• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Bidang Rumah Sakit

Sesuai dengan SK Menkes nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit bahwa pelayanan farmasi Rumah Sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit mencantumkan bahwa Farmasi Rumah Sakit bertanggung jawab terhadap semua barang farmasi yang beredar di Rumah Sakit tersebut. Pelayanan farmasi diselenggarakan dan dikelola oleh Apoteker yang mempunyai pengalaman minimal dua tahun di bagian farmasi Rumah Sakit. Personalia yang melakukan pekerjaan kefarmasian di Rumah Sakit dipersyaratkan terdaftar di Departemen Kesehatan,

terdaftar di asosiasi profesi, mempunyai ijin kerja dan mempunyai Surat Keputusan (SK) penempatan. Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh tenaga farmasi profesional yang berwenang berdasarkan undang-undang, memenuhi persyaratan baik dari segi aspek hukum, strata pendidkan, kualitas maupun dengan kuantitas dengan jaminan kepastian adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap keprofesian terus menerus dalam rangka menjaga mutu profesi dan kepuasan pelanggan .

Standar Kompetensi Farmasis Indonesia menyebutkan enam (6) kompetensi yang harus dimiliki oleh Apoteker yang bekerja di Rumah Sakit. Gambaran kesiapan responden dalam bidang kegiatan yang terdapat dalam bidang pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit berdasarkan sudut pandang responden dapat dilihat pada bagian di bawah ini.

a. Asuhan kefarmasian

Kompetensi Asuhan Kefarmasian merupakan kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang apoteker. Asuhan kefarmasian didefinisikan sebagai tanggung jawab profesi dalam hal farmakoterapi dengan tujuan untuk mencapai keluaran yang dapat meningkatkan atau menjaga kualitas hidup pasien. Asuahn kefarmasian merupakan proses kolaboratif yang bertujuan mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan. Gambaran kesiapan responden di tiap bidang kegiatan dalam kompetensi Asuhan Kefarmasian di rumah sakit dapat dilihat dalam tabel VII berikut

Tabel VII. Kesiapan responden dalam pelaksanaan kompetensi A (Asuhan Kefarmasian) dalam bidang pelayanan kefarmasian di rumah sakit No Bidang Kegiatan STS (%) TS (%) R (%) S (%) SS (%) 1.

Memberikan pelayanan obat kepada pasien atas permintaan dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan baik verbal maupun non verbal.

- - 4,88 73,17 21,95

2.

Memberikan pelayanan kepada pasien atau masyarakat yang ingin melakukan pengobatan mandiri.

- - 2,44 75,61 21,95

3. Memberikan pelayanan informasi

obat. - - 4,88 75,61 19,51 4. Memberikan konseling obat. - 2,44 31,71 51,22 14,63 5. Membuat formulasi khusus sediaan obat yang mendukung proses terapi. - 2,44 60,98 21,95 14,63 6. Melakukan monitoring efek samping

obat. - 2,44 36,58 51,22 9,76 7. Memberikan pelayanan klinik

berbasis farmakokinetik. - 4,88 51,22 34,14 9,76 8.

Melakukan penatalaksanaan obat sitostatika dan obat atau bahan obat yang setara.

4,88 9,76 51,22 24,38 9,76

9. Melakukan evaluasi penggunaan

obat. 2,44 - 14,63 70,73 12,20 Tingkat kesiapan responden yang paling rendah terletak pada kompetensi melakukan penatalaksanaan obat sitostatika dan obat atau bahan obat yang setara dan membuat formulasi khusus sediaan obat yang mendukung proses terapi. Diduga, hal ini terjadi karena tidak/belum adanya pengenalan secara khusus terhadap obat sitostatika atau bahan obat yang setara pada saat perkuliahan. b. Akuntabilitas praktek farmasi

Akuntabilitas dapat diartikan sebagai kekuatan pengendali yang mampu menciptakan dorongan terhadap stakeholder dan bertanggungjawab terhadap pekerjaan kefarmasian yang dilakukan. Gambaran kesiapan responden di tiap

bidang kegiatan dalam kompetensi Akuntabilitas praktek farmasi di rumah sakit dapat dilihat dalam tabel VIII berikut

Tabel VIII. Kesiapan responden dalam pelaksanaan kompetensi B (Akuntabilitas Praktek Farmasi) dalam bidang pelayanan kefarmasian

di rumah sakit No Bidang Kegiatan STS (%) TS (%) R (%) S (%) SS (%) 1.

Menjamin praktek kefarmasian berbasis bukti ilmiah dan etika profesi.

- 2,44 24,39 58,54 14,63

2.

Merancang, melaksanakan, memonitor, mengevaluasi dan mengembangkan standar kerja sesuai arahan pedoman yang berlaku.

- - 26,83 56,10 17,07

3. Bertanggungjawab terhadap setiap keputusan profesional yang diambil. - - 9,76 75,61 14,63

4.

Melakukan kerjasama dengan pihak lain yang terkait atau bertindak mandiri dalam mencegah kerusakan lingkungan akibat obat.

- - 9,76 73,17 17,07

5.

Melakukan perbaikan mutu pelayanan secara terus menerus dan

berkelanjutan untuk memenuhi kepuasan stakeholder.

- - 17,07 68,30 14,63

Dalam menjalankan kompetensi ini, apoteker diharapkan dapat menjalankan perannya dalam seven stars pharmacis sebagai leader, communicator, dan desicion maker. Tingkat. Berdasarkan gambaran tingkat kesiapan pada kompetensi ketiga dan keempat, responden sudah siap menjalankan perannya sebagai decision maker.

c. Manajemen praktis farmasi

Gambaran kesiapan responden di tiap bidang kegiatan dalam kompetensi manajemen praktis farmasi di rumah sakit dapat dilihat dalam tabel IX berikut

Tabel IX. Kesiapan responden dalam pelaksanaan kompetensi C (Manajemen Praktis Farmasi) dalam bidang pelayanan kefarmasian di rumah sakit No Bidang Kegiatan STS (%) TS (%) R (%) S (%) SS (%) 1.

Merancang, membuat, mengetahui, memahami dan melaksanakan regulasi di bidang farmasi.

- 4,88 43,90 41,46 9,76

2.

Merancang, membuat, melakukan pengelolaan farmasi rumah sakit yang efektif dan efisien.

- 4,88 21,95 68,29 4,88

3.

Merancang, membuat, melakukan pengelolaan obat yang efektif dan efisien.

- 7,32 14,63 65,85 12,20

4.

Merancang organisasi kerja yang meliputi arah dan kerangka organisasi, sumber daya manusia, fasilitas, keuangan, termasuk sistem informasi manajemen.

- 4,88 26,83 60,97 7,32

5.

Merancang, melaksanakan, memantau dan menyesuaikan struktur harga, berdasarkan kemampuan bayar dan kembalian modal serta imbalan jasa praktek kefarmasian.

2,44 - 29,27 63,41 4,88

6.

Memonitor dan mengevaluasi penyelenggaraan seluruh kegiatan operasional mencakup aspek menajemen maupun klinis yang mengarah pada kepuasan konsumen.

2,44 - 26,83 65,85 4,88

Peran dalam seven stars pharmacis yang diharapakan mampu dijalankan oleh seorang apoteker dalam kompetensi ini adalah sebagai seorang

manager. Salah satu tugasnya di dalam farmasi rumah sakit adalah kemampuan menguraikan tugas, fungsi, wewenang dan tanggungjawab serta hubungan koordinasi di dalam maupun di luar pelayanan farmasi yang ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit. Berdasarkan gambaran di atas, tingkat kesiapan yang paling rendah terletak pada kompetensi pertama, yaitu tentang regulasi di bidang farmasi.

d. Komunikasi farmasi

Gambaran kesiapan responden di tiap bidang kegiatan dalam kompetensi komunikasi farmasi di rumah sakit dapat dilihat dalam tabel X berikut

Tabel X. Kesiapan responden dalam pelaksanaan kompetensi D (Komunikasi Farmasi) dalam bidang pelayanan kefarmasian di rumah sakit

No Bidang Kegiatan STS (%) TS (%) R (%) S (%) SS (%) 1.

Memantapkan hubungan profesional antara farmasis dengan pasien dan keluarganya dengan sepenuh hati dalam suasana kemitraan untuk

menyelesaikan masalah terapi obat pasien.

- 2,44 17,07 68,29 12,20

2.

Memantapkan hubungan profesional antara farmasis dengan tenaga

kesehatan lain dalam rangka mencapai keluaran terapi yang optimal khususnya dalam aspek obat.

- 2,44 24,39 63,41 9,76

3.

Memantapkan hubungan dengan semua tingkat/lapisan manajemen dengan bahasa manajemen berdasarkan atas semangat asuhan kefarmasian.

- 7,32 24,39 63,41 4,88

4.

Memantapkan hubungan dengan sesama farmasis berdasarkan saling menghormati dan mengakui kemampuan profesi demi tegaknya martabat profesi.

- - 4,88 85,36 9,76

Berdasarkan gambaran di atas, tingkat kesiapan responden yang paling tinggi terletak pada kompetensi keempat. Hal ini mencerminkan bahwa responden akan memperlakukan teman Sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan pada saat menjadi seorang apoteker. Kemampuan komunikasi yang baik sangat dibutuhkan dalam memnuhi kompetensi ini. Komunikasi yang baik sangat diperlukan agar seorang apoteker dapat menjalankan perannya dalam

seven stars pharmacis sebagai care-giver,leader, manager,communicator dan teacher.

e. Pendidikan dan pelatihan farmasi

Gambaran kesiapan responden di tiap bidang kegiatan dalam kompetensi pendidikan dan pelatihan di rumah sakit dapat dilihat dalam tabel XI berikut

Tabel XI. Kesiapan responden dalam pelaksanaan kompetensi E (Pendidikan dan Pelatihan Farmasi) dalam bidang pelayanan kefarmasian di rumah sakit No Bidang Kegiatan STS (%) TS (%) R (%) S (%) SS (%) 1.

Memotivasi, mendidik dan melatih farmasis lain dan mahasiswa farmasi dalam penerapan asuhan

kefarmasian.

- 2,44 29,27 63,41 4,88

2.

Merencanakan dan melakukan aktivitas pengembangan staf, bagi teknisi di bidang farmasi, pekarya, dan juru resep dalam rangka peningkatan efisiensi dan kualitas pelayanan farmasi yang diberikan

- 4,88 24,39 63,41 7,32

3.

Berpartisipasi aktif dalam pendidikan dan pelatihan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas diri dan kualitas praktek kefarmasian.

- - 12,20 70,73 17,07

4.

Mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan dalam bidang kesehatan umum, penyakit dan manajemen terapi kepada pasien, profesi kesehatan dan masyarakat.

- 2,44 24,39 68,29 4,88

Peran dalam seven stars pharmacis yang diharapkan dapat terlaksana dengan baik melalui kompetensi ini adalah peran sebagai teacher. Selain itu, apoteker juga diajak untuk selalu meningkatkan kualitas dirinya dan mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada umumnya dan farmasi pada khususnya. Tujuannya adalah agar mutu pekerjaan kefarmasian/pelayanan kefarmasian yang

dilakukan atau diberikan oleh seorang apoteker kepada masyarakat dapat terjaga dan bahkan meningkat.

f. Penelitian dan pengembangan kefarmasian

Gambaran kesiapan responden di tiap bidang kegiatan dalam kompetensi penelitian dan pengembangan kefarmasian di rumah sakit dapat dilihat dalam tabel XII berikut

Tabel XII. Kesiapan responden dalam pelaksanaan kompetensi F (Penelitian dan Pengembangan kefarmasian) dalam bidang pelayanan kefarmasian

di rumah sakit No Bidang Kegiatan STS (%) TS (%) R (%) S (%) SS (%) 1.

Melakukan penelitian dan

pengembangan, mempresentasikan dan mempublikasikan hasil penelitian dan pengembangan kepada masyarakat dan profesi kesehatan lain.

- - 41,46 51,22 7,32

2.

Menggunakan hasil penelitian dan pengembangan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan dan peningkatan mutu praktek kefarmasian

- 2,44 24,39 56,10 17,07

Apoteker masih mempunyai tanggung jawab untuk menjalankan perannya dalam seven stars pharmacist sebagai long-life learner. Penerapan kompetensi Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian di rumah sakit adalah dilakukannya penelitian klinis yang dilakukan dengan cara membandingkan hasil terapi pasien, dan penelitian yang menyangkut evaluasi pelayanan kefarmasian yang diberikan. Untuk dapat menerapkan kompetensi ini seorang apoteker ataupun lulusan apoteker baru harus siap untuk selalu mengikuti perkembangan dibidang farmasi dan memiliki kemauan untuk terus belajar. Hal ini sesuai dengan Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia pasal 4, yaitu bahwa seorang

apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan paa umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.

Berdasarkan pernyataan mahasiswa Apoteker yang diberikan pada pertanyaaan semi terbuka mengenai kesiapan mereka menghadapi Standar Kompetensi Farmasi Indonesia, diperoleh gambaran mengenai kesiapan mahasiswa program profesi Apoteker menghadapi Standar Kompetensi Farmasi Indonesia dalam bidang pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit sebagai berikut

82,93% 14,63% 2,44% Tidak Siap Siap tidak mencantumkan

Gambar 4. Gambaran kesiapan responden dalam bidang Rumah Sakit secara umum

Alasan-alasan yang diberikan oleh responden terhadap tingkat kesiapan dirinya dalam menghadapi Standar Kompetensi Farmasi Indonesia dalam bidang Rumah Sakit tertera di dalam tabel XIII dan XIV di bawah ini

Tabel XIII. Alasan-alasan responden mengenai ketidaksiapan responden dalam menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia dalam bidang

pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit

No. Alasan Persentase

(%) 1 Ilmu pengetahuan yang dimiliki belum cukup

mendalam dan belum berpengalaman 33,33

2 Tidak semua kriteria dapat dipenuhi 16,67 3 Pemahaman dunia profesi masih kurang 16,67 4 Fasilitas dan sistem pembelajaran masih belum optimal 16,67

5 Tidak memberikan alasan 16,67

Total 100

Alasan utama ketidaksiapan mahasiswa program profesi Apoteker adalah ilmu pengetahuan yang dimiliki belum cukup mendalam dan belum berpengalaman.

Tabel XIV. Alasan-alasan responden mengenai kesiapan responden dalam menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia pada bidang

pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit

No. Alasan Persentase

(%) 1 Bekal ilmu pengetahuan toritis cukup 17,64

2 Learning by doing 14,71

3 Menunjukkan keberadaan Apoteker 11,77

4 Tuntutan 11,77

5 Kemajuan peran profesi Apoteker 8,82

6 Mewujudkan Pharmaceutical care 5,88

7 Ada SPO (Standar Prosedur Operasional) 2,94

8 Pengalaman cukup 2,94

9 Profesionalitas 2,94

10 Optimis 2,94

11 Berminat 2,94

12 Tidak memberi alasan 14,71

Berdasarkan alasan yang diberikan, alasan utama kesiapan mahasiswa program profesi Apoteker adalah bekal ilmu pengetahuan teoritis yang mereka miliki dirasa cukup.

Dokumen terkait