• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.

Penurunan Pemakaian Batik Tradisional

Batik tulis kain tradisonal adalah pakaian ciri khas Yogyakarta dan menjadi salah satu souvenir yang paling digemari wisatawan. Namun pada akhir tahun 1980-an kerajin1980-an batik mengalami mengalami kemundur1980-an.

“Setelah tahun 1980-an usaha batik mengalami kemunduran dan bahkan kemerosotan yang sangat memprihatinkan. Karena itu usaha para juragan batik menjadi lesu. Kemunduran usaha batik ini antara lain disebabkan oleh menurunnya para pemakai dan juga munculnya kreasi-kreasi baru.62

62Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1993. Dampak Pengembangan Pariwisata Terhadap Kehidupan Sosial Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Yogyakarta, hal 124.

Tabel 7. Penurunan Industri Batik Tradisional di Yogyakarta Tahun 1960-1990 No Tahun Jumlah Industri Presentase (%) Penurunan 1 2 3 1961-1970 1971-1980 1981-1990 1.050 450 67 0 60 85 Jumlah

Sumber tabel 7 : Indikator Surat Kabar Harian “Kompas” tanggal 21 Mei

Menurunnya industri batik tradisional juga tidak lepas dari kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah mengenai impor bahan baku industri tekstil pada tahun 1966. Ketika itu melalui UU. No 12/1966 pemerintah mencabut hak impor bahan baku yang biasa dilakukan oleh GKBI atau Gabungan Koperasi Batik Indonesia dan menerapkan persaingan bebas. Hal ini mengakibatkan para pedagang Cina dan Arab mengambil alih perdagangan bahan baku yang sebelumnya dipegang oleh koperasi.

Tugas GKBI atau Gabungan Koperasi Batik Indonesia di Yogyakarta antara lain yakni;

1.Keuangan

a.Mempergiat dan menerima simpanan dari anggota dan anggota koperasi batik.

b.Memberi pinjaman kepada anggota (batas-kredit) 2.Pusat pembelian dan keuangan

a.Memusatkan pembelian bersama dari segala bahan dan alat-alat untuk keperluan perusahaan milik anggota koperasi ;

- pengakuan sebagai Importir

-diberi kedudukan sebagai importir tunggal dan distributor tunggal untuk grey dan mori tahun 1955

- sebagai importir dan distributor bahan-bahan cat kimia batik tahun 1960 b. Memusatkan penjualan bersama dari barang-barang yang dihasilkan oleh

para anggota bukan koperasi batik. 3. Produksi

a. menghasilkan mori atau blaco di pabrik mori GKBI yogyakarta tahun 1962.63

63 Sewan Susanto, 1980. Seni Kerajinan Batik Indonesia. Balai Penelitian Batik dan Kerajinan. Yogyakarta, hal 139.

Dicabutnya hak impor GKBI membuat para pengusaha batik tradisional mengalami kesulitan dalam meneruskan usahanya, hal ini dikarenakan adanya monopoli dari para pengusaha impor bahan baku textile sehingga mengakibatkan mahalnya bahan baku. Para pengusaha batik pun jadi terbebani, sehingga mereka terpaksa mengurangi produksinya.64

Lesunya daya beli masyarakat dan wisatawan terhadap batik membuat para pengusaha batik tradisional mengalami kebangkrutan. Sebagian dari para pengusaha bahkan beralih jalur usaha seperti mendirikan usaha penginapan serta rumah makan. Selain itu para pengusaha batik tradisional juga banyak menutup tempat usaha mereka, dikarenakan produk tidak laku sehingga hanya kerugian yang mereka dapat.

Banyak mode pakaian wanita yang berasal dari negara-negara Barat dengan desain baru juga berdampak pada menurunnya minat kaum wanita untuk mengenakan kain jarit batik sebagaimana yang dilakukan oleh wanita jaman dahulu. Para wanita lebih suka memakai daster maupun rok sebagai pakaian sehari-hari dengan alasan lebih modern dan praktis sehingga tidak ribet dalam mengenakannya. Para wanita hanya akan memakai pakaian batik pada acara-acara tertentu, misal dalam acara pernikahan.

Penurunan minat masyarakat terhadap pemakaian kain batik tersebut membuat para pengrajin batik tulis tradisional mengalami keterpurukan. Dari segi penjualan produk mereka telah kalah dengan pakaian moderen yang lebih simpel, sedang dari segi harga mereka juga kalah bersaing jika dibandingkan dengan pakaian jadi yang

64 Siska Narulia, 2004. Sejarah Koperasi Batik PPBI Yogyakarta Tahun 1950-1980. Skripsi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, hal 92.

harganya jauh dibawah sehelai kain batik tulis. Beralihnya minat masyarakat terhadap pakaian modern telah menimbulkan kemunduran dalam dunia batik, khususnya batik Yogyakarta yang selama ini dikenal memiliki kualitas tinggi, motif dan warna khas. Selain itu menurut Departemen Perindustrian dan Perdagangan dalam buku“Pelestarian Motif Batik Tradisional Melalui Pengembangan Industri Batik” terdapat 7 faktor yang menyebabkan lesunya industri batik tradisional, yakni;

1. Semakin berkurangnya konsumen batik tradisional dalam bentuk kain /tapih, selendang, ikat kepala serta sarung. Hal ini menyebabkan industri batik yang produksinya berupa pelengkap busana pakaian adat Jawa seperti kain /tapih, selendang, ikat kepala serta sarung mengalami kemunduran pemasarannya, sehingga untuk mempertahankan hidupnya beralih memproduksi barang-barang yang saat itu laku dipasaran.

2. Terjadinya perubahan selera konsumen akan motif-motif batik yang disebabkan oleh pengaruh kemajuan jaman maupun kebudayaan dari luar. Masuknya arus wisatawan asing yang setiap tahunnya semakin meningkat telah memberikan dampak yang cukup besar pada selera konsumen akan motif batik. Hal tersebut menyebabkan penggunaan batik untuk barang-barang perlengkapan rumah tangga seperti misal gordin, taplak meja, bantal kursi menggunakan motif-motif baru yang disesuaikan dengan kemajuan jaman.

3. Kebijakan-kebijakan pemerintah pada saat tertentu dalam usaha meningkatkan devisa negara. Seperti misal dicabutnya hak impor bahan tekstil bagi GKBI oleh pemerintah tahun 1966. Pada tahun-tahun dimana kita membutuhkan pengumpulan devisa yang besar jumlahnya, karena tekstil dengan motif batik

cukup menunjang usaha ini, karena laju pemasarannya yang luas dipasaran Internasional. Karenanya industri-industri tekstil dengan motif batik dipacu perkembangannya pada saat itu tanpa memikirkan dampak negatif terhadap industri batik tradisional

4. Kemajuan teknologi yang semakin pesat telah memungkinkan pembuatan “batik” tanpa menggunakan proses tradisional, tetepi dengan Cap dan Print. Namun yang sangat disayangkan adalah, adanya penyalahgunaan oleh beberapa produsen maupun pedagang dengan dicantumkannya label ”Batik Asli” atau “Batik Tradisional” pada produknya, sehingga konsumen seringkali tertipu. 5. Kurangnya pengenalan motif- motif batik kepada masyarakat. Seperti misal

dalam hal pendidikan baik formal maupun non formal untuk bidang kerajinan batik, orientasinya selalu pada prosesnya. Padahal motif batik justru merupakan bagian yang lebih rumit, namun selalu dikesampingkan.

6. Kurangnya pengetahuan para pengusaha batik yang mewarisi usaha orangtua maupun yang muncul dari generasi saat ini. Pengetahuan mereka sangat sedikit tentang motif batik tradisional. Kebanyakan dari mereka hanya tahu nama-nama dari motif batik tradisional tanpa mengetahui latar belakangnya. Itupun hanya untuk jumlah yang terbatas.

7. Kurangnya perhatian generasi muda akan seni batik, baik batik sebagai komoditas perdagangan maupun sebagai warisan seni budaya yang bernilai tinggi. Mereka lebih senang menggunakan pakaian modern yang lebih simpel. Jikapun mau memakai batik, hanya terbatas memakai tanpa menyadari bahwa batik memerlukan perhatian generasi muda sebagai penerus akan kelestariannya.

2. Upaya Pemerintah Dalam Melestarikan Batik

Pemerintah saat itu juga berupaya mempertahankan serta melestarikan keberadaan batik tradisional. Upaya pemerintah yakni menjadikan batik sebagai bagian dari budaya bangsa dengan meningkatkan penggunaan batik sebagai pakaian Nasional. Upaya pemerintah dalam melestarikan batik terlihat pada penggunaan seragam batik dalam pakaian dinas pegawai negeri. Selain itu pemerintah juga berupaya melakukan promosi batik di dalam dan luar negeri, yakni menjadikan batik sebagai duta kebudayaan bangsa dalam dunia internasional. Selain melakukan promosi batik, pemerintah juga melakukan upaya-upaya sebagai berikut;

1. Melakukan labelisasi terhadap semua produk-produk batik dan tekstil motif batik dengan standar label sesuai standar industri Indonesia. Hal ini dilakukan untuk menghindari beredarnya barang tiruan.

2. Melakukan Standarisasi produk baik yang menyangkut teknologinya atau prosesnya, bahan baku, motif maupun istilah-istilah yang berkaitan dengan produk batik. Hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas dari produk yang dihasilkan.

3. Melakukan penyebarluasan bidang teknologi, bahan baku, motif serta peralatan yang digunakan untuk mengembangkan industri melalui deverifikasi produk, teknologi tepat guna, desain batik serta pengendalian mutu produk dari penerapan standar yang berlaku. Dengan melakukan pengendalian mutu produk, maka kenyamanan serta kepuasan konsumen dapat terjaga.

4. Melakukan pendidikan dan penyuluhan baik disentra batik maupun dilokasi-lokasi yang memungkinkan timbulnya industri batik. Disamping itu juga

melaksanakan pendidikan dalam bentuk kerjasama dengan departemen atau instansi lain seperti Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan memberikan penataran guru-guru di Sekolah Menengah Kejuruhan. Hal ini dilakukan dengan harapan, bahwa pengetahuan para pengrajin serta guru Sekolah Menengah Kejuruhan tentang batik akan semakin bertambah.

5. Memberikan kemudahan serta fasilitas berupa penyediaan pola-pola batik tradisional maupun baru bagi para pengrajin maupun pengusaha batik tardisional.

Pihak lain yang turut prihatin dengan kelangsungan batik adalah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan Direktorat Permuseuman. Dinas tersebut kemudian mengadakan pameran batik. Pameran tersebut diselenggarakan di museum Sonobudoyo pada bulan Juli 1991 dengan tema “Peranan Batik Sepanjang Masa; Dengan Inspirasi Batik Tradisional Kita Lestarikan Budaya Bangsa Dimasa Depan “, tujuannya yakni;

1. Meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap seni batik tradisional.

2. Menambah perbendaharaan pengetahuan seni budaya batik kepada masyarakat. 3. Memperkuat identitas budaya bangsa.

Berbagai upaya terus dilakukan oleh pemerintah maupun pihak swasta untuk dapat menempatkan batik sebagai salah satu souvenir andalan khas Yogyakarta.

54

TAHUN 1994-2000

A. Deskripsi Daerah Penelitian

Dokumen terkait