• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUB BAB PERTAMA (BELENGGU)

Dalam dokumen Samyutta Nikaya 1 Sagatha Vagga (Halaman 174-185)

Khotbah Berkelompok Sehubungan dengan Suku Kosala

I. SUB BAB PERTAMA (BELENGGU)

1 (1) Muda

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang

berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Kemudian Raja Pasenadi dari Kosala mendatangi Sang Bhagavā dan saling

bertukar sapa dengan Beliau. Setelah menutup ramah tamah, ia duduk

di satu sisi dan berkata kepada Sang Bhagavā: “Apakah Guru Gotama

juga mengaku, ‘aku telah tersadarkan hingga Penerangan Sempurna yang tanpa bandingnya’?”199

“Jika, Baginda, seseorang dapat mengatakan dengan benar tentang seseorang, ‘Ia telah tersadar hingga Penerangan Sempurna yang tanpa bandingnya,’ terhadap Akulah orang itu dapat mengatakan hal ini dengan benar. Karena Aku, Baginda, telah tersadar hingga Penerangan Sempurna yang tanpa bandingnya.”

“Guru Gotama, bahkan para petapa dan brahmana yang adalah kepala kelompok, guru dari banyak orang, termasyhur, dan pendiri terkenal dari berbagai sekte yang dianggap banyak orang sebagai

orang-orang suci—yaitu, Pūraṇa Kassapa, Makkhali Gosāla, <158> Nigaṇṭha Nātaputta, Sañjaya Belaṭṭhiputta, Pakudha Kaccāyana, Ajita

Kesakambali—bahkan orang-orang ini, ketika aku bertanya kepada mereka apakah mereka telah tersadar hingga Penerangan Sempurna

yang tanpa bandingnya, tidak mengaku telah melakukannya.200 Jadi,

mengapa Guru Gotama [membuat pengakuan demikian] padahal Beliau

masih muda dalam umur dan baru saja meninggalkan keduniawian?”

[69]

“Ada empat hal, Baginda, yang tidak boleh dianggap remeh dan rendah sebagai ‘muda’.201 Apakah empat itu? Seorang Khattiya,

Baginda, tidak boleh dianggap remeh dan rendah sebagai ‘muda’; seekor ular tidak boleh dianggap remeh dan rendah sebagai ‘muda’; api tidak boleh dianggap remeh dan rendah sebagai ‘muda’; dan seorang bhikkhu tidak boleh dianggap remeh dan rendah sebagai ‘muda’. Ini adalah empat hal itu. <159>

Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Setelah mengatakan hal itu, Yang Sempurna, Sang Guru, melanjutkan dengan mengucapkan:

374. “Seseorang tidak boleh meremehkan sebagai ‘muda’ Seorang khattiya berkelahiran mulia,

Seorang pangeran yang berkelahiran tinggi yang

termasyhur:

Seseorang tidak boleh merendahkannya.

375. Karena mungkin terjadi bahwa raja manusia ini, Khattiya ini akan mewarisi tahta,

Dan dalam kemarahannya memukul seseorang dengan kasar

Dengan hukuman kerajaan.

Oleh karena itu, untuk melindungi kehidupan seseorang, Ia harus menghindarinya.

376. “Seseorang tidak boleh meremehkan sebagai ‘muda’ Seekor ular yang dilihat secara tidak sengaja

Di desa atau di hutan:

Seseorang tidak boleh merendahkannya. 377. Karena ketika ular berbisa itu merayap,

Dalam berbagai wujudnya,202

Baik lelaki maupun perempuan.

Oleh karena itu, untuk melindungi kehidupan seseorang, Ia harus menghindarinya.

378. “Seseorang tidak boleh meremehkan sebagai ‘muda’ Api yang menyala yang melahap banyak,

Kebakaran besar dengan jejak hitam:

Seseorang tidak boleh merendahkannya. 379. Karena jika api itu mendapatkan bahan bakar,

Menjadi kebakaran besar,

Ia mungkin menyerang dan membakar si dungu, Baik lelaki maupun perempuan.

Oleh karena itu, untuk melindungi kehidupan seseorang, Ia harus menghindarinya.

380. “Ketika api membakar habis hutan— Kebakaran besar dengan jejak hitam— Tunas yang di sana tumbuh hidup sekali lagi Ketika siang dan malam berlalu.

381. “Tetapi jika seorang bhikkhu dengan moralitas sempurna <161>

Membakar seseorang dengan api [moralitasnya], Seseorang tidak akan memperoleh putra dan ternak, Juga keturunannya tidak memperoleh kekayaan. Mereka menjadi tanpa anak dan tanpa keturunan, Bagaikan tunggul pohon palem.203 [70]

382. “Oleh karena itu, seorang yang bijaksana, Demi kebaikannya sendiri,

Harus senantiasa memperlakukan tiga ini dengan baik:

Ular berbisa dan api yang menyala, Seorang khattiya yang termasyhur,

Dan seorang bhikkhu bermoralitas sempurna.”

Sang Bhagavā: “Menakjubkan, Yang Mulia! Menakjubkan, Yang Mulia! Dhamma telah dijelaskan dengan berbagai cara oleh Bhagavā, seperti

menegakkan apa yang terbalik, mengungkapkan apa yang tersembunyi, menunjukkan jalan kepada seseorang yang tersesat, atau memegang pelita di dalam gelap bagi mereka yang memiliki penglihatan agar dapat melihat bentuk-bentuk. Aku menyatakan berlindung kepada

Bhagavā, kepada Dhamma, dan kepada Bhikkhu Saṅgha. Sejak hari ini, sudilah Bhagavā mengingatku sebagai pengikut awam yang telah

menerima perlindungan seumur hidup.” <162>

2 (2) Seseorang

Di Sāvatthī. Kemudian Raja Pasenadi dari Kosala mendatangi Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:

“Yang Mulia, ada berapa hal-kah, yang ketika muncul dalam diri seseorang, muncul untuk mencelakainya, memberikan penderitaan dan ketidaknyamanan padanya?”

“Ada, Baginda, tiga hal, yang ketika muncul dalam diri seseorang, muncul mencelakainya, memberikan penderitaan dan ketidaknyamanan padanya. Apakah tiga ini? Keserakahan, kebencian, dan kebodohan. Ini adalah tiga hal, yang ketika muncul dalam diri seseorang, muncul mencelakainya, memberikan penderitaan dan ketidaknyamanan padanya.

383. “Keserakahan, kebencian, dan kebodohan, Muncul dalam diri seseorang,

Melukai seseorang yang berpikiran jahat <163>

Bagaikan buahnya sendiri yang menghancurkan buluh.”204

[71]

3 (3) Usia-tua dan Kematian

Di Sāvatthī. Sambil duduk di satu sisi, Raja Pasenadi dari Kosala berkata kepada Sang Bhagavā: “Yang Mulia, bagi seseorang yang telah

dilahirkan, adakah hal lain [yang dapat diharapkan] selain usia-tua dan kematian?”205

“Bagi seseorang yang telah dilahirkan, Baginda, tidak ada hal lain [yang dapat diharapkan] selain usia-tua dan kematian. Bahkan bagi para khattiya kaya-raya—kaya, dengan harta dan kekayaan berlimpah, dengan emas dan perak berlimpah, harta dan komoditi berlimpah, kekayaan dan hasil panen berlimpah—karena mereka telah terlahir, tidak ada hal lain [yang dapat diharapkan] selain usia-tua dan kematian. Bahkan bagi para brahmana kaya-raya … perumah tangga kaya-raya— kaya … dengan kekayaan dan hasil panen berlimpah—karena mereka telah terlahir, tidak ada hal lain [yang dapat diharapkan] selain usia-tua dan kematian. Bahkan bagi para bhikkhu yang adalah para Arahanta, yang noda-nodanya telah dihancurkan, yang telah menjalani kehidupan suci, telah melakukan apa yang harus dilakukan, melepaskan beban, <164> mencapai tujuan mereka, secara total menghancurkan belenggu kehidupan, dan sepenuhnya terbebas melalui pengetahuan

tertinggi: bahkan bagi mereka, jasmani ini mengalami kehancuran, akan dibaringkan.”206

384. “Kereta indah para raja menjadi usang, Jasmani ini juga mengalami kelapukan.

Tetapi Dhamma yang baik tidak lapuk:

Demikianlah yang baik menyatakan yang baik.”207

4 (4) Kekasih

Di Sāvatthī. Sambil duduk di satu sisi, Raja Pasenadi dari Kosala berkata kepada Sang Bhagavā: “Di sini, Yang Mulia, sewaktu aku sendirian dalam pengasingan, sebuah perenungan muncul dalam

pikiranku: ‘Siapakah sekarang yang memperlakukan diri mereka

sebagai kekasih, dan siapakah yang memperlakukan diri mereka sebagai musuh?’ Kemudian, Yang Mulia, aku berpikir: ‘Mereka yang melibatkan diri dalam perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan

pikiran memperlakukan diri mereka sebagai musuh. Bahkan walaupun

mereka mungkin mengatakan, “Kami menganggap diri kami sebagai kekasih,” namun mereka memperlakukan diri mereka sebagai musuh. Karena alasan apakah? [72] Karena atas kehendak mereka sendiri, mereka memperlakukan diri mereka dengan cara yang sama seperti seseorang memperlakukan orang yang ia musuhi; oleh karena itu,

mereka memperlakukan diri mereka sebagai musuh. <165> Tetapi mereka yang melibatkan diri dalam perbuatan baik melalui jasmani, ucapan, dan pikiran memperlakukan diri mereka sebagai kekasih.

Bahkan walaupun mereka mungkin mengatakan, “Kami menganggap

diri kami sebagai musuh,” namun mereka memperlakukan diri mereka sebagai kekasih. Karena alasan apakah? Karena atas kehendak mereka sendiri, mereka memperlakukan diri mereka dengan cara yang sama seperti seseorang memperlakukan orang yang ia kasihi; oleh karena itu, mereka memperlakukan diri mereka sebagai kekasih.’”

“Demikianlah, Baginda, memang demikian, Baginda!”

(Sang Buddha mengulangi seluruh pernyataan Raja Pasenadi dan menambahkan syair-syair berikut:)

385. “Jika seseorang menganggap dirinya sebagai kekasih Ia seharusnya tidak mendekatkan dirinya pada kejahatan, Karena kebahagiaan tidak mudah diperoleh

Oleh orang yang melakukan perbuatan buruk. <166> 386. “Ketika seseorang tertangkap oleh si Pembuat-akhir

Ketika ia melepaskan kondisi kemanusiaan,

Apakah yang sesungguhnya dapat ia sebut sebagai miliknya?

Apakah yang ia bawa ketika ia pergi?

Apakah yang menyertainya

Bagaikan bayangan yang tak pernah berpisah?208

387. “Baik kebaikan maupun kejahatan

Yang dilakukan manusia di sini:

Inilah sesungguhnya miliknya,

Inilah yang ia bawa ketika ia pergi;

Inilah yang menyertainya

Bagaikan bayangan yang tak pernah berpisah.

388. “Oleh karena itu, seseorang harus melakukan kebajikan Sebagai tabungan bagi kehidupan mendatang.

Kebajikan adalah penyokong makhluk-makhluk hidup [Ketika mereka muncul] di alam lain.”

5 (5) Perlindungan-Diri

<167> Di Sāvatthī. Sambil duduk di satu sisi, Raja Pasenadi dari Kosala berkata kepada Sang Bhagavā: “Di sini, Yang Mulia, sewaktu

aku sendirian dalam pengasingan, sebuah perenungan muncul

dalam pikiranku: ‘Siapakah sekarang yang melindungi diri mereka

dan siapakah yang membiarkan diri mereka tanpa perlindungan?’ Kemudian, Yang Mulia, aku berpikir: ‘Mereka yang melibatkan diri dalam perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan dan pikiran membiarkan diri

mereka tanpa perlindungan. Walaupun bahkan sekelompok pasukan

gajah melindungi mereka. Atau sekelompok prajurit berkuda, atau sekelompok prajurit kereta, [73] atau sekelompok prajurit infantri, namun mereka tetap tidak terlindungi. Karena alasan apakah? Karena perlindungan itu adalah eksternal, bukan internal; oleh karena itu, mereka membiarkan diri mereka tanpa perlindungan. Akan tetapi, mereka yang melibatkan diri dalam perbuatan baik melalui jasmani,

ucapan, dan pikiran akan melindungi diri mereka. Walaupun tanpa

perlindungan sekelompok pasukan gajah, atau prajurit berkuda, atau prajurit kereta, atau infantri, namun mereka terlindungi. Karena alasan apakah? Karena perlindungan itu adalah internal, bukan eksternal, oleh karena itu, mereka melindungi diri mereka.’”

“Demikianlah, Baginda, memang demikian, Baginda!”

(Sang Buddha mengulangi seluruh pernyataan Raja Pasenadi dan menambahkan syair-syair berikut:) <168>

389. “Adalah baik pengendalian melalui jasmani, Pengendalian melalui ucapan juga baik; Adalah baik pengendalian melalui pikiran, Pengendalian di mana-mana adalah baik.

Dengan bersungguh-sungguh, terkendali di mana-mana, Seseorang dikatakan terlindungi.”

6 (6) Sedikit

Di Sāvatthī. Sambil duduk di satu sisi, Raja Pasenadi dari Kosala berkata kepada Sang Bhagavā: “Di sini, Yang Mulia, sewaktu aku sendirian dalam pengasingan, sebuah perenungan muncul dalam pikiranku:

‘Sedikit orang di dunia ini, yang <169> ketika mereka memperoleh sesuatu yang bagus, tidak menjadi mabuk dan lupa diri, menimbulkan keserakahan akan kenikmatan indria, dan memperlakukan makhluk

lain dengan buruk. Lebih banyak orang di dunia ini, yang ketika mereka memperoleh sesuatu yang bagus, menjadi mabuk dan lupa diri, [74] menimbulkan keserakahan akan kenikmatan indria, dan memperlakukan makhluk lain dengan buruk.”

“Demikianlah, Baginda, memang demikian, Baginda!”

(Sang Buddha mengulangi seluruh pernyataan Raja Pasenadi dan

menambahkan syair berikut:)

390. “Dipengaruhi oleh kenikmatan dan kekayaan mereka, Serakah, bingung oleh kenikmatan indria,

Mereka tidak menyadari bahwa mereka telah pergi jauh

Bagaikan rusa yang memasuki perangkap.

Selanjutnya buah yang pahit menjadi milik mereka, Karena akibatnya sungguh buruk.”209 <170>

7 (7) Ruang Pengadilan

Di Sāvatthī. Sambil duduk di satu sisi, Raja Pasenadi dari Kosala berkata kepada Sang Bhagavā: “Di sini, Yang Mulia, ketika aku duduk di ruang

pengadilan,210 aku melihat bahkan para khattiya kaya-raya, para

brahmana kaya-raya, para perumah tangga kaya-raya—kaya, dengan harta dan kekayaan berlimpah, dengan emas dan perak berlimpah, harta dan komoditi berlimpah, kekayaan dan hasil panen berlimpah— membicarakan kebohongan dengan bebas demi kenikmatan indria, dengan kenikmatan indria sebagai penyebab, sehubungan dengan

kenikmatan indria. Kemudian, Yang Mulia, aku berpikir: ‘Saat ini, aku

telah cukup dengan ruang pengadilan! Sekarang biarlah Wajah Baik

dikenal melalui penilaiannya.’”211

“Demikianlah, Baginda! Memang demikian, Baginda! Bahkan para khattiya kaya-raya, para brahmana kaya-raya, para perumah tangga kaya-raya … membicarakan kebohongan dengan bebas demi kenikmatan indria, dengan kenikmatan indria sebagai penyebab,

sehubungan dengan kenikmatan indria. Hal itu akan membawa mereka menuju kehancuran dan penderitaan mereka dalam waktu yang lama.

391. “Dipengaruhi oleh kenikmatan dan kekayaan, Serakah, bingung oleh kenikmatan indria,

Mereka tidak menyadari bahwa mereka telah pergi terlalu

jauh

Bagaikan ikan yang masuk ke dalam jaring yang ditebarkan.

Setelah itu mereka akan memetik buah yang pahit, <171> Karena sungguh buruk akibatnya.” [75]

8 (8) Mallikā

Di Sāvatthī. Pada saat itu, Raja Pasenadi dari Kosala bersama dengan

Ratu Mallikā di teras atas istana. Kemudian Raja Pasenadi dari Kosala berkata kepada Ratu Mallikā: “Adakah, Mallikā, seseorang yang lebih

engkau sayangi daripada dirimu sendiri?”212

“Tidak ada, Baginda, orang yang lebih kusayangi daripada diriku sendiri. Tetapi adakah, Baginda, orang yang lebih engkau sayangi daripada dirimu sendiri?”

“Bagiku juga, Mallikā, tidak ada orang yang lebih kucintai daripada

diriku sendiri.”

Kemudian Raja Pasenadi dari Kosala turun dari istana dan

mendatangi Sang Bhagavā. Setelah mendekat, ia memberi hormat kepada Sang Bhagavā, duduk di satu sisi, dan menceritakan kepada Sang Bhagavā tentang percakapannya dengan Ratu Mallikā. Kemudian Sang Bhagavā, setelah memahami maknanya, pada kesempatan itu mengucapkan syair berikut ini: <172>

392. “Setelah melintasi segala penjuru dengan pikiran,

Seseorang tidak menemukan di mana pun yang lebih ia sayangi daripada dirinya sendiri.

Demikian pula, bagi setiap orang, dirinya sendiri adalah yang paling disayangi;

Oleh karena itu, ia yang menyayangi dirinya sendiri seharusnya tidak mencelakai orang lain.”

9 (9) Pengorbanan

Di Sāvatthī. Pada saat itu, sebuah pengorbanan besar telah dipersiapkan

untuk Raja Pasenadi dari Kosala. Lima ratus sapi, lima ratus banteng,

lima ratus sapi betina muda, [76] lima ratus kambing, dan lima ratus

domba jantan telah dibawa menuju tiang pengorbanan. Dan para

budak, pelayan dan pekerja, terdorong oleh hukuman dan ketakutan,

sibuk melakukan persiapan, meratap dengan wajah ketakutan.213

Kemudian, pagi harinya, sejumlah bhikkhu, setelah merapikan jubah, dan membawa mangkuk dan jubahnya, memasuki Sāvatthī untuk mengumpulkan dana makanan. Ketika mereka telah berjalan

untuk mengumpulkan dana makanan di Sāvatthī dan telah kembali,

setelah makan, mereka mendekati Sang Bhagavā, <173> memberi

hormat kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata: “Di sini, Yang

Mulia, sebuah pengorbanan besar telah dipersiapkan untuk Raja

Pasenadi dari Kosala. Lima ratus sapi ... telah dibawa menuju tiang pengorbanan. Dan para budak … sibuk melakukan persiapan, meratap

dengan wajah ketakutan.”

Kemudian Sang Bhagavā, setelah memahami maknanya, mengucapkan syair ini:

393. “Pengorbanan kuda, pengorbanan manusia,

Sammāpāsa, vājapeyya, niraggaḷa:

Pengorbanan besar ini, penuh dengan kekerasan, Tidak menghasilkan buah besar.214

394. “Para bijaksana berperilaku baik

Tidak melakukan pengorbanan demikian Di mana kambing, domba, dan ternak Dari berbagai jenis dibunuh. <174>

395. “Tetapi ketika pengorbanan bebas dari kekerasan Selalu dipersembahkan sebagai kebiasaan keluarga,215

Di mana tidak ada kambing, sapi, atau ternak

Dari berbagai jenis dibunuh:

Para bijaksana berperilaku baik Melakukan pengorbanan seperti ini.

396. “Orang bijaksana harus mempersembahkan ini, Pengorbanan yang menghasilkan buah besar.

Bagi seseorang yang melakukan pengorbanan demikian Sesungguhnya adalah lebih baik, tidak mungkin lebih buruk. Pengorbanan demikian sungguh besar

Dan para devatā juga gembira.”

10 (10) Belenggu

Pada kesempatan itu, sejumlah besar orang dibelenggu atas perintah Raja Pasenadi dari Kosala—beberapa dengan tali, beberapa dengan pasung, beberapa dengan rantai.216 [77] <175> Kemudian, pagi harinya,

sejumlah bhikkhu setelah merapikan jubah … dan berkata kepada Sang

Bhagavā: “Di sini, Yang Mulia, sejumlah besar orang dibelenggu atas

perintah Raja Pasenadi dari Kosala, beberapa dengan tali, beberapa dengan pasung, beberapa dengan rantai.”

Kemudian Sang Bhagavā, setelah memahami maknanya, mengucapkan syair ini:

397. “Belenggu itu, para bijaksana berkata, adalah tidak kuat Terbuat dari besi, kayu atau tali;

Tetapi kemelekatan pada perhiasan dan anting-anting,

Kekhawatiran sehubungan dengan istri-istri dan anak- anak—

398. “Ini, para bijaksana berkata, adalah belenggu yang kuat,

Menjatuhkan, luwes, sulit dilepaskan.

Namun bahkan ini mereka potong dan tinggalkan, <176> Tidak tertarik, setelah meninggalkan kenikmatan indria.”217

II. SUB BAB KE DUA

Dalam dokumen Samyutta Nikaya 1 Sagatha Vagga (Halaman 174-185)