• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Penyediaan Benih yang Ada Sekarang

Sistim penyediaan benih yang ada sekarang di Sulawesi Selatan terdiri dari sistim penyediaan benih secara formal dan informal (Jabalsim).

Sistem Penyediaan Benih secara Formal

Sistim penyediaan benih secara formal adalah sistem penyediaan benih yang dilakukan menurut peratuaran yang ada atau dengan mengikuti prosedur sertifikat benih (Sulaeman et al. 1998). Sistim penyediaan ini dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terdiri dari PT. SHS dan PT. Pertani, dinas, dan swasta, untuk memenuhi kebutuhan benih terutama apabila ada program

perbenihan seperti bantuan langsung benih unggul (BLBU) dan sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu (SLPTT) kedelai.

PT. SHS/PT. Pertani mengumpulkan calon benih kedelai yang diproduksi kelompok tani, selanjutnya mengolah menjadi benih, kemudian mengirim ke BPSB untuk disertifikasi. PT. SHS dan PT. Pertani melakukan pembelian di daerah-daerah sentra produksi benih (SPB) yang sedang melakukan panen kedelai, berdasarkan informasi dari BPSB, yang selanjutnya diolah untuk dihasilkan benih kedelai, dan kemudian didistribusi ke petani. Sistem penyediaan benih kedelai bersertifikat secara formal disajikan pada Gambar 3.

Sulaeman et al. 1998 menyatakan bahwa kelebihan dari sistem penyediaan benih kedelai secara formal adalah benih yang dihasilkan telah melalui proses sertifikasi, sehingga mutu benih tersebut tidak diragukan lagi. Sedangkan kekurangan dari sistem penyediaan benih secara formal adalah : (1) harga benih lebih tinggi dibanding benih yang dihasilkan melalui sistem informal (Jabalsim), (2) varietas yang dihasilkan tidak sesuai dengan preferensi/permintaan petani, (3) benih yang dihasilkan tidak tepat waktu karena birokrasi sertifikasi yang panjang, sehingga benih sudah dibutuhkan tapi belum bisa didistribusi ke pengguna, serta (4) mutu fisiologis yang kurang karena daya simpan benih kedelai yang relatif tidak lama.

Gambar 3 Sistem penyediaan benih kedelai secara formal di Sulawesi Selatan Sentra Produksi Benih

(SPB) PT. Pertani / PT. SHS BPSB Petani Calon benih Benih bersertifika t

Sistem formal perbenihan kedelai tidak dapat berkembang karena beberapa faktor, yaitu (1) persepsi petani yang tidak melihat perbedaan yang nyata antara produktivitas benih formal berlabel dan produktivitas benih opkup, dan (2) resiko pertanaman kedelai relatif tinggi, harga benih berlabel lebih tinggi dari harga benih opkup. Perbedaan ini cukup berarti bagi petani karena terbatasnya modal kerja kebanyakan petani kedelai (Sulaeman et al. 1998).

Sistem Penyediaan Benih secara Informal (Jabalsim)

Sistim penyediaan benih secara informal adalah sistem penyediaan benih yang sama sekali tidak melalui proses sertifikasi benih dan menggunakan sistem opkup dan pembelian atau penyisihan sebagian hasil panen petani untuk digunakan sendiri sebagai benih, benih yang diperdagangkan di tingkat lokal, ataupun pertukaran benih antara sesama petani yang biasanya terkait dalam sistem Jabalsim. Petani pengumpul dalam sistim opkup membeli produksi kedelai dari petani yang kemudian secara sederhana dikeringkan dan diproses untuk dijadikan benih. Benih ini dijual langsung kepada petani atau ke toko/kios atau pedagang (Sulaeman et al.1998).

Penyediaan benih kedelai dengan sistim Jabalsim merupakan cara penyediaan benih yang dominan berjalan selama ini. Menurut Harnowo et al. (2007) Jabalsim merupakan suatu sistem penyediaan dan penyaluran benih kedelai yang berlangsung secara tradisional dan merupakan suatu proses mengalirnya benih antardaerah atau jalinan dinamis berdasarkan azas saling keterkaitan dan ketergantungan, sehingga merupakan suatu sistem yang dapat memenuhi kebutuhan benih di suatu daerah.

Cara memperoleh benih seperti ini merupakan cara termudah dan termurah bila dilihat dari sisi petani sebagai pengguna. Petani juga tidak pernah merasakan kekurangan benih, terutama di Takalar yang masih banyak menggunakan varietas lokal (Muhammad et al. 2010).

Sistem Jabalsim telah dilakukan oleh petani di Sulawesi Selatan sejak dulu karena merupakan cara yang termudah dan termurah. Petani menjamin mutu fisiologis (daya tumbuh) benih yang diperoleh dengan cara Jabalsim karena merupakan benih baru (benih hasil panen dari musim sebelumnya). Pola penyediaan benih pada sistem ini memiliki kekurangan diantaranya adalah

(1) mutu benih beragam dan tidak terkontrol, (2) penyediaan benih tidak dapat dipastikan, (3) peran pedagang sangat dominan, dan (4) teknik budidaya dan prosessing benih seadanya.

Benih yang dihasilkan melalui sistim ini juga memiliki vigor yang rendah disebabkan karena cara prosesing, hama penyakit, dan sebagainya. Upaya untuk mengatasi hal tersebut beberapa hal yang harus diperbaiki yaitu mulai dari pemilihan lahan, waktu tanam, pemberantasan hama penyakit, waktu dan cara panen.

Aliran distribusi benih melalui sistem Jabalsim di Sulawesi Selatan adalah sebagai berikut : pada wilayah pantai barat penanaman kedelai dilakukan pada bulan April-Mei (MK I) setelah panen padi pada bulan Maret pada lahan sawah irigasi. Panen kedelai dilakukan pada bulan Juli-Agustus. Hasil panen kedelai pada MK I merupakan persiapan benih untuk penanaman kedelai di wilayah pantai timur yang mulai menanam kedelai pada bulan September-Oktober dan pada wilayah peralihan yang juga menanam pada bulan Oktober.

Wilayah pantai timur penanaman kedelai dilakukan pada bulan September- Oktober (MK I) dan panen dilakukan pada bulan Nopember-Desember. Hasil panen pada MK I digunakan sebagai persiapan benih untuk penanaman kedelai pada MK II yang dilakukan pada bulan Desember. Panen dilakukan pada bulan Maret, yang mana hasil panen tersebut digunakan untuk persiapan benih untuk wilayah pantai barat yang akan menanam kedelai pada bulan April (MK I) pada lahan sawah irigasi.

Wilayah peralihan penanaman kedelai dilakukan pada bulan Oktober (MK I) dan panen dilakukan pada bulan Desember. Hasil panen pada MK I digunakan untuk persiapan benih pada penanaman kedelai yang dilakukan pada bulan Januari (MK II), dimana panen dilakukan pada bulan Maret. Hasil panen MK II dapat dijadikan benih untuk wilayah pantai barat yang menanam pada bulan April.

Kondisi tersebut diatas tidak menyebabkan petani selalu memperoleh benih pada saat dibutuhkan. Pada bulan September-Oktober terjadi kekosongan benih disebabkan banyaknya permintaan benih pada saat tersebut (dari wilayah pantai timur dan wilayah peralihan). Hal tersebut juga menyebabakan harga benih pada

saat itu menjadi mahal. Berdasarkan hal tersebut maka sinkronisasi antara kebutuhan benih dan waktu tanam perlu dilakukan/disesuaikan.

Distribusi benih ke setiap wilayah dilakukan oleh pedagang lokal yang langsung membeli benih tersebut dari petani setelah melalui proses pengolahan yang sederhana dan tanpa sertifikasi. Proses pengolahan terdiri dari perontokan secara manual, melakukan sortir dengan memilah benih yang bagus, dan pengeringan dengan penjemuran di bawah terik matahari selama 1-2 hari. Harga benih di tingkat petani adalah Rp.5.500-6000, sedangkan harga benih bersertifikat adalah Rp. 13.000-15.000 . Varietas yang ditanam adalah varietas Wilis, Orba, dan varietas lokal. Distribusi benih kedelai melalui Jabalsim di Sulawesi Selatan disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Distribusi benih kedelai melalui Jabalsim di Sulawesi Selatan

Menurut Harnowo et al. 2007 bahwa kelebihan dari sistem penyediaan benih melalui Jabalsim selain yang telah disebutkan adalah : benih mudah diperoleh, harga terjangkau, dan varietas yang dihasilkan sesuai dengan keinginan petani sebagai pengguna. Kekurangan dari sistem Jabalsim terutama adalah mutu

Pantai Timur : MK I : Tanam : Sep-Okt Panen : Des-Jan Peralihan : MK I : Tanam : Okt-Nop Panen : Jan-Feb Pantai Barat : MK I : Tanam : April-Mei Panen : Juli-Agstus Pantai Timur : MH I : Tanam : Jan-Feb Panen : April-Mei Peralihan : MH I : Tanam : Feb-Mar Panen : Mei-Jun

benih yang rendah. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kekurangan ini adalah dengan melakukan sertifikasi terhadap benih yang dihasilkan tersebut.

Sertifikasi oleh BPSB dapat dilakukan pada penyediaan benih kedelai sistem Jabalsim, sehingga benih tersebut dapat diberi label biru. Keuntungan yang didapat dengan pengembangan pola Jabalsim seperti ini adalah (1) benih dapat disalurkan tepat varietas dengan mutu terjaga dan harga terjangkau, (2) benih dapat disalurkan tepat waktu, dan (3) sasaran swasembada kedelai akan dapat dicapai karena sebagian besar pola Jabalsim mendominasi sistem pengadaan dan penyaluran benih kedelai di masyarakat. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan alternatif perbaikan sistem penyediaan benih melalui Jabalsim.

Alternatif Perbaikan Sistem Penyediaan Benih Kedelai