• Tidak ada hasil yang ditemukan

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH TAHUN 2010

1.4. Perkembangan Kesenjangan Antarwilayah Saat Ini

1.4.1. Perekonomian Daerah

• Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2007 adalah sebesar 6.28 persen dan tahun 2008 diperkirakan akan tumbuh sebesar 6.06 persen. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi sebagian besar masih ditopang oleh pertumbuhan dari sisi konsumsi baik dari sektor rumah tangga, swasta maupun pemerintah yaitu rata-rata sekitar 66,3 persen selama 2005-2007. Sementara itu, dari sisi sektoral, kontribusi sektor terhadap Produk Domestik Bruto sebagian besar masih didominasi oleh sektor industri pengolahan sekitar 27,7 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran sekitar 17 persen dan sektor pertanian sebesar 14,17 persen.

Sektor utama yang mengalami pertumbuhan ekonomi cukup tinggi adalah (1) sektor pengangkutan dan komunikasi, (2) sektor perdagangan, hotel dan restoran, (3) sektor bangunan, (4) sektor keuangan dan jasa perusahaan, (5) sektor jasa-jasa, dan (6) sektor industri pengolahan. Pusat pengembangan sektor-sektor tersebut sebagian besar di Jawa dan Bali.

Dalam periode 2006-2007, provinsi dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata tertinggi adalah Provinsi Sulawesi Tengah sebesar 7,91 persen dan Sulawesi Tenggara sebesar 7.82 persen dan pertumbuhan ekonomi rata-rata terendah adalah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (-0,33 persen) dan Provinsi Papua (-6.46 persen). Provinsi yang termasuk mengalami pertumbuhan ekonomi positif (melebihi dari 6 persen) dan meningkat adalah Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Jawa Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Gorontalo.

• Pendapatan Perkapita

PDRB perkapita rata-rata antarpulau menunjukan adanya perbedaan yang cukup tinggi antara Pulau Jawa-Bali, Sumatera, Kalimantan, dan Pulau Papua dengan pulau-pulau lainnya. Rata-rata PDRB perkapita tahun 2007 untuk Pulau Sumatera sebesar Rp. 4.818 ribu, Pulau Jawa-Bali sebesar Rp. 18.665 ribu, Pulau Kalimantan sebesar Rp. 16.595 ribu, dan Papua sebesar 18.938 ribu, sedangkan untuk Pulau Sulawesi, Kep. Maluku, dan Nusa Tenggara rata-rata PDRB perkapita lebih kecil dari Rp. 10.000 ribu dan paling rendah adalah PDRB perkapita di Kepulauan Maluku yaitu sebesar Rp. 3.855 ribu.

Perkembangan PDRB perkapita (tanpa migas) atas dasar harga berlaku menurut provinsi, dalam kurun waktu 2005-2007 PDRB perkapita provinsi mengalami peningkatan setiap tahunnya, tetapi berdasarkan nilai PDRB perkapita menunjukan adanya ketimpangan yang cukup tinggi antarprovinsi terutama untuk provinsi-provinsi yang berada di Pulau Bali dan luar Jawa-Bali. Ketimpangan ini disebabkan adanya beberapa provinsi dengan nilai PDRB perkapita yang cukup tinggi dibandingkan dengan provinsi lainnya, yaitu diantaranya adalah Provinsi Kalimantan Timur Rp. 67.125 ribu per jiwa, DKI Jakarta sebesar Rp. 55.812 ribu per jiwa, Riau sebesar Rp. 35.616 ribu per jiwa. dan beberapa provinsi dengan nilai PDRB perkapita paling rendah, yaitu Provinsi Maluku Utara sebesar Rp. 3.111 ribu per jiwa dan Nusa Tenggara Timur

III.1-10 sebesar Rp. 3.886 ribu per jiwa.

Perbandingan PDRB perkapita antarprovinsi di Pulau Sumatera yaitu PDRB perkapita teringgi berada adalah di Riau yaitu sebesar Rp. 35.616 ribu per jiwa dan Kepulauan Riau sebesar Rp. 34.633 ribu per jiwa, sedangkan PDRB perkapita terendah adalah di Provinsi Lampung yaitu sebesar Rp. 6.972 ribu per jiwa. Namun dilihat dari perkembangannya selama periode 2005-2007, rata-rata pertumbuhan PDRB perkapita tertinggi adalah di Provinsi Sumatera Barat sebesar 4,87 persen dan Jambi sebesar 4,57 persen, untuk pertumbuhan terendah bahkan negatif adalah di Provinsi Naggroe Aceh Darussalam yaitu sebesar -4,67 persen. Untuk Pulau Jawa-Bali, PDRB perkapita tertinggi adalah di Provinsi DKI Jakarta yaitu sebesar Rp. 55.812 ribu per jiwa dan terendah Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp. 8.581 ribu jiwa. Dilihat pertumbuhan rata-rata selama tahun 2005-2007, rata-rata laju pertumbuhan tertinggi adalah di Provinsi Jawa Tengah sebesar 5,61 persen dan Jawa Timur sebesar 5,52 persen, sedangkan untuk pertumbuahan terendah adalah di Provinsi DI Yogyakarta yaitu sebesar 2,01 persen. Sedangkan perbandingan PDRB perkapita antarprovinsi di luar Pulau Jawa-Bali dan Sumatera, PDRB perkapita tertinggi adalah di Provinsi Kalimantan Timur sebesar 67.125 ribu per jiwa bahkan tertinggi secara nasional, selanjutnya Provinsi Papua sebesar Rp. 24.828 ribu jiwa dan PDRB perkapita terendah di Provinsi Maluku Utara sebesar Rp. 3.111 ribu jiwa juga merupakan terendah secara nasional. Menurut pertumbuhan rata-rata per tahun (2005-2007), pertumbuhan tertinggi berada di Provinsi Sulawesi Selatan denga rata-rata pertumbuhan sebesar 7,55 persen dan terendah bahkan pertumbuhannya negatif adalah Provinsi Kalimantan Timur yaitu -0,61 persen.

• Ekspor

Perkembangan ekspor nasional dari tahun 2000-2007 mengalami peningkatan setiap tahunnya dan nilai ekspor terbesar berasal dari kelompok non migas. Pada tahun 2007 nilai ekspor nasional non migas mencapai 91.927 juta US$ atau sebesar 80,08 persen dari total nilai ekspor nasional, dan untuk ekspor migas sebesar 21.772 juta US$ atau sebesar 18,7 persen. Perkembangan nilai ekspor untuk migas dari tahun 2002-2007 meningkat, rata-rata peningkatan per tahun sebesar 6,71 persen, begitu juga dengan nilai ekspor non migas meningkat setiap tahunnya, dengan peningkatan setiap tahunnya sebesar 10,27 persen. Pertumbuhan ekspor migas terbesar terjadi pada tahun 2005, yaitu mencapai pertumbuhan sebesar 22,29 persen, untuk pertumbuhan non migas terbesar pada tahun 2006, yaitu sebesar 19,81 persen.

Perkembangan volume dan nilai ekspor nasional menurut pelabuhan penting tahun 2002-2006 mengalami peningkatan setiap tahunnya, volume ekspor tahun 2002 sebesar 222.910 ribu m.ton dengan nilai ekspor sebesar $ US 57.158 juta meningkat hingga tahun 2006 mencapai 317.172,3 ribu m.ton dengan nilai ekspor sebesar $ US 100.798,7 juta. Volume ekspor terbesar pada tahun 2006 berasal dari Wilayah Kalimantan sebesar 66,02 persen (209.388 ribu m.ton) ekspor dari wilayah Kalimantan sebagian besar berasal dari pelabuhan Banjarmasin, Pontianak, Tanjung Sangata dan Bontang. Sedangkan ekspor dari wilayah Sumatera sebagian besar berasal dari Pelabuhan Dumai (16.295,1 rb m,ton), Pelabuhan Belawan (6.726 ribu m.ton), dan pelabuhan lainnya sebesar 25.800,2 ribu m,ton. Sedangkan volume ekspor terkecil berasal dari pelabuhan di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara hanya 0,32 persen (1.007,7 ribu m.ton) dan Wilayah Sulawesi sebesar 1,19 persen (3.772,8 ribu m.ton).

Selanjutnya, nilai ekspor nasional tertinggi pada tahun 2006 berasal dari pelabuhan di Wilayah Jawa dan Madura sebesar 43,24 persen ($ US 43.586,1 juta), yaitu berasal dari

III.1-11

Pelabuhan Tanjung Priok sebesar $ US 26.076 juta (59,83 persen) dan Pelabuhan Tanjung Perak sebesar $ US 8.145,8 juta. Sedangkan untuk pelabuhan di Wilayah Sumatera sebesar $ US 29.302,7 juta (29,07 persen) sebagian besar berasal dari Pelabuhan Dumai sebesar $ US 6.582,2 juta, Pelabuhan Belawan sebesar $ US 4.580,4 juta, dan Pelabuhan lainnya sebesar $ US 7.208,3 juta. Sementara untuk Wilayah Kalimantan sebesar $ US 19.642,4 juta (19,49 persen), yang berasal dari Pelabuhan Bontang sebesar $ US 9.074,5 juta (46,20 persen) dan Pelabuhan Balikpapan sebesar $ US 2.114,7 juta (10,77 persen). Wilayah dengan nilai ekspor terkecil adalah Bali dan Nusa Tenggara sebesar $ US 1.530 juta (1,52 persen) dan Wilayah Sulawesi sebesar $ US 2.632,7 juta (2,61 persen) dari total nilai ekspor nasional.

• Penanaman Modal dan Investasi

Penanaman modal atau investasi dalam suatu perekonomian sangat diperlukan baik untuk menunjang pertumbuhan ekonomi maupun perluasan tenaga kerja. Oleh sebab itu pemerintah melakukan upaya secara intensif untuk menarik para investor dari dalam maupun luar negeri untuk menanamkan modalnya di Indonesia antara lain dengan mempertahankan stabilitas nasional.

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang disetujui pemerintah selama periode 2002-2007 terlihat bahwa nilai investasi terpusat di Pulau Jawa-Bali dan Sumatera. Pada tahun 2007, besaran nilai realisasi investasi PMDN di Pulau Jawa-Bali sebesar 17.592 miliar rupiah atau sebesar 53,51 persen dari total realisasi PMDN nasional yang sebagian besar terkonsentrasi di Provinsi Jawa Barat yaitu sebesar 11.206 miliar rupiah dan DKI Jakarta sebesar 3.821 miliar rupiah, selanjutnya di Pulau Sumatera sebesar 10,362 miliar rupiah (31,52 persen) yang terkonsentrasi di Provinsi Jambi sebesar 4.474 miliar rupiah dan Riau sebesar 3.095 miliar rupiah. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa ketimpangan dalam distribusi PMDN cukup tinggi terutama untuk provinsi-provinsi di Bagian Timur Indonesia, khususnya Kepulauan Maluku dan Pulau Papua.

Perkembangan Penanaman Modal Asing (PMA) yang disetujui oleh pemerintah periode 2005-2007 juga mengalami fluktuasi. Berdasarkan data tahun 2002-2007, pola investasi yang bersumber dari PMA terjadi ketimpangan antar wilayah dalam realisasi ivestasi, hal ini terlihat dari tahun ke tahun investasi terpusat di Pulau Jawa-Bali. Nilai investasi PMA tahun 2007 hampir 86 persen terpusat di Pulau Jawa-Bali, dikuti Pulau Sumatera sebesar 10,58 persen, sedangkan untuk Pulau lainnya seperti Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua nilai realisasi untuk investasi PMA sangat kecil. Realisasi investasi PMA di Pulau Jawa- Bali dari tahun ke tahun menempati urutan tertinggi, khususnya untuk Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur. Nilai realisasi investasi PMA tahun 2007 (September) untuk DKI Jakarta mencapai 4.383,4 US$ juta, Jawa Barat sebesar 944,1 US$ juta, dan Jawa Timur sebesar 1.662 US$ juta.

Total nilai realisasi investasi PMA di Pulau Sumatera tahun 2007 sebesar 902 US$ juta, provinsi dengan realisasi PMA terbesar adalah terbesar Provinsi Riau sebesar 460.6 US$ juta (51,06 persen)n dari totat nilai PMA pulau, selanjutnya diikuti provinsi sumatera utara sebesar 159,9 US$ juta (17,73 persen), dan Sumatera Selatan sebesar 95,7 US$ juta (10,61 persen). Sedangkan untuk provinsi dengan nilai realisasi PMA rendah adalah Provinsi Jambi dan Nanggroe Aceh Darussalam, masing-masing sebesar 1,72 US$ juta dan 1,93 US$ juta. Total nilai realisasi investasi PMA di Pulau Kalimantan sebesar 203,2 juta US$ menurun dibandingkan nilai investasi tahun sebelumnya. Investasi terbesar di Pulau

III.1-12

Kalimantan adalah provinsi Kalimantan Tengah sebesar 77,2 US$ juta dan Kalimantan Timur sebesar 65,7 US$ juta.

• Inflasi

Dalam periode Januari-Juni tahun 2008, tingkat inflasi teertinggi berada di Kota Palu sebesar 7,99 persen, Kota Kendari sebesar 7,96 persen, Kota Gorontalo sebesar (7,51 persen), dan Kota Mamuju sebesar 7,43 persen serta Kepulauan Riau sebesar 7,01 persen. Selain itu, beberapa provinsi mempunyai potensi peningkatan inflasi yang disebabkan antara lain: (1) meningkatnya harga pangan terutama beras akibat kegagalan panen, banjir, dan perubahan musim; (2) meningkatnya harga minyak goreng akibat terganggunya jalur distribusi, dan meningkatnya ekspor; (3) meningkatnya biaya transportasi akibat kerusakan infrastruktur transportasi dan terjadinya gelombang laut yang tinggi.

• Kredit Perbankan

Pada Juni 2008, total kredit rupiah bank umum secara nasional adalah Rp. 929.946 miliar. Posisi tertinggi untuk perkembangan kredit rupiah bank umum adalah di Pulau Jawa sebesar 664.878 miliar rupiah atau 71,50 persen dari total nasional yang sebagian besar terkonsentrasi di Provinsi DKI Jakarta dengan total kredit rupiah sebesar Rp. 312.825 miliar dan Provinsi DI Yogyakarta sebesar Rp. 116.152 miliar. Selanjutnya di Pulau Sumatera sebesar Rp. 148.332 miliar atau 15.95 persen yang sebagian besar terkonsentrasi di Provinsi Sumatera Utara sebesar Rp. 48.136 miliar dan Riau sebesar Rp. 28.566 miliar. Jumlah kredit di Pulau Sulawesi sebesar Rp. 50.083 miliar yang sebagian besar terkonsentrasi di Provinsi Sulawesi Selatan sebesar Rp. 30.189 miliar dan Sulawesi Utara sebesar Rp. 8.777 miliar.

Posisi kredit rupiah bank umum terendah berada di Provinsi Maluku Utara sebesar 1.223 miliar rupiah dan Gorontalo sebesar 1.797 miliar rupiah. Selama periode 2003-2008 pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 22,21 persen per tahun, pertumbuhan terbesar berada di Provinsi Bangka Belitung sebesar 38,22 persen pert tahun dan Bengkulu 36,02 persen per tahun. Sedangkan untuk pertumbuhan terendah untuk kredit rupiah bank umum berada di Provinsi DKI Jakarta sebesar 20,49 persen per tahun dan Sumatera Barat sebesar 20,83 persen per tahun.

Perkembangan posisi kredit usaha kecil rupiah nasional menunjukkan pergerakan positif dan meningkat dari tahun ke tahun. Secara nasional total kredit usaha kecil rupiah pada tahun 2008 sebesar Rp. 103.694 miliar. Nilai kredit rupiah bank umum tertinggi tahun 2008 berada di Pulau Jawa-Bali sebesar 61,11 persen atau sebesar 63,638 miliar rupiah dan sebagian besar terkonsentrasi di Provinsi Jawa Timur sebesar 18.964 miliar rupiah, DI Yogyakarta sebesar 18.781 miliar rupiah, dan Jawa Tengah sebesar 13,643 miliar rupiah. Selanjutnya di Pulau Sumatera sebesar 22,31 persen atau sebesar 23.134 miliar rupiah yang sebagian besar terkonsentrasi di Provinsi Sumatera Utara sebesar 6.603 miliar rupiah dan Riau sebesar 4.749 miliar rupiah.

Di Pulau Sulawesi sebesar 7,37 persen atau sebesar 7,644 miliar rupiah yang terkonsentrasi di Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 3.660 miliar rupiah dan Sulawesi Utara sebesar 1.887 miliar rupiah. Pulau Kalimantan sebesar 5.726 miliar rupiah (5,52 persen) sebagian besar terkonsentrasi di Provinsi Kalimantan Barat sebesar 1.580 miliar rupiah dan Kalimantan Selatan sebesar 1.197 miliar rupiah. Sedangkan untuk nilai kredit usaha kecil

III.1-13

di Pulau Nusa Tenggara, Maluku dan Papua relatif kecil yaitu masih dibawah 3 persen dari total nasional. Untuk nilai kredit usaha kecil terrendah berada di Provinsi Maluku Utara dan Kepulauan Bangka Belitung masing-masing sebesar 171 milir rupiah dan 250 miliar rupiah.

Pertumbuhan rata-rata per tahun selama periode 2003-2008 untuk kredit usah kecil bank umum terbesar adalah provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yaitu sebesar 25,63 persen per tahun, Bengkulu sebesar 19,86 persen, Sumatera Utara sebesar 19,712 persen dan pertumbuhan terendah adalah Provinsi Kalimantan Tengah sebesar 0,72 persen pertahun dan Kalimantan Barat denagn pertumbuhan rata-rata sebesar 0,97 persen per tahun.

1.4.2. Kesejahteraan Sosial dan Kependudukan