• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Organisasi Sulit Air Sepakat (SAS)

B. Bagi Warga Sulit Air

4. Bidang Sosial budaya

Seperti Nagari-Nagari lain di Ranah Minang, masyarakat Sulit Air dikenal sebagai orang yang taat beribadah dan melaksanakan kaidah-kaidah adat yang diwariskan nenek moyang. Bahkan mereka bisa dikatakan terjebak dalam sikap fanatik buta dalam melaksanakan adat yang merupakan undang-undang tak tertulis dan mutlak harus dilaksanakan bila tidak ingin dikucilkan oleh masyarakat sekitarnya.

Dalam masalah perkawinan misalnya, sampai pada akhir dekade 70an, masyarakat Sulit Air yang kawin dengan orang yang bukan berasal dari Sulit Air, apalagi dengan orag dari luar Sumatra Barat, akan dipandang rendah oleh sebagian bear masyarakat Sulit Air, sehingga banyak diantaranya yang merantau, dalam artian tidak pernah atau enggan pulang ke Sulit Air bila tidak terlalu penting.

Sebagai Ketua Umum DPP SAS yang diberi tanggung jawab menggerakkan dan memotori pembangunan di Sulit Air, Rainal Rais yang pada saat itu masih menjabat, menganggap hal iu amat merugikan. Ia menyadari bahwa hal-hal yang menyangkut adat-istiadat tidak gampang untuk merubahnya, karena itu telah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Sulit Air. Untuk itu ia harus melakukan pendekatan dengan para

56

pemuka adat atau penghulu suku yang ada di Sulit Air. Melalui para pemuka adat itulah perubahan-perubahan dibidang adat bisa dilakukan. Meskipun ada pepatah adat “indak lakang dek paneh, indak lapuakdek hujan” (adat tidak lekang karena panas, tidak lapuk karena hujan), namun pepatah lain juga mengatakan “syara’ babuhua mati, adat babuhua sintak(syara’ berbuhul mati, adat berbuhul sentak). Artinya hukum agama bersifat normatif, tak dapat dirubah. Tetapi hukum adat bersifat elastis. Adat bisa dirubah sesuai dengan tuntutan zaman demi kemajuan masyarakat adat itu sendiri. Perubahan adat itu boleh dilakukan sepanjang tidak kontradisi dengan hukum agama Islam, karena yang menjadi filosofis mendasar kehidupan orang Minangkabau adalah “adat basandi sayara’, syara’ basandi kitabullah”.

Konsep perubahan tatanan adat itu pertama kali dibahas dalam Rapat Pimpinan (Rapin) DPP SAS. Dan kemudian menjadi agenda pembicaraan dalam rapat-rapat selanjutnya. Pada hakekatnya, pemikiran tentang tentang perubahan tatanan dan nilai adat telah dimulai pimpinan DPP SAS yang membuahkan lima keputusan KAN Sulit Air dalam hal “perluasan Pintu Perkawinan” pada tanggal 7 Desembe 1972, yaitu: (1) belum sependapat dengan perbanyakan suku atau penambahan suku sebagai usaha sarana perluasan pintu perkawinan, (2) memperbolehkan atau membenarkan perkawinan warga Sulit Air yang berlainan Datuk Ninik dalam persukuan secara adat di perntauan dan tidak dituntut secara adat, (3) warga Sulit Air yang tinggal di kampung, bila menghendaki pula perkawinan seperti itu, akan dibicarakan secara mendalam dalam Kerapatan Adat Nagari (KAN), (4) memperingan dan menyederhanakan upacara perkawinan adat, (5) keputusan ini mulai berlaku tanggal 7 Desember 197254. Namun konsep pemikiran secara utuh dan didukung dengan penjelasan dan pemahaman tentang adat yang bisa dipertanggung jawabkan baru muncul pada masa kepemimpinan DPP SAS yang dipegang oleh Rainal Rais.

54

57

Pemikiran tentang perubahan adat yang telah menjadi Keputusan Kerapatan Adat Nagari Sulit Air, membawa dampak positif pada pembangunan di Sulit Air. Diantaranya, keputusan KAN Sulit Air tentang pemberian status adat kepada urang sumando setelah mengisi adat dan menuang limbago yang berlaku dalam nagari Sulit Air. Dengan memiliki status adat dalam tatanan kehidupan masyarakat Sulit Air, meski hanya sebagai urang sumando, rasa cinta terhadap Sulit Air menjadi semakin dalam, sehingga ajakan untuk ikut berperan serta dalam pembangunan nagari Sulit Air mendapat sambutan hangat. Selanjutnya urang sumando dengan senang hati merogoh kantongnya untuk ikut membiayai pembangunan sarana ibadah, pendidikan dan pembangunan secara ibadah, pendidikan dan pembangunan sarana untuk peningkatan taraf perekonomian masyarakat Sulit Air yang setia menunggui kampung halaman.

5. Pembangunan Fisik

Dengan kemajuan ilmu dan teknologi, termasuk teknologi komunikasi serta kuatnya tuntutan perkembangan tata hubungan dan pergaulan bangsa-bangsa di dunia saat ini, sebagai pengaruh dari globalisasi, masyarakat Minang pada umumnya dan warga Sulit Air khususnya, tidak mungkin untuk membatasi masuknya pengaruh asing ditengah –tengah kehidupan mereka. Mereka hanya bisa membatasi dan membentengi diri mereka agar tidak terombang ambing ditengah-tengah kemajuan ilmu dan globalisasi. Nilai –nilai budaya adat Minangkabau serta nilai-nilai keagamaan yang telah melekat kuat dalam diri masing- masing individu, merupakan benteng bagi mereka. Nilai-nilai tersebut dibentuk melalui tata pergaulan dan tata kehidupan yang berpusat di Rumah Gadang.

Rumah Gadang di Minangkabau adalah sebuah pusat kehidupan sekaligus sebagai lambang kehadiran suatu kaum. Raumah Gadang berfungsi sebagai tempat utnuk bermufakat dalam memutuskan serta memusyawarahkan berbagai hal yang menyangkut dengan kepentingan bersama. Pentingnya pembangunan Rumah Gadang sangat disadari oleh SAS,

58

sehingga SAS bersama-sama warga kampung membangun Rumah Gadang. Dan pada tahun 1993 SAS meresmikan pemakaian Rumah Gadang Lima Ruang55 yang dihiasi oleh ukiran khas Minang. Pembangunan Rumah Adat ini bukan hanya untuk diagung-agungkan dan dibangga-banggakan tetapi difungsikan sebagaimana seharusnya. Dengan adanya Rumah Gadang Lima Ruang, kemenakan dapat bermusyawarah dan mufakat untuk menyampaikan sesuatu yang menyangkut dengan kaum dan kemasyarakatan. Dalam tiga tahun, yaitu pada tahun 1990 sampai 1993 SAS telah berhasil membangun bangunan Rumah Gadang sebanyak 5 buah dan merenovasi 2 Rumah Gadang.

Selain membantu membangun Rumah Gadang, SAS juga membantu perintah dalam membangun tempat wisata. Seperti membangun jenjang seribu (tangga seribu). Semenjak awal pembangunan tersebut, masyarakat setempat langsung mendapat dampak yang positif. Dengan adanya proyek pembangunan jenjang seribu, banyak warga desa yang menjadi tenaga kerjanya, sehingga miningkatnya taraf ekonomi masyarakat setempat.

Selain sarana fisik, DPP SAS juga membangun non fisik yaitu membelikan peralatan band, peralatan musiktradisional dan pakaian tradisional untuk group randai dan qasidah, guna menggairahlan kehidupan remaja Sulit Air, bantuan untuk kegiatan PKK dan karang taruna di 13 desa di Sulit Air, membantu pembiayaan penyelenggaraan Pokerdes, membantu pengadaan sarana olahraga, pengadaan alat-alat tulis untuk kantor-kantor desa Sulit Air, memberikan pakaian pada para penghulu, dan sejumlah kegiatan lainnya yang amat berguna bagi pembangunan Sulit Air.

59

Dokumen terkait