• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode-Metode Perbaikan Sifat Kekuatan Kayu

Dalam dokumen Deteriorasi dan perbaikan sifat pdf (Halaman 126-135)

BAB VI PERBAIKAN SIFAT KEKUATAN KAYU

A. Metode-Metode Perbaikan Sifat Kekuatan Kayu

A.1. Pengeringan Kayu

Kadar air berpengaruh terhadap sifat-sifat mekanik jika berada di bawah titik jenuh serat (TJS). Jika kadar air berkurang maka kekuatan akan meningkat. Peningkatan ini terjadi karena adanya perubahan dalam dinding sel, yaitu menjadi lebih kompak. Unit- unit struktural, misalnya mikrofibril mendekat satu sama lain dan kekuatan rantai molekul selulosa menjadi lebih kuat. Setiap 1% perubahan kadar air menyebabkan perubahan 6% pada kekuatan tarik aksial, keteguhan pukul (MOR) 5%, kekerasan 2,5 – 4% (umumnya dalam arah aksial), MOE (pada keteguhan pukul statis) 2% dan sebagainya (Tsoumis, 1991). Hubungan antara kadar air dan kekuatan kayu dapat dilihat pada Gambar 16 berikut :

23

Hubungan antara kadar air dengan kekuatan kayu

 

Berdasarkan Gambar 16 di atas, terlihat bahwa semakin kecil kadar air, maka kekuatan kayu juga akan meningkat. Dengan demikian, salah satu metode untuk meningkatkan kekuatan kayu adalah dengan mengurangi kadar air kayu melalui proses pengeringan.

A.2. Modifikasi Kimia Kayu

Suatu penelitian yang dilakukan oleh Deka dan Saikia (2000) mengenai stabilitas dimensi kayu menggunakan resin thermosetting yaitu phenol formaldehyde (PF),

melamine formaldehyde (MF) dan urea formaldehyde (UF) dengan WPG sebesar 33-35,

konsentrasi resin 30% pada suhu 90–100°C dan tekanan udara 75 psi. Perlakuan tersebut dapat meningkatkan modulus of rupture (MOR) 12–20%, modulus of elasticity (MOE) 5–12% dan stabilitas dimensi masing-masing 70,59%, 68,23% dan 48,5%.

Modifikasi kimia dengan reaksi esterifikasi yang menggunakan pelarut asetat anhidrid dikenal sebagai proses asetilasi, karena dalam proses ini menghasilkan asam asetat sebagai produk sampingnya. Rowell (1996) telah mereview beberapa penelitian mengenai reaksi kayu dengan asetat anhidrid pada kira-kira 15-20 Weight Percent Gain

(Persen Penambahan Berat) yang memberikan peningkatan beberapa sifat kayu antara lain:

- kerapatan sekitar 5% sampai 20%

- keteguhan geser sejajar serat meningkat dari 12% menjadi 24%

- pada uji kelenturan statis, MOE bervariasi dari -6% sampai +2% [Dreher, Goldstein, Cramer (1964), Narayanamurti & Handa (1953)],

- modulus patah (MOR) bervariasi dari -8% sampai +17% bergantung pada kayu yang diuji [Dreher, Goldstein, Cramer (1964), Militz (1991), Larrson (1993)],

- tegangan serat pada batas proporsi meningkat dari +7% sampai 20% [Dreher, Goldstein, Cramer (1964)]

- usaha pada batas proporsi meningkat dari 25% sampai 42% [Dreher, Goldstein, Cramer (1964)].

- kekerasan bola meningkat dari 22% sampai 31% [Dreher, Goldstein, Cramer (1964)] - kekerasan Brinell tangensial meningkat 25% dan radial 20% [Larrson (1993)]. - keteguhan pukul (impact strength) bervariasi dari -13% sampai +16% [Koppers

(1961), Goldstein, Jeroski, Lund, Nielson, Weater (1961)]

- keteguhan tekan tegak lurus serat meningkat 22-31% [ Dreher, Goldstein, Cramer (1964)],

- keteguhan tekan sejajar serat meningkat 10% [ Militz (1991)]

- keteguhan tekan basah pada batas proporsi meningkat 93 – 144 % [ Koppers (1961), Goldstein, Jeroski, Lund, Nielson, Weater (1961)]

- keuletan bervariasi dari -7% sampai +17% [Tarkow and Stamm (1950), Goldstein, Jeroski, Lund, Nielson, Weater (1961)]

- usaha sampai rusak (work to failure) meningkat 5 – 12% dan keteguhan tarik meningkat 1-4% [Rowell and Banks (1985)]

- elongasi rusak tekan bervariasi dari -17% sampai +42% [Tarkow and Stamm (1950)]. (Semua nilai rata-rata ini membandingkan kayu terasetilasi dengan kayu tidak terasetilasi).

Suatu penelitian modifikasi kimia kayu karet dengan styrene yang dikombinasikan dengan crosslinker Glycidyl Methacrylate (GMA) yang dilakukan oleh Devi et al. (2003) menunjukkan bahwa perlakuan ini mampu memperbaiki stabilitas dimensi dalam hal % pengembangan volume, anti-shrink efficiency dan mengurangi penyerapan air. Selain itu perlakuan juga dapat memperbaiki sifat mekanis (kekuatan) menyangkut modulus of

rupture (MOR) dan modulus of elasticity (MOE). Kekerasan sampel dengan perlakuan

styrene dan styrene-GMA juga lebih tinggi dibandingkan dengan sampel tanpa perlakuan. Selain itu, penelitian lain mengenai modifikasi kimia kayu untuk meningkatkan daya tahan terhadap kerusakan dan panas (thermal), menunjukkan bahwa kayu yang direaksikan dengan fosforamid yang dihasilkan secara in situ melalui reaksi fosfor pentoksida dengan amina (butylamine) tahan terhadap degradasi jamur dan panas. Analisis termal dengan DSC (Differential Scanning Calorimetry) dalam nitrogen dari kayu yang direaksikan dengan fosforamid memperlihatkan bahwa mekanisme ketahanan terhadap api berhubungan dengan dehidrasi. Pirolisis kayu termodifikasi melalui reaksi dehidrasi menyebabkan penurunan produksi volatil dan meningkatkan pembentukan arang. Nilai oksidasi arang juga menurun. TGA (Thermography Analysis) dalam nitrogen atau udara menunjukkan bahwa kayu termodifikasi menghasilkan arang lebih banyak daripada kayu yang diimpregnasi dengan diamonium fosfat.

A.3. Pemadatan/Densifikasi Kayu

Pemadatan kayu adalah salah satu usaha untuk meningkatkan kekuatan dan keawetan kayu berkerapatan rendah dengan cara mengempa papan kayu menjadi lebih padat. Pada kondisi lebih padat daripada sebelumnya, maka kekuatan kayu meningkat. Pemadatan kayu dapat dilakukan dengan dua langkah utama, yaitu perlakuan perendaman, perebusan dan pengukusan agar kayu tersebut bersifat plastis dan perlakuan pemadatan pada arah tegak lurus serat. Pemadatan kayu dipengaruhi oleh jenis kayu, plastisitas kayu, kadar air, suhu kempa, dan penerapan besarnya tekanan kempa. Proses plastisasi dan pemadatan kayu yang sesuai akan meningkatkan sifat fisik dan sifat mekanik kayu terpadatkan dan berkualitas tinggi. Kualitas yang dimaksud adalah kemudahan proses

pemadatan, stabilitas dimensi, keseragaman dan peningkatan kekuatan papan kayu, kehalusan corak permukaan papan dan fiksasi permanen (Djoko, Hilmato dan Tusi, 2007). Menurut Amin dan Dwianto (2006), teknik densifikasi kayu adalah teknik pengempaan kayu utuh (solid) yang bertujuan untuk meningkatkan kekerasan permukaan dan kekuatan kayu. Teknik ini dapat diterapkan pada jenis-jenis kayu cepat tumbuh yang pada umumnya berkualitas rendah melalui peningkatan kerapatannya. Kayu kompresi secara komersial telah dibuat di Jerman dengan nama Lignostone (Stamm 1964). Tetapi hasil pengempaannya belum bersifat permanen, karena masih kembali ke ketebalan semula bila mendapat pengaruh kelembaban atau perendaman (recovery). Hasil pengempaan yang permanen mutlak diperlukan untuk memanfaatkan kayu-kayu kompresi tersebut sebagai pengganti kayu-kayu komersial.

Densifikasi kayu yang bersifat permanen dapat dilakukan dengan mengunakan metode :

1. perekatan atau modifikasi kimia,

2. perlakuan suhu tinggi pada kondisi kayu kering dan

3. perlakuan uap air suhu tinggi pada kondisi kayu basah (steam).

Prinsip densifikasi kayu metode (1) adalah dengan memasukkan perekat (Stamm dan Seborg 1941) atau bahan kimia (Fujimoto 1992) ke dalam kayu dan proses curing atau polimerisasinya terjadi pada saat pengempaan dalam kondisi kayu terdeformasi. Pada metode ini dapat digunakan perekat fenol, melamin, urea, tanin atau perekat yang berasal dari lateks. Sedangkan modifikasi kimia dapat menggunakan metode formalisasi, esterifikasi atau asetilasi.

Densifikasi kayu metode (2) dapat diterapkan dengan menggunakan alat kempa panas atau oven pengering, tetapi membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai fiksasi kayu yang permanen, yaitu sekitar 20 jam pada suhu 180ºC (Dwianto et al. 1997), disamping itu cukup banyak menurunkan sifat mekanik kayu tersebut. Beberapa pendapat mengenai sifat permanen kayu dengan metode ini antara lain adalah akibat terdegradasinya lignin sehingga menyebabkan menurunnya internal stress (Seborg et al. 1945) dan menurunnya sifat higroskopis kayu (Inoue dan Norimoto 1991).

Metode (3) adalah memanaskan kayu dengan menggunakan uap air suhu tinggi (steam treatment). Metode ini dilakukan dengan memasukkan uap air panas dari boiler ke dalam autoclave yang dilengkapi dengan alat kempa tahan panas (Inoue et al. 1993). Kelebihan dari metode ini adalah fiksasi yang bersifat permanen dari kayu yang dikempa dapat dicapai lebih cepat jika dibandingkan dengan metode (2), dan tidak banyak mempengaruhi atau menurunkan sifat mekanik kayu. Fiksasi yang permanen pada suhu 180ºC dapat dicapai hanya dalam waktu sekitar 10 menit. Pendapat-pendapat mengenai sifat permanen dengan metode ini antara lain adalah akibat perubahan struktural selulosa (Ito et al. 1998) dan terjadinya hidrolisa hemiselulosa yang mengakibatkan menurunnya

internal stress pada kayu (Hsu et al. 1988). Tetapi metode (3) tersebut sulit untuk

diterapkan pada skala pemakaian karena membutuhkan perangkat yang sangat mahal, yaitu boiler, autoclave dan alat kempa tahan panas yang dimasukkan ke dalam autoclave; serta tidak dapat dilakukan terhadap kayu dengan ukuran besar. Metode ini dapat dimodifikasi dengan prinsip Close System Compression.

Rommel (2001) melakukan penelitian mengenai pengaruh tekanan steam pada peningkatan karakteristik dan kualitas kayu glugu. Dengan perlakuan steam diharapkan terjadi pemampatan pori-pori pada serat kayu sehingga akan meningkatkan berat jenis dan mengurangi kadar lengas kayu yang merupakan parameter-parameter yang berpengaruh terhadap kekuatan kayu. Penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan steam menyebabkan penambahan berat jenis hingga 0,75 gr/cm3 atau naik hingga 64% dan pengurangan kadar lengas sampai 2,086% dari contoh uji tanpa perlakuan. Pemberian tekanan steam pada kayu glugu meningkatan karakteristik kekuatan tarik // serat (560,86 kg/cm2) ; kekuatan tarik serat (88,69 kg/cm2) ; kekuatan tekan serat (629,36%) ; kekuatan geser (171,55 kg/cm2), sedangkan kekuatan lenturnya tidak meningkat. Sifat daktilitas kayu dengan pemberian steam hanya meningkat pada arah tegangan-regangan tarik // serat saja. Kayu glugu yang diberi perlakuan steam ternyata dapat meningkatkan kekuatan kayu dari kelas kuat III (dimana kuat tekan absolut sebesar 300 s/d 425 kg/cm2) menjadi kelas kuat II (dimana kuat tekan absolut sebesar 425 s/d 650 kg/cm2).

A.4. Kayu Laminasi

Glulam adalah susunan beberapa lapis kayu direkatkan satu sama lain secara sempurna menjadi satu kesatuan tanpa terjadi diskontinuitas perpindahan tempat (Gurdal

et al. 1999 dalam Sulistyawati, Nugroho, Surjokusumo, dan Hadi (2008). Arah serat seluruh lapisan paralel terhadap panjang balok. Dua prinsip desain laminasi adalah memaksimalkan dimensi dan meminimalkan material, apabila kedua prinsip tersebut dapat dilakukan secara simultan maka tujuan penggunaan laminasi dapat dicapai secara maksimal, sehingga laminasi merupakan desain ekonomis dengan tetap memenuhi prinsip struktural (Bodig dan Jayne, 1993). Juga dinyatakan bahwa kayu sebagai material alamiah berupa balok atau log mungkin belum merupakan produk yang efisien sebagai komponen struktural; sebuah balok kayu utuh dengan adanya cacat kayu, kapasitas memikul beban menjadi lebih kecil; dengan memotong menjadi beberapa lapis lebih tipis yang biasa disebut lamina dan kemudian melekatkan kembali dengan menghilangkan cacat kayu atau mengatur posisi cacat kayu secara tepat maka sifat mekanisnya akan meningkat.

Lapisan kayu dapat diatur dengan mutu disesuaikan dengan fungsi ditinjau dari segi kemampuan struktural di dalam menerima beban. Dengan susunan lapisan yang mempunyai mutu berbeda pada lapis tertentu akan meningkatkan sifat mekanis kayu antara lain kekuatan dan kekakuannya. Dengan menyusun lapisan kayu dan memberikan lapisan yang mempunyai mutu lebih tinggi pada daerah dengan tegangan besar dan mutu yang lebih rendah pada daerah lainnya, penampang laminasi akan bekerja efektif di dalam menerima beban lentur sehingga akan mempengaruhi kekuatan lentur maupun kekakuan dari satu kesatuan laminasi tersebut. Ritter dan Williamson (1995) dalam Sulistyawati, Nugroho, Surjokusumo, dan Hadi (2008), menyatakan bahwa glulam dapat dibuat secara horisontal yang disebut glulam horisontal dengan penempatan laminasi dengan kualitas tinggi pada posisi teratas dan terbawah balok; di dalam perkembangan desain juga dikembangkan glulam vertikal untuk sistem dek jembatan.

Ditinjau dari segi ekonomis kelebihan laminasi adalah mempunyai kemampuan meningkatkan dimensi, yaitu dari persediaan material yang lebih kecil atau tipis dapat

disusun menjadi satu kesatuan laminasi dengan dimensi yang lebih besar; mempunyai kemampuan membuat bentuk struktural seperti lengkung, yang mana hal ini sulit apabila menggunakan material lainnya; mempunyai nilai keindahan ditinjau dari segi arsitektural. Hal-hal tersebut di atas menjadikan laminasi mempunyai nilai tambah atau nilai jual yang lebih tinggi.

A.5. Pelapisan Permukaan Kayu dengan Teknologi Radiasi

Teknologi polimerisasi radiasi adalah salah satu teknologi nuklir yang dapat diaplikasikan pada industri polimer yaitu untuk mengolah bahan mentah menjadi bahan setengah jadi atau bahan jadi, dengan bantuan sinar radiasi sebagai sumber energi. Radiasi berfungsi sebagai alat untuk mempermudah, mempercepat, atau memperbaiki reaksi kimia yang diperlukan di dalam proses polimerisasi.

Pada umumnya tujuan pelapisan permukaan papan kayu ada dua macam yaitu menambah keindahan dan meningkatkan kualitas permukaan misalnya lebih tahan bahan kimia, tahan panas dan sebagainya. Sumber radiasi yang digunakan pada teknik pelapisan permukaan ini ialah sinar berkas elektron. Proses pelapisan permukaan papan kayu memerlukan dua tahap pekerjaan, yaitu pelapisan dasar (base coating) dan pelapisan atas

(top coating). Kayu lapis, parket, papan partikel diampelas, lalu dilapisi dengan oligomer dan diiradiasi dengan sinar berkas elektron sebagai pelapis dasar, kemudian diampelas lagi, selanjutnya dilapisi dengan pelapis atas dan diiradiasi lagi.

Keuntungan penggunaan teknologi radiasi pada pelapisan permukaan ini, bila dibandingkan dengan cara konversional ialah :

1. Kecepatan produksi relatif tinggi, sehingga ruang operasi yang digunakan relatif lebih sempit.

2. Bebas dari bahan pelarut yang menguap, sehingga mengurangi masalah polusi udara. 3. Prosesnya dapat dilakukan pada suhu kamar, sehingga dapat diterapkan pada substrat

yang sensitif terhadap panas, misalnya kertas dan sebagainya.

Dengan teknologi polimerisasi radiasi keawetan kayu dapat ditingkatkan. Kayu divakumkan dalam wadah tertutup kemudian dalam keadaan vakum kayu tersebut diberi monomer, lalu dibungkus supaya kedap udara, dan kayu yang mengandung monomer ini diiradiasi. Kayu yang sudah diproses dengan metode polimerisasi radiasi ini disebut kayu plastik. Kayu plastik ini di samping sifat fisik dan mekaniknya meningkat misalnya lebih keras dan mudah dipelitur, juga keawetannya lebih baik dibandingkan dengan kayu aslinya karena lebih tahan terhadap serangga pemakan kayu. Kayu plastik ini tahan terhadap cuaca, sehingga kayu plastik tersebut dapat digunakan untuk bahan bangunan di luar rumah dan untuk dekorasi interior, karena tidak mengganggu kesehatan (Batan, 2006).

B. Bahan Tugas

Buat sebuah paper mengenai perbandingan antara 2 metode perbaikan sifat kayu yang berbeda, terutama mengenai kelebihan dan kekurangannya masing-masing !

C. Latihan/ Soal-Soal

1. Apa yang Anda pahami mengenai konsep “kekuatan kayu” baik dari segi anatomi maupun fisik ?

2. Misalkan di suatu daerah kayu-kayu yang tersedia hanya kayu-kayu dengan keawetan alami yang rendah. Sementara pembangunan perumahan di daerah tersebut sangat mendesak untuk dilaksanakan. Solusi apa yang dapat Anda tawarkan untuk kasus tersebut ?

3. Di antara upaya perbaikan sifat kekuatan kayu di atas, menurut Anda mana yang paling praktis dilakukan di lapangan ?

Dalam dokumen Deteriorasi dan perbaikan sifat pdf (Halaman 126-135)

Dokumen terkait