• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 11 Bagan alir penelitian

4.4 Fraksinasi dan Bioassay Asap Cair .1 Fraksinasi Asap Cair

4.4.2 Bioassay Asap Cair

Bioassay antifeedant merupakan salah satu teknik pencarian senyawa atau komponen aktif dari suatu bahan yang bersifat tidak membunuh dan tidak mengusir, melainkan hanya bersifat anti/menolak makan saja bagi hama pengganggu tanaman. Data hasil bioassay asap cair dan fraksi-fraksinya terhadap larva S. litura disajikan pada Tabel 49.

Tabel 49 Persentase aktivitas antifeedant asap cair dan fraksi-fraksinya % Aktivitas antifeedant pada konsentrasi contoh Contoh

0,125% 0,250% 0,500% 1,00%

Asap Cair 17,39 29,41 30,61 44,68

Fraksi Air 18,18 30,77 41,18 62,07

Fraksi Metanol 26,83 48,00 65,38 80,65

Fraksi Etil asetat 19,15 20,83 22,45 28,57 Fraksi n-Heksan 10,45 12,12 17,65 23,40

Dari data Tabel 49 diketahui bahwa persentase aktivitas antifeedant dari asap cair dan/atau fraksi-fraksinya cenderung meningkat seiring meningkatnya konsentrasi yang diberikan. Pada konsentrasi contoh 1% (v/v) aktivitas antifeedant yang melebihi 50,00% ditunjukkan oleh fraksi metanol dan air, yaitu secara berturut 80,65 dan 62,07%, sedangkan aktivitas terendah ditunjukkan fraksi n-heksan, yaitu 23,40%. Hasil ini memberi petunjuk bahwa baik fraksi metanol maupun air yang berasal dari asap cair hasil pirolisis sampah organik pasar berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai pengendali hama tanaman yang bersifat antifeedant terutama dalam menggulangi larva S. litura.

Hasil ini juga diperkuat data analisis probit yang menunjukkan ke dua fraksi tersebut mempunyai nilai EI50 yang sama-sama terendah, yaitu 0,71% (Lampiran 11). Nilai ini berarti ke dua fraksi tersebut pada konsentrasi 0,71% saja mampu menyebabkan 50% sasarannya bersifat antifeedant. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Han et al. (2006) bahwa ekstrak metanol dari akar Angelica dahurica, keseluruhan tanaman Lysimachia davurica, dan umbi Nardostachys chinensis sangat potensial sebagai insektisidal atau antifeedant terhadap larva Attagenus unicolor japonicus. Pada penelitian yang dilakukan oleh Narasimhan et al. (2005), juga diperoleh hal yang sama, yaitu ekstrak metanol dari biji Momordica dioica yang mempunyai aktivitas antifeedant tertinggi terhadap larva S. litura.

Komponen kimia penyusun fraksi metanol dari asap cair hasil pirolisis sampah organik pasar diidentifikasi dengan teknik GCMS menggunakan kolom kapiler HP Ultra-2 dengan suhu injektor 250 oC, gas pembawa helium dan kecepatan alir 0,6 μl/menit serta volume injeksinya 1 μl. Kromatogram GC yang diperoleh dari hasil analisis fraksi metanol asap cair ditunjukkan pada Gambar 39.

Kelim

p

ahan

Waktu retensi (menit)

Gambar 39 Kromatogram fraksi metanol asap cair hasil pirolisis sampah organik

Hasil identifikasi kromatogram pada Gambar 39 dengan chemstation data system yang ada pada alat tersebut diketahui senyawa-senyawa penyusun fraksi metanol seperti yang tersajikan pada Tabel 50.

Tabel 50. Kandungan kimia fraksi metanol asap cair

Nomor Peak

Waktu Retensi (menit)

Nama Senyawa Konsentrasi

(%) 1 2,19 Asam butanoat 6,59 2 2,53 Gamma-butirolakton 21,75 3 3,07 2-furan metanol 3,50 4 3,22 2-hidroksi-3-metil-2-siklopenten-1-one 13,71 5 3,78 fenol 15,54 6 3,93 Trans-4-siklopenten-1,3-diol 6,60 7 4,05 2-metil-3-buten-2-ol 7,68 8 4,65 2,6-dimetoksi fenol 11,71 9 5,34 Asam 2-metil-2-propenoat 3,66 10 6,36 3-metoksi-1,2-benzenadiol 3,43 11 6,90 2-metoksi-4-propil fenol 7,11 12 10,39 3-metil-1,2-benzenadiol 1,21 13 12,21 2-metil-1,4-benzenadiol 6,33 14 19,33 1,4-benzenadiol 2,19 Dari data Tabel 51 diketahui bahwa kandungan kimia fraksi metanol dari asap cair hasil pirolisis sampah organik pasar menunjukkan 50% dari total 14 senyawa

yang teridentifikasi pada fraksi tersebut dengan teknik GCMS merupakan senyawa golongan fenolik. Hasil ini menunjukkan bahwa senyawa fenolik dapat dijumpai baik pada tumbuhan berbunga, pakisan, lumut, lumut hati, maupun pada jasad renik (Harborne 1988). Menurut Salisbury & Ross 1995, fungsi senyawa fenolik pada tumbuhan sangat beragam, misalnya asam protokatekuat berfungsi mencegah corengan pada varietas bawang berwarna tertentu yang disebabkan oleh fungi Colletotrichum circinans. Asam klorogenat berfungsi mencegah penyakit tertentu pada kultivar yang resisten dan asam ini tidak beracun bagi manusia. Asam galat penting karena diubah menjadi galotanin, merupakan polimer heterogen yang mengandung berbagai molekul asam galat yang saling terkait dengan asam galat lain serta sukrosan dan gula-gula lain. Galotanin umumnya berperan sebagai alelopati dan sangat menghambat pertumbuhan tanaman terutama spesies lain yang tumbuh di sekitar tumbuhan yang mengandung dan melepaskannya (Rice 1984). Senyawa tanin tersebar luas di dalam jaringan tumbuhan dan mempunyai fungsi melindungi tumbuhan terhadap serangan bakteri dan fungi (Swain 1979). Selanjutnya, Hemingway & Karchesy (1989) menyatakan tanin juga bertindak sebagai senyawa aktif yang menyebabkan herbivora menolak makan/antifeedant tumbuhan yang mengandungnya, sebagian karena sifat astringensinya (kemampuan mengkerutkan mulut) dan sebagian karena menghambat pencernaan dan penggunaan makanan. Kelompok senyawa yang berhubungan erat dengan asam fenol dan juga berasal dari lintasan asam sikimat adalah kumarin. Kumarin merupakan salah satu senyawa atsiri yang terbentuk terutama dari turunan glikosida tak atsiri saat penuaan atau perlukaan. Hal ini penting terutama pada tumbuhan alfafa dan semanggi, yaitu kumarin menyebabkan timbulnya aroma yang khas sesaat setelah kedua jenis tumbuhan tersebut dibabat. Skopoletin merupakan salah satu senyawa golongan kumarin yang berperan menghambat perkecambahan biji.

Hasil analisis dengan teknik GCMS pada asap cair juga menunjukkan bahwa senyawa yang teridentifikasi dengan konsentrasi tertinggi adalah gamma-butirolakton

(21,75%). Berdasarkan hasil bioassay (Tabel 49), di samping senyawa golongan fenolik, senyawa ini juga diduga berfungsi sebagai pestisida antifeedant terhadap larva S. litura. Senyawa ini mempunyai rumus struktur seperti Gambar 40.

Gambar 40 Struktur senyawa gamma-butirolakton

Aktivitas antifeedant dari senyawa yang mengandung inti lakton sudah banyak publikasi antara lain seperti dilaporkan oleh Frackowiak et al. (2006) bahwa golongan gamma-lakton dapat digunakan untuk aktivitas antifeedant terhadap berbagai macam serangga, sedangkan Narasimhan et al. (2005) melaporkan salannobutirolakton sangat potensial sebagai antifeedant terhadap larva S. litura dan desasetilsalannobutirolakton bersifat insektisidal terhadap larva tersebut. Selanjutnya, Thoison et al. (2004) menemukan senyawa 12-hidroksioleanolat lakton dan pektolinarigenin dari ekstrak Nothofagus dombeyi yang memberi antivitas antifeedant sangat signifikan. Senyawa linearolakton dan 4-(3-furil)-gamma-butirolakton sangat potensial sebagai antifeedant (Gebbinck et al. 2002). Di samping itu, beberapa golongan keton lain seperti 12-ketoepoksi-azadiradion dan turunannya juga mempunyai kemampuan sebagai insektisida dan antifeedant (Fernandez-Mateos et al. (2005). Senyawa-senyawa asam 3-hidroksi alkanoat yang merupakan golongan asam alkanoat juga mempunyai aktivitas yang signifikan sebagai antifeedantterhadap larva S. litura (Jannet et al. 2001).

4.5 Aplikasi Komarasca pada Tanaman Daun Dewa

Aplikasi produk komarasca (kompos-arang aktif-asap cair) hasil konversi sampah organik pasar pada tanaman sangat penting dilakukan untuk mendapatkan bukti secara nyata akan fungsi atau manfaat dari masing-masing komponen yang dihasilkan. Di samping itu, juga untuk kebutuhan informasi tentang tingkat pertumbuhan dan bobot biomassa tanaman serta kemampuan komponen asap cair yang terkandung di dalam komarasca yang berperan mencegah atau menanggulangi hama pengganggu. Penggunaan produk komarasca sebagai pupuk organik yang mengandung komponen berpori dan pengendali hama alami pada tanaman, terutama tanaman obat-obatan sangat menguntungkan bagi manusia karena dapat mengkonsumsi tanaman tersebut secara aman dan terhindar dari dampak residu pestisida sintetik yang sangat merugikan dan membahayakan kesehatan. Di samping itu, pemanfaatan komarasca hasil konversi sampah organik pasar sangat menguntungkan bagi daur karbon seperti ditunjukkan pada Gambar 41.

Hal ini disebabkan karena berdasarkan perhitungan kandungan karbon di dalam produk komarasca yang dihasilkan melalui proses yang terbaik didapat 33,78% karbon di dalam kompos pada perlakuan B2 (Tabel 12), 30,29% karbon di dalam arang hasil pirolisis pada suhu 505 oC (Tabel 16 dan 18), dan sebahagian karbon juga dikandung

oleh asap cair hasil pirolisis 505 oC dengan rendemen 31,24% (Tabel 23). Di samping

itu, penggunaan produk komarasca hasil konversi sampah organik pasar pada tanaman, selain menjaga keseimbangan daur karbon, juga sangat penting bagi menjaga kelestarian keanekaragaman hayati, karena fraksi metanol dari asap cair (Tabel 48 dan 49) yang digunakan tidak bersifat membunuh hama pengganggu, melainkan hanya bersifat antifeedant saja. Oleh karena itu, penelitian semacam ini perlu digiatkan atau dikembangkan agar kelestarian lingkungan dan keanekaragaman hayati tetap terjaga, di samping mendapatkan keuntungan ekonomi dan kesehatan bagi manusia.