• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUB BAB PERTAMA (SURIYA)

Dalam dokumen Samyutta Nikaya 1 Sagatha Vagga (Halaman 146-154)

Khotbah Berkelompok Sehubungan dengan Deva Muda

I. SUB BAB PERTAMA (SURIYA)

1 (1) Kassapa (1)

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang

berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anathapiṇḍika. Kemudian pada larut malam, deva muda bernama Kassapa dengan keindahan memesona, menerangi seluruh Hutan Jeta, mendekati Sang Bhagavā.141

Setelah mendekat, ia memberi hormat kepada Sang Bhagavā, berdiri di satu sisi, dan berkata kepada Sang Bhagavā:

“Bhagavā telah memperlihatkan bhikkhu, tetapi bukan instruksi kepada bhikkhu.”142

“Baiklah, Kassapa, jelaskanlah hal ini olehmu sendiri.”143

255. “Ia harus berlatih dalam nasihat yang disampaikan dengan baik,

Dan dalam latihan seorang petapa, Di tempat duduk terasing, sendirian, Dan dalam ketenangan pikiran.”144 <105>

Demikianlah apa yang dikatakan oleh deva muda Kassapa. Sang Guru menyetujui. Kemudian deva muda Kassapa berpikir, “Sang Guru telah menyetujuiku,” memberi hormat kepada Sang Bhagavā, dengan

2 (2) Kassapa (2)

Di Sāvatthī. Sambil berdiri di satu sisi, deva muda Kassapa berkata dalam syair berikut ini di hadapan Sang Bhagavā:

256. “Seorang bhikkhu seharusnya adalah seorang meditator, Seorang yang pikirannya bebas,

Jika ia menginginkan pencapaiannya,

Condong pada hal itu sebagai keuntungannya. Setelah mengetahui timbul dan lenyapnya dunia, Pikirannya menjadi luhur dan tidak melekat.”145 [47]

3 (3) Māgha

Di Sāvatthī. Pada larut malam, deva muda bernama Māgha dengan

keindahan memesona, menerangi seluruh Hutan Jeta, mendekati Sang

Bhagavā. Setelah mendekat, ia memberi hormat kepada Sang Bhagavā, berdiri di satu sisi, <106> dan berkata kepada Sang Bhagavā:146

257. “Setelah membunuh apakah seseorang tidur dengan lelap? Setelah membunuh apakah seseorang tidak bersedih? Apakah satu hal, O, Gotama,

Yang merupakan pembunuhan yang Engkau setujui?”

258. “Setelah membunuh kemarahan, seseorang tidur dengan lelap;

Setelah membunuh kemarahan, seseorang tidak bersedih; Pembunuhan kemarahan, O, Vatrabhū,

Dengan akar beracun dan pucuk bermadu:

Ini adalah pembunuhan yang dipuji oleh para mulia, Karena setelah membunuh itu, seseorang tidak bersedih.”

4 (4) Māgadha

Di Sāvatthī. Dengan berdiri di satu sisi, deva muda bernama Māgadha berkata kepada Sang Bhagavā dalam syair:

Yang dengannya dunia ini diterangi? <107>

Kami mendatangi Sang Bhagavā untuk menanyakan hal ini:

Bagaimanakah kami memahaminya?” 260. “Ada empat sumber cahaya di dunia ini;

Yang ke lima tidak ditemukan di sini.

Matahari bersinar di siang hari, Bulan bersinar di malam hari, 261. Dan api menyala di sana-sini

Baik siang maupun malam hari.

Namun Sang Buddha adalah yang terbaik dari semua yang

bersinar:

Beliau adalah cahaya tanpa tandingan.”

5 (5) Dāmali

Di Sāvatthī. Pada larut malam, deva muda bernama Dāmali, dengan

keindahan memesona, menerangi seluruh Hutan Jeta, mendekati

Sang Bhagavā. Setelah mendekat, ia memberi hormat kepada Sang Bhagavā, berdiri di satu sisi, dan melantunkan syair ini di hadapan Sang Bhagavā:

262. “Ini harus dilakukan oleh brahmana:

Berusaha tanpa lelah, <108>

Dengan meninggalkan keinginan indria Ia tidak merindukan kelahiran.”147

263. “Bagi brahmana, tidak ada tugas yang harus dilakukan, [O, Dāmali,” Sang Bhagavā berkata,]

“Karena brahmana telah melakukan apa yang harus dilakukan.

Karena ia tidak memiliki tempat berpijak di sungai, [48] Seseorang harus berusaha dengan seluruh anggota tubuhnya;

Tetapi jika ada tempat berpijak, berdiri di atas tanah, Ia tidak perlu berusaha karena ia telah melampauinya.

264. “Ini adalah perumpamaan bagi brahmana, O, Dāmali,

Bagi yang tidak bernoda, meditator yang waspada.

Setelah mencapai akhir kelahiran dan kematian,

Ia tidak perlu berusaha karena ia telah melampauinya.”148

<109>

6 (6) Kāmada

Di Sāvatthī. Berdiri di satu sisi, deva muda Kāmada berkata kepada Sang Bhagavā:

“Sulit dilakukan, Bhagavā! Sangat sulit dilakukan, Bhagavā!”149

265. “Mereka melakukan bahkan apa yang sulit dilakukan, [O, Kāmada,” Sang Bhagavā berkata,]

“Ia yang berlatih, yang memiliki kebajikan, keuletan. Karena seseorang yang telah memasuki kehidupan tanpa rumah

Kepuasan membawa kebahagiaan.” “Sulit diperoleh, Bhagavā, yaitu kepuasan.”

266. “Mereka memperoleh bahkan apa yang sulit diperoleh, [O, Kāmada,” Sang Bhagavā berkata,]

“Ia yang bergembira dalam menenangkan pikiran,

Yang pikirannya, siang dan malam,

Bergembira dalam pengembangan.”

“Sulit untuk dikonsentrasikan, Bhagavā, yaitu pikiran.”

267. “Mereka berkonsentrasi bahkan apa yang sulit dikonsentrasikan,

[O, Kāmada,” Sang Bhagavā berkata,]

“Ia yang bergembira dalam menenangkan indria-indria. Setelah merobek jaring kematian,

Para Mulia, O, Kāmada, berjalan di jalan mereka.”

268. “Walaupun jalan tidak dapat dilalui dan tidak rata, Para bijaksana menjalaninya, Kāmada.

Mereka yang tidak mulia terjatuh dengan kepala terlebih dahulu,

Persis di sana, di jalan yang tidak rata, Namun jalan para mulia adalah rata,

Karena yang mulia adalah rata di tengah-tengah yang tidak rata.”

7 (7) Pañcālacaṇḍa

Di Sāvatthī. Berdiri di satu sisi, deva muda Pañcālacaṇḍā melantunkan syair ini di hadapan Sang Bhagavā:

269. “Ia yang berkebijaksanaan luas sesungguhnya menemukan Ruang terbuka di tengah-tengah kurungan,

Sang Buddha yang menemukan jhāna,

Sapi jantan pemimpin yang penyendiri, sang bijaksana.”151

270. “Bahkan di tengah-tengah kurungan, mereka menemukannya,

[O, Pañcālacaṇḍa,” Sang Bhagavā berkata,] <111>

“Dhamma untuk mencapai Nibbāna—

Mereka yang telah memiliki perhatian murni, Mereka yang berkonsentrasi sempurna.”152 [49]

8 (8) Tāyana

Di Sāvatthī. Pada larut malam, deva muda bernama Tāyana, sebelumnya

adalah pendiri sebuah sekte, dengan keindahan memesona, menerangi

seluruh Hutan Jeta, mendekati Sang Bhagavā.153 Setelah mendekat,

ia memberi hormat kepada Sang Bhagavā, berdiri di satu sisi, dan melantunkan syair ini di hadapan Sang Bhagavā:

271. “Setelah mengupayakan diri, memotong arus! Melenyapkan keinginan indria, O, Brahmana! Tanpa meninggalkan keinginan indria,

272. “Jika seseorang melakukan apa yang harus dilakukan, Ia harus dengan teguh mengupayakan dirinya. <112> Karena kehidupan pengembaraan yang kendur Hanya menebarkan lebih banyak debu.

273. “Perbuatan salah lebih baik tidak dilakukan,

Perbuatan yang kelak membawa penyesalan

Perbuatan baik lebih baik dilakukan,

Yang ketika telah dilakukan tidak akan disesali.

274. “Bagaikan rumput-kusa, yang dipegang secara salah, Hanya akan memotong tangan seseorang,

Demikian pula kehidupan pertapaan, yang dijalani secara salah,

Akan menarik seseorang ke neraka.

275. “Perbuatan apa pun yang dilakukan dengan tidak sungguh- sungguh,

Sumpah apa pun yang tidak ditepati,

Kehidupan suci yang menimbulkan kecurigaan, Tidak akan menghasilkan buah yang besar.”155

Ini adalah apa yang dikatakan oleh deva muda Tāyana. Setelah mengatakan hal ini, ia memberi hormat kepada Sang Bhagavā, dan dengan Beliau di sisi kanannya, ia lenyap dari sana.

Kemudian, ketika malam berlalu, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu, kemarin, pada larut malam, deva muda Tāyana, yang sebelumnya adalah pendiri suatu sekte … <113> … mendekatiKu … dan di hadapanKu melantunkan syair-syair ini:

276-80 “‘Setelah mengupayakan dirinya, memotong arus! … [50] … Tidak akan menghasilkan buah yang besar.’

“Ini adalah apa yang dikatakan oleh deva muda Tāyana. Setelah

mengatakan hal ini, ia memberi hormat kepadaKu, dan dengan Aku di sisi kanannya, ia lenyap dari sana. Pelajarilah syair-syair Tāyana ini,

Hafalkanlah syair-syair Tāyana ini, para bhikkhu. Syair-syair Tāyana

ini bermanfaat, para bhikkhu, syair-syair ini menyentuh dasar-dasar hidup suci.”

9 (9) Candimā

Di Sāvatthī. Pada saat itu, deva muda Candimā telah ditangkap oleh

Rāhu, raja para asura.156 Kemudian, dengan merenungkan Sang Buddha,

deva muda Candimā pada kesempatan itu melantunkan syair ini:

281. “Hormat kepada-Mu, Sang Buddha!

O, Pahlawan, Engkau terbebaskan di mana pun juga.

Aku telah menjadi tawanan,

Karena itu, mohon jadilah perlindunganku.”

Kemudian, dengan merujuk pada deva muda Candimā, Sang Bhagavā berkata kepada Rāhu, raja para asura, dalam syair:

282. “Candimā telah menyatakan berlindung Kepada Tathāgata, Sang Arahanta.

Bebaskan Candimā, O, Rāhu,

Para Buddha berbelas kasih terhadap dunia.”

Kemudian Rāhu, raja para asura, membebaskan deva muda Candimā dan bergegas mendatangi Vepacitti, raja para asura.157 Setelah

mendekat, terguncang dan ketakutan, ia berdiri di satu sisi. <115>

Kemudian, sambil berdiri di sana, Vepacitti, raja para asura, berkata kepadanya dalam syair:

283. “Mengapa, Rāhu, engkau datang tergesa-gesa? Mengapa engkau membebaskan Candimā?

Setelah datang dengan terguncang,

Mengapa engkau berdiri di sana ketakutan?” 284. “Kepalaku akan pecah menjadi tujuh keping, Selagi hidup, aku tidak akan merasa nyaman, Jika, setelah disabdakan oleh syair Sang Buddha,

10 (10) Suriya

Di Sāvatthī. Pada saat itu, deva muda Suriya telah ditangkap oleh Rāhu, raja para asura.158 Kemudian, dengan merenungkan Sang Buddha, deva

muda Suriya pada kesempatan itu melantunkan syair ini:

285. “Hormat kepada-Mu, Sang Buddha!

O, Pahlawan, Engkau terbebaskan di mana pun juga.

Aku telah menjadi tawanan,

Karena itu, mohon jadilah perlindunganku.” <116>

Kemudian, dengan merujuk pada deva muda Suriya, Sang Bhagavā berkata kepada Rāhu, raja para asura, dalam syair:

286. “Suriya telah menyatakan berlindung

Kepada Tathāgata, Sang Arahanta. Bebaskan Suriya, O, Rāhu,

Para Buddha berbelas kasih terhadap dunia. 287. “Selagi bergerak di angkasa, O, Rāhu,

Jangan menelan yang bersinar, Pembuat cahaya dalam kegelapan, Piringan bercahaya akan menjadi gelap.

Rāhu, bebaskan anakKu, Suriya.”159

Kemudian Rāhu, raja para asura, membebaskan deva muda Suriya dan bergegas mendatangi Vepacitti, raja para asura. Setelah mendekat,

terguncang dan ketakutan, ia berdiri di satu sisi. Kemudian, sambil

berdiri di sana, Vepacitti, raja para asura, berkata kepadanya dalam syair:

288. “Mengapa, Rāhu, engkau datang tergesa-gesa?

Mengapa engkau membebaskan Suriya? Setelah datang dengan terguncang, <117> Mengapa engkau berdiri di sana ketakutan?” 289. “Kepalaku akan pecah menjadi tujuh keping,

Selagi hidup, aku tidak akan merasa nyaman, Jika, setelah disabdakan oleh syair Sang Buddha, Aku tidak membebaskan Suriya.”

Dalam dokumen Samyutta Nikaya 1 Sagatha Vagga (Halaman 146-154)