• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hambatan-Hambatan yang Dihadapi oleh Organisasi Sulit Air Sepakat (SAS)

Peranan Organisasi Sulit Air Sepakat (SAS)

C. Hambatan-Hambatan yang Dihadapi oleh Organisasi Sulit Air Sepakat (SAS)

1. Pengelolaan dan Penertiban Aset Organisasi

Persoalan paling krusial yang dihadapi oleh pengurus DPP SAS yang berkududukan di Jakarta adalah penertiban aset-aset yang telah dimiliki oleh masyarakat perantau Sulit Air. Aset-aset tersebut tersebar pada banyak daerah di Indonesia maupun di luar negeri. Estimasi aset yang ddimiliki oleh SAS pada tahun 1994 adalah sebesar 10 Milyar56. Taksiran aset yang dimiliki oleh SAS dalam bentuk gedung serba guna yang tersebar disetiap DPC SAS diseluruh Indonesia dan luar negeri yang pada tahun itu DPC SAS berjumlah 82.

Penertiban aset SAS menjadi agenda kerja setiap pengurus DPP SAS karena belum semua DPC SAS yang mengaktektekan kepemilikan gedungnya menjadi hak milik SAS. Hal tersebut dikarenakan (1) masih kurangnya pengetahuan dan pemahaman masing-masing DPC terhadap penertiban aset-aset di DPC dalam satu wadah yaitu organisasi sosial perantau Sulit Air Sepakat (SAS). Pengurus DPC masih belum memahami sepenuhnya bahwa SAS sebagai wadah pemersatu masyarakat rantau. (2) masing-masing DPC masih keberatan untuk mengatasnamakan semua aset yang ada pada masing-masing daerah karena takut kalau aset aset di daerah dikuasai oleh DPP SAS, dan (3) DPC merasa tidak perlu asetnya ditertibkan oleh DPP SAS karena meskipun semua aset yang ada di DPC atas nama salah seorang atau beberapa tokoh, pengurus DPC tetap berinduk pada SAS artinya semua bentuk sumbangan dari masyarakat di rantau tetap mengatasnamakan SAS.

Strategi untuk mengatasi masalah penertiban aset SAS yaitu dengan mensosialisasikan kepada setiap pengurus DPC tentang pentingnya penertiban aset-aset SAS pada masing-masing daerah di rantau, melalui kunjungan DPP SAS kesemua DPC SAS yang ada di daerah

56

Maridjus Piliang. “Gedung Serbaguna SAS Bernilai Rp. 10 Milyar”. Canang, Sabtu 12 s/d 18 Novermber 1994

60

rantau dan mengukuhkan bahwa aset perantau yang ada di DPC SAS tidak akan menjadi milik DPP SAS, yang dijelaskan pada pasal X dalam AD/ART SAS.

2. Sumber Pembiayaan Organisasi

Setiap organisasi dalam menjalankan tujuannya memerlukan dana sebagai alat atau media melancarkan berbagai kegiatan organisasi. Suatu organisasi yang mapan dapat dilihat dari kepemilikan dana yang cukup dari organisasi tersebut dalam mengembangkan dan menjalankan tujuan organisasinya, sebagaimana yang diinginkan dan dicia-citakan oleh setiap anggotan-anggotanya. Mengenai pembiayaan organisasi SAS, telah tercantum dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) SAS pasal XI yang berbunyi: kegiatan dan program kerja SAS dibiayai oleh para anggotanya sendiri dalam bentuk iuran bulanan, donatur tetap, sumbangan sukarela serta perolehan-perolehan lainnya yang sah dan halal dan tidak mengikat. Pada umumnya, dana tersebut tidak cukup untuk menjalankan semua kegiatan dan tujuan organisasi yang telah diagendakan oleh pengurus SAS melalui musyawarah besar dan musyarawah kerja. Untuk menutupi kekurangan dana operasional dan program-program SAS yang telah diagendakan tersebut maka kedermawanan ketua atau pengurus menjadi faktor penentu bahwa program SAS tersebut dapat berjalan atau tidak.

3. Regenerasi Dalam Organisasi

Keberadaan dan keberlanjutan sebuah organisasi ditentukan oleh pembinaan dan pengkaderan yang dilakukan oleh organisasi tersebut dari satu generasi ke generasi berikutnya. Proses regenerasi merupakan hal yang penting dari sebuah organisasi untuk mencapai semua visi dan misi organisasi. Pengurus-pengurus SAS saat ini adalah orang-orang yang lahir di Sulit Air. Mereka memiliki “rasa cinta” kampung halaman yang kuat. Ada kekhawatiran bila generasi ini tidak ada lagi, sehingga SAS dijalankan oleh orang-orang Sulit Air yang besar di rantau, maka SAS tidak akan berkembang karena kecintaannya terhadap

61

nagari Sulit Air tidak sekuat orang yang lahir di Sulit Air. Namun kondisi tersebut bisa diatasi karena pengurus SAS sangat menaruh kepedulian yang cukup kuat dalam proses regenerasi kepemimpinan. Strategi regenerasi yang dilakukan oleh pengurus senior yaitu dengan melibatkan generasi muda dalam kepengurusan SAS. Strategi lain adalah dengan menanamkan “rasa cinta” terhadap kampung yang dimanifestasi dalam kegiataan pulang basamo.

62

BAB V

KESIMPULAN

Berbagai daerah di Indonesia memiliki kebudayaannya masing- masing, begitupula dengan Sumatra Barat, yang lebih terkenal dengan sebutan suku Minang. Etnis Minangkabau merupakan salah satu etnis di Indonesia yang memiliki tingkat mobilitas yang tinggi. Hampir diseluruh kota di Indonesia terdapat etnis Minangkabau. Mobilitas yang tinggi tersebut disebabkan oleh adanya tradisi merantau pada etnis Minangkabau.

Dalam suatu daerah tentu banyak sekali faktor yang mempengaruhi orang untuk menetap disitu atau orang untuk berpindah dari situ. Secara umum, faktor – factor yang menyebabkan banyak masyarakat Sulit Air merantau terbagi dalam faktor pendorong (push factor) dan faktor penarik ( pull factor). Faktor pendorong terdiri dari faktor ekonomi, sosial, pendidikan dan keamanan. Sedangkan yang menjadi faktor penarik ialah daya tarik kota yang menjadi tujuan rantau dan berbagai informasi dari keluarga, saudara dan teman yang sudah pernah merantau ke daerah tersebut.

Orang Minang selalu mudah bergaul dengan siapa saja. Kemampuan mereka dalam beradaptasi telah diwarisi secara turun temurun. Orang minang selalu terbuka kepada siapa saja, tanpa melihat latar belakang orangnya. Kemanapun orang-orang Minangkabau merantau selalu dituntut untuk bisa beradaptasi dengan baik. Mereka dituntut supaya bisa membaur dengan budaya setempat. Ditambah dengan kemampuan berkomunikasi, mereka juga harus selalu berusaha menghindari konflik. Sepanjang sejarahnya, orang Minang di perantauan tidak pernah terlibat konflik dengan masyarakat di manapun mereka berada. Ini karena budaya dan perilaku hidup mereka yang yang terbuka, tidak eksklusif, dan hidup membaur dengan masyarakat setempat. Di mana pun rantaunya, orang Minang tidak pernah membuat “kampung”.

Perkawinan antar etnis yang dilakukan oleh orang Minangkabau pada masa sekarang ini juga mulai banyak terjadi. Saat ini hampir 80% peranakan Sulit Air yang menikah dengan penduduk lokal.

63

Jika kebetulan isteri yang Minangkabau, kemungkinannya adalah bahwa anak mereka akan mengidentifikasi dirinya kepada ibunya, oleh karena itu si anak akan mengklaim dirinya sebagai orang Minangkabau. Status anak tersebut juga didukung oleh adat Minangkabau yang menghitung keturunan berdasarkan garis ibu. Sedangkan jika kebetulan yang Minangkabau adalah suami dan isteri bukan Minangkabau, akibat nya anak-anak akan dikenali hanya sebagai anak pisang. Sehingga jika dilihat mereka benar-benar dapat menyatu den beradaptasi dengan penduduk pribumi.

SAS merupakan salah satu organisasi perantau Minang yang terbesar dan paling terkenal di Provinsi Sumatra Barat. Organisasi ini didirikan oleh perantau dari Nagari Sulit Air. Nagari Sulit Air merupakan bagian dari Kecamatan X Koto Diatas Kabupaten Solok Sumatra Barat. Sulit Air hanya memiliki luas 80 km persegi dengan 13 desa yang sebagaian besar terdiri dari tanah gersang dan hanya 690 ha lahan yang dapat dimanfaatkan untuk pertanian tanaman pangan dan 297 ha untuk tanaman keras. Kondisi alamnya yang sedemikian rupa yang menyebabkan sebagaian besar penduduknya pergi merantau

Organisasi SAS didirikan karena sebagian besar warga Sulit Air hidup ditanah perantauan dengan berbagai macam kepentingan dan profesi. Sehingga untuk mempererat hubungan antar sesasama perantau dari Sulit Air maka dibentuklah organisasi SAS (Sulit Air Sepakat). Organisasi ini didirikan pada tahun 1918 dan merupakan organisasi perantau pertama di Sumatra Barat. SAS adalah organisasi sosial kekeluargaan yang berazaskan Pancasila.

Organisasi SAS telah berdiri sejak tahun 1918 tetapi baru pada tanggal 3 Juli 1970 yaitu dalam Musyawarah Besar (MUBES) ke-1 di Ciloto Jawa Barat , baru dikukuhkan sebagai organisasi bagi seluruh perantauan asal Sulit Air. SAS mengalami kemajuan ketika tampuk kepemimpinan SAS berada pada tangan Drs. H. Rainal Rais. Rainal Rais adalah Ketua Umum SAS yang ke VII dan menjabat sebagai Ketua Umum selama 6 periode yaitu dari tahun 1986 sampai tahun 1998. Banyak pemikiran – pemikiran Rais Rais yang tertuang dan terealisasi selama menjabat sebagai Ketua

64

Umum. Selangkah demi selangkah, DPP SAS dibawah kepemimpinannya mulai menapak kemajuan. Manfaat keberadaan SAS mulai dirasakan perantau asal Sulit Air dimanapun mereka berada.

SAS tidak hanya memperhatikan kesejahteraan perantau tetapi juga memperhatikan kampung Sulit Air. Banyak hal yang telah dilakukan oeh SAS baik bagi perantau maupun kampung. Misalnya diperantauan telah didirikan koperasi simpan pinjam, rumah bagonjong untuk tempat pertemuan serta membantu para perantau jika mengalami kesusahan. Sedangkan di kampung, SAS banyak mendirikan sekolah-sekolah dari tingkat dasar sampai menengah, selain itu juga menggerakkan warga kampung untuk tidak hanya pasrah menunggu kiriman uang dari rantau tetapi harus bekerja di kampung agar lebih mandiri.

65

Dokumen terkait