• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alternatif Perbaikan Sistem Penyediaan Benih Kedelai melalui Jabalsim di Sulawesi Selatan

Masalah yang teridentifikasi dianalisis dengan SWOT yang terdiri atas faktor internal (strength dan weakness) dan faktor eksternal (opportunity dan threat). Berdasarkan hasil analisis dapat ditentukan prioritas dari masing-masing faktor dalam kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity), dan ancaman (threat) yang dihadapi dalam merencanakan alternatif perbaikan sistem penyediaan benih melalui Jabalsim.

Analisis Faktor Penentu Internal

Kekuatan dan kelemahan pada sistem penyediaan benih kedelai bermutu secara Jabalsim di Sulawesi Selatan, disajikan pada Tabel 21. Berdasarkan Tabel 21 menunjukkan jumlah nilai kekuatan yang diperoleh sebesar 1,57 dan jumlah nilai kelemahan sebesar 0,81. Sehingga total nilai untuk faktor internal (kekuatan dan kelemahan) adalah 0,76.

Hasil analisis faktor internal-kekuatan pada Tabel 21, terdapat empat kekuatan yang dimiliki berdasarkan urutan skor terbesar, yaitu :

1. Tepat lokasi, harga, varietas, dan mutu fisiologis (0,56). Penyediaan benih secara Jabalsim memiliki kelebihan yaitu petani sebagai pengguna dapat memperoleh benih dengan harga terjangkau, varietas yang diinginkan, dan mutu fisiologis yang terjamin karena merupakan benih yang baru dipanen. Hal tersebut dianggap merupakan kekuatan yang paling besar pada unsur kekuatan.

Tabel 21 Faktor-faktor strategis internal sistem Jabalsim

Faktor Strategi Internal Bobot Rating Skor Kekuatan (S)

1. Kondisi agroekosistem mendukung 0,11 3 0,33

2. Umur petani/penangkar produktif dan

berpengalaman dalam usahatani/menangkar kedelai

0,08 3 0,24

3. Penangkar benih tersedia 0,11 4 0,44

4. Tepat lokasi, harga, varietas, dan mutu fisiologis

0,14 4 0,56

Total Kekuatan 1.57

Kelemahan (W)

1. Mutu genetis rendah 0,19 1 0,26

2. Posisi tawar petani kurang 0,12 1 0,24

3. Sinkronisasi waktu tanam dan jumlah kebutuhan benih

0,12 2 0,12

4. Modal petani kurang 0,13 2 0,19

Total Kelemahan 0,81

Nilai Posisi Internal 0,76

Berdasarkan Tabel 21 menunjukkan jumlah nilai kekuatan yang diperoleh sebesar 1,57 dan jumlah nilai kelemahan sebesar 0,81. Sehingga total nilai untuk faktor internal (kekuatan dan kelemahan) adalah 0,76.

Hasil analisis faktor internal-kekuatan pada Tabel 21, terdapat empat kekuatan yang dimiliki berdasarkan urutan skor terbesar, yaitu :

2. Kelompok petani/penangkar tersedia (0,44). Jumlah petani/penangkar untuk kegiatan produksi benih cukup tersedia hampir di setiap daerah sentra pengembangan kedelai.

3. Kondisi agroekosistem mendukung (0,33). Kondisi agroekosistem yang berbeda menyebabkan pola tanam yang berbeda, maka penyediaan benih bermutu antara satu wilayah dengan wilayah lainnya dapat terpenuhi.

4. Umur petani/penangkar produktif dan berpengalaman dalam usahatani/menangkar benih kedelai (0,24). SDM khususnya petani kedelai di empat lokasi kajian sudah memadai, terutama umur yang masih berada pada usia produktif dan pengalaman usahatani. Sebanyak 75% responden berada pada usia produktif dan yang memiliki pengalaman usahatani 5-10 tahun.

Selain itu juga terdapat empat kelemahan yang dimiliki berdasarkan urutan skor terbesar, yaitu :

1. Mutu genetis rendah (0,26). Petani belum sepenuhnya melaksanakan roguing (pembuangan tanaman yang rusak, berbeda/offtype, serta berpenyakit). Sebanyak 75% penangkar belum melakukan rouging secara optimal. Akibatnya hasil panen benih tidak seragam, terdapat capuran varietas lain, benih berpenyakit sehingga mutu genetis benih menjadi tidak/kurang memuaskan 2. Posisi tawar petani/penangkar rendah (0,24). Harga benih ditentukan oleh

pedagang, sehingga kadang-kadang menyebabkan petani/penangkar tidak mendapatkan keuntungan.

3. Modal petani/penangkar kurang (0,19). Petani belum memiliki kemampuan untuk mengakses sumber permodalan/lembaga keuangan formal, diantaranya diakibatkan oleh tidak mudahnya prosedur pengajuan kredit dan ketiadaan agunan yang disyaratkan sehingga petani lebih memilih rentenir yang menyediakan pinjaman modal dengan cepat walau dengan tingkat bunga yang lebih tinggi dibanding lembaga keuangan formal.

4. Sinkronisasi waktu tanam dan jumlah kebutuhan benih (0,12). Sinkronisasi waktu tanam dan jumlah kebutuhan benih yang tidak tepat mengakibatkan adanya saat dimana benih kosong, sehingga petani terpaksa menggunakan hasil panen yang telah disimpan.

Analisis Faktor Penentu Eksternal

Analisis eksternal adalah suatu proses yang dilakukan oleh perencana strategik untuk memantau faktor lingkungan dalam menentukan peluang dan ancaman yang ada. Faktor strategis eksternal meliputi peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Faktor strategis eksternal disajikan pada Tabel 22.

Berdasarkan Tabel 22 menunjukkan nilai peluang yang diperoleh sebesar 1,70 dan nilai ancaman yang diperoleh adalah 1,19 sehingga total nilai untuk faktor eksternal adalah 0,51. Berdasarkan hal tersebut maka peluang yang dimiliki lebih besar dibandingkan ancaman yang dihadapi.

Tabel 22 Faktor-faktor strategis eksternal sistem Jabalsim

Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating Skor Peluang (O)

Adanya pengusaha/pedagang local 0,14 4 0,51

Adanya BPSB 0,11 3 0,30

Program swasembada kedelai 0,17 3 0,33

Benih masih dibutuhkan 0,10 3 0,56

Total Peluang 1,70

Ancaman (T)

Kenaikan harga saprodi 0,12 3 0,28

Kerjasama dengan pengusaha/pedagang lokal belum terjalin

0,14 2 0,26

Aturan BPSB 0,11 3 0,33

Perubahan iklim 0,11 2 0,22

Total Ancaman 1,19

Nilai Posisi Eksternal 0,51

Hasil analisis faktor eksternal dari segi peluang dan ancaman seperti yang disajikan pada Tabel 22, terdapat masing-masing empat peluang dan ancaman yang dimiliki berdasarkan skor tertinggi, yaitu :

1. Benih bermutu masih dibutuhkan (0,56). Benih merupakan sarana produksi utama dalam produksi pertanian, sehingga keberadaannya merupakan prasyarat proses produksi pertanian. Penggunaan benih bermutu merupakan dambaan pengguna benih karena penggunaan benih bermutu merupakan awal dari dihasilkannya produk pertanian baik sebagai pensuplai bahan pangan maupun bahan baku untuk sektor industri. Sebanyak 60% petani responden menganggap bahwa dengan menggunakan benih bermutu akan meningkatkan produksi kedelai. Dengan demikian maka benih bermutu sangat dibutuhkan oleh petani.

2. Adanya pengusaha/pedegang lokal (0,51). Adanya pengusaha/pedagang lokal menyebabkan pasar benih yang diproduksi terjamin, karena benih yang dihasilkan dibeli langsung oleh pedagang kemudian didistribusikan ke wilayah lain. Hal ini dianggap merupakan peluang terbesar yang dmiliki.

3. Program swasembada kedelai (0,33). Adanya program swasembada kedelai oleh pemerintah mengakibatkan komoditas kedelai tetap akan selalu diusahakan

4. Adanya BPSB (0,30). Dengan adanya BPSB maka benih yang dihasilkan petani/penangkar melalui Jabalsim dapat disertifikasi dibawah bimbingan dari analis BPSB

Ancaman dari sistem penyediaan secara Jabalsim sebagai berikut :

1. Aturan BPSB (0,33). Aturan/birokrasi yang panjang untuk sertifikasi benih merupakan salah satu kendala dalam sistem penyediaan benih melalui Jabalsim.

2. Kenaikan harga saprodi (0,28). Kenaikan harga saprodi menyebabkan petani tidak dapat membeli saprodi yang semakin tidak terjangkau sehingga petani tidak menggunakan sarana tersebut, terutama pemupukan. Sebanyak 76% (152 responden) yang tidak menggunakan pupuk dengan alasan harga pupuk mahal dan sebanyak 84,5% (169 responden) tidak menggunakan obat-obatan dengan alasan yang sama. Hal ini dianggap merupakan ancaman terbesar pada sistem penyediaan benih

3. Kerjasama dengan pengusaha/pedagang lokal belum terjalin (0,26). Kerjasama dengan pengusaha/pedagang lokal perlu dilakukan agar harga tidak hanya ditentukan oleh pedagang tapi bersama dengan petani/penangkar, sehingga kedua pihak saling menguntungkan.

4. Perubahan iklim (0,22). Perubahan iklim global adalah terjadinya gangguan terhadap siklus hidrologi dalam bentuk perubahan pola dan intensitas curah hujan, kenaikan permukaan laut, peningkatan frekuensi dan intensitas bencana alam yang dapat menyebabkan terjadinya banjir dan kekeringan. Bagi sektor pertanian, dampak lanjutan dari perubahan iklim adalah bergesernya pola dan kalender tanam, perubahan keanekaragaman hayati, serangan hama dan penyakit serta pada akhirnya adalah penurunan hasil.

Berdasarkan hasil evaluasi faktor internal dan eksternal dapat diketahui bahwa strategi yang paling baik untuk sistem penyediaan benih kedelai Jabalsim di Sulawesi Selatan berada pada strategi agresif karena berada pada kuadran I, dimana nilai posisi internal (total nilai kekuatan-kelemahan) adalah 0,76 dan nilai eksternal (total nilai peluang-ancaman) adalah 0,51. Hasil penelitian Ishaq (2010) menunjukkan bahwa strategi agresif yang digunakan untuk pengembangan perbenihan padi di Jawa Barat dilakukan dengan strategi yang sifatnya

menggunakan kekuatan faktor-faktor perbenihan padi di tingkat kelompok-kelompok penangkar di Jawa Barat untuk memanfaatkan peluang yang berasal dari luar.

Berdasarkan faktor Internal/Eksternal Factor Analysis Summary (IFAS dan EFAS) yang berhasil dibangun menghasilkan matriks SWOT dan kemudian dapat disusun strategi penyelesaian masalah dari masing-masing komponen SWOT. Strategi tersebut dihasilkan dari perbandingan nilai kuantitatif pembobotan antara kekuatan dengan peluang (SO), kelemahan dengan peluang (WO), kekuatan dengan ancaman (ST), dan kelemahan dengan ancaman (WT). Hasil matriks SWOT yang dibangun disajikan pada Gambar 6.

Gambar 5 Posisi sistem penyediaan benih kedelai secara Jabalsim di Sulawesi Selatan

Berdasarkan hasil matriks SWOT maka matriks strategis interaksi antara faktor internal dan faktor eksternal diperoleh empat jenis alternatif strategi dan dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Strategi SO

Menggunakan sejumlah kekuatan terbesar yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang seluas-luasnya, yakni : (1) menjalin kerjasama dengan pengusaha/pedagang lokal yang saling menguntungkan, (2) meningkatkan

Berbagai peluang Kelemahan internal Berbagai ancaman Kekuatan internal Kuadran I Kuadran IV Kuadran III Kuadran II Posisi Sistem (0,76:0,51)

keterampilan penangkar untuk menghasilkan benih bermutu dalam rangka meningkatkan produksi kedelai, dan (3) menghasilkan benih kedelai bermutu melalui kerjasama dengan BPSB. Strategi ini biasa disebut strategi agresif. b. Strategi ST

Suatu strategi dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk menghindari atau mengatasi ancaman, yaitu : (1) penerapan teknologi

produksi benih hemat imput kimiawi dan insektisida hayati, dan (2) penyesuaian pola tanam dan penerapan teknologi adaptif dalam upaya

mengatasi dampak negatif perubahan iklim. Strategi ini disebut strategi diversifikasi.

c. Strategi WO

Strategi untuk mengatasi kelemahan dengan cara memanfaatkan peluang dan meminimalkan kelemahan yakni : (1) menghasilkan benih bermutu berdasarkan kondisi agroekosistem sehingga sesuai dengan waktu tanam dan sesuai kebutuhan, (2) melakukan produksi benih di bawah pembinaan BPSB, dan (3) melakukan kerjasama dengan pengusaha/pedagang lokal terutama dalam hal permodalan. Strategi ini biasa disebut strategi diversifikatif.

d. Strategi WT

Strategi meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman yaitu : (1) membangun jaringan informasi pasar agar benih yang dihasilkan dapat

dipasarkan dengan harga yang menguntungkan kedua belah pihak, serta (2) memproduksi benih yang lulus lapang sehingga mutu benih terjamin.

Strategi ini disebut strategi devensif/survival.

Berdasarkan strategi yang telah diperoleh maka kebijakan yang dapat dirumuskan adalah menghasilkan benih tepat lokasi, waktu, varietas, dan mutu genetis maupun fisiologis dengan harga yang terjangkau, yaitu melakukan sertifikasi terhadap benih yang dihasilkan melalui sistem Jabalsim. Agar benih dapat digunakan pada saat dibutuhkan maka, benih yang dihasilkan oleh petani disertifikasi sampai mendapatkan keterangan lulus lapang dahulu. Selanjutnya proses sertifikasi tetap dilaksanakan pada tingkat laboratorium untuk memenuhi aspek legalitas benih yang dihasilkan dalam bentuk pelabelan, sehingga benih yang dihasilkan oleh penangkar merupakan benih bersertifikat/berlabel.

STRENGTHS (S) •Kondisi agroekosistem mendukung •Penangkar benih tersedia •Umur petani/penangkar produktif dan berpengalaman dalam usahatani/menangkar kedelai

•Tepat lokasi, harga, varietas, dan waktu

WEAKNESSES (W) Mutu genetis rendah Posisi tawar petani rendah Sinkronisasi waktu tanam

dan jumlah kebutuhan benih Modal petani kurang

OPPORTUNITIES (O) Adanya pengusaha / pedagang

lokal

Adanya BPSB

Program swasembada kedelai Benih bermutu masih

dibutuhkan

Strategi SO

1. Menjalin kerjasama dengan pengusaha/pedagang lokal yang saling

menguntungkan 2. Meningkatkan

keterampilan penangkar untuk menghasilkan benih bermutu dalam rangka meningkatkan produksi kedelai

3. Menghasilkan benih kedelai bermutu melalui kerjasama dengan BPSB

Strategi WO 1. Produksi benih

berdasarkan kondisi agroekosistem sehingga sesuai dengan waktu tanam dan sesuai kebutuhan 2. Melakukan produksi benih

di bawah pembinaan BPSB 3. Melakukan kerjasama

dengan

pengusaha/pedagang lokal terutama dalam hal permodalan THREATHS (T)

Kenaikan harga saprodi Kerjasama dengan pengusaha/pedagang lokal belum terjalin Adanya aturan BPSB Perubahan iklim Strategi ST 1. Penerapan teknologi produksi benih hemat imput kimiawi dan insektisida hayati 2. Penyesuaian pola tanam

dan penerapan teknologi adaptif dalam upaya mengatasi dampak negatif perubahan iklim

Strategi WT

1. Membangun jaringan informasi pasar dengan pengusaha/pedagang lokal agar benih yang dihasilkan dapat dipasarkan dengan harga yang menguntungkan kedua belah pihak

2. Memproduksi benih yang lulus lapang sehingga mutu benih terjamin

Gambar 6 Matriks SWOT dalam sistem penyediaan benih bermutu secara Jabalsim

IFAS

Kesimpulan

1. Petani/penangkar benih kedelai di lokasi kajian umumnya berada pada usia produktif, tingkat pendidikan minimal tamat SD, mempunyai pengalaman usahatani/menangkar benih kedelai yang cukup berpengalaman, serta tingkat penguasaan lahan untuk pertanaman kedelai pada umumnya 0,5-1,0 ha. 2. Sistem penyediaan benih yang ada sekarang adalah sistem formal dan

informal (Jabalsim), dan dominan yang dilakukan adalah sistem Jabalsim, karena pada sistem ini benih mudah diperoleh dengan harga yang terjangkau, namun mutu benih tidak terjamin terutama mutu genetis karena tingginya campuran varietas lain sehingga perlu dilakukan roguing dan isolasi yang lebih optimal

3. Berdasarkan analisis SWOT strategi utama yang paling mendukung adalah interaksi antara faktor-faktor kekuatan dengan faktor-faktor peluang yakni Strategi Agresif, yaitu :

a. menjalin kerjasama dengan pengusaha/pedagang lokal yang saling menguntungkan,

b. meningkatkan keterampilan penangkar untuk menghasilkan benih bermutu dalam rangka meningkatkan produksi kedelai, dan

c. menghasilkan benih kedelai bermutu melalui kerjasama dengan BPSB 4. Rumusan kebijakan dari strategi yang diperoleh sebagai alternatif perbaikan

sistem penyediaan benih kedelai di Sulawesi Selatan yaitu :

a. Melakukan sertifikasi benih yang dihasilkan melalui sistem Jabalsim sampai pada tingkat keterangan lulus lapang dahulu, sehingga benih tersebut dapat digunakan petani pada saat dibutuhkan

b. Proses sertifikasi selanjutnya pada tingkat laboratorium tetap dilaksanakan untuk memenuhi aspek legalitas benih yang dihasilkan dalam bentuk pelabelan, sehingga benih yang dihasilkan adalah benih bersertifikat/berlabel

Saran

1. Sosialisasi penggunaan benih kedelai bermutu di tingkat petani masih sangat dilperlukan

2. Alternatif perbaikan sistem penyediaan benih melalui Jabalsim yang dihasilkan perlu mendapat perhatian berupa dorongan dan fasilitas dalam rangka meraih peluang sebesarnya bagi penyediaan benih bermutu di Sulawesi Selatan

Peneliti : Idaryani

SEKOLAH PASCASARJANA