• Tidak ada hasil yang ditemukan

Binatang laut

Dalam dokumen Deteriorasi dan perbaikan sifat pdf (Halaman 102-113)

BAB III FAKTOR PERUSAK BIOTIK

D. Binatang laut

Jenis-jenis binatang yang biasa menyebabkan kerusakan pada kayu di dalam lingkungan air laut pada umumnya disebut “marine borers” atau binatang laut. Binatang ini hidup tersebar hampir di seluruh bagian dunia, tetapi kerusakan yang besar terutama terjadi di daerah-daerah berair hangat.

Walaupun sejarah kerusakan kayu oleh jasad hidup ini telah dicatat lebih dari 2.000 tahun yang lalu, namun sampai saat ini pengetahuan tentang cara pengendaliannya masih sangat terbatas (Hochman, 1973). Kerugian akibat serangannya cukup besar. Sebagai contoh, di daerah perairan pantai Amerika setiap tahunnya menderita kerugian kira-kira US$ 500 juta akibat serangan jasad hidup ini terhadap konstruksi kayu di pantai. Di lain pihak, khususnya di daerah perairan pantai tropis terdapat banyak species binatang dengan kerugian yang belum dapat diantisipasi secara pasti besarnya.

Kayu memiliki sifat-sifat dan kerugian tertentu sebagai bahan konstruksi di pinggir laut, akan tetapi juga memiliki kelemahan karena terserang oleh marine borer. Kondisi ini menjadi suatu tantangan bagi ahli di bidang teknologi kayu, bagaimana cara pengawetan yang tepat yang harus dilakukan sehingga umur pakai kayu dapat diperpanjang.

Keberhasilan riset terhadap biologi marine borer merupakan kunci penentu di dalam upaya mencegah kerusakan yang ditimbulkannya. Marine borer menggerek kayu dengan dua aslasan yaitu sebagai bahan makanan dan tempat berlindung. Akan tetapi bukan berarti bahwa semua marine borer menggerek kayu demi kedua alasan tersebut. Ada beberapa jenis yang mampu memproduksi enzim selulase. Enzim ini dipergunakan untuk melunakkan kayu dan selanjutnya digunakan sebagai bahan makanan.

a. Ruang Lingkup dan Kondisi Serangan Binatang Laut

Marine borer yang tergolong ke dalam famili Terenidae (teredo, bankia, dan nausitora) dan Ordo Isopoda (Limnoria) menggerek kayu bukan untuk dimakan. Kebutuhan unsur nitrogen bagi beberapa jenis marine bore diperoleh dari plankton, dan diduga bahawa beberapa jenis jamur berperan dalam kehidupan marine borer (Becker, 1958).

Spesies marine borer yang menimbulkan kerusakan terhadap kayu struktural di perairan pantai, dapat dibedakan atas dua kategori yaitu: Mollusca dan Crustaceae. Famili terenidae memiliki 3 genera, sedangakan famili pholadidae ada 1 genera yang mempunyai arti penting dari segi ekonomi kerusakan kayu. Selanjutnya 2 kategori crustaceae masuk dalam ordo isopoda dan selebihnya merupakan anggota ordo Amphiphoda.

D.1. Mollusca

Ada dua kelompok mollusca bivalve (dua katup) penggerek kayu: terenid (fam. terenidae) atau cacing laut (Shipworm) dan pholad (fam. pholadidae) atau piddock. Terenidae merupakan kelompok yang besar dengan anggota yang tersebar luas di seluruh dunia pada berbagai kisaran iklim. Pholadidae lebih terbatas penyebarannya dan terutama ditemukan pada daerah temperate yang hangat dan daerah tropis, meskipun species Xylophaginae terdapat di air dingin yang dalam atau dekat permukaan pada daerah lintang tinggi. Beberapa pholad cukup toleran terhadap air payau dan terdapat di estuarina maupun air laut. Mollusca penggerek kayu yang umum disajikan padaTabel 4.

Tabel 4. Beberapa mollusca penggerek kayu di laut (Eaton, 1986)

Terenid (shipworm) Pholad (piddock)

Bactronophorus Psiloteredo Lignopholas

Bankia Teredo Martesia

Dicyanthifer Teredora Xylophaga

Lyrodus Teredothyra

Nausitora Spathoteredo

Neoteredo Uperotus Nototeredo

a) Famili Terenidae

Terenid memiliki badan seperti cacing yang lunak dengan 2 kerang atau katup pada bagian ujung depan (anterior) yang mampu menggerek kedalam kayu untuk membuat terowongan (tunnel). Binatang ini tinggal dalam tunnel yang sama sepanjang hidupnya dan biasanya endapan berkapur diletakkan sepanjang tunnel. Tunnel setiap swipworm berbeda dan biasanya menghindari memasuki tunnel tetangganya selama bertumbuh dan menyerang kayu. Pada air hangat species ini dapat bertumbuh dengan panjang 1-2 meter. Di dalam kayu bervolume tertentu binatang ini tidak muncul lagi dari dalam kayu tetapi melanjutkan menggerek sepanjang kayu lain sampai kayu rusak dan mulai menjadi fragmen. Bagian belakang (posterior) menjaga kontak dengan lingkungan luar air laut melalui lubang yang halus (diameter 1-2 mm) pada permukaan kayu pada bagian ujung tunnel. Melalui lubang ini 2 siphon dapat ditonjolkan keluar ke air laut; siphon masuk (inccurent siphon) masuk kedalam air yang memungkinkan cacing laut melakukan respirasi dan memakan mikroorganisme air; siphon keluar (excurrent siphon) melepaskan bahan sisa dan unit reproduksi baik gamet atau larva. Kadang-kadang siphon ditarik dan jalan masuk ke dalam saluran ditutup rapat dengan sepasang lembaran kulit kerang (pallet), seperti disajikan pada Gambar 11, sehingga binatang terlindung terhadap serangan musuh atau terhadap masuknya air yang tidak baik kadar garamnya.

Gambar 11. Pallet dari (a) Teredo navalis, (b) Nausitora hedleyi, (c) Bankia fimbriatula, (d) Bankia gouldi, (e) Nototeredo norvagica, (f) Lyrodus pedicellatus, (g) diagram shipworm kayu (Turner, 1971)

Kecepatan dan besarnya kerusakan binatang ini sangat tergantung jumlah dan species penggerek, intensitas penggerekan, banyaknya bahan makanan yang tersedia, kondisi suhu, kadar air garam dan faktor-faktor lain yang mendukung. Apabila cacing- cacing penyerang berjumlah banyak, maka kayu terserang akan penuh dengan serangan sehingga pertumbuhan binatang menjadi terhambat dan panjang badan tidak lebih dari beberapa cm dengan diameter hanya beberapa mm. Cacing penggerek biasanya masuk dalam kayu dengan arah tegak lurus arah serat, kemudian membentuk saluran dalam arah longitudinal, selanjutnya dengan arah yang tidak teratur. Jika serangan sangat hebat, beberapa saluran terpaksa masuk agak dalam ke arah pusat kayu sebelum mengikuti arah serat. Akibat pelubangan kayu beberapa sarang lebih maka kekuatan kayu menjadi sangat berkurang. Pola serangan dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Pola serangan cacing laut pada kayu

b) Famili Pholadidae

Penggerek mollusca dari genus Martesia panjang badannya hanya 3-4 cm saja. Seluruh tubuh ditutupi dengan zat kapur (kulit kerang) seperti Gambar 13. Genus martesia mirip kerang kecil, tetapi aktivitas serangannya terhadap kayu miri cacing kapal. Lubang gereknya umum terdapat hanya pada permukaan, dimana ukuran lubang gerek kurang lebih 1/8 inci. Ukuran binatang-bintang ini pada keadaan dewasa adalah; panjang 2,5 inci dan diameter 1 inci. Binatang ini sekali berada dalam kayu akan melanjutkan aktifitas pengeboran terhadap kayu, guna mendapatkan ruang tumbuh bagi tubunya yang terkunkung.

Gambar 13. Penampakan (a) lateral dan (b) dorsal Martesia striata dewasa; penampakan (a) lateral dan (b) dorsal Martesia striata muda

2. Crustaceae

Kebanyakan kelompok udang-udangan (crustaceae) penggerek kayu dan penghuni kayu adalah anggota dari Isopoda. Kelompok ini berbeda dengan mollusca penggerek kayu dalam penampakan, mobilitas/pergerakan, dan bentuk liang gereknya. Organisme dewasa memiliki badan bersegmen dan kaki serta dapat merangkap pada permukaan kayu yang bergerak di antara lubang gerek. Sebaliknya kondisi statis ditemukan pada moluska yang hanya berkembang dalam kayu dengan memperbesar liang atau terowongan sampai mereka dewasa. Kelompok crustaceae dapat berpindah ke kayu basah, sedangkan mollusca tinggal dalam liang untuk hidup.

a) Genus Limnoria

Genus limnoria termasuk kepiting penggerek, banyak ditemukan sepanjang perairan Teluk Atlantik dan pantai Pasifik Amerika Serikat.

Menurut Menzies (1959) lebih 20 species anggota Limnoria tersebar di seluruh perairan dunia. Binatang ini dapat dengan mudah dikenal dari ciri-cirinya sebagai berikut : (a) tubuh beruas, (b) memiliki tujuh pasang kaki dengan kuku-kuku runcing dan berkait yang memungkinkan pergerakannya bebas dan melekat pada kayu, (c) memiliki insang yang bentuknya pipih berguna untuk pernafasan dan (d) rahang bawah sangat kuat dilengkapi dengan gigi untuk mengunyah kayu, (e) tubuhnya berakhir dengan lempeng ekor yang lebar, digunakan untuk menutup saluran terhadap gangguan.

Panjang binatang Limnoria jika dewasa kira-kira 1/8-1/4 inci, sehingga bentuk serangannya pada kayu berupa saluran berukuran ½ – 1 inci. Penampakan limnoria dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Limnoria –(a) penampakan lateral, (b) pleomer dan pleotelson kelima dari L. Lignorum, (c) L. Cristata dalam kayu

b) Genus Sphaeroma

Genus ini lebih destruktif dibanding dengan Limnoria, umumnya erdapat di perairan tropik dan sub-tropik. Struktur badannya hampir sama dengan Limnoria, akan tetapi ukurannya jauh lebih besar. Saluran serangan pada kayu lebih besar dan dapat mencapai kedalaman 3-4 inci.

Permukaan kayu yang telah terserang oleh Teredo kadang-kadang diserang pula secara sekunder oleh Sphaeroma. Kepiting ini diduga menggerek kayu untuk makanan dan tempat tinggal. Menzies dan Turner (1959) menyebutkan pada satu tumpukan kayu berukuran sedang didalam air bisa dijumpai sejumlah ± 200.000 ekor kepiting dewasa, setiap ekor mampu memakan kayu yang tidak diawetkan seberat 0,54 gram.

c) Genus Chelura

Genus chelura terutama aktif di perairan yang suhunya tidak begitu panas sampai sedang. Binatang ini dari hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan diketahui banyak menyerang bangunan di piggir pantai perairan Eropa Utara dan Amerika Utara. Ada

kalanya binatang ini hidup bekerjasama dengan Limnoria atau hidup bersama pada bangunan-bangunan di perairan laut.

Gambar 15. Chelura : (a) penampakan lateral C. insulae, (b) Chelura sp di dalam kayu b. Tindakan Pengendalian

Untuk mencegah serangan marine borer terhadap sistem konstruksi kayu di perairan asin, banyak cara yang dapat diterapkan, antara lain:

(1) Penggunaan Kayu dengan kelas awet alami yang tinggi

Kayu dengan kelas awet alami yang tinggi biasanya mengandung sejumlah zat ekstraktif yang berfungsi sebagai racun terhadap marine borer. Kayu seperti ini tidak mudah diserang oleh cacing dan kerang laut. Akan tetapi di dalam pemakaian lambat laun kayu mengalami proses pelapukan, maka akan dengan mudah diserang oleh marine borer.

(2) Mengawetkan kayu sebelum digunakan

Metode pengawetan yang memberi hasil memuaskan adalah dengan vakum dan tekan. Bahan pengawet yang digunakan terdiri dari campuran kreosot-ter batubara atau kreosot dengan larutan aspal. Proporsi ter batu bara di dalam campuran bahan pengawet berkisar 20-40%. Retensi bahan pengawet dianjurkan sebesar 225-320 kg/m3 (Hunt and Garrat, 1967). Pengawetan kayu dengan spesifikasi seperti dikemukakan diatas, akan memperpanjang umur pakai kayu 20-30 tahun lebih lama dibandingkan umur pakai kayu yang tidak menadapat perlakuan.

(3) Mengunakan berbagai jenis pelapis luar

Pelapis luar diharapkan berfungsi sebagai perintang masuknya cacing/kerang laut ke dalam kayu. Penggunaan pelapis luar dapat dibedakan atas beberapa cara yaitu:

Membiarkan kulit batang tetap melekat pada kayu

Cara ini merupakan salah satu cara kuno, dimana kayu yang digunakan pada sistem konstruksi di dalam air asin, kulitnya tidak dilepas. Metode ini dianggap kurang efektif mencegah cacing laut atas dasar pengalaman berikut : a. Kulit kayu tidak selalu menutup batang dengan sempurna. Adakalanya

bagian tertentu batang terbuka, misalnya karena bekas potongan cabang atau luka. Bagian yang terbuka ini merupakan tempat masuknya cacing laut ke dalam kayu.

b. Kulit kayu tidak selalu utuh melekat pada batang karena pengaruh hempasan ombak, sehingga kulit terkelupas dan bagian batang menjadi terbuka.

Bagian-bagian tertentu diberi paku

Bagian tertentu batang khususnya yang mudah diserang oleh cacing atau kerang laut dipsang paku-paku berkepala gepeng. Metode ini juga dianggap tidak efektif dan efisien karena :

a. Larva-larva cacing kapal ukurannya sangat kecil, sehingga bisa saja masuk ke dalam kayu melalui celah antar kepala paku.

b. Biaya pemasangan paku pada batang menyebabkan naiknya harga tiang kayu.

c. Pembusukan pada tiang tidak dapat dihambat dengan pemasangan paku.

Bagian luar batang dilapis dengan lembaran logam

Lapisan logam yang digunakan terbuat dari tembaga atau campuran tembaga dengan seng (logam kuning atau logam Muntz). Agar lapisan logam dapat memberi fungsi lindung yang baik, maka kayu-kayu perlu dipersiapkan lebih dahulu, misalnya permukaannya dibuat serata mungkin, kemudian diberi lapisan goni jenuh dengan aspal. Selajutnya lembaran logam dipaku pada seluruh permukaan kayu. Kelemahan metode ini karena :

a. Lapisan logam dapat rusak oleh angin atau ombak besar, akibatnya ikatan logam terhadap kayu menjadi lepas dan kayunya hanyut, sehingga cacing laut menyerangkayu dan merusaknya.

b. Ada kalanya lembaran logam pelapis dicuri oleh orang-orang tertentu di pelabuhan.

Sebagian batang dimasukkan ke dalam pipa besi tuang

Pipa besi ditancapkan jauh kedalam lumpur. Ruang antar kayu dengan logam diisi pasir atau campuran semen pasir. Tiang kayu sebelum ditancapkan ke dalam pipa besi tuang terlebih dahulu dilapis dengan kreosot. Kelemahan sistem ini adalah :

a. Biaya menjadi mahal

b. Bagian atas pancang tidak dapat terhindar dari proses pembusukan

c. Penggunaan hanya dibenarkan untuk bangunan-bangunan yang sangat penting dimana usaha perbaikan konstruksi sangat jarang frekuensinya.

Bagian panjang diselubungi tanah liat yang diperkeras

Metodanya hampir sama dengan cara selubung besi tuang, tetapi kurang berhasil karena mudahnya pecah oleh pengaruh hempasan ombak dan angin.

Tiang kayu diberi selubung beton

Dalam hal ini sekeliling tiang kayu diberi penguat yang terbuat dari kawat kasa berlubang 5 cm. Tiang kayu diletakkan berdiri sedemikian rupa sehingga berjarak kurang lebih ¾ inci terhadap masing-masing sisa kasa penguat. Ruang antar tiang dengan sisi-sisi kasa penguat diberi lapisan campuran pasir semen.

Tiang kayu diberi lapisan cat

Dengan perlakuan ini biasanya umur pakai tiang dalam air laut tidak terlalu lama, antara 6 bulan – 2 tahun. Cat yang biasa digunakan berupa aspal atau bahan-bahan yang mengandung bitumin. Adakalanya tiang kayu diberi lapisan cat, kemudian dilapis lagi dengan goni yang diiisi atau jenuh dengan aspal danselanjutnya dilapis lagi dengan cat tebal. Lalu tiang kayu diberi

lapisan kayu berbentuk persegi setebal ± ½ inci. Pada akhirnya lapisan luar kayu ini deiberi lapisan cat tebal.

E. Bahan Diskusi

Mahasiswa diharapkan menyiapkan makalah (10-15 halaman) untuk setiap jenis organisme perusak kayu, yang mencakup deskripsi organisme, kondisi serangan dan teknik pengendaliannya. Makalah diharapkan mengacu pada bahan bacaan pengayaan dan penelusuran dari internet dan jurnal. Kebaharuan pustaka menjadi salah satu penilaian utama.

F. Bahan Bacaan Pengayaan

Untuk pengayaan materi yang telah diuraikan di atas, mahasiswa dapat mempelajari secara mandiri bahan bacaan berikut:

(1) Archer, K. and S. Lebow. 2006. Wood Preservation. In: Primary Wood Processing: Principles and Practice. Walker, J.C.F. (Eds.). Springer. Netherland. P: 297-338.

(2) Alexopoulos, C.J. 1961. Introductory Mycology. John Wiley & Sons, Inc. New York.

(3) Hunt, G.M. and G.A. Garratt. 1986. Pengawetan Kayu. Alih Bahasa: Mohammad Jusuf. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta.

(4) Borror, D.J., C.A. Triplehorn, and N.F. Johnson. 2007. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi Keenam. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

(5) Zabel, R.A. and J.J. Morrell. 1992. Wood Microbiology: Decay and its Prevention. Edisi Pertama. Academic Press, Inc. San Diego. California.

(6) Eaton, R.A. and M.D.C. Hale. 1993. Wood: Decay, Pests and Protection. Edisi Pertama. Chapman & Hall. London.

(7) Kirk, T.K. and E.B. Cowling. 1984. Biological Decomposition of Solid Wood.

In: The Chemistry of Solid Wood. R.Rowell (Eds.). Advances in Chemistry Series 207. American Chemical Society. Washington. p:455-488.

G. Latihan/ Soal-Soal

Agar kompetensi yang diharapkan dapat dicapai diakhir masa pembelajaran, mahasiswa diharapkan mengerjakan latihan/soal-soal yang tercantum dalam bahan ajar ini, sebagai berikut:

(1) Mengapa perubahan volume kayu akibat serangan white rot relatif lebih kecil dibandingkan oleh serangan brown rot?

(2) Uraikan secara ringkas organisme yang dapat merusak kayu dan teknik pengendaliannya.

(3) Kemukakan pendapat anda, jenis organisme mana yang paling berpotensi merusak jika ditinjau dari dampak kerusakan yang ditimbulkannya terhadap kayu.

Dalam dokumen Deteriorasi dan perbaikan sifat pdf (Halaman 102-113)

Dokumen terkait