• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab IV , menguraikan mengenai implikasi dari kehadiran Gereja Kristen Jawa terhadap kehidupan masyarakat, yang akan membicarakan pengaruhnya dalam

IMPLIKASI KEHADIRAN GKJ AMBARUKMO TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT

D. Bidang Ekonom

Pola dan struktur pedesaan masih melekat dalam kehidupan masyarakat sekitar Gereja Ambarukmo, walaupun bermukim di perkotaan. Ada cukup banyak anggota masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan atau belum layak,

43Wikipedia, http://id.m.wikipedia.org/wiki/Denominasi_Kristen diakses tanggal 25 November 2014.

63 sehingga mendorong warga jemaat GKJ Ambarukmo untuk ikut serta membangun dan meningkatkan tata kehidupan sosial kemasyarakatan. Warga jemaat menggandeng tangan perangkat desa dan masyarakat Sleman dalam pengembangan kemasyarakatan dengan memberikan peminjaman modal usaha (modal stimulan)44 untuk masyarakat umum. Jumlah yang diberikan untuk modal

usaha sebesar Rp. 200.000,- sampai Rp. 500.000, - bagi setiap orang atau kelompok masyarakat dengan tujuan akhir untuk memberdayakan masyarakat dalam iklim usaha. Peminjaman tidak dikenakan bunga dan waktu pengembalian pinjaman tidak ditentukan tanggal jatuh tempohnya. Warga yang ingin mendapatkan modal stimulan bisa langsung menghubungi Majelis di masing- masing wilayah atau langsung datang ke kantor gereja, tentunya sebelum mendapatkan modal stimulan perlu adanya survei dan seleksi calon penerima bantuan dari majelis terhadap orang atau kelompok yang mengajukan pinjaman. E. Bidang Kebudayaan

GKJ Ambarukmo berada dalam lingkungan budaya, Gereja tidak anti dengan budaya namun mengemasnya untuk membawa orang mengenal kasih Allah. Budaya terlihat dari penggunaan Bahasa Jawa (Bahasa Jawa merupakan bahasa resmi di Gereja-Gereja Kristen Jawa) dalam Ibadah dan kebaktian rumah tangga, yang sudah dijadwalkan dan lagu dalam Kidung Jawa yang sungguh berkesan dan tidak pernah terlupakan. Dalam perkembangannya mulai dipakai bahasa Indonesia dalam khotbah dan ibadah, terjadinya perubahan tersebut kemudian membuat bahasa Jawa dan bahasa Indonesia digunakan secara bergantian tiap minggunya sesuai jadwal ibadah yang sudah ditentukan.

Masyarakat Kristen Jawa Yogyakarta melestarikan penggunaan bahasa Jawa, bahkan mereka juga memelihara dengan baik kebudayaan berbahasa Jawa di dalam ibadah, kebaktian rumah tangga, dan penelahan Alkitab. Bahasa Jawa merupakan bahasa resmi di Gereja-Gereja Kristen Jawa. Selain merupakan bahasa komunikasi dan bahasa ibadah, bahasa Jawa juga menjadi bahasa rapat antar Gereja- Gereja Jawa misalnya dalam sidang klasis maupun sidang sinode. Di tengah perkembangan dunia saat ini, jangan sampai GKJ Ambarukmo meninggalkan ciri khasnya dalam hal tata ibadah.

GKJ Ambarukmo juga masih memelihara kesenian daerah Yogyakarta, seperti, macapat, keroncong, karawitan, tari-tarian dan wayang. Awalnya Gereja sangat bersikap selektif terhadap kesenian daerah yang dianggap masih mengandung kepercayaan lama, namun setelah diadakan sidang sinode, Gereja menerima kesenian daerah masyarakat Yogyakarta. Kegiatan kesenian berupa tari-tarian dan wayang jarang dilakukan saat ibadah biasa dan hanya dilakukan saat pelayanan hari besar Gereja saja seperti saat perayaan ulang tahun Gereja. Pada dasarnya Gereja tetap menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, namun tetap selaras dengan ajaran Firman Tuhan.

Kegiatan-kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh GKJ Ambarukmo tidak terfokus pada waktu dan tempat atau wilayah tertentu, tetapi kegiatan tergantung pada kebutuhan wilayah tertentu yang sedang memerlukan bantuan dari GKJ Ambarukmo. Pelayanan oleh warga jemaat dilakukan dengan apa yang ada tanpa harus menunggu kemapanan dan kelimpahan. Semua orang percaya seharusnya terpanggil untuk menyatu dalam pelayanan di sekitar wilayah tempat tinggalnya.

65 BAB V KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Gereja Kristen Jawa Ambarukmo Yogyakarta dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Berdirinya Gereja Kristen Jawa Ambarukmo Yogyakarta dilatarbelakangi oleh jumlah jemaat Gereja Kristen Jawa Gondokusuman, yang semakin hari bertambah banyak, baik dari luar maupun dalam Yogyakarta, yang kebanyakan adalah mahasiswa-mahasiswi. Dengan bertambahnya jemaat tersebut gedung gereja tidak lagi bisa menampung seluruh jemaatnya yang hadir dalam kebaktian. Oleh karena itu majelis Gereja Gondokusuman mendirikan pepanthan-pepanthan (anak cabang dari Gereja Gondokusuman) pada wilayah-wilayah tertentu yang dianggap mempunyai warga jemaat Kristen yang sudah banyak. Gereja Kristen Jawa Ambarukmo yang merupakan wilayah timur sebagai Pepanthan Gondokusuman memiliki tugas untuk melaksanakan kewajibannya dalam bidang kehidupan kerohanian bagi s eluruh jemaat kristen. Sejak menjadi Pepanthan Ambrukmo, warga a tau umat yang ikut beribadah sudah cukup banyak karena sebagian adalah warga jemaat Gereja Gondokusuman.

2. Sejarah Gereja Kristen Jawa masa Pra Pendewasaan sampai menjadi Gereja Mandiri

a. Masa Pra Pendewasaan, sebagai salah satu pepanthan yang ada di bagian timur wilayah pelayanan GKJ Gondokusuman, anggota majelis dan warga mengajukan diri untuk menjadi pepanthan. Gereja Kristen Jawa Gondokusuman merupakan

gereja induk bagi jemaat Kristen di Yogyakarta, sehingga dari waktu ke waktu mulai bertambah banyak jumlah jemaat baik dalam (warga asli) maupun dari luar yang merupakan pendatang (mahasiswa). Gereja Kristen Gondokusuman memiliki wilayah yang cukup luas, membagi ke dalam beberapa wilayah. Di antaranya wilayah sebelah timur: Demangan baru, Sapen, Ambarukmo, dan Gendeng. Wilayah ini yang kemudian menjadi wilayah pepanthan Ambarukmo b. Dalam perkembangannya, Pembangunan kampus IAIN Sunan Kalijaga di Ngentak Sapen, mempengaruhi penyelenggaraan ibadah yang masih menumpang di ruangan Panti Asuhan. Majelis dan warga jemaat memutuskan untuk membangun gedung gereja sendiri. Gereja Kristen Ambarukmo, didewasakan pada tanggal 17 Mei 1964 dengan pendeta konsulen Pdt.DR. Harun Hadiwiyono (Alm). Pada saat didewasakan, jumlah warga adalah 359 jiwa, terdiri dari 183 warga dewasa dan 186 warga anak-anak dan dilayani oleh 4 orang penatua dan 2 orang diaken.

3. Implikasi dari perkembangan GKJ Ambarukmo terhadap masyarakat Yogyakarta terlihat dalam berbagai aspek, yaitu aspek sosial, budaya, kesehatan, dan pendidikan. (a) Dalam bidang pendidikan GKJ Ambarukmo yang mempunyai sebuah sekolah yaitu SD BOPKRI Demangan III di bawah Yayasan BOPKRI, Komisi Beasiswa membantu majelis gereja untuk menghimpun dana dan memberikan bantuan biaya pendidikan kepada warga jemaat maupun masyarakat yang membutuhkan. (b) Dalam bidang sosial: kegiatan sosial berupa perkunjungan yang dilaksanakan oleh masing-masing wilayah atau komisi-komisi gereja. Bantuan bencana alam di berbagai daerah yang masuk dalam program PB

67 Palma (Penanggulangan Bencana Palma. (c) Dalam bidang kesehatan: GKJ Ambarukmo mencanangkan program penyuluhan untuk masyarakat umum yang diadakan setiap perayaan Paskah. Dalam pelayanan ini juga disertai dengan pengobatan gratis dan kegiatan berupa donor darah yang bekerja sama dengan Palang Merah Indonesia (PMI) dan beragam kegiatan lain. (d) Dalam bidang ekonomi: GKJ Ambarukmo bekerjsama dengan perangkat desa dan masyarakat Sekitar dalam pengembangan kemasyarakatan dengan mempercayakan modal usaha (modal stimulan) untuk masyarakat umum. (e) Dalam bidang budaya: penggunaan Bahasa Jawa (Bahasa Jawa merupakan bahasa resmi di Gereja-Gereja Kristen Jawa) dalam Ibadah dan kebaktian rumah tangga. Dalam perkembangannya mulai dipakai bahasa Indonesia dalam khotbah dan ibadah, terjadinya perubahan tersebut kemudian membuat bahasa Jawa dan bahasa Indonesia digunakan secara bergantian tiap minggunya sesuai jadwal ibadah yang sudah ditentukan.

68

Dokumen terkait