Khotbah Berkelompok Sehubungan dengan Deva Muda
III. BERBAGAI SEKTE
21 (1) Siva
Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang
berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anathapiṇḍika. Kemudian, pada larut malam, deva muda bernama Siva dengan keindahan memesona, menerangi seluruh Hutan Jeta, mendekati Sang Bhagavā. Setelah mendekat, ia memberi hormat kepada Sang Bhagavā, berdiri di satu sisi, dan melantunkan syair-syair ini di hadapan Sang Bhagavā:
172
320. “Seseorang harus bergaul hanya dengan mereka yang baik; Dengan mereka yang baik seharusnya menjalin keakraban. Setelah mempelajari Dhamma sejati yang baik,
Seseorang menjadi lebih baik, tidak mungkin lebih buruk. <130>
321. “Seseorang harus bergaul hanya dengan mereka yang baik; Dengan mereka yang baik seharusnya menjalin keakraban. Setelah mempelajari Dhamma sejati yang baik,
Kebijaksanaan diperoleh, tetapi bukan dari yang lain. 322. “Seseorang harus bergaul hanya dengan mereka yang baik;
Dengan mereka yang baik seharusnya menjalin keakraban. Setelah mempelajari Dhamma sejati yang baik,
Seseorang tidak bersedih di tengah-tengah kesedihan. 323. “Seseorang harus bergaul hanya dengan mereka yang baik;
Dengan mereka yang baik seharusnya menjalin keakraban. [57]
Setelah mempelajari Dhamma sejati yang baik, Seseorang bersinar di tengah-tengah kerabatnya.
324. “Seseorang harus bergaul hanya dengan mereka yang baik; Dengan mereka yang baik seharusnya menjalin keakraban. Setelah mempelajari Dhamma sejati yang baik,
Makhluk-makhluk mengembara ke alam yang baik.
325. “Seseorang harus bergaul hanya dengan mereka yang baik; Dengan mereka yang baik seharusnya menjalin keakraban. Setelah mempelajari Dhamma sejati yang baik,
Makhluk-makhluk berdiam dengan nyaman.” <131>
Kemudian Sang Bhagavā menjawab deva muda Siva dalam syair:
326. “Seseorang harus bergaul hanya dengan mereka yang baik; Dengan mereka yang baik seharusnya menjalin keakraban. Setelah mempelajari Dhamma sejati yang baik,
22 (2) Khema
Sambil berdiri di satu sisi, deva muda Khema melantunkan syair-syair ini di hadapan Sang Bhagavā:
327. “Orang-orang dungu tidak memiliki kebijaksanaan Bersikap bagaikan musuh terhadap diri mereka sendiri. Mereka selalu melakukan perbuatan jahat
Yang menghasilkan buah yang pahit.
328. “Perbuatan itu dilakukan dengan tidak baik
Yang, setelah dilakukan, kemudian disesali,
Akibat yang akan dialami
Menangis dengan wajah basah oleh air mata.
329. “Tetapi perbuatan yang dilakukan dengan baik
Yang, setelah dilakukan, tidak disesali,
Akibat yang akan dialami
Penuh kegembiraan dengan pikiran bahagia.”173 <132>
[Sang Bhagavā:]
330. “Seseorang harus segera melakukan perbuatan
Yang ia ketahui membawa kepada kesejahteraannya;
Si pemikir, yang bijaksana, seharusnya tidak maju Dengan perenungan sang kusir.
331. “Bagaikan kusir yang meninggalkan jalan raya, Jalan dengan permukaan yang rata,
Dan memasuki jalan memutar yang berlubang Terhempas sedih dengan sumbu roda yang patah— 332. “Demikianlah si dungu, setelah meninggalkan Dhamma
Untuk mengikuti jalan yang berlawanan dengan Dhamma,
Ketika ia terjatuh ke dalam mulut Kematian
Terhempas bagaikan si kusir dengan sumbu roda yang patah.”174
23 (3) Serī
Sambil berdiri di satu sisi, deva muda Serī berkata kepada Sang Bhagavā dalam syair: <133>
333. “Mereka selalu bergembira dalam makanan,
Baik para deva maupun umat manusia.
Jadi jenis makhluk apakah itu
Yang tidak bergembira dalam makanan?”
334. “Ketika mereka memberi dengan keyakinan Dengan hati penuh kepercayaan,
Makanan akan kembali kepada [si pemberi itu] sendiri Baik di dunia ini maupun di alam berikutnya.
335. “Oleh karena itu, setelah melenyapkan kekikiran, Sang penakluk noda harus memberikan persembahan. Kebajikan adalah penyokong makhluk-makhluk hidup [Ketika mereka muncul] di alam lain.” [58]
“Sungguh indah, Yang Mulia! Sungguh menakjubkan, Yang Mulia! Betapa baiknya hal ini dinyatakan oleh Sang Bhagavā:
336-37 “’Ketika mereka memberi dengan keyakinan … <134>
[Ketika mereka muncul] di alam lain.’
“Suatu ketika di masa lampau, Yang Mulia, aku adalah seorang raja bernama Serī, seorang pemberi, seorang dermawan, seorang yang
memuji perbuatan memberi. Di empat gerbang, aku telah memberi kepada para petapa, brahmana, orang-orang miskin, pengembara,
dan pengemis. Kemudian, Yang Mulia, para perempuan harem*
mendatangiku dan berkata: ‘Baginda memberikan persembahan, tetapi
kami tidak memberikan persembahan. Alangkah baiknya jika, dengan bantuan Baginda, kami juga dapat memberikan persembahan dan
melakukan perbuatan baik.’ Aku berpikir: ‘Aku adalah seorang pemberi,
seorang dermawan, seorang yang memuji perbuatan memberi. Maka ketika mereka mengatakan: “Mari kita memberikan persembahan,” Apakah yang dapat kukatakan kepada mereka?’ Maka, Yang Mulia,
Aku memberikan gerbang pertama kepada para perempuan harem. Di sana, para perempuan harem memberikan persembahan, dan persembahanku kembali kepadaku. <135>
“Kemudian, Yang Mulia, para pengikutku dari kasta Khattiya
mendatangiku dan berkata: ‘Baginda memberikan persembahan,
para perempuan harem memberikan persembahan, tetapi kami tidak memberikan persembahan. Alangkah baiknya jika, dengan bantuan Baginda, kami juga dapat memberikan persembahan dan melakukan
perbuatan baik.’ Aku berpikir: ‘Aku adalah seorang pemberi….’ Maka, Yang Mulia, Aku memberikan gerbang ke dua kepada para pengikut
Khattiya. Di sana, para pengikut Khattiya memberikan persembahan, dan persembahanku kembali kepadaku.
“Kemudian, Yang Mulia, para prajuritku mendatangiku … [59]
… Maka, Yang Mulia, Aku memberikan gerbang ke tiga kepada para
prajurit. Di sana, para prajurit memberikan persembahan, dan persembahanku kembali kepadaku. <136>
“Kemudian, Yang Mulia, para brahmana dan perumah tangga
mendatangiku … Maka, Yang Mulia, Aku memberikan gerbang ke empat
kepada para brahmana dan perumah tangga. Di sana, para brahmana dan perumah tangga memberikan persembahan, dan persembahanku kembali kepadaku.
“Kemudian, Yang Mulia, orang-orangku mendatangiku dan berkata:
‘Sekarang Baginda tidak memberikan persembahan di mana pun.’175
Ketika hal ini dikatakan, aku berkata kepada orang-orangku: ‘Baiklah,
aku berkata, kirimkan setengah dari pendapatan yang dihasilkan dari propinsi jauh hingga ke istana. Di sana, berikan setengahnya sebagai persembahan kepada para petapa, brahmana, orang-orang miskin, pengembara, dan pengemis.’
“Aku tidak terbatas, Yang Mulia, dalam hal perbuatan baik yang
kulakukan sejak lama, dalam hal perbuatan bermanfaat yang kulakukan sejak lama, <137> sehingga aku dapat mengatakan: ‘Hanya kebajikan sebanyak itu,’ atau ‘Hanya akibat perbuatan baik sebanyak itu,’ atau ‘Hanya selama itu, aku berdiam di alam surga.’ Sungguh indah, Yang
Mulia! Sungguh menakjubkan, Yang Mulia! Betapa baiknya hal ini dinyatakan oleh Sang Bhagavā:
338. ”’Ketika mereka memberi dengan keyakinan Dengan hati penuh kepercayaan,
Makanan akan kembali kepada [si pemberi itu] sendiri Baik di dunia ini maupun di alam berikutnya.
339. ”’Oleh karena itu, setelah melenyapkan kekikiran, Sang penakluk noda harus memberikan persembahan. Kebajikan adalah penyokong makhluk-makhluk hidup [Ketika mereka muncul] di alam lain.’” [60]
24 (4) Ghaṭikāra
Sambil berdiri di satu sisi, deva muda Ghaṭikara melantunkan syair ini di hadapan Sang Bhagavā: …
340-52 “Tujuh bhikkhu terlahir kembali di Avihā
Telah terbebaskan sempurna….”
… (syair 340-352 = syair 170-82, pada 1:50) <138-141> … Keduanya sekarang batinnya telah berkembang,
Pembawa jasmani terakhir mereka. [61]
25 (5) Jantu
Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika, sejumlah bhikkhu sedang berdiam di antara penduduk Kosala, di gubuk kecil, hutan lereng Himalaya — gelisah, sombong, angkuh, berbahasa kasar, berbicara yang tanpa tujuan, bingung, tanpa pemahaman jernih, tidak terkonsentrasi, melamun, lengah dalam indria.176
Kemudian, pada hari Uposatha tanggal lima belas, deva muda
Jantu mendatangi para bhikkhu itu dan berkata kepada mereka dalam
syair:177
353. “Di masa lalu, para bhikkhu hidup bahagia,
Tanpa keinginan, mereka mengumpulkan dana makanan, Tanpa keinginan, mereka menggunakan tempat tinggal mereka.
Setelah mengetahui ketidakkekalan dunia, Mereka mengakhiri penderitaan.
354. “Tetapi sekarang bagaikan kepala desa di sebuah desa Mereka membuat diri mereka susah diatur.
Mereka makan dan makan lagi dan kemudian berbaring, <142>
Menyukai rumah orang lain.178
355. “Setelah dengan tulus menghormati Saṅgha,
Di sini aku hanya mengatakan tentang beberapa bhikkhu, Mereka ditolak, tanpa pelindung,
Menjadi seperti mati.179
356. “Pernyataanku dilakukan dengan merujuk Pada mereka yang lengah.
Sedangkan kepada mereka yang tekun,
Kepada mereka, aku dengan rendah hati memberi
hormat.”
26 (6) Rohitassa
Di Sāvatthī. Sambil berdiri di satu sisi, deva muda Rohitassa berkata kepada Sang Bhagavā:
“Mungkinkah, Yang Mulia, dengan melakukan perjalanan untuk
mengetahui atau untuk melihat atau untuk mencapai akhir dunia, di mana seseorang tidak terlahir, tidak menjadi tua, tidak mati, tidak meninggal dunia, dan tidak terlahir kembali?” <143>
“Sehubungan dengan akhir dunia, sahabat, di mana seseorang tidak terlahir, tidak menjadi tua, tidak mati, tidak meninggal dunia,
dan tidak terlahir kembali—Aku mengatakan bahwa hal itu tidak dapat
diketahui, dilihat, atau dicapai dengan melakukan perjalanan.”180
“Sungguh indah, Yang Mulia! Sungguh menakjubkan, Yang Mulia!
dengan akhir dunia, sahabat, … Aku mengatakan bahwa hal itu tidak
dapat diketahui, dilihat, atau dicapai dengan melakukan perjalanan.’
“Suatu ketika di masa lampau, Yang Mulia, aku adalah seorang
bijaksana bernama Rohitassa, putra Bhoja, memiliki kekuatan gaib,
mampu berjalan di angkasa. [62] Kecepatanku adalah demikian, Yang Mulia, bahwa aku dapat bergerak secepat busur pemanah yang kokoh—
terlatih, terampil, berpengalaman—dapat dengan mudah menembak tembus bayangan pohon palem dengan anak panah ringan.181 Langkahku
adalah demikian, Yang Mulia, bahwa bagaikan mencapai dari lautan timur hingga lautan barat. Kemudian, Yang mulia, aku berkeinginan:
‘Aku akan melakukan perjalanan ke akhir dunia.’ <144> Memiliki kecepatan dan langkah demikian, dan dengan umur kehidupan seratus tahun, hidup selama seratus tahun, aku melakukan perjalanan selama seratus tahun, tanpa henti kecuali untuk makan, minum, untuk buang air, tidur, dan melenyapkan kelelahan; namun aku meninggal dunia dalam perjalanan tanpa mencapai akhir dunia.
“Sungguh indah, Yang Mulia! Sungguh menakjubkan, Yang Mulia!
hal ini dengan baik sekali dikatakan oleh Sang Bhagavā: ‘Sehubungan
dengan akhir dunia, sahabat, di mana seseorang tidak terlahir, tidak menjadi tua, tidak mati, tidak meninggal dunia, dan tidak terlahir
kembali—Aku mengatakan bahwa hal itu tidak dapat diketahui, dilihat,
atau dicapai dengan melakukan perjalanan.’”
“Akan tetapi, sahabat, Aku mengatakan bahwa tanpa mencapai
akhir dunia, tidak ada akhir penderitaan. Sahabat, hanya dalam <145> jasmani ini yang memiliki persepsi dan batin, Aku mengetahui dunia, asal-mula dunia, lenyapnya dunia, dan jalan menuju lenyapnya dunia.182
357. “Akhir dunia tidak mungkin dicapai
Dengan melakukan perjalanan [melewati dunia],
Namun tanpa mencapai akhir dunia Tidak ada pembebasan dari penderitaan.
358. “Oleh karena itu, sungguh, yang mengetahui dunia, yang bijaksana,
Telah pergi ke akhir dunia, yang menunaikan kehidupan suci,
Setelah mengetahui akhir dunia, dengan ketenangan, Tidak merindukan dunia ini atau dunia lainnya.”
27 (7) Nanda
Sambil berdiri di satu sisi, deva muda Nanda melantunkan syair ini di hadapan Sang Bhagavā:
359. “Waktu terus berjalan, malam demi malam berlalu dengan
cepat;
Tahap-tahapan kehidupan berturut-turut meninggalkan kita.
Melihat dengan jelas bahaya dalam kematian ini,
Seseorang harus melakukan perbuatan baik yang membawa
kebahagiaan.”
360. “Waktu terus berjalan, malam demi malam berlalu dengan
cepat;
Tahap-tahapan kehidupan berturut-turut meninggalkan kita. [63]
Melihat dengan jelas bahaya dalam kematian ini,
Pencari kedamaian harus melepaskan umpan dunia.” <146>
28 (8) Nandivisāla
Sambil berdiri di satu sisi, deva muda Nandivisāla berkata kepada Sang Bhagavā dalam syair:
361. “Memiliki empat roda dan sembilan pintu, Dipenuhi dan terikat dengan keserakahan,
Terlahir dari Lumpur, O, Pahlawan besar!
Bagaimanakah seseorang membebaskan diri darinya?” 362. “Setelah memotong tali dan pengikat,
Setelah memotong segala keinginan jahat dan keserakahan,
Setelah mencabut keinginan sampai ke akarnya:
29 (9) Susīma
<147> Di Sāvatthī. Kemudian Yang Mulia Ānanda mendekati Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Sang Bhagavā kemudian berkata kepadanya: “Apakah engkau juga, Ānanda, menyetujui Sāriputta?”183
“Sesungguhnya, Yang Mulia, siapakah yang tidak menyetujui Yang
Mulia Sāriputta, jika tidak dungu, penuh kebencian, tertipu, atau gila? Yang Mulia Sāriputta, Yang Mulia, adalah bijaksana, seorang yang
memiliki kebijaksanaan tinggi, berkebijaksanaan luas, berkebijaksanaan gembira, berkebijaksanaan cepat, berkebijaksanaan tajam, memiliki kebijaksanaan penembusan.184 Yang Mulia Sāriputta, Yang Mulia,
memiliki sedikit keinginan; ia puas, menyendiri, mengasingkan diri,
bersemangat. Yang Mulia Sāriputta, Yang Mulia, adalah seorang yang
memberi nasihat, seorang yang menerima nasihat, pencela, seorang
yang mencela kejahatan. Sesungguhnya, Yang Mulia, siapakah yang
tidak menyetujui Yang Mulia Sāriputta, jika tidak dungu, penuh
kebencian, tertipu, atau gila?” [64]
“Demikianlah, Ānanda, memang demikian! Sungguh, Ānanda,
siapakah yang tidak menyetujui Sāriputta, jika tidak dungu, penuh
kebencian, tertipu, atau gila? Sāriputta, Ānanda, adalah bijaksana …
(seperti di atas) <148> … jika ia tidak gila?”
Kemudian, ketika pujian kepada Yang Mulia Sāriputta ini diucapkan, deva muda Susīma, disertai oleh sejumlah besar deva muda, mendekati Sang Bhagavā.185 Setelah mendekat, ia memberi hormat kepada Sang
Bhagavā, berdiri di satu sisi, dan berkata kepada Beliau: “Demikianlah, Bhagavā! Memang demikian, Yang Sempurna! Memang demikian, Yang Mulia, siapakah yang tidak menyetujui Yang Mulia Sāriputta … (seperti di atas) <149> … jika ia tidak gila? Dalam kasusku juga, Yang
Mulia, tidak peduli kelompok deva muda manakah yang kudatangi,
aku sering mendengar laporan yang sama: ‘Yang Mulia Sāriputta bijaksana … seorang yang mencela kejahatan. Sesungguhnya, siapakah
yang tidak menyetujui Yang Mulia Sāriputta, jika tidak dungu, penuh
kebencian, tertipu, atau gila?”
Kemudian, ketika pujian kepada Yang Mulia Sāriputta ini sedang diucapkan, para deva muda dalam kelompok Susīma—gembira,
bersukacita, dipenuhi kegirangan dan kegembiraan—memancarkan
cahaya aneka warna.186 Bagaikan permata beryl—indah, berkualitas
tinggi, bersegi delapan, yang dikerjakan oleh ahlinya—ketika diletakkan di atas kain brokat, bersinar dan memancar dan bercahaya,
<150> demikian pula para dewa muda dalam kelompok Susima [65] … memancarkan cahaya aneka warna.
Dan bagaikan perhiasan emas terbaik—yang dengan sangat terampil dibakar di atas tungku oleh seorang pandai emas yang cakap— ketika diletakkan di atas kain brokat, bersinar dan memancar dan
bercahaya, demikian pula para dewa muda dalam kelompok Susīma … memancarkan cahaya aneka warna.
Dan bagaikan, ketika malam berakhir, bintang pagi bersinar dan
memancar dan bercahaya, demikian pula para deva muda dalam kelompok Susīma … memancarkan cahaya aneka warna.187
Dan bagaikan di musim gugur, ketika langit bersih tidak berawan,
matahari naik ke langit, <151> melenyapkan kegelapan di angkasa ketika ia bersinar dan memancar dan bercahaya,188 demikian pula para
deva muda dalam kelompok Susīma—gembira, bersukacita, dipenuhi kegirangan dan kegembiraan—memancarkan cahaya aneka warna.
Kemudian, dengan merujuk pada Yang Mulia Sāriputta, deva muda Susīma melantunkan syair ini di hadapan Sang Bhagavā:
363. “Ia dikenal luas sebagai orang bijaksana,
Sāriputta, yang bebas dari kemarahan;
Memiliki sedikit keinginan, lembut, jinak.
Sang bijaksana yang dihias oleh pujian Sang Guru.”
Kemudian Sang Bhagavā, dengan merujuk pada Yang Mulia Sāriputta, menjawab deva muda Susīma dalam syair:
364. “Ia dikenal luas sebagai orang bijaksana,
Sāriputta, yang bebas dari kemarahan;
Memiliki sedikit keinginan, lembut, jinak.
Terkembang, dijinakkan dengan baik, ia menunggu
30 (10) Berbagai Sekte
Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang
berdiam di Rājagaha, di Hutan Bambu, Taman Suaka Tupai. Kemudian pada larut malam, sejumlah <152> deva muda, siswa dari guru- guru berbagai sekte—Asama dan Sahalī dan Niṅka dan Ākoṭaka dan Vetambarī dan Māṇavagāmiya—dengan keindahan memesona, [66] menerangi seluruh Hutan Bambu, mendekati Sang Bhagavā. Setelah mendekat, mereka memberi hormat kepada Sang Bhagavā dan berdiri
di satu sisi.190
Kemudian, sambil berdiri di satu sisi, deva muda Asama mengucapkan syair ini merujuk pada Pūraṇa Kassapa di hadapan Sang Bhagavā:
365. “Dalam melukai dan membunuh di sini, Dalam memukul dan menindas,
Kassapa tidak melihat kejahatan
Juga tidak melihat kebaikan apa pun bagi seseorang.
Ia sesungguhnya mengajarkan apa yang layak dipercaya: Bahwa guru layak memperoleh penghargaan.”191
Kemudian deva muda Sahalī mengucapkan syair ini merujuk pada Makkhali Gosāla di hadapan Sang Bhagavā:192
366. “Dengan latihan keras dan ketelitian <153> Ia mencapai pengendalian-diri sepenuhnya Ia meninggalkan perdebatan dengan orang lain, Menghindari kebohongan, pembicara kebenaran. Seorang demikian pasti tidak melakukan kejahatan.”193
Kemudian deva muda Niṅka mengucapkan syair ini merujuk pada Nigaṇṭha Nātaputta di hadapan Sang Bhagava:
367. “Seorang yang teliti melihat bhikkhu, Terkendali baik oleh empat pengendalian,
Menjelaskan apa yang dilihat dan didengar:
Kemudian deva muda Ākoṭaka mengucapkan syair ini merujuk pada guru-guru berbagai sekte di hadapan Sang Bhagavā:
368. “Pakudhaka Kātiyāna dan Sang Nigaṇṭha, Bersama dengan Makkhali dan Pūraṇa:
Para guru dari banyak orang, mencapai ketinggian
petapaan:
Mereka pastilah tidak jauh dari manusia luar biasa.”195
<154>
Kemudian deva muda Vetambarī menjawab deva muda Ākoṭaka dalam syair:
369. “Bahkan dengan melolong, si serigala malang
Tetap hanyalah binatang buas yang buruk, tidak sebanding dengan singa.
Maka walaupun ia adalah guru dari sekelompok orang,
Petapa telanjang, pembicara kepalsuan, Menimbulkan kecurigaan dengan perilakunya, Tidak menyerupai manusia luar biasa.”196 [67]
Kemudian Māra si jahat merasuki deva muda Vetambarī dan melantunkan syair di hadapan Sang Bhagavā:197
370. “Mereka yang mempraktikkan latihan keras dan ketelitian, Mereka yang melindungi kesunyian mereka,
Dan mereka yang menempati bentuk,
Bergembira di alam deva: <155>
Sungguh, orang-orang ini dengan benar menasihati Sehubungan dengan dunia lain.”
Kemudian Sang Bhagavā, setelah memahami, “Ini adalah Māra si jahat,” menjawab Māra si jahat dalam syair:
371. “Bentuk apa pun yang ada di sini atau di atas, Dan semua keindahan gemilang di langit, Semua ini, sesungguhnya, engkau puji, Namuci.
Bagaikan umpan yang dilemparkan untuk menangkap ikan.”198
Kemudian di hadapan Sang Bhagavā, deva muda Māṇavagāmiya melantunkan syair-syair ini merujuk pada Sang Bhagavā:
372. “Vipula disebut sebagai yang terbaik di antara gunung-
gunung
Di antara bukit-bukit di Rājagaha,
Seta, gunung berselimut salju yang terbaik, Matahari, pengembara terbaik di angkasa. 373. “Samudra adalah air yang terbaik,
Bulan, yang terbaik dari cahaya malam, <156>
Tetapi di dunia ini beserta para deva-nya
~ 149 ~