• Tidak ada hasil yang ditemukan

Beredar Batik Tulis Asli Tapi Palsu

A. Industri

3. Beredar Batik Tulis Asli Tapi Palsu

Salah satu dari banyak sebutan bagi Yogyakarta adalah kota kerajinan. Barang-barang kerajinan tangan masyarakat Yogyakarta dapat dengan mudah dijumpai di setiap sudut kota gudeg ini. Tidak mengherankan apabila perkembangan

58

Ueoka, Takamasa. 2001. Batik: Sejarah dan Daya Tarik. Skripsi: Jurusan: Bahasa Indonesia dan Kebudayaan Asia Tenggara. Osaka Jepang, Universitas Setsunan.hal. 59.

kerajinan di kota pelajar tersebut juga tinggi. Namun, yang tidak juga dapat dihindari adalah peniruan produk kerajinan. Hal tersebut terjadi karena masih kurangnya kesadaran para pengrajin serta pengusaha untuk mematenkan desain atau hasil kerajinan mereka ke HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual).

Persaingan antara pengrajin batik tulis tradisional dengan batik cap yang semakin ketat dan penghasilan yang kecil membuat para pengrajin batik tulis kain tradisional terpaksa melakukan kecurangan untuk menambah penghasilan. Cara yang dilakukan dengan membuat dan meniru produksi hasil kerajinan di tempat mereka bekerja. Dengan motif gambar, warna serta bahan yang sama para pengrajin tersebut membuat batik sendiri di rumah dan menjual kepasaran dengan harga yang lebih murah. Hal ini diungkapkan salah satu sumber yang mengatakan bahwa saat ia bekerja di sebuah industri batik kain selalu membuat batik tiruan dengan motif yang sama. Sumber tersebut juga mengungkapkan bahwa hampir seluruh pengrajin ditempatnya bekerja saat itu juga melakukan hal demikian, dengan alasan sebagai penghasilan tambahan.

Masyarakat dan wisatawan selaku konsumen yang memiliki dana terbatas tentu lebih memilih membeli batik yang lebih murah tanpa memikirkan barang tersebut asli atau tiruan. Kondisi tersebut semakin menyudutkan para pengusaha batik tulis tradisional untuk memperoleh keuntungan. Selain mendapat saingan dari batik cap dan printing, saat itu para pengusaha tersebut mendapat saingan baru dari para karyawannya yang meniru produk batik mereka.

Selain kurangnya pengawasan dari pihak pengusaha terhadap hasil pemasaran batik, juga masih kurangnya kesadaran para pengusaha untuk mematenkan produksi

batik tulis saat itu. Hal ini yang menyebabkan munculnya batik tiruan. Sebagai perbandingan, harga batik tulis dari sebuah industri kerajinan di akhir tahun 1980an berkisar Rp. 30.000,- perlembar kain batik berkwalitas tinggi, sedang batik tulis tiruan tersebut dijual mulai Rp. 8.000,- sampai Rp. 17000,- perlembar kain dengan kualitas serta motif yang sama. Kondisi ini semakin menyulitkan pengusaha industri batik kain tradisional dalam bersaing untuk memasarkan produksi batik karena mendapat saingan dipasaran yakni, batik cap, printing dan batik tiruan.

B. Faktor Kemunduran Industri Kerajinan

Kerajinan yang dihasilkan oleh seseorang maupun kelompok sering kali mengalami pasang surut dalam produksi dan pemasaran, baik karena kondisi alam, munculnya pesaing baru maupun menurunnya daya beli masyarakat.59 Misalnya dalam produksi kerajinan wayang kulit. Ketika musim penghujan tiba proses produksi kerajinan mereka dapat terhambat dengan kurangnya sinar matahari untuk mengeringkan kulit binatang sebagai bahan dasar pembuatan wayang kulit.

Selain faktor alam para pengrajin juga memiliki hambatan besar dalam produksi kerajinan, yakni modal.60 Para pengrajin kecil dengan modal pas-pasan terkadang harus bersaing dalam produksi dan pemasaran dengan pengrajin yang memiliki modal besar. Dalam memproduksi kerajinan misalnya para pengrajin kecil kalah cepat dengan para pengrajin besar yang memiliki banyak karyawan serta alat

59Kotler, Philip, 1988. Menejemen Pemasaran, Erlangga, Jakarta, hal 15.

bantu produksi. Sedang dalam pemasaran para pengrajin kecil juga kalah bersaing dengan pengrajin besar yang memiliki banyak relasi pemasaran hingga keluar kota. Para pengrajin kecil tidak berani menjalin relasi pemasaran dengan alasan jumlah produksi mereka tidak menentu dalam tiap waktu. Untuk menghibur diri beberapa sumber mengatakan pengalaman mereka ketika menghadapi hal semacam itu, mereka menerima keadaan tersebut dengan alasan bahwa rejeki setiap orang berbeda-beda dan telah diatur oleh sang pencipta.

Faktor lain sebagai penyebab dari kemunduran dunia kerajinan adalah tidak adanya inovasi kreatif dari pengrajin untuk menarik minat beli konsumen. Konsumen selaku penikmat dan pengguna suatu produk cenderung menyukai sesuatu yang baru dan unik, meskipun harganya sedikit lebih mahal. Tidak adanya inovasi menjadikan minat untuk membelipun berkurang dan bahkan hilang. Pentingnya inovasi mendorong para pengrajin untuk selalu kreatif sehingga karyanya tersebut dapat dihargai dan diminati konsumen.

1. Penurunan daya beli terhadap hasil kerajinan

Setiap kerajinan yang dihasilkan oleh para pengrajin cepat atau lambat akan mengalami suatu penurunan terhadap satu atau lebih produknya karena tidak selamanya diminati oleh para konsumen.61 Penurunan daya beli masyarakat dan wisatawan terhadap hasil kerajinan tersebut disebabkan oleh beberapa factor, yakni:

a. Inovasi

Dalam membuat kerajinan diperlukan sebuah inovasi dari pengrajin sebagai usaha untuk meningkatkan daya jual. Namun jika pengrajin tidak memiliki inovasi

maka penjualan pun akan mengalami penurunan. Masyarakat selaku konsumen semakin pintar dalam membeli produk kerajinan, mereka cenderung membeli hasil kerajinan yang masih jarang ditemukan dipasaran. Konsumen sangat berminat terhadap sesuatu yang inovasi dan unik.

b. Permintaan Yang Tidak Beraturan

Permintaan yang tidak beraturan dari konsumen membuat hasil kerajinan mengalami pasang surut, seperti misal ketika memasuki musim liburan, permintaan terhadap suatu produk kerajinan akan meningkat karena banyaknya wisatawan yang berkunjung. Hal sebaliknya terjadi di saat musim liburan telah berlalu dimana permintaan akan cenderung menurun. Ramainya wisatawan di saat liburan menjadi salah satu faktor meningkatnya daya beli masyarakat terhadap suatu kerajinan. Dengan demikian hasil kerajinan sebagai souvenir bagi para wisatawan hanya laku pada saat-saat musim liburan liburan sekolah.

c. Kurang Sosialisasi

Salah satu hal yang paling berperan dalam meningkatkan penjualan kerajinan adalah penyelenggaraan pameran. Para pengrajin sangat kurang dan bahkan jarang sekali dalam melakukan sosialisasi atau pengenalan produksi kerajinan terhadap masyarakat yang berbentuk pameran. Sehingga mereka hanya menunggu pembeli datang tanpa melakukan promosi produk kerajinan. Hal tersebut sabgat berlawanan dengan keadaan dewasa ini, dimana para pengrajin mulai mendapatkan tempat untuk melakukan pameran hasil kerajinan mereka minimal satu tahun sekali, seperti dalam pameran Jogja Expo Art di Jogja Expo Center (JEC) atau di Mall.

Campur tangan dari dinas terkait seperti Departemen Perindustrian Dan Perdagangan serta Dinas Pariwisata juga masih kurang, misal perhatian dalam bentuk penyuluhan terhadap pengrajin kecil, pemberian pinjaman modal dan hal lain. Selama ini mereka hanya menyediakan fasilitas stand atau tempat untuk berjualan dengan jumlah yang terbatas di kawasan Malioboro. Keadaan tersebut telah membuat para pengrajin kecil kesulitan dalam mengembangkan usahanya, karena minimnya pengetahuan, sarana serta prasarana mereka.

Ke-4 faktor tersebut menjadi kendala bagi para pengrajin untuk terus mengembangkan kreatifitas mereka dalam menghasilkan karya yang dapat di nikmati masyarakat Yogyakarta serta para wisatawan. Hal tersebut telah menyebabkan penjualan kerajinan di Yogyakarta mengalami penurunan.

Dokumen terkait