• Tidak ada hasil yang ditemukan

BERBASIS BAHAN BAHAN BAHAN BAHAN BAKU BAKU BAKU BAKU LOKAL LOKAL LOKAL LOKAL Danar

Dalam dokumen Prosiding Seminar Pangan April 2014 (Halaman 36-45)

DanarDanarDanar Praseptiangga,Praseptiangga,Praseptiangga,Praseptiangga, S.T.P.,S.T.P.,S.T.P.,S.T.P., M.Sc.,M.Sc.,M.Sc.,M.Sc., Ph.D.Ph.D.Ph.D.Ph.D.

Dosen Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta

Pendahuluan PendahuluanPendahuluanPendahuluan

Pangan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia, sehingga tanpa adanya pangan maka manusia tidak akan dapat mempertahankan hidupnya. Seperti yang telah dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1996 tentang Pangan bahwa “Pangan sebagai kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak asasi setiap rakyat Indonesia harus senantiasa tersedia cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi, dan beragam dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat", di sini berarti pengertian pangan sebagai hak asasi manusia tidak hanya bersifat kuantitatif saja, namun juga mencakup aspek kualitatif. Pangan yang tersedia haruslah pangan yang aman untuk dikonsumsi, bergizi, dan bermutu.

Konsep ketahanan pangan kemudian dikembangkan untuk menjamin ketersediaan salah satu kebutuhan dasar manusia ini. Ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhi kebutuhan pangan bagi rumah tangga, tidak hanya dalam jumlah yang cukup, tetapi juga harus aman, bermutu, bergizi, dan beragam, dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat (UU RI tahun 1996 tentang Pangan), sehingga tujuan akhir dari ketahanan pangan ini adalah terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga agar setiap individu akan mampu hidup secara aktif dan sehat.

Hal ini selaras dengan Deklarasi Roma tentang Ketahanan Pangan Dunia (Rome Declaration on World Food Security) yang dicanangkan pada saat Pertemuan Puncak Pangan Dunia (World Food Summit) tanggal 13-17 November 1996. Ketahanan pangan di sini

ISBN:

ISBN:ISBN:ISBN: 978-602-18580-2-8978-602-18580-2-8978-602-18580-2-8978-602-18580-2-8 xxxviixxxviixxxviixxxvii

didefinisikan sebagai: ‘Food security exists when all people, at all time, have physical and economic access to sufficient, safe and nutritious food to meet their dietary needs and food preferences for an active and healthy life’.

Secara umum, ada tiga komponen atau aspek yang terkait dengan ketahanan pangan, yaitu ketersediaan pangan, aksesibilitas pangan, dan kecukupan konsumsi pangan. Tidak ada satu negara pun yang dapat mengatakan bahwa status ketahanan pangannya kuat apabila masih ada warga negaranya yang belum dapat memenuhi kebutuhannya untuk hidup sehat dan berpartisipasi aktif dalam segala aktivitas perekonomian secara produktif.

Konsep ketahanan pangan ini dapat diterapkan untuk mengukur performa pemerintahan suatu negara dalam menjamin penduduknya untuk mengakses pangan, meskipun tidak selalu memiliki korelasi positif terhadap kedaulatan pangan nasionalnya. Hal ini dikarenakan, meskipun negara tersebut mampu menjamin akses dan ketersediaan pangan yang aman, berkualitas, dan bergizi kepada warga negaranya, namun ketahanan pangan negara tersebut masih dapat berpotensi untuk dikatakan tidak aman, khususnya apabila dikaitkan dengan masih ada ketergantungan terhadap impor pangan negara tersebut.

Peranan riset dan teknologi diperlukan untuk mendapatkan solusi atas permasalahan pangan yang mungkin muncul dalam suatu negara. Riset yang maju sangat diperlukan untuk menggali, memahami, dan menginventarisasi berbagai sumber kekayaan alam dan bahan pangan yang ada, serta melanjutkannya dengan melakukan eksplorasi pemanfaatan dan pengembangan yang sejalan dengan local wisdom dan indigenous knowledge yang telah dimiliki oleh masyarakat setempat dalam upaya penganekaragaman pangan yang berbasis pada sumber daya lokal. Dalam hal ini, konsep diversifikasi atau penganekaragaman pangan harus dapat diartikan sebagai penganekaragaman secara horisontal, secara verikal, dan secara regional. Hal ini berarti masing-masing daerah perlu mengupayakan kemandirian pangan daerah sesuai dengan potensi

ISBN:

ISBN:ISBN:ISBN: 978-602-18580-2-8978-602-18580-2-8978-602-18580-2-8978-602-18580-2-8 xxxviiixxxviiixxxviiixxxviii

mereka. Implementasi konsep ini kemudian perlu ditegaskan dengan komitmen politik pemerintah daerah yang didukung secara politis pula oleh pemerintah pusat. Dengan demikian, otonomi daerah perlu dimanfaatkan sebagai suatu momentum untuk membangun ketahanan pangan yang merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat.

Diversifikasi

DiversifikasiDiversifikasiDiversifikasi PanganPanganPanganPangan

Tingginya dominasi beras dalam pola konsumsi pangan penduduk Indonesia hingga saat ini merupakan salah satu penyebab masih rendahnya kualitas konsumsi pangan nasional yang belum beragam dan bergizi seimbang yang diindikasikan oleh skor pola pangan harapan. Beras sebagai pangan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, tidak hanya telah membudaya dalam pola konsumsi pangan masyarakat, namun juga dianggap memiliki citra pangan yang lebih baik dari sisi sosial. Sementara komoditas sumber karbohidrat lainnya yang biasa dikonsumsi sebagian masyarakat di masa lampau, saat ini semakin tergeser sejalan dengan perkembangan ekonomi dan teknologi serta sebagai ekses dari kebijakan pemerintah berupa program penyaluran beras bagi keluarga miskin atau RASKIN.

Keberagaman jenis pangan dan keseimbangan gizi dalam pola konsumsi pangan dibutuhkan tubuh untuk hidup sehat, aktif dan produktif. Dengan memperhatikan pola konsumsi pangan masyarakat Indonesia yang masih belum sesuai harapan tersebut, maka penganekaragaman konsumsi pangan atau diversifikasi konsumsi pangan menjadi penting untuk dilaksanakan guna menciptakan generasi sumber daya manusia yang lebih berkualitas dan berdaya saing. Untuk mencapai kualitas konsumsi pangan yang lebih baik, perlu ditingkatkan konsumsi umbi-umbian, pangan hewani, kacang-kacangan, buah/biji berminyak, serta sayur dan buah atau dikenal sebagai penganekaragaman konsumsi secara horizontal. Selain itu, peningkatan kualitas konsumsi pangan juga dapat dicapai melalui penganekaragaman vertikal

ISBN:

ISBN:ISBN:ISBN: 978-602-18580-2-8978-602-18580-2-8978-602-18580-2-8978-602-18580-2-8 xxxixxxxixxxxixxxxix

yaitu konsumsi aneka ragam jenis pangan sumber karbohidrat dan olahannya (jenis padi-padian: jagung dan olahannya, sorghum, dan jenis padi-padian lainnya), aneka pangan sumber protein dan olahannya (aneka pangan hewani dan aneka kacang-kacangan), serta aneka pangan sumber vitamin dan olahannya (beragam jenis sayur dan buah-buahan). Dengan demikian, peningkatan konsumsi kelompok pangan sumber tenaga, pembangun, dan pengatur perlu diiringi dengan penurunan konsumsi beras. Sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden No. 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal, bahwa upaya penganekaragaman konsumsi pangan harus berbasis sumber pangan setempat atau khas daerah. Hal ini agar diartikan bahwa pengurangan konsumsi beras tidak dapat digantikan dengan konsumsi gandum/ terigu yang hampir seluruhnya diimpor. Sementara konsumsi umbi-umbian bukan hanya sebagai pangan pilihan pengganti padi-padian, namun juga sebagai pangan berpati (starchy foods) yang banyak mengandung serat dan dibutuhkan tubuh untuk dikonsumsi setiap hari, seperti sagu, ubi kayu, ubi jalar, talas, pisang, labu kuning, dan sukun.

Upaya diversifikasi konsumsi pangan tentunya akan menghadapi berbagai tantangan seperti laju pertumbuhan penduduk yang harus disertai dengan ketersediaan pangan yang memenuhi gizi. Dari aspek psikologis, modernisasi dalam kehidupan masyarakat tanpa disadari telah menggerus pola konsumsi masyarakat dari mengkonsumsi pangan lokal kepada pangan yang instan. Situasi pergeseran pola konsumsi pangan masyarakat ini disebabkan oleh banyak hal, seperti masih kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap konsumsi pangan beragam, bergizi, seimbang, dan aman. Sebagian masyarakat masih memiliki prinsip “asal kenyang”. Di sisi lain, untuk mempercepat proses adaptasi masyarakat kembali kepada pangan lokal diperlukan pengembangan teknologi tepat guna, baik untuk memproduksi maupun mengolah bahan pangan terutama pangan lokal non beras. Melalui teknologi tepat guna dapat ditingkatkan

ISBN:

ISBN:ISBN:ISBN: 978-602-18580-2-8978-602-18580-2-8978-602-18580-2-8978-602-18580-2-8 xlxlxlxl

nilai tambah dan nilai sosial dari pangan lokal selain beras. Saat ini ketersediaan dan akses terhadap teknologi semacam itu diindikasikan relatif rendah, sehingga di sini peran industri (swasta) sangat diperlukan sebagai wujud implementasi sinergi antara industri, pemerintah, dan masyarakat dalam mengembangkan produk pangan baru berbasis bahan baku lokal untuk mendukung ketahanan pangan nasional.

Penganekaragaman konsumsi pangan atau diversifikasi pangan harus dilaksanakan guna menciptakan sumber daya manusia yang lebih berkualitas dan berdaya saing. Selain itu, masih banyak tantangan yang akan dihadapi dalam pemenuhan kebutuhan pangan di masa mendatang, baik secara nasional, regional bahkan internasional, seperti laju pertumbuhan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi di berbagai belahan dunia, serta isu perubahan iklim. Sementara, sumber daya alam (lahan dan air) semakin terbatas, sebagai akibat dari konversi lahan pertanian ke non pertanian dan konversi bahan pangan menjadi bahan bakar.

Lebih lanjut, diversifikasi atau penganekaragaman pangan ini penting untuk diperhatikan disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: pola konsumsi pangan masyarakat belum beragam, bergizi seimbang, dan aman, serta masih didominasi oleh beras dan terigu; pemanfaatan pangan lokal khususnya sumber karbohidrat belum optimal; total permintaan kebutuhan beras terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang masih tinggi (1,49%/tahun); semakin nyata dampak perubahan iklim global yang dapat mempengaruhi kapasitas produksi pangan domestik dan global; dan percepatan peningkatan status gizi perlu segera dilakukan.

Pangan

PanganPanganPangan FungsionalFungsionalFungsionalFungsional

Indonesia sangat kaya dengan potensi lokal yang telah mengakar dan menjadi budaya dalam masyarakat. Kekayaan bahan alam dan pangan lokal Indonesia ini mempunyai peran

ISBN:

ISBN:ISBN:ISBN: 978-602-18580-2-8978-602-18580-2-8978-602-18580-2-8978-602-18580-2-8 xlixlixlixli

strategis dan potensi yang luar biasa untuk dikaji dan terus dikembangkan, termasuk dalam upaya untuk mencari solusi yang terkait dengan permasalahan pangan dan status gizi masyarakat.

‘Biarkanlah makanan menjadi obat dan obat menjadi makanan’. Ungkapan Hippocrates yang terkenal tersebut menjelaskan betapa eratnya hubungan antara pangan dan kesehatan dalam kehidupan kita. Kemajuan penelitian pangan dan gizi dalam era ‘postgenomics’ akhir-akhir ini telah merevolusi penelitian khususnya di bidang gizi dalam kaitannya dengan kesehatan. Penelitian mengenai gizi atau nutrisi saat ini tidak hanya terbatas pada pencegahan penyakit kurang gizi dan menentukan standar kebutuhan dasar gizi manusia. Setelah proyek genom manusia selesai pada tahun 2003, penelitian integrasi ilmu pangan, gizi, dan ‘functional genomics’ memunculkan pendekatan dan teknik baru untuk menjelaskan bagaimana nutrisi dapat berperan dalam memodulasi ekspresi gen, sintesis protein, dan metabolisme. ‘Nutrigenomics’ (studi mengenai dampak nutrisi pada regulasi gen) dan ‘nutrigenetics’ (studi mengenai pengaruh variasi genetik pada perbedaan individu dalam merespon komponen pangan tertentu) memberikan harapan untuk menjelaskan interaksi kompleks antara gen, produk gen, dan komponen pangan dalam upaya memberikan nilai tambah dan manfaat makanan terhadap kesehatan manusia.

Penelitian-penelitian terkini dengan menerapkan teknologi OMICS seperti ‘genomics’, ‘transcriptomics’, ‘proteomics’, dan ‘metabolomics’ memegang peranan sangat penting dalam percepatan revolusi di bidang pangan dan gizi, terutama yang berhubungan dengan ‘nutrigenomics’, karena teknologi-teknologi tersebut mampu mempercepat tersedianya informasi mengenai gizi dan regulasi gen dalam tubuh manusia serta mampu memberikan solusi alternatif untuk mengatasi permasalahan kompleks yang berkaitan dengan gizi, kesehatan manusia, dan penyakit. Dengan menggunakan ‘state-of-the-art’ teknologi-teknologi OMICS ini, para ahli-ahli

ISBN:

ISBN:ISBN:ISBN: 978-602-18580-2-8978-602-18580-2-8978-602-18580-2-8978-602-18580-2-8 xliixliixliixlii

pangan, gizi, dan kesehatan diharapkan dapat mempelajari efek kesehatan dari komponen tertentu dalam pangan dan pola mekanisme serta regulasinya dalam tubuh manusia. Istilah

‘genomics’ mengacu pada studi menyeluruh yang berkaitan dengan urutan nukleotida dalam genom, sedang ‘transcriptomics’ merupakan studi yang terkait dengan pengukuran jumlah relatif ‘messenger RNA’ (mRNA) dalam organisme untuk menentukan pola dan tingkat ekspresi gen. ‘Proteomics’ adalah studi komprehensif yang berhubungan dengan protein yang disandikan dan diungkapkan oleh genom serta pengaruh komponen pangan terhadap ekspresi protein dalam sel dan jaringan, termasuk di dalamnya ‘structural proteomics’, ‘molecular proteomics’, dan ‘chemical proteomics’. ‘Metabolomics’ didefinisikan sebagai analisa komprehensif dari semua metabolit yang dihasilkan dalam sistem biologis dan berfokus kepada pengukuran konsentrasi metabolit dalam sel atau jaringan. Berbagai parameter dalam ‘genomics’, ‘transcriptomics’, ‘proteomics’, dan ‘metabolomics’ dianalisa sesuai dengan yang dipersyaratkan secara simultan, sehingga akan menghasilkan sejumlah besar data atau informasi dalam sistem biologis. Informasi yang diperoleh dari teknologi-teknologi OMICS tersebut kemudian diolah lebih lanjut dengan analisa ‘bioinformatics’ untuk mendapatkan hasil dan overview secara lengkap dan menyeluruh mengenai efek gizi atau nutrisi maupun non-nutrisi dalam pangan yang berhubungan dengan kesehatan. Identifikasi dan prediksi mengenai manfaat maupun dampak merugikan berdasarkan studi komprehensif teknologi OMICS tersebut pada akhirnya diharapkan dapat berguna untuk mencegah penyakit tertentu.

Lebih lanjut, terkait dengan bahan alam dan pangan lokal, hasil penelitian menunjukkan berbagai pangan lokal mengandung khasiat kesehatan yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai sumber pangan fungsional yang dapat meningkatkan kesehatan dan mampu menghambat penyakit degenaratif seperti dislipidemia, diabetes mellitus tipe 2, kanker, dan yang lainnya. Pangan fungsional secara definisi diartikan sebagai pangan alamiah (segar) atau olahan yang

ISBN:

ISBN:ISBN:ISBN: 978-602-18580-2-8978-602-18580-2-8978-602-18580-2-8978-602-18580-2-8 xliiixliiixliiixliii

mengandung satu atau lebih komponen pangan yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu di luar fungsi dasarnya (sebagai penyedia zat gizi) yang dapat memberikan manfaat terhadap kesehatan, tidak membahayakan, dan/atau dapat pencegahan terhadap suatu penyakit serta disajikan dan dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman dan memiliki karakteristik sensori seperti penampakan, warna, tekstur atau konsistensi dan cita rasa yang dapat diterima konsumen.

Trend pangan fungsional saat ini lebih kepada “real food nutrition”, di mana konsumen lebih menginginkan mendapatkan zat gizi secara alami dari pangan yang dikonsumsi, dibandingkan dengan pangan yang difortifikasi atau disuplementasi dengan mikronutrien, seperti vitamin dan mineral. Oleh karena itu, sudah selayaknya bagi pemerintah, swasta, dan masyarakat, khususnya masyarakat peneliti dan akademisi untuk terus melakukan penelitian dalam mengkaji manfaat kesehatan komponen fungsional yang ada dalam bahan pangan potensi lokal Indonesia. Sebagai contoh, umbi-umbian lokal seperti yang selama ini hanya dikenal sebagai sumber kalori yang murah ternyata memiliki beberapa keunggulan antara lain mengandung komponen fungsional sumber prebiotik dan mikronutrein yang dapat meningkatkan kesehatan saluran cerna dan sistem imun serta mempunyai indeks glisemik yang lebih rendah. Buah-buahan lokal, serealia, serta makanan hasil fermentasi merupakan sumber antioksidan, serat pangan, dan komponen bioaktif serta probiotik yang dapat dikembangkan lebih lanjut untuk manfaat kesehatan dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Meningkatnya kebutuhan dan kesadaran konsumen akan pangan yang dapat meningkatkan kesehatan terutama untuk menghambat penyakit degeneratif mendorong dikembangkannya pangan fungsional yang menjadi bagian penting dalamdietsehari-hari.

ISBN:

ISBN:ISBN:ISBN: 978-602-18580-2-8978-602-18580-2-8978-602-18580-2-8978-602-18580-2-8 xlivxlivxlivxliv Daftar

DaftarDaftarDaftar PustakaPustakaPustakaPustaka

1. Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian RI. “Roadmap Diversifikasi Pangan Tahun 2011-2015” pp.1-128 (2012).

2. Bagchi D, Lau FC, and Bagchi M, “Genomics, Proteomics, and Metabolomics in Nutraceuticals and Functional Foods,” John Wiley & Sons, pp. 1-338 (2010).

3. Hariyadi P, “Development of National Food Industry as a Strategy of Food Diversification in Indonesia”,Proceeding Self-Funded APEC Workshop, 15-25 (2012).

4. Hariyadi P. “Riset dan Teknologi Pendukung Penguatan Kedaulatan Pangan”, Jurnal Diplomasi, 3, 90-105 (2011).

5. Harmayani E, “Manfaat Makanan Fungsional bagi Penyandang Penyakit Degeneratif”, Annual Scientific Meeting Pokja Nutrigenomik. (2014).

6. Kementerian Negara Riset dan Teknologi RI. “Indonesia 2005-2025 Buku Putih Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bidang Ketahanan Pangan” pp 1-71 (2006).

7. Müller M and Kersten S,Nature Reviews Genetics4, 315-322 (2003).

8. Palupi NS, “Pangan Fungsional dalam Pola Konsumsi Pangan untuk Hidup Sehat, Aktif, dan Produktif”, Prosiding Kegiatan Apresiasi Pengembangan Pola Konsumsi Pangan. (2013). 9. Praseptiangga D, “Teknologi OMICS dalam Bidang Pangan, Gizi, dan Kesehatan”, Hiyashi,

1, 21-22 (2012).

10. Zhang XW, Yap Y, Wei D, Chen G, and Chen F, Biotechnology Advances, 26, 169-176 (2008).

SIFAT-SIFAT

SIFAT-SIFATSIFAT-SIFATSIFAT-SIFAT ROTIROTIROTIROTI TAWARTAWARTAWARTAWAR YANGYANGYANGYANG DIPERKAYADIPERKAYADIPERKAYADIPERKAYA DENGANDENGANDENGANDENGAN ISOLATISOLATISOLATISOLAT

Dalam dokumen Prosiding Seminar Pangan April 2014 (Halaman 36-45)