• Tidak ada hasil yang ditemukan

Yogyakarta merupakan kota yang memiliki banyak julukan. Selain dikenal sebagai kota pendidikan, kota sejarah dan pariwisata juga dikenal sebagai kota budaya. Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan memiliki tujuh unsur yakni; bahasa, teknologi, ekonomi, organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi, dan kesenian.29

“Di sebut kota budaya karena seluruh kota menyediakan tempat untuk eksposisi budaya dari pentas seni, seni lukis, kerajinan batik, kulit, dan ukir. Ada ruang publik untuk pentas kebudayaan bagi rakyat; alun-alun, sasana hinggil, gedung Purna Budaya, Bentara Budaya, panggung Ramayana, panggung terbuka di depan benteng Vredeburg dan lainnya, disamping pula ada museum kebudayaan Sono Budoyo.30

Julukan Yogyakarta sebagai kota budaya juga tidak lepas dari Keberadaan kraton Yogyakarta yang menjadi salah satu faktor bertahannya nilai-nilai budaya Jawa dari era modernisasi dalam masyarakat. Masyarakat Yogyakarta masih percaya kepada raja dan kraton sebagai pusat sumber kehidupan kosmis dan numanis. Raja dianggap sebagai pusat kekuatan kosmis yakni sebagai orang yang sakti sesakti-saktinya.31 Masyarakat juga menganggap raja sebagai junjungan, pelindung dan perantara dari sang pencipta. Bagi masyarakat Yogyakarta, kraton bukan hanya pusat

29 Koentjaraningrat. 1971. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Djambatan, Yogyakarta, hal. 204.

30 Y.B Adimasana (2007) dalam; Bandar Maulana; Jurnal Sejarah Universitas Sanata Dharma. Pusat Studi Sejarah Indonesia; Idonesiana, Yogyakarta, hal 31.

kekuasaan raja, namun juga dianggap sebagai pusat Numanis; pusat keramat kerajaan.32 Kepercayaan itu menjadikan kraton dan raja di tempatkan sebagai sumber adat dan budaya. Sehingga segala kegiatan ataupun dawuh (perintah) yang dilakukan oleh raja dan kraton menjadi panutan dan sedapat mungkin dilaksanakan oleh masyarakat.

1. Sopan Santun

Masyarakat Jawa khususnya Yogyakarta sangat menjunjung tinggi norma sopan santun. Pendidikan norma sopan santun biasa diberikan oleh keluarga sejak masih kecil. Pendidikan norma sopan santun meliputi tutur kata, sikap serta tingkah laku seorang yang muda terhadap orang yang lebih tua. Dalam tutur kata masyarakat Yogyakarta mengenal tiga tingkat tata bahasa sehari-hari, yakni ngoko, kromo dan kromo inggil.

Ngoko merupakan bahasa kasar. Ngoko digunakan untuk berbicara dengan

orang yang sudah dikenal dekat atau akrab terhadap orang yang lebih muda, serta rendah derajat status sosialnya. Kromo digunakan untuk berbicara orang yang belum dikenal akrab, namun sebaya dalam usia, derajat atau status sosialnya.33 Kromo Inggil merupakan bahasa yang sangat halus, digunakan untuk berbicara dengan orang yang sangat di hormati, lebih tinggi derajat serta status sosialnya.

Selain bahasa, sopan santun dalam sikap serta tingkah laku juga diberikan oleh keluarga masyarakat Yogyakarta. Misal ketika berjalan melewati orang yang

32 Ibid, hal 107.

33 Koentjaraningrat. 1971. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Yogyakarta, Djambatan, hal 327.

lebih tua sedang duduk atau istirahat, sambil tetap berjalan dengan bersikap membungkuk. Untuk melakukan hal itu biasanya disertai dengan ucapan kata-kata halus “nuwun sewu” yang maksudnya mohon permisi untuk berjalan.

Sopan santun dalam masyarakat Yogyakarta juga dilakukan oleh seseorang mengambil sikap duduk ketika berhadapan dengan orang yang lebih tua. Ketika duduk laki-laki harus bersila atau melipat kedua kakinya di depan. Sedang untuk perempuan harus bersimpuh atau melipat kedua kakinya kebelakang. Pendidikan dasar sopan santun tersebut masih sangat kuat dan masih dilakukan di kalangan masyarakat Yogyakarta sebagai bentuk rasa hormat kepada orang yang lebih tua.

2. Simbol dan Motif Pada Masyarakat Yogyakarta

Simbol serta motif masih dipercaya oleh sebagian besar masyarakat Indonesia sebagai warisan leluhur. Masyarakat Yogyakarta masih percaya dan mengenal simbol serta motif sebagai bagian dalam budayanya. Sampai saat ini simbol dan motif masih digunakan sebagai pegangan hidup. Simbol dapat diartikan sebagai tanda atau lambang. Simbol dapat berupa warna atau dari mimpi seseorang. Motif atau gambar dipakai dalam kehidupan masyarakat sebagai penolak bahaya atau keselamatan dan kemakmuran. Motif tersebut dapat berupa gambar binatang, alat perang atau bunga.

Simbol dalam masyarakat misalnya warna putih melambangkan kesucian, warna hitam tanda berkabung, suara burung prenjak yang merupakan pertanda akan kedatangan tamu. Mimpi sebagai bunga tidur juga seringkali dijadikan media bagi masyarakat untuk mengartikan sesuatu yang akan terjadi. Misal dalam masyarakat jika seseorang bermimpi salah satu giginya tanggal atau lepas berarti pertanda bahwa

salah satu anggota keluarganya akan mengalami musibah, baik sakit atau pun meninggal dunia.

Motif atau gambar hias bagi masyarakat Yogyakarta memiliki makna khusus. Motif serta simbol biasanya di wujudkan dalam sarung keris, ukiran pintu rumah, patung kala serta motif batik. Motif yang digunakan memiliki fungsi yang berlainan:

“misal dalam motif batik, yakni antara sido mukti dengan

parang menang. Sido mukti dalam bahasa Jawa “sido” berarti “jadi”

sedang “mukti” berarti “kebahagiaan”. Maka seseorang yang mengenakan batik bermotif sido mukti berharap agar mendapatkan pangkat dan kedudukan serta hidup bahagiaan. Motif parang menang biasa dipakai oleh perwira dalam kerajaan. “Parang” merupakan simbol dari “kekuatan” sedang “menang” berarti “kejayaan”, seorang perwira yang mengenakan batik bermotif “parang menang” berharap agar dapat memenangkan perang.34

3. Kerajinan Rakyat

Kerajinan rakyat merupakan salah satu warisan budaya masyarakat Yogyakarta. Keahlian yang dimiliki dalam membuat suatu kerajinan merupakan warisan turun temurun dan hingga kini masih dapat dinikmati oleh masyarakat umum. Keahlian itu digunakan oleh masyarakat sebagai pekerjaan sampingan ataupun mata pencaharian. Misal kerajinan perak di Kota Gede, kerajinan batik di Imogiri, dan lainnya.

Kerajinan perak di Kota Gede telah ada sejak masa pemerintahan Panembahan Senopati yang merupakan raja Mataram pada abad ke-16. Informasi yang diperoleh dari para pengrajin perak di Kota Gede mengatakan bahwa, ketika itu Panembahan Senopati memberikan tugas kepada beberapa abdi dalem untuk membuat perhiasan

dari perak dan emas. Perhiasan tersebut nantinya akan digunakan oleh raja serta kerabat kraton. Berawal dari itu, masyarakat di Kota Gede memiliki keahlian dalam membuat perhiasan dari perak serta menekuninya sebagai mata pencaharian.

Selain ahli dalam membuat perak, masyarakat Yogyakarta juga mewarisi keahlian dalam membatik. Membatik ketika itu merupakan pekerjaan pengisi waktu luang para putri raja yang dibantu oleh para abdi dalem. Pada masa kerajaan Mataram penggunaan batik dipengaruhi oleh aktivitas masyarakat yang berlatar belakang seremonial, ritual, historis, kultural, filosofi sesuai dengan budaya dan kepercayaan masyarakat saat itu.35 Akan tetapi saat ini penggunaan batik telah meluas dan bukan lagi sekedar sebagai busana adat dalam acara-acara tertentu, namun telah berkembang dalam penggunaan serta fungsinya, misal sebagai baju santai, daster dan celana. Selain itu juga digunakan sebagai pelengkap peralatan rumah tangga seperti taplak, seprei dan lainnya.

B. Yogyakarta Sebagai Kota Wisata

Yogyakarta dikenal sebagai kota wisata yang memiliki beragam obyek wisata. Kota ini juga merupakan salah satu tujuan kota wisata yang banyak di kunjungi wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Hal ini tidak lepas dari peran serta pemerintah dalam mengusahakan Yogyakarta sebagai salah satu kota

35 Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1993. Dampak Pengembangan Pariwisata Terhadap Kehidupan Sosial Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, hal 45.

wisata di Indonesia. Selain itu banyaknya tempat-tempat pemandangan alam maupun cagar budaya yang berpotensi sebagai tempat wisata menjadi salah satu faktor pengembangan wisata oleh pemerintah.

Wisata alam, cagar budaya dan sejarah adalah beberapa tempat yang menjadi andalan Yogyakarta. Wisata alam seperti Kaliurang dan pantai selatan menghadirkan panorama alam yang indah bagi wisatawan. Cagar budaya seperti candi Prambanan serta Kraton Yogyakarta menghadirkan nuansa sejarah yang tak ternilai harganya. Selain itu tempat-tempat bersejarah juga menjadi nilai lebih, misal Benteng Vredeburg, Monumen Yogya Kembali dan lainnya. Selain itu, keberadaan pusat perbelanjaan yakni Malioboro yang terletak berhadapan dengan kraton semakin memanjakan serta memudahkan wisatawan ketika ingin berbelanja.

Perkembangan pariwisata di Indonesia khususnya Yogyakarta di awali sejak tahun 1978, setelah pemerintah berusaha mengembangkan kepariwisataan bagi daerah yang memiliki potensi wisata. Hal ini dilakukan pemerintah untuk menambah pemasukan uang negara memalui obyek wisata.

Pengembangan pariwisata oleh pemerintah tidak terlepas dari potensi wisata alam dan budaya yang dimiliki Yogyakarta. Memasuki tahun 1987 penataan pariwisata di Yogyakarta telah selesai, dan mulai saat itu setiap tahun obyek wisata Yogyakarta dikunjungi ratusan ribu wisatawan baik domestik maupun asing. Jumlah wisatawan akan bertambah ketika memasuki libur sekolah. Sejak diadakannya pengembangan pariwisata jumlah wisatawan mengalami peningkatan. Misal Tahun 1987 telah berhasil menarik wisatawan asing sebesar 1.600.000, sehingga Indonesia

menduduki peringkat ke-4 dunia wisata di Asia Tenggara.36 Jumlah wisatawan asing tersebut sebagian berkunjung ke beberapa daearah wisata seperti Bali, Yogyakarta, Bandung dan Jakarta.

Tabel 1. Jumlah Peningkatan Kunjungan Wisatawan Ke Yogyakarta Tahun 1987-1989 Jumlah Wisatawan Tahun Asing Domestik 1987 100.000 1.153.173 1988 130.000 2.177.556 1989 160.000 3.920.930

Sumber tabel 1 : Kliping “Membangun Industri Pariwisata” Th II. No,5, mei 1990,hal 94

Peningkatan jumlah wisatawan yang berkunjung setiap tahunnya membuat pemerintah menetapkan Yogyakarta sebagai daerah tujuan wisata ke-2 setelah pulau Bali.

“Dalam hal ini Oka.A mengatakan bahwa posisi Yogyakarta sebagai daerah tujuan wisata telah didukung oleh komponen-komponen yang merupakan potensi pariwisata, yakni prasarana dan sarana sebagaiberikut;

1). Faktor-faktor yang memuaskan antara lain rakyat yang bersahabat dan ramah serta dapat berbahasa internasional 2). Lokasi komunikasi yang mudah dikunjungi

3). Memiliki daya tarik bagi wisatawan antara lain meliputi; a). Iklim (lebih dari 200 hari matahari bersinar sepanjang

tahun. Temperatur berkisar antara 15- 25C. Polusi alam masih sedikit.

b). Potensi alamiah meliputi daerah pegunungan, hutan, pantai dan tumbuh-tumbuhan tropis.

c). Potensi bangunan meliputi obyek percandian dan bangunan-bangunan bersejarah serta memiliki keunikan atau kekhususan arsitekturnya.

d). Warisan budaya leluhur yang antara lain meliputi kepercayaan, upacara-upacara adat, kesenian tradisional.

e). Fasilitas akomodasi yang baik.

f). Hasil-hasil kerajinan yang menarik.37

1. Pertunjukan Kesenian

Kegiatan budaya yang masih dilakukan oleh masyarakat Yogyakarta menjadi salah daya tarik bagi para wisatawan selain tempat-tempat bersejarah, wisata alam dan budaya. Kegiatan budaya yang dijadikan hiburan bagi wisatawan yakni, tari kesenian Jawa dengan ciri khas Yogyakarta. Misal, tari Golek; Klana Alus Jungkung Mandiya, tarian yang diambil dari cerita Mahabarata, tentang raja Dasawasisa. Kesenian lain yang menjadi pusat perhatian wisatawan yakni sendratari Ramayana. Pertunjukan kedua tari-tarian tersebut biasa diselenggarakan di panggung teater candi Prambanan pada setiap awal bulan purnama. Selain itu pertunjukan kesenian wayang orang, wayang kulit serta wayang golek biasa diselenggarakan di beberapa tempat seperti di Arjuna Plasa dan RRI Sasana Hinggil.

Kegiatan budaya lain yang menjadi nilai jual bagi wisatawan adalah upacara adat yang biasa diselenggarakan oleh kraton. Misal upacara Grebeg Sekaten yang biasa bertempat di alun-alun utara. Grebeg sekaten biasa di selenggarakan pada tiap bulan Maulud dan di wujudkan dalam bentuk gunungan. Upacara ini merupakan wujud syukur serta memohon perlindungan dengan Yang Kuasa. Dalam setiap penyelenggaraan Grebeg Sekaten, biasanya diikuti dengan pesta rakyat yang dilakukan selama satu bulan penuh. Penyelenggaraan ini menjadi daya tarik bagi wisatawan domestik maupun asing.

37 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dampak Pengembangan Pariwisata Terhadap Kehidupan Sosial Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta, hal 102.

Upaya pemerintah untuk tetap mempertahankan budaya Yogyakarta sebagai nilai jual dalam pariwisata terus dilakukan. Kaitan antara budaya dengan pariwisata dipertegas dalam Tap MPR No. II/MPR/1988 bahwa pembangunan pariwisata diupayakan mampu memperkenalkan alam, nilai, dan budaya bangsa.38 Obyek wisata bagi para wisatawan dimunculkan oleh pemerintah dalam bentuk kesenian (tari-tarian, lagu rakyat, kerajinan tangan) dan adat istiadat (upacara adat).

Tabel 2. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke tempat atraksi kesenian pada tahun 1985-1987

Tahun no Atraksi Kesenian Tempat

1985 1986 1987

1 Wayang Orang

dan golek

Arjuna Plasa 2.660 2.166 1.717 2 Wayang Golek Nitour Inc 947 1.490 1.747 3 Wayang kulit AmbarBudaya 785 1.006 1.332 4 Wayang Kulit RRI Sasana

Hinggil

974 1.150 999 5 Wayang kulit Agastya 6.881 7.320 7.221 6 Sendratari Ramayana Prambanan --- 3.479 4.689 7 Sendratari Ramayana Pujakusuma 8.590 10.432 10.570 8 Sendratari Ramayana THR Hanoman 2.097 2.617 3.178

9 Aneka seni Forest Garden Prawirotaman

6.225 8.435 10.249 Sumber tabel 2 : Statistik Dinas Pariwisata DIY

2. Sarana dan Prasarana Transportasi

Yogyakarta sebagai kota pariwisata yang sedang berkembang, berupaya meningkatkan jumlah wisatawan dengan melakukan pembenahan, menata dan memperluas daerah obyek-obyek wisata. Misal memperluas serta membuat taman

wisata Prambanan. Pemerintah melalui Departemen Perhubungan juga menyediakan serta membangun sarana transportasi sebagai pendukung kelancaran wisatawan menuju obyek wisata. Selain itu juga menyediakan bus pariwisata dan taksi untuk mempermudah dalam mencapai tempat wisata. Pemerintah daerah juga tetap mempertahankan sarana transportasi tradisional seperti becak dan andong.

Sarana Transportasi yang disediakan Departemen Perhubungan antara lain melayani rute sebagai berikut ;

Tabel 3. Bus Wisata di Yogyakarta tahun 1989-1990

no Nama Bus Tujuan Biaya (Rp) 1 Birowo Yogya-Wonosari-Baron 500,- 2 Baker Yogya-Kaliurang 300,- 3 Jatayu Yogya-Parangtritis 500,- 4 Mataram Yogya-Glagah-Congot 700,- 5 Purajaya- Suharno Gotong Royong Yogya-Prambanan 250.- 6 Abadi Yogya-Samas 500,-

7 Eka Sapta Muntilan-Borobudur 200,-

8 Handoyo-Ramayana Yogya-Borobudur 500,-

9 Pemuda Yogya-Prambanan 250,-

Sumber tabel 3 ; Dinas Pariwisata Pariwisata Seni dan Budaya

Dalam memudahkan sarana transportasi menuju tempat wisata, pemerintah Yogyakarta juga berupaya membuat wisatawan betah serta nyaman tinggal di Yogyakarta, yakni dengan cara menyediakan tempat tinggal sementara dan akomodasi yang layak bagi wisatawan. Upaya pemerintah diwujudkan dengan memberikan kemudahan ijin mendirikan hotel atau penginapan serta rumah makan bagi masyarakat. Seperti misal masyarakat di daerah Prawirotaman, masyarakat mulai mendirikan tempat penginapan baik hotel berbintang maupun hotel melati serta

rumah makan bagi wisatawan.

Tabel 4. Hotel Berbintang di Yogyakarta tahun 1989-1990 Kabupaten/Kotamadya Akomodasi Kamar Tempat Tidur

Sleman 4 512 1.022

Yogyakarta 7 391 684 D.I. Yogyakarta 11 903 1.706 Sumber tabel 4: Kantor Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta.

Tabel 5. Hotel Melati di Yogyakarta tahun 1989-1990

Kabupaten/Kotamadya Akomodasi Kamar Tempat Tidur

Sleman 14 124 124

Yogyakarta 11 257 257 D.I. Yogyakarta 37 872 872

Bantul 4 35 35

Sumber tabel 5: Kantor Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta.

Dokumen terkait