 E. F. G. H.

5. Nilai akhir/penentuan rating berdasarkan banyaknya yang memilih nilai tersebut

IDARYANI. The Study on Seed supply system of certified seed in South Sulawesi. Under direction of MEMEN SURAHMAN and TATIEK KARTIKA SUHARSI.

The objectives of this study are to : (1) obtain characteristics information of soybean farmer and breeders in South Sulawesi, (2) collect demand and supply information of qualified seeds in South Sulawesi as well as current seed supply systems, and (3) identify alternative supply system improvements for qualified seeds through Jabalsim. The research method is survey in four regencies in South Sulawesi, namely Takalar, Bone, Soppeng, and Wajo. Each regency consisted of five districts and each district consists of 10 respondents. Thus, the number of respondent for each district is 50 persons or totally 200 persons for the four regencies. The data consisted of primary and secondary data, and analyzed descriptively and SWOT analysis. The results of the research show that farmer/ seed breeder in the study site is still in productive age, having at least elementary education level, experienced in farming and soybean seed breeding and sufficiently farm size. Supply for Soybean seed has been fulfilled, namely 1198.60 tons. The production realization/availability of soybean seed was 1479.02 tones. Currently, seed supply system is formal and informal (Jabalsim). Policy implication from the proposed strategy are: (1) perform certification on seed obtained from seed supply system in Jabalsim until farm certification, in turn farmers can use qualified seeds on time, and (2) The next certification process at laboratory level remains implemented to meet legal aspects in the form of labeling, so that the result is certified seed.

Kedelai merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung dan kaya protein nabati yang diperlukan untuk meningkatkan gizi masyarakat, aman dikonsumsi, serta harganya relatif murah. Kebutuhan kedelai di Indonesia terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan untuk bahan baku industri pangan seperti tahu, tempe, kecap, susu kedelai, tauco dan snack.

Konsumsi kedelai saat ini 2,3 juta ton yang setara dengan 10,2 kg kedelai per

kapita per tahun atau 28 g kedelai per kapita per hari. Jumlah tersebut sekitar 50% dikonsumsi dalam bentuk tempe (7,7 kg tempe per kapita per tahun), 40% berupa tahudan 10% berupa produk berbasis kedelai lainnya (Nurusa 2007).

Kebutuhan nasional kedelai dewasa ini telah mencapai 2,3 juta ton/tahun, sementara produksi dalam negeri baru mampu memenuhi kebutuhan 35-40%, sehingga kekurangannya dipenuhi dari impor. Naiknya harga kedelai di pasar dunia akhir-akhir ini berdampak terhadap kenaikan harga kedelai di dalam negeri, dari Rp. 3.500 per kg pada tahun 2007 menjadi Rp 7.500 per kg di awal tahun 2008. Hal ini disebabkan oleh persaingan penggunaan kedelai untuk pangan versus non pangan bio fuel, biomedicine, kosmetik, dan pakan.

Potensi lahan untuk pengembangan tanaman kedelai tersebar di seluruh pulau di Indonesia yaitu seluas 17 juta hektar (Nurusa 2007). Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah sentra pengembangan kedelai di Indonesia. Potensi lahan untuk pengembangan kedelai di Sulawesi Selatan mencapai 33.095 ha (BPS 2010). Sementara itu, produktivitas kedelai baru mencapai rata-rata 1,6 t/ha (DISTAN 2010), padahal potensi varietas unggul kedelai yang telah dihasilkan dapat mencapai lebih dari 2 t/ha (BADAN LITBANG 2007).

Salah satu penyebab terjadinya kesenjangan antara produksi yang dicapai oleh petani dan produksi yang dicapai oleh Badan Litbang Pertanian adalah pengaruh varietas unggul dan terbatasnya penggunaan benih bermutu di tingkat petani. Penggunaan benih bermutu merupakan kunci sukses pertama dalam usahatani termasuk usahatani kedelai. Benih yang baik dan bermutu tinggi memberi jaminan keragaan pertanaman dan hasil panen yang tinggi.

Kebijakan pemerintah untuk memacu penggunaan benih bermutu di tingkat petani adalah melalui bantuan langsung benih unggul (BLBU) dan pengembangan unit pengelolaan benih sumber di tingkat Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Kebijakan BLBU tersebut belum mencapai sasaran secara optimal, karena dalam implementasinya masih terdapat kendala non teknis yang perlu diatasi yaitu belum terbentuknya sistem perbenihan yang efektif dan efisien.

Upaya untuk mendukung pengembangan benih bermutu di Sulawesi Selatan, diperluka n berbagai cara, baik yang bersifat teknis maupun kelembagaan agar terbentuk suatu sistem penyediaan benih yang berwawasan agribisnis dan berkelanjutan. Petani diharapkan memiliki akses yang lebih luas dalam memperoleh benih bermutu untuk kepentingan usahataninya dengan harga terjangkau, tepat waktu, dan dalam jumlah yang cukup (Muhammad et al. 2010).

Akses yang luas tersebut dapat tercapai dengan membangun sistem penyediaan benih kedelai bermutu dengan memperhatikan peta pola kebutuhan serta ketersediaan benih pada setiap wilayah berdasarkan kondisi agroklimat. Hingga saat ini, sebagian besar petani kedelai di Sulawesi Selatan menggunakan benih hasil panen musim sebelumnya. Hasil panennya sendiri atau membeli benih dari pedagang benih kedelai yang mendapatkan kedelai dari hasil panen di wilayah lain dari musim panen sebelumnya pada pola jalinan arus benih antar lapang dan musim (Jabalsim). Sistem penyediaan benih sistem Jabalsim masih memiliki beberapa kekurangan walaupun dominan dilakukan di daerah ini. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai sistem penyediaan benih kedelai bermutu di Sulawesi Selatan.

Penggunaan benih bermutu di tingkat petani saat ini masih kurang dari 50%. Penyebab rendahnya tingkat penggunaan benih tersebut diantaranya adalah harga benih bermutu/bersertifikat masih dianggap lebih mahal dibanding benih biasa (tidak bersertifikat) dan benih tidak tersedia pada saat dibutuhkan. Sistem penyediaan benih yang ada sekarang belum berjalan secara optimal, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan petani akan benih bermutu/bersertifikat.

Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sehubungan dengan sistem penyediaan benih di Sulawesi Selatan, sebagai berikut

1. Bagaimana karakteristik petani/penangkar benih kedelai di Sulawesi Selatan 2. Berapa kebutuhan dan ketersediaan benih bermutu di Sulawesi Selatan dan

bagaiman sistem penyediaan benih kedelai bermutu yang ada sekarang

3. Bagaimana alternatif perbaikan sistem penyediaan benih bermutu kedelai melalui Jabalsim di Sulawesi Selatan

Kajian sistem penyediaan benih kedelai di Sulawesi Selatan penting dilakukan, agar petani dapat memperoleh benih kedelai bermutu pada saat dibutuhkan. Sistem penyediaan benih kedelai yang ada sekarang terdiri dari sistem penyediaan benih secara formal yang dilakukan oleh PT. Pertani dan PT. Sang Hyang Seri (SHS) dan sistem penyediaan benih secara informal yaitu melalui jalinan arus benih antar lapang dan antar musim (Jabalsim).

Kinerja dari kedua sistem penyediaan benih tersebut belum dapat memenuhi kebutuhan petani akan benih kedelai bermutu, hal ini ditunjukkan oleh rendahnya penggunaan benih bersertifikat oleh petani. Benih yang dihasilkan melalui sistem penyediaan benih secara formal varietasnya belum sesuai yang diinginkan petani, harga benih lebih mahal, benih tidak tersedia pada saat dibutuhkan petani, dan memiliki mutu fisiologis yang rendah. Sistem penyediaan benih melalui Jabalsim lebih dominan dilakukan pada saat ini karena selain kondisi agroklimat Sulawesi Selatan yang sesuai untuk pola penyediaan benih secara Jabalsim, juga karena dengan cara ini petani lebih mudah memperoleh benih sesuai yang diinginkannya. Namun demikian benih yang dihasilkan dari sistem penyediaan benih secara Jabalsim memiliki mutu genetis yang rendah.

Berdasarkan hal tersebut maka untuk mengatasi permasalahan-permasalahan dari kedua sistem penyediaan benih kedelai yang ada sekarang diperlukan alternatif perbaikan dari kedua sistem tersebut. Upaya untuk menentukan strategi dan kebijakan sebagai alternatif perbaikan sistem penyediaan benih kedelai dilakukan dengan menggunakan analisis strength, weakness, opportunity, dan threat (SWOT). Analisis SWOT dilakukan untuk mengidentifikasi peluang, ancaman, kekuatan, dan kelemahan suatu lembaga/sistem, sehingga dapat diperoleh suatu strategi yang efektif yang akan memaksimalkan kekuatan dan peluang serta meminimalkan kelemahan dan ancaman yang dimiliki oleh lembaga/sistem tersebut.

Berdasarkan strategi yang diperoleh dari hasil analisis SWOT akan diperoleh sistem penyediaan benih kedelai yang termodifikasi secara formal dan secara informal (Jabalsim), sehingga sistem penyediaan benih tersebut dapat dijadikan sebagai acuan dalam menentukan sistem penyediaan benih kedelai bermutu yang ideal di Sulawesi Selatan dengan sasaran enam tepat. Dengan demikian maka produksi kedelai yang ditargetkan dapat dicapai. Lebih jelasnya ditunjukkan pada bagan alir penelitian yang disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Bagan alir penelitian

Penyediaan benih formal

melalui PT. SHS dan PT.

Pertani

Penyediaan benih informal melalui Jabalsim Kondisi

agroklimat

Karakteristik responden Masalah : harga, waktu,

varietas, dan mutu fisiologis

Masalah : mutu genetis

Diperlukan sistem penyediaan benih yang dapat mengatasi masalah : harga, waktu, varietas, dan mutu genetis

SWOT

Sistem penyediaan benih modifikasi secara Jabalsim dan secara Formal

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mendapatkan informasi tentang karakteristik petani/penangkar benih kedelai di Sulawesi Selatan

2. Mendapatkan informasi kebutuhan dan ketersediaan benih bersertifikat di Sulawesi Selatan dan sistem penyediaan benih kedelai yang ada sekarang 3. Mengetahui alternatif perbaikan sistem penyediaan benih kedelai di Sulawesi

Tanaman kedelai merupakan salah satu komoditas pangan penghasil protein nabati yang sudah dikenal oleh masyarakat. Sejalan dengan perkembangan tanaman kedelai, maka industri pangan berbahan baku kedelai akan terus berkembang. Kebutuhan akan protein hewani telah mendorong berkembangnya industri peternakan, sehingga memacu pertumbuhan industri pakan ternak. Komponen terpenting kedua dari pakan konsentrat setelah jagung adalah bungkil kedelai (Tangendjaja et al. 2003). Berdasarkan kondisi tersebut, maka perkembangan industri pangan berbahan baku kedelai dan industri pakan ternak di Indonesia telah menyebabkan permintaan kedelai akan terus meningkat dari waktu ke waktu.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan pada tahun 2004, memperkirakan bahwa konsumsi kedelai adalah sekitar 1,8 juta ton dan bungkil kedelai sekitar 1,1 juta ton. Hal ini diperkuat oleh data statistik dari Food Association Organisation (FAO) dan Badan Pusat Statistik (BPS), bahwa konsumsi kedelai pada tahun 2004 sebesar 1,84 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri baru mencapai 0,72 ton. Kekurangannya diimpor terutama dari negara Amerika sebesar 1,2 juta ton atau sekitar 61% dari total kebutuhan (Sejati et al. 2009).

Periode 1970-1992 produksi kedelai nasional masih tumbuh meyakinkan yaitu dari sekitar 0,50 juta ton pada tahun 1970 menjadi sekitar 0,65 juta ton pada tahun 1980 dan pada tahun 1990 meningkat lagi menjadi 1,49 juta ton serta mencapai puncaknya pada tahun 1992 yaitu 1,53 juta ton. Tingginya tingkat pertumbuhan ini sebagian lagi karena perkembangan teknologi budidaya kedelai. Periode 1970-1992, dimana pada tahun 1970 areal panen sekitar 0,69 juta hektar, meningkat menjadi 1,33 juta hektar pada tahun 1990 dan mencapai puncaknya pada tahun 1992 yaitu 1,66 juta hektar. Produktivitas kedelaipun secara perlahan menunjukkan peningkatan, yaitu dari 0,72 ton per hektar pada tahun 1970 menjadi 1,11 ton per hektar pada tahun 1990. Tahun 2000 meningkat lagi menjadi 1,23 ton per hektar dan menjadi sekitar 1,28 ton per hektar pada tahun 2004. Produktivitas kedelai meningkat rata-rata 1,70% per tahun selama periode

1970-2004, sehingga terjadinya peningkatan produktiviats kedelai merupakan cerminan adanya kemajuan dalam penerapan teknologi budidaya kedelai. Pertumbuhan produktivitas masih jauh di bawah laju penurunan areal panen, sehingga produksi kedelai menurun dengan tajam (Sejati et al. 2009)

Berdasarkan data Ditjentan (2004), kendala yang menyebabkan terus menurunnya areal panen kedelai antara lain adalah : (1) produktivitas yang relatif masih rendah, sehingga kurang menguntungkan dibandingkan komoditas pesaing lainnya, (2) belum berkembangnya industri perbenihan, (3) keterampilan petani yang masih rendah, (4) rentan gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT), (5) belum berkembangnya pola kemitraan, karena sektor swasta belum tertarik untuk melakukan agribisnis kedelai, dan (6) kebijakan perdagangan bebas (bebas tarif impor), sehingga harga kedelai impor lebih murah dibanding kedelai dalam negeri. Kendala tersebut menyebabkan banyak petani yang beralih dari kedelai ke tanaman lain, seperti jagung hibrida yang lebih menguntungkan.

Seiring dengan rencana pembangunan pertanian jangka menengah, Kementerian Pertanian menyatakan bahwa sasaran pengembangan kedelai adalah meningkatkan produksi nasional dengan pertumbuhan sebesar 7% per tahun. Pencapaian sasaran tersebut maka diperlukan upaya keras dan konsisten melalui berbagai strategi, terutama peningkatan areal panen, produktivitas dan mutu, kebijakan pengadaan sarana produksi, dan pemasaran (Sejati et al. 2009).

Perluasan areal panen dapat ditempuh melalui berbagai strategi, antara lain : perluasan areal tanam. Produktivitas dapat ditingkatkan melalui introduksi teknologi inovatif. Salah satu komponen teknologi yang paling mudah dan cepat menyebar adalah penggunaan varietas unggul baru (VUB) seperti varietas Grobogan, Baluran, dan varietas-varietas unggul lainnya yang berdaya hasil tinggi. Varietas unggul kedelai tersebut merupakan komponen teknologi yang penting diterapkan untuk meningkatkan produktivitas, karena mempunyai potensi hasil rata-rata 2,5 ton per hektar. Masalah pada saat ini baru 10% petani yang menggunakan benih bermutu dari varietas unggul tersebut (DITJENTAN 2004), sedangkan menurut data Litbang Pertanian penggunaan benih bermutu dari varietas unggul kedelai secara nasional masih dibawah 15% (BADAN LITBANG 2010).

Benih Bermutu

Benih bermutu merupakan syarat utama dalam mendukung keberhasilan usahatani kedelai. Menurut Sadjad (1993) mutu benih meliputi mutu fisik, fisiologis, dan mutu genetik. Mutu fisik meliputi : (1) kebersihan benih dari kotoran fisik dan campuran biji-biji pecah atau biji tanaman lain, (2) penampilan benih (ukuran benih) dan warna kulit benih. Mutu fisiologis dilihat dari kemampuan benih untuk tumbuh normal dalam kondisi yang serba normal pula. Sedangkan mutu genetik yaitu benih yang jelas dan benar identitas genetiknya, serta tidak terdapat campuran varietas lain.

Secara spesifik, penggunaan benih bermutu tinggi berdampak pada pertumbuhan tanaman yang baik dan hasil panen yang tinggi. Syarat benih bermutu adalah : (1) murni dan diketahui nama varietasnya; (2) daya tumbuh tinggi (minimal 80%) dan vigornya baik; (3) biji sehat, bernas, tidak keriput, dipanen pada saat biji telah matang; (4) dipanen dari tanaman yang sehat, tidak terinfeksi penyakit (cendawan, bakteri, dan virus); dan (5) benih tidak tercampur biji tanaman lain atau biji rerumputan (Wirawan & Wahyuni 2002).

Benih dianggap bermutu tinggi jika memiliki daya tumbuh (daya berkecambah) ≥80 % (bergantung pada jenis dan kelas benih) dan nilai kadar air di bawah 13 % (bergantung pada jenis benih). Pengendalian mutu dalam industri benih memiliki tiga aspek penting yaitu :

1. Penetapan standar minimum mutu benih yang dapat diterima

2. Perumusan dan implementasi sistem dan prosedur untuk mencapai dan mempertahankan standar mutu yang telah ditetapkan.

3. Pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi sebab-sebab terjadinya masalah dalam mutu dan cara mengatasinya.

Benih berdasarkan kelas adalah sebagai berikut :

1. Benih penjenis, BS (Breeder Seed) yaitu benih yang diproduksi dan diawasi oleh pemulia tanaman dan atau instansi yang menanganinya, sebagai sumber untuk perbanyakan benih dasar

2. Benih dasar, BD (Foundation Seed) yaitu benih yang diproduksi dan diawasi secara ketat oleh BBI dan instansi lainnya yang telah mendapat isin untuk

mengolah benih BD (UPBS lingkup badan litbang pertanian) sehingga kemurniannya tetap terjaga

3. Benih pokok, BP (Stock Seed) yaitu benih yang diproduksi oleh Balai Benih atau pihak swasta yang terdaftar

4. Benih sebar, BR (Extension Seed) yaitu benih yang diproduksi oleh Balai