• Tidak ada hasil yang ditemukan

Citraan/Imagery dalam Novel Cinta Suci Zahrana Karya Habiburrahman El Shirazy

DEKAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MANGUNKARSA SEMARANG beserta seluruh dosen, karyawan, dan mahasiswa

3. Citraan/Imagery dalam Novel Cinta Suci Zahrana Karya Habiburrahman El Shirazy

a. Citraan Penglihatan (Visual Imagery)

Dalam novel Cinta Suci Zahrana terdiri atas 11 Citraan Penglihatan (Visual Imagery), berikut contoh kutipannya:

Dulu saat ia pergi ke Hong Kong, ia merasa bandara Hong Kong adalah yang terbesar di Asia. Tetapi begitu ia sampai di Beijing, maka Hong Kong tidak ada apa-apanya. Ia menakar bahwa bandara Beijing tiga kali lebih besar dari Hong Kong. Bandara yang disiapkan untuk menyambut Olimpiade itu konon luasnya sama dengan 170 lapangan bola. Wajar jika bandara yang berbentuk naga raksasa itu dinobatkan sebagai bandara terbesar di dunia (El Shirazy, 2013:51).

Berdasarkan kutipan di atas, pengarang mampu membangkitkan indera penglihatan pembaca dalam setiap susunan kata dan kalimat yang digunakan. Meskipun pembaca belum pernah melihat Bandara Beijing, namun berdasarkan pendeskripsian tempat yang secara detail dipaparkan oleh pengarang, saat itu juga pembaca seolah-olah dapat melihat secara jelas bagaimana karakteristik bandara

besar dari Bandara Hongkong, memiliki luas sama dengan 170 lapangan bola, dan berbentuk naga raksasa.

Baru melihat beberapa bagian saja, Zahrana harus mengakui keindahan kampus lama Tsinghua University. Bangunan-bangunan klasik China masih dipertahankan dan dirawat dengan cantik. Salah satu bangunan yang memesona dirinya adalah Grand Auditoriumnya. Arsitekturnya bergaya campuran Yunani dan Romawi. Beratap bulat. Memiliki empat pilar marmer putih. Dindingnya berwarna merah kecoklatan (El Shirazy, 2013:63).

Kata “melihat”, “memesona”, dan “tampak” menunjukkan bahwa indera penglihatan sedang bekerja mengamati sesuatu. Meskipun pada kenyataannya pembaca tidak mengamati kampus lama Tsinghua University, namun karena pengaruh citraan penglihatan yang memunculkan daya imajinatif, pembaca seolah-olah melihat sendiri kampus lama Tsinghua University. Pembaca dapat melihat beberapa bagian bangunan-bangunan klasik China yang terawat. Selain itu, pembaca juga dapat mendeskrisikan setiap detail bagian Grand Auditorium yang memiliki banyak pesona, mulai dari gaya arsitektur campuran Yunani dan Romawi, memiliki atap bulat, memiliki empat pilar marmer berwarna putih, dan dinding berwarna merah kecoklatan.

Selesai acara, orang-orang mengerubunginya, mengajaknya bicara. Profesor Jiang Daohan menawari dirinya beasiswa doktor di universitasnya. Dua orang arsitek dari Korea Selatan tertarik untuk mengajaknya mengerjakan proyek yang sedang mereka garap di Malaysia. Edi Nugraha benar-benar datang, anak muda itu terus memuji dirinya. Pak Dubes Indonesia di Beijing dan tiga stafnya menyampaikan rasa bangga luar biasa dan mengundangnya makan malam di kedutaan. Seorang perempuan muda berjaket biru mendekatinya,

“Mbak saya dari TV Nasional Indonesia saya ingin wawancara bisa?” “Bisa saja” (El Shirazy, 2013:69).

Berdasarkan paragraf tersebut pembaca seolah-olah melihat bagaimana Dewi Zahrana diperlakukan dengan sangat hormat. Kata “mengerubunginya”

memberikan daya imajinatif yang sangat kuat terkait dengan citraan penglihatan. Hal ini membuktikan bahwa Zahrana menjadi pusat perhatian dan merupakan pihak yang diperhitungkan. Orang-orang penting dari berbagai kalangan silih berganti memberikan ucapan selamat dan memberikan tawaran yang luar biasa. Kesan penganugerahan penghargaan tingkat internasional dapat dilihat dari sejumlah tokoh yang dihadirkan, seperti Profesor Jiang Daohan menawari beasiswa dotor, Dua orang arsitek dari Korea selatan mengajak mengerjakan proyek di Malaysia, Edi Nugraha adalah anak muda dari Indonesia yang ditugaskan oleh pihak perusahaan untuk belajar di China, Pak Dubes Indonesia di Beijing menyampaikan rasa bangga dan mengundang makan malam di kedutaan, selain itu adanya TV Nasional Inonesia yang meliput secara langsung acara tersebut.

Shui Mu Tsinghua dikenal memiliki banyak pesona. Di antara pesonanya adalah susunan indah bebatuan yang tidak biasa, berbagai jenis pohon, yang berubah warna dari musim ke musim, yang mengelilingi sebuah hamparan tenang, air jernih (El Shirazy, 2013:71).

Kata “pesona” mengandung makna sangat menarik perhatian atau mengagumkan. Indera penglihatan berperan penting dalam mengamati pesona Shui Mu Tsinghua. Citraan penglihatan tersebut semakin menghebat ketika pesona Shui Mu Tsinghua dijabarkan secara lebih rinci.

Berada di tengah Shui Mu Tsinghua tidak seperti berada di tengah-tengah kampus paling elit di Beijing, tetapi terasa seperti berada di istana Kaisar Kang Xi. Begitu dahsyat orang-orang China menjaga warisan budaya nenek moyangnya, wajar kalau Tsinghua University dinobatkan sebagai kampus paling indah se-Asia. Zahrana bermimpi suatu saat nanti kampus Universitas Mangunkarsa semarang harus bisa lebih cantik dan nyaman seperti Tsinghua University (El Shirazy, 2013:72).

Berdasarkan kutipan di atas, pembaca seolah-olah berada pada posisi di tengah-tengah Shui Mu Tsinghua. Melalui perbendaharaan kata yang digunakan pengarang untuk mendeskripsikan latar tempat tersebut, diperoleh banyak hal terkait Tsinghua University sebagai kampus indah se-Asia. Berdasarkan indera penglihatan yang secara maksimal berperan mengembangkan imajinasi, pembaca bisa mengasosiasikan kampus Tsinghua University dengan istana Kaisar Kang Xi dan Universitas Mangunkarsa.

Tembok raksasa yang membuatnya ternganga, istana kota larangan yang dibanjiri manusia, lapangan Tiananmen yang legendaris, gedung-gedung pencakar langit di mana-mana, MTR yang berjejal manusia, jalan-jalan yang lebar penuh kendaraan tapi tidak macet seperti Jakarta, membuatnya harus mengakui China pantas diperhitungkan siapa saja (El Shirazy, 2013:81). Deskripsi beberapa tempat di China beserta penjelasannya membangkitkan imajinasi pembaca seolah-olah melihat apa yang digambarkan pengarang. Saat itu juga pembaca merasa berkunjung di China dan melihat tembok raksasa China, istana kota larangan, lapangan Tiananmen, gedung-gedung tinggi, MTR, dan jalan lebar yang penuh kendaraan namun tidak macet.

“Langsung melamar ke orangtuanya sebelum dia sempat berpikir matang. Misalnya saat dia pergi ke Surabaya kita datangi orangtuanya. Kita lamar.” Kata Pak sukarman dengan semangat.

Kening Bu Merlin berkerut sesaat, lalu mengangguk. “Taktik itu boleh juga Pak.”

Wajah Pak Sukarman langsung cerah (El Shirazy, 2013:151).

Citraan penglihatan juga bisa muncul melalui dialog antartokoh yang kemudian menimbulkan ekspresi. Seperti pada kutipan di atas, wajah Bu Merlin dan Pak Karman masing-masing bisa dinilai dari aktivitas pengamatan secara cermat. Ekspresi yang ditampakkan Bu Merlin menunjukkan adanya aktivitas berpikir sebentar sebelum pada akhirnya setuju dengan ditandai anggukan, commit to user

sedangkan ekspresi wajah Pak Sukarman menunjukkan adanya rasa senang karena taktiknya didukung..

Kiai sepuh itu lalu berdehem dan berkata,

……Coba Nduk kau lihat di lereng gunung sana. Ada pemandangan yang indah. Di sana banyak orang-orang Jakarta yang membuat Villa. Mewah sekali. Di Jakarta orang itu juga punya rumah lagi. Di Bandung mungkin juga punya rumah…….. (El Shirazy, 2013:217).

Melalui perintah tokoh kepada tokoh lain dalam cerita juga bisa menimbulkan suatu imajinasi, seperti perintah Kiai sepuh kepada Lina dan Zahrana untuk melihat lereng gunung, daya imaji visual pembaca juga ikut terlibat. Kata “sana” memberi kesan seolah-olah sejauh mata memandang pembaca melihat lereng gunung, ada pemandangan yang indah, dan di sana banyak villa mewah sesuai dengan yang dikehendaki kiai sepuh.

Penjual kerupuk itu menepi menghentikan sepedanya. Ia melakukan hal yang sama. Penjual kerupuk itu membuka topi lebarnya dan mengipas-ngipaskannya ke tubuhnya.Semarang memang panas, meskipun hari telah senja. Zahrana terperanjat. Masih muda dan ganteng. Keringat yang mengalir, lengan yang kekar terbakar matahari menambah pesona tersendiri (El Shirazy, 2013:239).

Pada kutipan di atas, imaji visual dapat dimanfaatkan pada tiga aspek. Pertama, indera penglihatan mengacu pada kegiatan yang dilakukan oleh tokoh di dalam cerita “Penjual kerupuk menepi menghentikan sepedanya, membuka topi lebarnya, dan mengipas-ngipaskannya ke tubuhnya”; kedua, imaji visual mengacu pada latar waktu (pembaca dapat melihat gambaran waktu “meskipun hari telah senja”); ketiga, imaji visual mengacu pada pelukisan fisik suatu tokoh di dalam cerita (penjual kerupuk itu muda dan ganteng). Kata “pesona” sebagai penjabaran pelukisan fisik tokoh menambah kesan imaji visual lebih menghebat, pembaca

b. Citraan Pendengaran (Auditory Imagery)

Dalam novel Cinta Suci Zahrana terdiri atas 8 citraan pendengaran (auditory imagery), berikut contoh kutipannya:

Mendengar kalimat ayahnya itu ia lalu mawas diri dan berpikir bahwa untuk menembus masuk Fakultas Kedokteran UI dan UGM ia sangat yakin bisa, tetapi setelah masuk biayanya dari mana (El Shirazy, 2013:5).

Secara tersurat terdapat kata “mendengar”, mendengar adalah suatu aktivitas menangkap suara dengan telinga. Sehingga jelas, paragraf tersebut memanfaatkan imajinasi auditif. Melalui imajinasi auditif mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan selanjutnya. Kegiatan selanjutnya yang ditimbulkan dari citraan pendengaran pada paragraf tersebut adalah mawas diri dan berpikir untuk menentukan langkah yang lebih bijaksana. Untuk masuk Fakultas Kedokteran UI dan UGM terkendala masalah biaya, maka Zahrana mengurungkan niatnya untuk kuliah di fakultas dan universitas tersebut.

Rektor Tsinghua University mengumumkan dan memanggil tiga tokoh penerima penghargaan untuk maju ke panggung.

“Saya panggil, yang pertama, arsitek muda yang sangat inovatif dan memiliki gagasan dan desain yang berkarakter sangat kuat, sangat khas mengangkat arsitektur landscape tata kota zaman Mataram, atau Jawa kuno ke era modern yang lebih banyak dijejali desain-desain bergaya futuristik. Karya arsitek ini memiliki filosofis desain dan akar budaya sangat kuat. Dia adalah arsitek brilian dari Universitas Mangunkarsa, Semarang, Indonesia: Dewi Zahrana!” (El Shirazy, 2013:66).

Kata “mengumumkan” dan “memanggil” berkaitan dengan pemanfaatan indera pendengaran. Pentingnya penyimak untuk menyimak secara sungguh-sungguh akan menentukan benar tidaknya acuan yang dimaksud. Seperti pada data di atas, terdapat tiga tokoh penerima penghargaan, oleh sebab itu diantara ketiga tokoh tersebut harus mendengarkan dengan saksama, nama siapa yang

dipanggil. Hadirin pada acara penganugerahan juga dapat mengetahui informasi terkait tokoh penerima penghargaan melalui aktivitas mendengarkan. Pembaca seolah-olah ikut mendengarkan pidato Rektor Tsinghua University, berdasarkan pidato tersebut diperoleh informasi bahwa ada tiga tokoh penerima penghargaan, pembaca juga dapat menjawab siapa penerima penghargaan pertama, tema arsitektur apa yang diangkat, dan darimana arsitektur tersebut berasal.

Nikmatnya mendengar suara ibunya mengaji. Ia seperti merasakan ada aliran kesejukan menyusup ke syaraf-syarafnya, sehingga sesaat ia seperti terbebas dari segala bentuk tekanan. Ia merasakan kenyamanan. Ia jadi teringat kata-kata Les Hewitt, “Oh alangkah nikmatnya, terbebas dari tekanan kehidupan yang mencekik, beristirahat, tidur nyenyak yang akan memperbaharui jiwaku.” Dan suara yang ia dengar dari ibunya itu lebih dari sekadar kenyamanan istirahat dan tidur nyenyak yang diimpikan Les Hewitt. Itu adalah kenyamanan yang menyentuh sampai jiwa dan ruh terdalamnya (El Shirazy, 2013:154).

Indera pendengaran Zahrana menangkap suara Bu Nuriyah yang sedang mengaji menjadikan pembaca seolah-olah ikut mendengar suara tersebut. Pembaca dibawa pada situasi yang sangat nyaman, suara Bu Nuriyah terdengar sangat luar biasa hingga mampu menenangkan diri dari berbagai tekanan.

Hand phone-nya berdering. Dengan berat ia angkat,

“Zahrana?” Suara yang sangat ia kenal. Suara Bu Merlin, atasannya di kampus. Bu Merlin, atau lengkapnya Ir. Merlin Siregar M.T., adalah pembantu dekan I. Ia orang kepercayaan Pak Karman. Sejak SMA ia di Semarang, jadi logat Bataknya nyaris hilang. Bahasa Jawanya bisa dibilang halus.

“Iya Bu Merlin.” Jawabnya dengan airmata menetes di pipinya.

“Rana, saya dan rombongan Pak Karman sudah sampai Pedurungan. Dua puluh menit lagi sampai”

(El Shirazy, 2013:187-188).

Hand phone bagi masyarakat saat ini merupakan alat komunikasi praktis untuk berinteraksi. Pemanfaatan hand phone untuk berdialog tercermin pada

jarak jauh dapat dijangkau dengan SMS atau telepon. Untuk percakapan antartokoh melalui telepon, pembaca diajak untuk turut mendengarkan apa yang dibicarakan tokoh-tokoh di dalam cerita, sehingga pembaca diharapkan memperoleh suatu informasi tertentu dari apa yang didengar. Berdasarkan kutipan dialog tokoh Zahrana dan Bu Merlin melalui tersebut, indera pendengaran pembaca menangkap berbagai hal terkait dengan suara, seperti seolah-olah mendengar suara hand phone berdering, karakter suara Bu Merlin yang berlogat perpaduan Batak–Jawa, jawaban “iya” Zahrana dengan nada kesedihan karena berbicara sambil meneteskan air mata, informasi Bu Merlin kepada zahrana terkait rombongan Pak Karman yang sudah sampai di Pedurungan, jawaban “iya” Zahrana dengan suara hambar dan serak, nasihat Bu Merlin kepada Zahrana agar membuka hati untuk Pak Karman, jawaban Zahrana agar mampu memberikan keputusan terbaik atas respon nasihat dari Bu Merlin, perintah Bu Merlin kepada Zahrana agar berdandan cantik, dan di akhir percakapan terdengar suara sambungan telepon dimatikan.

Kata-kata Wati selalu terngiang-ngiang di telinganya (El Shirazy, 2013:189).

Berdasarkan kalimat di atas khususnya kata “terngiang-ngiang”, dapat dipahami bahwa indera pendengar Zahrana terus menerus mendengar suara Wati yang diucapkan kepadanya. Meskipun kata tersebut diucapkan hanya sekali, namun seolah-olah terdengar beberapa kali dan diulang-ulang.

Jantung Zahrana berdegup kencang. Azan Mahgrib mengalun. “Boleh tau, siapa nama Mas?”

“Nama saya Rahmad Bu. Sudah ya Bu saya jalan dulu. Sudah Maghrib, saya harus cari masjid.”

Penjual kerupuk itu mengayuh sepedanya ke arah azan berkumandang (El Shirazy, 2013:240).

Dialog antara tokoh Zahrana dan Rahmad memanfaatkan peran indera pendengaran. Berdasarkan dialog di atas, pembaca seolah-olah berada di antara tokoh dan menangkap suara detakan jantung Zahrana yang sangat cepat serta suara alunan adzan maghrib. Fungsi indera pendengaran diperkuat melalui tokoh Rahmad yang mengayuh sepedanya menuju suara azan berkumandang.

Lagu-lagu bahagia masih mengalun. Di luar kamarnya kesibukan terus berjalan sebagaimana mestinya. Anak-anak kecil tertawa-tertawa bahagia (El Shirazy, 2013:247).

Kata “mengalun” dan “tertawa-tawa” identik dengan suara. Zahrana dari dalam kamarnya memanfaatkan indera pendengarnya untuk menangkap suara di luar kamarnya. Melalui indera pendengaran membangkitkan imajinasi pembaca seolah-olah mendengar alunan lagu-lagu bahagia, aktivitas kesibukan orang-orang yang menimbulkan suara gaduh, dan suara anak kecil tertawa-tawa.

c. Citraan Gerakan (Movement Imagery/Kinaesthetic)

Dalam novel Cinta Suci Zahrana terdiri atas 6 citraan gerakan (movement imagery/kinaesthetic), berikut kutipannya:

Hampir tengah malam, bandara terbesar di daratan China itu masih ramai. Ribuan orang berlalu lalang menyeret dan menenteng barang bawaannya. Ada yang baru keluar dari pesawat, dan ada yang bersiap memasuki pesawat. Ada yang duduk-duduk sambil membaca koran. Ada yang sedang memilih-milih barang belanjaan. Ada yang sedang menukarkan uang. Ada juga yang asyik ngobrol sambil makan di restoran (El Shirazy, 2013:49). Objek tersebut bukanlah objek khayal yang sesungguhnya tidak bergerak namun digambarkan hidup, tetapi objek tersebut benar-benar hidup dan dapat bergerak di dunia nyata. Manusia sebagai objek yang dapat bergerak secara

dinamis tergambar pada paragraf tersebut. Suasana ramai di Bandara Beijing dipertegas oleh pengarang dengan pendeskripsian bermacam-macam aktivitas manusia sesuai dengan kebutuhan masing-masing pengunjung. Suasana ramai di Bandara China karena pergerakan sejumlah manusia diantaranya; berlalu lalang menyeret dan menenteng barang bawaan, keluar pesawat, masuk pesawat, duduk-duduk sambil membaca koran, memilih-milih barang belanjaan, menukarkan uang, dan asyik ngobrol sambil makan di restoran.

Mahasiswa bubar. Ada yang langsung masuk ke kelas lain. Ada yang ke kantin. Ada yang menuju masjid. Ada juga yang lari ke tempat parkir langsung mengendarai motornya, pulang. Bu Merlin melangkah ke ruang kerja Pak Sukarman. Ia mengetuk pintunya pelan. Dari dalam ia mendengar suara Pak Karman mempersilakan. Bu Merlin masuk dan duduk di kursi berhadapan dengan Pak Karman (El Shirazy, 2013:150).

Pada kutipan paragraf di atas tergambar sejumlah pergerakan aktif manusia terkait dengan aktivitasnya. Kalimat “mahasiswa bubar” menjadi kunci utama sebagai bahan rujukan kalimat setelahnya. Bu Merlin dan para mahasiswa bergerak melanjutkan kegiatan masing-masing setelah proses perkuliahan pada mata kuliah sebelumnya telah usai. Perbedaan kegiatan mahasiswa menjadi salah satu cara pengarang dalam menguatkan banyaknya pihak yang bergerak. Beberapa gerakan mahasiswa ada yang masuk ke kelas lain, ke kantin, ke masjid, ketempat parkir kemudian pulang. Sementara itu, Bu Merlin bergerak menuju ke ruangan Pak Karman.

Zahrana terus berjalan melewati lorong garbarata diiringi pemuda yang bernama Edi Nugraha (El Shirazy, 2013:50).

Kata “berjalan” dan “diiringi” menunjukkan adanya gerakan yang dinamis antara dua pihak. Ada pihak yang diiringi dan ada pihak yang mengiringi. Citraan

gerakan muncul pada kalimat di atas, gerakan dilakukan oleh manusia yang pada umumnya dapat bergerak. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa aktivitas yang dilakukan oleh tokoh-tokoh di dalam cerita akan memunculkan citraan gerak.

Mobil meluncur meninggalkan Capital International Airport Beijing dan membelah jalanan kota Beijing yang lebar (El Shirazy, 2013:53).

Mobil adalah benda yang tidak dapat bergerak sendiri tanpa campur tangan manusia. Namun melalui citraan gerak, mobil itu dapat dilukiskan dapat bergerak sendiri, bahkan bisa lebih dahsyat dari kemampuan manusia, misalnya dapat meluncur dan membelah jalanan. Kata “meninggalkan” memberikan penegasan bahwa citraan gerak terdapat pada penggalan kalimat di atas. Meninggalkan adalah berpindah dari tempat lama menuju ke tempat yang baru. Saat berpijak pada tempat pertama untuk kemudian menuju tempat tujuan/berikutnya mobil tersebut melakukan pergerakan. Rute perjalanan mobil itu dimulai dari Capital International Airport Beijing, kemudian melewati jalanan kota Beijing.

“Sambil tadabbur alam, refreshing. Yuk ke sana !” Kata Lina. Zahrana mengangguk. Dua santriwati itu mengantarkan mereka ke ladang (El Shirazy, 2013: 216).

Selain citraan gerak dapat dipahami melalui aktivitas tokoh-tokoh di dalam cerita, citraan gerak juga dapat dipahami berdasarkan alur cerita. Berdasarkan konteks kalimat di atas, Lina mengajak Zahrana menuju ke ladang. Zahrana menyetujui ajakan Lina dengan gerakan anggukan. Di antara mereka berdua ada pihak lain yaitu dua santriwati, pada akhirnya dua santriwati itulah yang mengantarkan Lina dan Zahrana menuju ke ladang. Pembaca dapat memanfaatkan

mereka berempat (Lina, Zahrana, dan Dua santriwati) berjalan menuju ladang. Meskipun aktivitas gerak keempat tokoh tersebut tidak dijelaskan secara tersurat di dalam novel, namun pembaca dapat memastikan bahwa mereka berempat melakukan perjalanan menuju ladang. Hal ini diperkuat pada kalimat selanjutnya, bahwa Lina dan Zahrana dapat menemui Kakek di ladang.

d. Citraan Perabaan (Tactile/Thermal Imagery)

Dalam novel Cinta Suci Zahrana terdiri atas 2 citraan perabaan (tactile/thermal imagery), berikut kutipannya:

Matahari ada di ubun-ubun kepala. Terasa panas menyengat. Tetapi bara yang ia rasakan dalam kepala dan dada terasa lebih panas (El Shirazy, 2013:206).

Suasana dalam cuplikan novel di atas adalah cuaca yang sangat panas. Pada kalimat “terasa panas menyengat” indera peraba seolah-olah berperan aktif merasakan sengatan panas matahari.

e. Citraan Penciuman (Smell Imagery)

Dalam novel Cinta Suci Zahrana terdiri atas 1 citraan penciuman (smell imagery), berikut kutipannya:

Bau opor tercium oleh hidungnya dari asap yang keluar dari mulut panci (El Shirazy, 2013:180).

Kata “bau” dan “hidung” menjadi penegas secara tersurat bahwa kalimat tersebut mengandung citraan penciuman. Asap yang keluar dari mulut panci mengandung bau opor yang tercium oleh hidung.

f. Citraan Pencecapan (Taste Imagery)

Dalam novel Cinta Suci Zahrana terdiri atas 1 citraan pencecapan (taste imagery), berikut kutipannya: commit to user

Sayur bayam dan tuntuman itu terasa segar sekali, (El Shirazy, 2013:86). Pada kalimat “terasa segar sekali” menghidupkan imajinasi pembaca melalui indera pencecapan (lidah) sehingga membangkitkan selera makan pembaca karena rasanya yang segar.

g. Citraan Intelektual (Intellectual Imagery)

Citraan intelektual digunakan pengarang dalam karya sastra untuk merangsang intelektualitas pembaca.

Dalam novel Cinta Suci Zahrana terdiri atas 6 citraan intelektual (intellectual imagery), berikut contoh kutipannya:

Ia diundang ke Beijing untuk menerima penghargaan atas karya-karya dan prestasinya di bidang arsitektur. Artikel yang ia tulis di jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh RMIT Melbourne, Australia mendapat apresiasi yang sangat luas dari para pakar arsitektur dunia. Dan puncaknya ia diundang ke Beijing untuk diberi penghargaan level internasional oleh School of Architecture, Tsinghua University, sebuah universitas ternama China. Tidak mudah mendapat penghargaan dan pengakuan seprestisius itu (El Shirazy, 2013:2).

Pengarang menggambarkan karakter tokoh Zahrana sebagai pribadi yang sangat sempurna dalam hal pendidikan dan prestasi. Berdasarkan penggambaran prestasi Zahrana tersebut, pembaca diharapkan dapat terpacu untuk selalu berkarya dan berupaya mengembangkan diri dengan ilmu yang dimiliki. Pemerolehan penghargaan dan pengakuan level internasional pada bidang arsitektur merupakan wujud keberhasilan Zahrana dalam mendedikasikan ilmunya. Sebagai lulusan arsitek, Zahrana menulis artikel seputar dunia arsitektur pada suatu jurnal ilmiah yang kemudian di terbitkan oleh RMIT Melbourne, Australia. Tulisan tersebut mendapat apresiasi luar biasa dari para pakar arsitektur

level internasional oleh School of Architecture, Tsinghua University, sebuah universitas ternama China. Pembaca dapat belajar dari tokoh Zahrana betapa pentingnya aktivitas menulis. Melalalui tulisan, ide dan gagasan seseoarang dapat dicermati oleh pihak lain, terlebih lagi apabila tulisan tersebut termuat di jurnal internasional, tentu jangkauan penikmatnya lebih luas dari berbagai kalangan dan pihak-pihak di berbagai negara. Artikel yang berhasil muncul di jurnal