• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN WILAYAH KEPULAUAN NUSA TENGGARA

III. 6-2 (1) Bidang Sosial dan Budaya

Pada tahun 2008, populasi penduduk di Nusa Tenggara mencapai 8,86 juta jiwa. Penduduk terbagi hampir merata di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Populasi penduduk Nusa Tenggara Timur meningkat lebih cepat dibandingkan Nusa Tenggara Barat. Enam tahun sebelumnya, populasi penduduk Nusa Tenggara Timur masih sekitar 3,8 juta jiwa, sedangkan Nusa Tenggara Barat sudah mencapai 4 juta jiwa.

Kepadatan penduduk di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur seperti di perlihatkan pada grafik di bawah ini. Kepadatan di Nusa Tenggara Barat tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 246 jiwa per km2. Demikian juga di Nusa Tenggara Timur, di mana kepadatan tertinggi terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 89 jiwa per km2. Kepadatan penduduk terendah, baik di Nusa Tenggara Barat maupun di Nusa Tenggara Timur, terjadi pada tahun 2000, sebesar 216 jiwa per km2 di Nusa Tenggara Barat dan 78 jiwa per km2 di Nusa Tenggara Timur.

Jumlah penduduk di Kepulauan Nusa Tenggara sekitar 3,78 persen dari total penduduk nasional. Kepulauan Nusa Tenggara merupakan pulau terpadat kedua setelah Pulau Jawa-Bali, yaitu sebesar 120 jiwa per Km2. Tingkat kelahiran merupakan salah satu faktor penentu besarnya jumlah dan laju pertumbuhan penduduk di suatu wilayah, selain tingkat kematian dan migrasi. Jika dilihat TFR per provinsi di Kepulauan Nusa Tenggara, Provinsi Nusa Tenggara Timur mempunyai TFR paling tinggi seluruh Indonesia yaitu sebesar 4,2. Sedangkan Provinsi Nusa Tenggara Barat mempunyai TFR sebesar 2,8 per perempuan (SDKI 2007).

Wilayah Nusa Tenggara secara keseluruhan memiliki konsentrasi angkatan kerja sebesar 45,3 persen dari jumlah penduduk pada tahun 2005. Persentase angkatan kerja di wilayah Nusa Tenggara tersebut meningkat pada tahun 2008 menjadi 46,2 persen dari jumlah penduduk total. Peningkatan persentase angkatan kerja di Wilayah Nusa Tenggara mengindikasikan bahwa penduduk usia produktif semakin bertambah sehingga kebutuhan terhadap lapangan pekerjaan juga akan semakin meningkat.

Jumlah angkatan kerja tertinggi di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur terjadi pada tahun 2008 yaitu masing-masing sebesar 1,96 juta jiwa dan 2,1 juta jiwa. Meskipun jumlah angkatan kerja di Provinsi Nusa Tenggara Timur lebih tinggi dibandingkan Nusa Tenggara Barat, sebaliknya berdasarkan persentase tingkat pengangguran Nusa Tenggara Timur memiliki angka lebih rendah dibandingkan Nusa Tenggara Barat. Hal ini menunjukkan pemenuhan terhadap kebutuhan lapangan pekerjaan di Provinsi Nusa Tenggara Timur lebih memadai.

Tingginya angka kemiskinan dan belum memadainya jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan dan pendidikan merupakan permasalahan utama yang terjadi di wilayah Nusa Tenggara. Penduduk miskin daerah pedesaan di provinsi Nusa Tenggara Barat selama kurun waktu 8 tahun (2000-2008) mengalami penurunan jumlah meskipun dari tahun 2001 mencapai jumlah tertinggi yaitu sebesar 863,3 ribu jiwa (35,4 persen). Sebaliknya penduduk miskin di daerah perkotaan di Provinsi Nusa Tenggara Barat mengalami peningkatan berdasarkan jumlahnya yang semula berjumlah 340,4 ribu jiwa (tahun 2000) menjadi 560,4 ribu jiwa (tahun 2008). Jumlah penduduk miskin tertinggi daerah perkotaan di Provinsi Nusa Tenggara Barat terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 575.3 ribu jiwa. Sedangkan berdasarkan persentasenya, penduduk miskin daerah perkotaan di Provinsi NTB

III.6-3

mencapai nilai tertinggi pada tahun 2003 yaitu sebesar 34,64 persen, kemudian menurun setiap tahunnya hingga 2008.

Permasalahan kemiskinan berkaitan dengan berbagai isu strategis yang perlu diatasi melalui prorgam dan kegiatan pembangunan antara lain, pertama, ketersediaan dan ketahanan pangan terutama di daerah pegunungan, daerah pedalaman, daerah yang terkena bencana alam, dan daerah rawan pangan. Kedua, kenaikan harga barang kebutuhan pokok selain beras seperti kedelai, minyak tanah, minyak goreng dan terigu. Ketiga, kenaikan biaya transportasi sebagai akibat rusaknya infrastruktur transportasi dan terjadinya hambatan gelombang laut yang tinggi.

Masih rendahnya akses masyarakat miskin terutama di NTT (2006 66,6 persen penduduk NTT adalah orang miskin) terhadap pendidikan formal dan nonformal. Selain itu, dalam hal pendidikan, masih terdapat daerah di Nusa Tenggara yang sulit di jangkau oleh pendidikan, daerah pelosok seperti nelayan dan masyarakat pesisir. Kondisi ini menyebabkan rendahnya akses pendidikan di daerah tertinggal, terutama di NTT (Data Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal: seluruh kab/kota di NTT adalah daerah tertinggal). Dari sisi tenaga pengajar, penyebaran guru belum merata terutama guru SD di Nusa Tenggara, lebih banyak di daerah perkotaan di bandingkan di pedesaan atau daerah terpencil. Hal ini menyebabkan masih rendahnya kualitas pendidikan dikarenakan rendahnya kualifikasi guru terutama di tingkat pendidikan dasar, dan belum meratanya sarana pendidikan serta pemenuhan tenga pengajar yang masih kurang.

Permasalahan yang terjadi dalam pelayanan pendidikan di Nusa Tenggara menyangkut mahalnya biaya pendidikan, belum meratanya jangkauan pelayanan pendidikan, rendahnya mutu pelayanan pendidikan dan rendahnya mutu pendidik. Isu strategis dalam pelayanan pendidikan antara lain adalah (1) optimalisasi mekanisme pembiayan yang ada dengan mengutamakan perhatian terhadap anak murid sekolah dari keluarga miskin, (2) pengelolaan DAK, (3) koordinasi pemerintah dan pemerintah daerah.

Dalam pelayanan kesehatan, permasalahan utama menyangkut keterbatasan akses layanan kesehatan, khususnya keluarga miskin di daerah-daerah yang memiliki karakteristik geografis yang sulit, serta adanya berbagai penyakit menular seperti HIV/AIDS, flu burung, demam berdarah, dan penyakit menular lainnya. Selain itu, permasalahan kesehatan berkaitan dengan rendahnya pemenuhan gizi terutama Ibu, bayi, dan balita dari keluarga miskin, serta rendahnya kesadaran perilaku hidup bersih dan sehat. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kelahiran pada penduduk miskin dan Angka Harapan Hidup NTB sebesar 60,9 tahun dan NTT sebesar 66,5 tahun. Kondisi ini juga dikarenakan kurang optimalnya pelayanan kesehatan dikarenakan faktor letak geografis yang jauh dan kurangnya sarana transportasi, kurang memadainya sarana kesehatan dan tenaga kesehatan.

Di bidang kebudayaan, kepulauan Nusa Tenggara memiliki potensi seni budaya yang sangat kaya dengan berbagai seni tradisional yang relatif masih terpelihara. Dilihat dari kekayaan seni budaya, kepulauan Nusa Tenggara memiliki 379 Benda Cagar Budaya (BCB). Situs yang tersebar di berbagai daerah, Taman Nasional Pulau Komodo yang menjadi dalah satu warisan dunia, serta berbagai kekayaan dan keragaman seni budaya tradisional lainnya. Permasalahannya yang dihadapi dalam pembangunan kebudayaan dewasa ini adalah kondisi Geografi yang solit dengan masih rendahnya akses transportasi

III.6-4

yang menghubungkan satu daerah dengan daerah lainnya menjadi kendala dalam mengoptimalkan kualitas pengelolaan seni dan budaya. Selain itu, rendahnya kapasitas fiskal, kurangnya pemahaman, apresiasi, kesadaran, dan komitmen pemerintah daerah akibat keterbatasan informasi juga menjadi faktor kendala pengelolaan kekayaan dan keragaman budaya. Dilain pihak, semakin maraknya kasus pencurian benda sejarah (purbakala) untuk berbagai kepentingan harus mendapat perhatian yang serius dari seluruh

stakeholder terkait.

Terkait dengan pemuda, jumlah pemuda di kepulauan Nusa Tenggara sebesar 3 juta jiwa atau sekitar 3,7 persen dari jumlah pemuda di Indonesia. Tingkat partisipasi pemuda dalam pendidikan di kepulauan Nusa Tenggara masih rendah. Hal ini terlihat dari masih tingginya pemuda yang tidak punya ijazah. Berdasarkan data susenas tahun 2006, jumlah pemuda yang tidak punya ijazah di propinsi NTT sebesar 22,4 persen dan di Propinsi NTB 18,01 persen, meskipun partisipasi pemuda masih rendah, tingkat pengangguran terbuka pemuda di Propinsi NTT paling rendah dibandingkan dengan Propinsi lain di Indonesia.

Di bidang olahraga, prestasi olahraga di kepulauan Nusa Tenggara masih rendah. Rendahnya prestasi olahraga di kepulauan Nusa Tenggara disebabkan terbatasnya sarana dan prasarana olahraga, atlet yang berkualitas pelatih dan wasit yang profesional. Dilihat dari potensi, propinsi NTB memiliki 8 cabang olahraga unggulan daerah, yaitu Atletik, Tarung Derajat, Pencak Silat, Bola Voli, Kempo, Wushu, Dan Panjat Tebing. Sementara Propinsi NTT memiliki 4 cabang olahraga unggulan daerah yaitu Atletik, Kempo, Tinju Dan Taekwondo.

(2) Bidang Ekonomi

Kedua provinsi di Wilayah Nusa Tenggara mengalami pertumbuhan ekonomi yang fluktuatif. Pertumbuhan sektoral tertinggi dalam perkembangan perekonomian di Provinsi Nusa Tenggara Barat dimiliki oleh Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih; Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran; dan SektorKeuangan, Persewaan Jasa Perusahaan .

Sektor pertanian masih merupakan sektor yang memiliki kontribusi terbesar bagi perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Provinsi Nusa Tenggara Barat, selain ditopang oleh sektor pertanian juga memiliki keunggulan pada sektor pertambangan dan penggalian yang ditandai oleh tingginya kontribusi sektor tersebut.Selain sektor pertanian, Nusa Tenggara juga memiliki potensi di sektor perikanan. Oleh karena itu, perlunya penguatan sektor perikann di wilayah Nusa Tenggara selain di sektor industri pengolahan berbasis pertanian (tanaman bahan makanan dan peternakan).

Dalam hal perdagangan, data perdagangan antarprovinsi di Wilayah Nusa Tenggara selama 2002-2007 menampakkan dominasi Provinsi Nusa Tenggara Barat sebagai provinsi dengan intensitas perdagangan terbesar. Wilayah Jawa Bali menjadi mitra dagang utama bagi Nusa Tenggara. Namun kondisi ini masih mengalami hambatan, khsusnya masalah sarana pendukung yaitu belum adanya pelabuhan laut atau bandar udara internasional untuk memperlancar arus keluar-masuk barang. Hal ini menyebabkan perdagangan Nusa Tenggara masih tingginya ketergantungan kepada Bali dan Jawa Timur untuk mengirimkan barang ekspor. Kondisi ini pula yang mengakibatkan adanya ketimpangan hubungan perdagangan antara Nusa Tenggara dan Jawa-Bali dibandingkan dengan Nusa Tenggara dan pulau-pulau lainnya.

III.6-5

Dalam hal investasi, daya tarik investasi di Nusa Tenggara masih rendah.Hal ini dikaibatkan masih adanya gangguan keamanan, terutama konflik antar warga atau perkelahian massal di kedua provinsi yang mengurangi rasa aman bagi calon investor berinvestasi di Nusa Tenggara. Selain itu masih tergantungnya pariwisata Nusa Tenggara kepada kondisi pariwisata Bali, padahal pariwisata Bali sangat rentan pada isu-isu gangguan keamanan.

Dalam hal Pendapatan Asli Daerah, PAD standar wilayah Nusa Tenggara masih lebih kecil daripada rata-rata nasional PAD standar. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah ini akan lebih sulit menghimpun dana dari PAD dibandingkan dengan wilayah Jawa-Bali dan Papua. Pada tahun 2004, tingkat kemandirian Nusa Tenggara Barat berdasarkan kontribusi PAD terhadap total pendapatan masih lebih rendah daripada tingkat kemandirian Nusa Tenggara Timur, namun pada tahun 2006, tingkat kemandiriannya meningkat lebih dari dua kali sehingga lebih tinggi dibanding tingkat kemandirian Nusa Tenggara Timur.

Isu strategis bidang ekonomi antara lain terhambatnya investasi sebagai akibat ketidapastian dalam memperoleh ijin usaha, rendahnya produktivitas pertanian, rusaknya infrastruktur pendukung, terbatasnya pasokan energi dan listrik, dan terlambatnya proses pencairan anggaran. Permasalahan tersebut menyebabkan kurang optimalnya pertumbuhan ekonomi di beberapa provinsi dan rendahnya penyerapan tenaga kerja. Masalah lain yang terjadi di daerah adalah rendahnya keterampilan tenaga kerja dan terbatasnya lapangan pekerjaan.

Isu strategis dalam pengembangan ekonomi daerah adalah (1) revitalisasi pertanian secara terpadu, sistematik, dan konsisten; (2) pengembangan sektor dan komoditas keunggulan; (3) diversifikasi kegiatan ekonomi; (3) optimalisasi kinerja UMKM dengan memperluas akses faktor produksi, modal, teknologi, dan pasar terutama pelaku UMKM. Isu yang tidak kalah penting adalah dalam keuangan daerah, terutama dalam efektifitas dan efisiensi anggaran daerah, belum optimalnya anggaran berbasis kinerja, serta monitoring dan evaluasi penggunaan anggaran di daerah.

(3) Bidang Prasarana

Isu dan permasalahan dalam bidang sarana dan prasarana di sebagian besar daerah menyangkut rendahnya kualitas dan kuantitas ketersediaan sarana dan prasarana, khususnya untuk jalan dan jembatan, serta sarana transportasi. kurangnya keterpaduan transportasi antarmoda menjadi permasalahan utama, khususnya ketersediaan transportasi darat, laut, sungai, dan udara yang belum memadai. Sedangkan provinsi yang memiliki permasalahan tentang prasarana listrik, air minum, dan telekomunikasi. Untuk permasalahan yang menyangkut prasarana pengairan dan irigasi, diantaranya termasuk pengendalian masalah banjir dan daerah aliran sungai (DAS).

Hambatan pergerakan ekonomi di desa-desa dan daerah terisolir , karena kurangnya sarana transportasi darat. Hal ini disebabkan masih rendahnya akses layanan terhadap transportasi darat, laut, dan udara terutama pada daerah terpencil, tertinggal, dan perbatasan.Selain itu, pertumbuhan produktivitas dan kapasitas terpasang sarana kelistrikan yang masih rendah baik di Provinsi Nusa Tenggara Barat maupun Nusa Tenggara Timur. Hal ini ditunjukkan dengan rasio elektrifikasi tahun 2007 untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur baru mencapai 24,24 persen .Permasalahan yang muncul adalah relatif terbatasnya

III.6-6

penyediaan listrik bagi masyarakat di NTB serta adanya permasalahan transmisi dan gangguan sistem pembangkit di NTT

Isu Strategis Bidang Infrastruktur di Wilayah Nusa Tenggara antara lain adalah (1) Perlunya Pengembangan jaringan prasarana pelabuhan laut sebagai bagian dari sistem jaringan transportasi laut meliputi prioritas tinggi untuk Pelabuhan Internasional di Kupang, Prioritas sedang untuk Pelabuhan Nasional di Labuhan Lombok, Maumere, Waingapu, Lembar, dan Bima; (2) Perlunya pengembangan sistem jaringan transportasi udara dilakukan secara dinamis dengan memperhatikan tatanan kebandarudaraan nasional dengan prioritas penanganan; (3) Belum adanya pemanfaatan potensi pembangkit listrik berbasis energi lokal seperti panas bumi, air dan angin

(4) Bidang SDA dan LH

Isu dan permasalahan yang paling penting dan perlu untuk segera ditangani di berbagai daerah adalah masalah kehutanan, baik itu menyangkut perusakan hutan, pembalakan hutan, maupun kebakaran hutan. Permasalahan utama lainnya adalah kecenderungan terjadinya beberapa bencana alam seperti banjir, longsor dan kekeringan akibat perusakan dan pencemaran lingkungan hidup dan juga terjadinya perubahan iklim global. Sedangkan eksploitasi terhadap sumber daya alam seperti kegiatan penambangan, eksploitasi sumberdaya laut dan pantai, serta buruknya manajemen daerah aliran sungai juga menyebabkan masalah.

Tingginya konversi lahan sawah juga berhubungan dengan lokasi yang lebih tinggi dari nilai kualitasnya, yaitu lahan sawah dengan kesuburan tinggi, di daerah yang dekat dengan konsentrasi penduduk akan kalah bersaing dengan keuntungan lokasinya. Selain itu perbedaan tingkat upah di sektor pertanian dan industri, jumlah pemilikan aset lahan serta luas pemilikan lahan sawah yang semakin kecil cenderung menjadi faktor pendorong proses konversi lahan sawah.

Masalah air di Indonesia ditandai dengan kondisi lingkungan yang makin tidak kondusif sehingga makin mempercepat kelangkaan air. Kerusakan lingkungan antara lain disebabkan oleh terjadinya degradasi daya dukung daerah aliran sungai (DAS) hulu akibat kerusakan hutan yang tak terkendali sehingga luas lahan kritis semakin bertambah.

Permasalahan terkait masalah lingkungan di Nusa Tenggara antara lain adalah (1) Adanya pencemaran pesisir dan laut karena kegiatan perhubungan laut dan kepelabuhan, rumah tangga, serta pariwisata, seperti minyak dan sampah; (2) Meningkatnya perambahan hutan, perladangan berpindah dan penebangan liar; (3) Menurunnya luas lahan untuk perkebunan dan sawah menurun dan menurunnya luas hutan; (4) Pemanfaatan sumber daya hutan yang cenderung eksploitatif dan kurang berwawasan lingkungan karena berorientasi pada pertumbuhan ekonomi; (5) Penerapan rehabilitasi lahan dan konservasi lingkungan belum berjalan efektif; (6) Belum optimalnya pemanfaatan sumber daya laut sehingga tingkat pembudidayaan hasi llaut masih rendah. Hal ini dikarenakan tingkat penguasaan dan penerapan teknologi pasca panen yang masih rendah; (7) Meningkatnya penambangan tanpa ijin atau penambangan liar sebagai mata pencaharian masyarakat; serta (8)Emisi kendaraan bermotor yang terbanyak dihasilkan di Nusa Tenggara adalah karbon monoxida, setelah itu diikuti oleh hidro karbon dan nitrogen oksigen

III.6-7