• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARENA BERBUAT CABUL, SEORANG DEKAN MATI DIBUNUH DI RUANG KERJANYA

“Semarang- Sepandai-pandai orang menyimpan bangkai, akhirnya kecium juga.Peribahasa ini agaknya layak untuk S (55 tahun), Dekan Fakultas Teknik Universitas Mangunkarsa Semarang.Perilaku cabulnya kepada mahasiswi yang selama ini disembunyikan akhirnya terkuak.Ia tewas mengenaskan di ruang kerjanya ditikam oleh H (26 tahun) mahasiswa Fakultas Teknik yang marah karena istrinya bernama M (24 tahun) diperlakukan tidak senonoh oleh dekan jebolan universitas terkemuka dari commit to user

Amerika Serikat itu. Dua Mahasiswa suami istri itu, H dan M kini ditahan pihak berwajib untuk penyelidikan lebih lanjut….” (El Shirazy, 2013:260-261).

Kutipan di atas merupakan contoh bahasa koran yang terdapat di dalam novel Cinta Suci Zahrana. Sebagaimana bahasa jurnalistik dalam kehidupan sehari-hari, isi berita pada koran di atas juga menggunakan gaya bahasa hiperbola. Khususnya pada judul berita yang terkesan sangat mempertegas suatu keadaan sehingga mampu memberikan daya pengaruh kepada pembaca untuk membacanya.

(b) Majas Litotes

Dalam novel Cinta Suci Zahrana terdiri atas 4 majas litotes, berikut contoh kutipannya:

Mendengar nama-nama itu, Zahrana merasa dirinya kerdil. Ia belum ada apa-apanya, belum ada sekukunya dibandingkan prestasi mereka (El Shirazy, 2013:64).

Kerdil adalah kecil, sementara kuku biasa digunakan untuk menyebutkan bagian terkecil dari bagian tubuh. Jadi dapat disimpulkan bahwa Zahrana merasa minder dengan prestasi yang dimilikinya jika disejajarkan dengan tokoh-tokoh tersebut. Nama-nama yang dimaksud dalam konteks di atas adalah Jean Nouvel, Tadao Ando, dan Zaha Hadid. Mereka adalah maestro arsitek yang memiliki banyak karya prestisius.

“Lha saya ini kan sudah sangat renta, petani tua, sudah ‘bau tanah’, sebut saja begitu (El Shirazy, 2013:218).

Pak Kiai menyebut dirinya sangat renta, bahkan bau tanah sama artinya dengan hampir meninggal. Pernyataan tersebut untuk menanggapi pernyataan

menanam pohonnya. Karena anggapan Lina, selain membeli lebih praktis, kalau menanam belum tentu Pak Kiai merasakan panennya.

(c) Majas Ironi

Dalam novel Cinta Suci Zahrana terdiri atas 1 majas ironi, berikut contoh kutipannya:

Kalau kamu tetap ngotot ingin mengajar di Jogja, itu artinya kamu sendiri yang minta agar kami mengikhlaskan kamu, seolah-olah kami tidak memiliki anak lagi (El Shirazy, 2013:12).

Kalimat di atas merupakan cara Pak Munajat menyindir Zahrana jika Zahrana tetap ingin mengajar di Jogja. Sindiran tersebut sebenarnya mengacu pada pengekangan atas tindakan Zahrana agar tidak mengajar di Yogyakarta. Kalau Zahrana tetap teguh pada pendiriannya untuk mengajar di Yogya, Ayah Ibunya tidak akan menganggap dirinya sebagai anak.

(d) Majas Sinisme

Dalam novel Cinta Suci Zahrana terdiri atas 5 majas sinisme, berikut contoh kutipannya:

Ia tidak nyaman mendengar pidato Pak Sukarman, yang baginya tak lebih dari gombal tiada harganya (El Shirazy, 2013:98).

Gombal di dalam bahasa Jawa dapat diartikan sebagai kain yang sudah sobek-sobek biasanya digunakan untuk mengelap. Apalagi Zahrana menyebutkan pidato Pak Karman tidak lebih dari gombal yang tiada harganya, hal tersebut merujuk pada konteks rayuan yang sangat tidak berguna.

“Pak, penghargaan yang saya terima ‘kan kebanggaan keluarga juga. Inggih tho Pak?”

“O, gitu, to? Kebanggaan apa? Nyatanya semakin kamu terkenal, dapat banyak penghargaan, malah semakin bikin malu orangtua! Kamu bangga, kami malu!” (El Shirazy, 2013:114). commit to user

Suatu keadaan pada umumnya, jika seorang anak semakin terkenal dan semakin mendapatkan banyak penghargaan, tentu tidak hanya akan menjadi suatu kebanggaan bagi sang anak sendiri, namun juga kedua orang tuanya. Berbeda dengan keadaan yang terjadi dengan konteks dialog antara anak dan ayah di atas. Pak Munajat merasa malu atas kebangaan yang dicapai Zahrana. Jawaban tersebut untuk menunjukkan sikap sinis terhadap perilaku Zahrana yang tidak mempedulikan keinginan mereka, orang tuanya menginginkan agar Zahrana segera menikah, namun Zahrana masih asyik dengan mengejar prestasi.

“Apak kabar perawan tua? Jika kau telah beli gaun pengantin. Sebaiknya kau kembalikan saja. Kau tak akan memakainya di hari pernikahan yang telah kau tentukan. Kau masih akan lama menyandang statusmu sebagai perawan tua. Bukankah jadi perawan tua itu indah.Tiap saat dilamar banyak orang dan bisa dengan semena-mena menolaknya.Kenapa kau tidak menikmatinya saja? Kenapa tergesa-gesa? Demi kebaikanmu sendiri, sebaiknya kaukembalikan saja gaun pengantinmu itu. Jadilah perawan tua selamanya” (El Shirazy, 2013:246).

SMS kiriman dari Pak Karman tersebut berisi gaya bahasa sinisme, karena menyisipkan kata-kata dengan penuh sindiran. Menanyakan kabar namun dengan sapaan yang tidak menyenangkan. Memberikan pertanyaan terkait perasaan menjadi perawan tua. Padahal sudah pasti jawaban menjadi perawan tua tidak menentramkan. Tidak turut mendoakan yang baik-baik agar pernikahannya lancar, justru menjerumuskan dengan mendoakan agar kekal abadi menjadi perawan tua. (e) Majas Sarkasme

Dalam novel Cinta Suci Zahrana terdiri atas 7 majas sarkasme, berikut contoh kutipannya:

Wajah Sukarman meneror dirinya. Di mana-mana ia seperti melihat wajah Sukarman yang memuakkannya (El Shirazy, 2013:139).

Definisi muak adalah merasa jijik sampai hendak muntah. Berarti dapat ditafsirkan jika Zahrana merasa bosan dengan wajah Pak Sukarman hingg merasa jijik hendak muntah. Kata memuakkan menjadi penanda bahwa kalimat di atas termasuk pada majas sarkasme.

Bagaimana mungkin ia bisa menikah dan hidup serumah seterusnya dengan orang yang moralnya sudah bejat seperti itu (El Shirazy, 2013:140). Bejat adalah perilaku yang sangat buruk. Zahrana melukiskan moral Pak Karman sudah bejat, sampai-sampai Zahrana tidak bisa membayangkan keburukan yang akan diterima jika menikah dan hidup serumah dengan Pak Karman.

“Jangan-jangan jilbabmu itu kedok untuk menutupi daging tuamu yang sudah busuk di kerubung lalat!” (El Shirazy, 2013:223).

Isi SMS Pak Karman kepada Zahrana mengandung celaan yang sangat menyakitkan bagi seorang perempuan. Bahkan membawa-bawa nama akidah seorang perempuan yang diwajibkan memakai jilbab untuk menutupi aurat. Pak Karman menuduh bahwa Zahrana memakai jilbab hanya untuk menutupi kekurangan fisik tubuh. Penyebutan daging tua yang dikerubungi lalat sama halnya dengan bangkai. Ucapan tersebut menjadi suatu perkataan yang sangat tidak etis di karena tidak sopan dan sangat kasar.

Ia kaget. SMS berisi kata-kata teror itu muncul lagi. Entah kenapa, kali ini ia tidak setenang dulu menghadapi SMS terror itu. Kali ini ia sangat marah. Rasanya ia ingin membunuh orang yang mengirim SMS kurang ajar itu (El Shirazy, 2013:246).

Teror demi terror yang diterima Zahrana melalui SMS membuat kesabaran Zahrana semakin mengikis, bahkan jiwanya memberontak ingin membunuh

pengirim SMS tersebut. Keinginan membunuh dan berkata kurang ajar merujuk pada gaya bahasa sarkasme.

“Semoga laknat Allah mengenaimu hai iblis tua! Semoga kau menemui ajalmu dalam keadaan hina di mata manusia!” (El Shirazy, 2013:246). SMS doa yang dikirim Zahrana kepada Pak Karman tersebut mengandung gaya bahasa sarkasme. Karena menyebut seseorang dengan iblis tua. Iblis adalah roh jahat yang berupaya menyesatkan manusia dari petunjuk Tuhan, begitupula dengan Pak Karman yang menurut Zahrana adalah iblis tua. Bagi manusia yang berfikir, apabila seseorang disamakan dengan iblis tua, maka kata-kata tersebut sangat kasar. Hal tersebut dilakukan Zahrana karena puncak rasa emosi yang tidak bisa dikendalikan atas sikap dan tindakan Pak Karman yang selalu meneror dan menghina dirinya dengan kata-kata yang sangat kasar dan menyakitkan hati. (f) Majas Zeugma

Dalam novel Cinta Suci Zahrana terdiri atas 2 majas zeugma, berikut contoh kutipannya:

Kalimat itu terus terngiang-ngiang dalam telinga, dada dan pikirannya (El Shirazy, 2013:183).

Diantara ketiga kata yang bercetak tebal di atas, sebenarnya hanya kata telinga yang cocok dikonstruksikan dengan kata terngiang-ngiang.

(g) Majas Satire

Dalam novel Cinta Suci Zahrana terdiri atas 8 majas satire, berikut contoh kutipannya:

Ia merasa, memang agak susah memahamkan ibunya bahwa kesalehan tidak dilihat dari sudah haji atau belum. Tidak dilihat dari pakai baju koko atau tidak. Tidak bisa dilihat dari pakai peci putih atau peci yang lainnya. Betapa

banyak penjahat di negeri ini yang bertitel haji. Setiap tahun haji justru untuk menutupi kejahatannya (El Shirazy, 2013:196).

Kutipan di atas berisi pernyataan penolakan Zahrana terhadap pernyataan ibunya yang menyebut bahwa Pak Karman adalah orang yang sholeh karena sudah haji. Pada paragraf tersebut terdapat sebuah kritik bagi orang-orang yang melakukan kejahatan dengan mengatasnamakan agama. Bahkan ada orang yang pandai dan terlihat religius, memanfaatkan kepandaian dan tampilan religius untuk menipu.

“Eh Yetti.ada apa?”

“Pak Karman kok begitu sih?” “Begitu apa?”

“Jahat!”Kata Yetti agak keras tapi bernada merajuk.

“Jahat apa, Bapak tidak paham deh. Langsung saja ada apa, sebab Bapak ada urusan.”

“Bapak kok tega sama Yetti masak nilai Yetti cuma C.”

“Lha Yetti minggu lalu Bapak panggil ke rumah tidak datang.” “Kan Yetti bilang ada acara di Jogja bareng teman-teman.” “Ya sudah kalau begitu nanti malam ke rumah ya.”

“Iya Pak, baik. Jam berapa?” “Jam sepuluh malam ya.” “Kok malam sekali Pak.”

“Kan semakin malam semakin baik.” “Boleh bawa teman Pak?”

“Kalau bawa teman nilainya D. Kalau sendirian A atau B plus.” “Baik saya ingin A atau B plus Pak.”

“Bapak tunggu nanti malam ya.”

“Iya Pak, Yetti pasti datang” (El Shirazy, 2013:213).

Majas satire bisa diperoleh dengan cara berhati-hati menelusuri batas antara perasaan dan kegamblangan arti harfiahnya. Berdasarkan uraian panjang antara dialog Yetti dan Pak Karman tersebut dapat diperoleh suatu kritikan bagi orang-orang yang bersikap amoral. Meskipun Pak Karman adalah seorang-orang dekan, cerdas, dan kaya raya, namun memiliki sikap amoral. Hal tersebut ditunjukkan pada beberapa sikapnya yang menerima suap dan suka mengencani mahasiswa. Jika commit to user

ada mahasiswa yang mengeluhkan nilainya jelek, Pak Karman akan memberi amplop kosong. Ia minta di amplop tersebut ditulis Nomor Induk Mahasiswa dan disertakan saat tugas dikumpulkan. Apabila amplop tersebut tidak diisi apa-apa, sebaik apapun hasil pekerjaan mahasiswa maka nilainya paling tinggi C. Namun apabila amplop tersebut berisi uang yang banyak, Pak Karman tidak akan melihat lagi pekerjaan siswa, ia akan langsung melihat absen mencocokkan NIM dengan yang diabsen dan langsung memberi nilai A. Selain menerima suap, Pak Karman juga sering mengencani mahasiswa untuk bertemu pada malam hari. Majas satire mengandung kritik tentang kehidupan manusia, dalam hal ini Pak Karman. Melalui cerita di atas dapat dijadikan suatu gambaran pentingnya menjaga moral karena setiap tindakan pasti akan ada balasan. Tujuannya agar ada perbaikan sikap secara etis dan estetis bagi pembaca untuk meningkatkan kualitas diri.

(h) Majas Antifrasis

Dalam novel Cinta Suci Zahrana terdiri atas 2 majas antifrasis, berikut contoh kutipannya:

Baru saja menyalakan komputer hp-nya berdering beberapa kali.Ada tiga SMS yang masuk.Ia membukanya:

“Sedang apa perawan tua?”

“Ternyata jadi perawan tua itu indah” (El Shirazy, 2013:223).

Pernyataan Pak Sukarman yang menyebut menjadi perawan tua indah, pada hakikatnya bermakna sebaliknya. Pak Sukarman ingin mengungkapkan bahwa menjadi perawan tua sangat menderita. Gaya bahasa tersebut termasuk antifrasis karena SMS tersebut dikirim langsung dari Pak Karman kepada Zahrana, sehingga Zahrana melihat secara langsung SMS tersebut, sehingga dapat merasakan sendiri

(i) Majas Paradoks

Dalam novel Cinta Suci Zahrana terdiri atas 5 majas paradoks, berikut contoh kutipannya:

Kamar President Suite yang luas, mewah dan nyaman itu terasa sempit. Suasana hatinyalah yang membuat kamar itu jadi sempit (El Shirazy, 2013:55).

Pada kalimat di atas terdapat kondisi yang bertentangan sesuai dengan kebenaran keadaan. Zahrana merasa kurang bahagia karena saat berangkat ke Beijing untuk menerima penghargaan, ayah dan ibunya melepas dengan wajah tidak ceria. Sehingga Kamar President Suite adalah yang pada dasarnya sangat luas, mewah, dan nyaman, justru terasa sangat sempit. Padahal kamar President Suite merupakan kamar yang memiliki fasilitas nomor satu. Mungkin jika kedua orang tuanya melepas dengan rasa bangga sekaligus bahagia, maka perjalanan ke Beijing dan keberadaanya selama di Beijing menjadi salah satu pengalaman terindah untuknya. Karena Zahrana diperlakukan dengan sangat mulia. Namun perlakuan yang sangat mulia tersebut terasa kurang mulia karena sikap kedua orang tuanya yang seolah-olah tidak mengizinkannya berangkat ke China.

Kredibilitas intelektualnya tidak diragukan. Materi tak usah ditanyakan. Di Semarang saja ia punya tiga atau lima pom bensin. Namun soal kredibilitas moralnya, susah Zahrana untuk memaafkannya (El Shirazy, 2013:189). Pak Karman memiliki kredibilitas inteletual dan kekayaan materi, namun semua hal yang dia miliki tidak sepadan dengan sikapnya yang amoral Hal tersebut menjadi pertentangan dalam hidupnya yang tidak seimbang.

(j) Majas Hipalase

Dalam novel Cinta Suci Zahrana terdiri atas 3 majas hipalase, berikut contoh kutipannya:

Sesekali ada lelucon-lelucon yang menghangatkan suasana (El Shirazy, 2013:193).

Kata menghangatkan sebenarnya lebih tepat jika digunakan untuk menerangkan kata lain seperti badan atau pakaian, dari sesuatu yang dingin, dipanaskan kemudian menimbulkan rasa hangat. Lelucon-lelucon adalah tindakan yang diucapkan oleh manusia, yang seharusnya lebih tepat jika hubungkan dengan kalimat “menjadikan suasana menjadi santai”. Namun untuk memperindah bahasa, lelucon-lelucon tersebut dikenakan pada sebuah kata lain yang mampu mengubah suasana dingin menjadi hangat, atau suasana tegang menjadi santai. 3) Majas Pertautan

(a) Majas Metononimia

Dalam novel Cinta Suci Zahrana terdiri atas 5 majas metonimia, berikut contoh kutipannya:

“Iya. Oh ya ibu ke Beijing naik SQ 810?” (El Shirazy, 2013:35).

Pengarang menyebutkan SQ 810 untuk menjelaskan kata pesawat. Karena pada bagian sebelumnya, sudah dijelaskan bahwa SQ 810 merupakan kode untuk menyebut pesawat. Pembaca sudah dapat memahami SQ 810 sebagai konteks pesawat, karena keduanya memiliki pertalian yang sangat dekat.

Rombongan Alphard hitam itu menyusur Jalan Pandaran, sampai di Simpang Lima, lalu lurus ke timur (El Shirazy, 2013:96).

Alphard dijelaskan sebagai salah satu merk mobil. Oleh karena itu, pembaca dapat memahami konteks alphard hitam adalah sebuah mobil merk alphard berwarna hitam menyusur Jalan Pandanaran, sampai di simpang Lima, lalu lurus ke timur.

(b) Majas sinekdoke pars pro toto

Dalam novel Cinta Suci Zahrana terdiri atas 9 majas sinekdoke pars pro toto, berikut contoh kutipannya:

Ratusan pasang mata memandangnya (El Shirazy, 2013:65).

Pada kutipan yang bercetal tebal tersebut menyebutkan sebagian dari orang-orang yang menyaksikan acara seremonial penganugerahan penghargaan tingkat dunia. Karena kondisi yang sebenarnya tidak hanya ratusan pasang mata, melainkan lebih dari itu. Selain para hadirin yang terlibat di acara tersebut, juga orang-orang di seluruh dunia yang menyaksikan melalui siaran televisi.

Ia lalu diajak suwarni menggembalakan empat ekor kambingnya (El Shirazy, 2013:87).

Zahrana dan Suwarni menggembalakan kambing yang berjumlah empat. Penyebutan kata ekor untuk menyebut sebagian sebagai pengganti keseluruhan, Karena jika menggembalakan ekor milik kambing otomatis kambing tersebut yang digembala, karena ekor kambing merujuk pada salah satu bagian dari tubuh kambing.

Pagi itu Zahrana datang ke kampus dengan membawa dua pucuk surat pengunduran dirinya (El Shirazy, 2013:208).

Zahrana ke kampus membawa dua surat pengunduran dirinya. Penyebutan kata pucuk merujuk pada bagian dari keseluruhan surat. Karena pada dasarnya,

yang penting untuk dibaca adalah keseluruhan isi surat bukan pucuk lipatan surat. Melalui isi surat yang dibaca, maka akan diperoleh suatu pemahan tentang apa yang diinginkan oleh pengirim surat kepada penerima surat.

(c) Majas sinekdoke totem pro parte

Dalam novel Cinta Suci Zahrana terdiri atas 2 majas sinekdoke totem pro parte, berikut contoh kutipannya:

Barulah setelah itu Pak Kiai dan Bu Nyai mempertemukan dua keluarga (El Shirazy, 2013:242).

Pada bagian yang bercetak tebal di atas untuk menyebutkan keseluruhan, namun yang dimaksud hanya sebagian saja. Pak Kiai dan Bu Nyai akan mempertemukan keluarga Zahrana dan keluarga Rahmad untuk membicarakan masalah perjodohan. Bukan karena disebutkan dua keluarga, seluruh keluarga dari kedua pihak hadir semua, namun hanya beberapa perwakilan dari pihak Zahrana dan perwakilan dari pihak Rahmad.

(d) Majas Alusi

Dalam novel Cinta Suci Zahrana terdiri atas 3 majas alusi, berikut contoh kutipannya:

Carilah ilmu walau ke negeri China! (El Shirazy, 2013:81).

Kalimat di atas merupakan kalimat penuh hikmah yang biasa di gunakan masyarakat sebagai motivasi untuk mencari ilmu. Konon itu sabda Nabi Muhammad SAW. China memang pantas diperhitungkan siapa saja. Sejak zaman kuno China sudah dikenal sebagai salah satu pusat peradaban dunia. Ilmuwan dan sastrawan banyak yang berasal dari China. Budaya menulis dalam peradaban

legendaris yang dikagumi oleh seluruh orang di dunia berasal dari China. Di antaranya adalah Sun Zhu yang dikenal sebagai pakar strategi perang, yang ilmunya masih relevan sampai sekarang, bahkan diadopsi oleh perusahaan besar dalam berbisnis. Kalimat di atas mengandung majas alusi karena mengandung suatu referensi yang eksplisit dan implisit kepada peristiwa, tokoh-tokoh, atau tempat kehidupan nyata, atau dalam karya-karya sastra terkenal.

(e) Majas Eufemisme

Dalam novel Cinta Suci Zahrana terdiri atas 1 majas eufemisme, berikut contoh kutipannya:

Kiai sepuh itu berkata,

“Orang yang bahagianya adalah karena harus memilih ketika melihat sekuntum bunga harum semerbak, maka ia akan memetik bunga itu untuk disimpan di kamarnya, agar dia dapat menikmati keharumannya sepanjang waktu.Tetapi orang yang bahagianya jika bisa memberi manfaat, kemungkinan besar akan membiarkan bunga itu tumbuh, bahkan menyirami dan memelihara agar setiap orang yang lewat dapat menikmati keharumannya”(El Shirazy, 2013:220).

Paragraf di atas berisi acuan berupa ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang karena bersifat halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina, menyinggung perasaan atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan. Perkataan Pak Kiai tersebut menggambarkan orang-orang yang puas karena memiliki dan menguasai, dan orang-orang-orang-orang yang menemukan kepuasan karena dapat memberi.

(f) Majas Elipsis

Dalam novel Cinta Suci Zahrana terdiri atas 3 majas elipsis, berikut contoh kutipannya:

Meskipun ada bagian unsur kalimat yang dihilangkan, namun pembaca dapat mengisi atau menafsirkan sendiri kalimat yang hilang tersebut. Kalimat setelah kata toh dapat diberi penambahan sehingga kalimat menjadi “Toh jarak antara Malaysia dengan Indonesia itu dekat”.

g. Majas Anastrof atau inverse

Dalam novel Cinta Suci Zahrana terdiri atas 2 majas anastrof, berikut contoh kutipannya:

Dalam hati mereka bertanya-tanya, siapa yang lewat (El Shirazy, 2013:96).

Kalimat di atas semacam gaya retoris yang susunan katanya mengalami pembalikan. Kalimat tersebut jika dibalik mnejadi “Mereka bertanya-tanya dalam hati, siapa yang lewat”.

4) Majas Penegasan / Perulangan (a) Majas Asonansi

Dalam novel Cinta Suci Zahrana terdiri atas 2 majas asonansi, berikut contoh kutipannya:

Wajah sejuk sahabatnya terbayang di pelupuk matanya. Ia sangat beruntung punya sahabat sebaik Lina. Meneduhkan di kala gelisah, dekat di kala susah, mengobati di kala sakit, dan mesra di kala bahagia. Itulah sahabat sejati (El Shirazy, 2013:21).

Pada paragraf di atas terdapat perulangan bunyi vokal yang sama. Hal tersebut untuk memberikan efek penekanan dan efek keindahan bahasa untuk mendeskripsikan tokoh Lina sebagai sahabat yang selalu ada dalam keadaan apa saja.

(b) Majas Repetisi (Epizeuksis)

Dalam novel Cinta Suci Zahrana terdiri atas 6 majas repetisi (epizeuksis), berikut contoh kutipannya:

(1) Selamat. Selamat dan Selamat (El Shirazy, 2013:91).

(2) “Oh tidak!Tidak!Tidak!” Zahrana menjerit histeris. Jeritannya menyayat hati siapa saja yang mendengarnya (El Shirazy, 2013:248). (3) Mereka berdua saling mengagumi, saling mencintai dan saling

menghormati (El Shirazy, 2013:270).

Pada ketiga kutipan kalimat di atas, kata yang dipentingkan diulang beberapa kali berturut-turut dalam satu baris. Tujuannya adalah untuk mempertegas suatu hal. Pada kutiapn pertama untuk mengucapkan selamat atas prestasi yang sangat luar biasa, kutipan kedua mempertegas rasa ketidakpercayaan dari berita yang di dengar, kutipan ketiga mempertegas perasaan dua insan manusia yang sedang saling mencinta setelah menikah.

(c) Majas Repetisi (Tautotes)

Dalam novel Cinta Suci Zahrana terdiri atas 1 majas repetisi (tautotes), berikut contoh kutipannya:

Itu bahasa halus, bahwa ayah dan ibunya tidak akan menganggap dirinya sebagai anaknya lagi jika nekat mengajar di Jogja. Sangat halus tapi tajam, tajam tapi halus (El Shirazy, 2013:12).

Kalimat di atas termasuk majas repetisi tautotes karena terdapat kata berulang-ulang dalam sebuah konstruksi dalam satu baris. Hal tersebut untuk mempertegas bahwa sebenarnya ayah dan ibunya melakukan sindiran terhadap apa yang mereka ucapkan. Meskipun kalimatnya halus namun membuat sakit hati.

(d) Majas Repetisi (Anafora)

Dalam novel Cinta Suci Zahrana terdiri atas 10 majas repetisi (anafora), berikut contoh kutipannya:

Pada kutipan berikut termasuk pada kategori jenis repetisi anafora, karena terdapat perulangan kata pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya. Tujuan perulangan tersebut adalah mempertegas pernyataan.

TUHAN KAMI SATU ---

Tuhan kami Ahad Rasul kami Ahmad Wahai pemilik langit

Kami jatuh dalam kancah ujian