• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 11 Bagan alir penelitian

4.2 Konversi Sampah Organik Menjadi Arang dan Asap Cair .1 Karakteristik Bahan Baku .1 Karakteristik Bahan Baku

4.2.2 Hasil Pirolisis

4.2.3.3 Identifikasi Struktur Arang

) 24 jam 48 jam

Gambar 16 Histogram daya jerap arang terhadap uap benzena

Rendahnya daya jerap arang terhadap uap benzena disebabkan oleh pori yang terbentuk pada permukaannya masih banyak mengandung senyawaan non polar, sehingga gas atau uap yang dapat dijerap menjadi lebih sedikit (Pari 1996). Dengan kata lain, permukaan arang masih ditutupi oleh berbagai senyawaan yang bersifat polar seperti golongan fenolik, aldehid dan asam-asam karboksilat dari hasil karbonisasi yang tidak sempurna, sehingga penjerapan terhadap uap benzena menjadi rendah.

4.2.3.3 Identifikasi Struktur Arang

1. Identifikasi gugus fungsi

Gugus fungsi dari bahan baku dan arang hasil pirolisisnya diidentifikasi dengan spektrofotometer FTIR. Hasil analisis spektrum absorpsi IR dapat memberi petunjuk tentang perubahan gugus fungsi senyawa akibat perubahan suhu pirolisisnya. Hasil serapan arang terhadap spektrum IR ditunjukkan pada Gambar 17 dan Tabel 19.

28 oC Transmisi (%) 405 oC 505 oC Bilangan gelombang (cm-1)

Gambar 17 Spektrum serapan IR bahan baku dan arang hasil pirolisisnya

Tabel 19 Data bilangan gelombang serapan IR dari bahan baku dan arang hasil pirolisisnya Suhu Pirolisis (oC) Bilangan gelombang (cm-1) 28 3421,5 – 2920,0 – 2854,5 – 1635,5 – 1508,2 – 1056,9 – 617,2 405 3425,3 – 2923,9 – 1585,4 – 1438,8 – 1091,6 – 875,6 505 3409,9 – 2923,9 – 1577,7 – 1438,8 – 1103,2 – 875,6

Pola spektrum serapan IR dari bahan baku dan arang hasil pirolisisnya mengalami perubahan sesuai dengan perubahan suhunya. Selama proses pirolisis terjadi penguraian struktur kimia yang diperlihatkan oleh adanya perubahan pola spektrum, yaitu dengan menurunnya persentase serapan di daerah bilangan gelombang 3425,3-3409,9 dan 2923,9-2920,0 cm-1, serapan yang hilang ditunjukkan di daerah bilangan gelombang 1635,5; 1508,2 dan 617,2 cm-1. Di samping itu, pada arang yang dihasilkan terdapat serapan baru di daerah bilangan gelombang 1585,4-1577,7; 1438,8; 1103,2-1091,6 dan 875,6 cm-1. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan suhu pirolisis mengakibatkan perubahan gugus fungsi, yang diikuti terbentuknya senyawa baru melalui mekanisme radikal. Hasil ini sesuai dengan yang dikemukan Demirbas (2005) bahwa makin tinggi suhu pirolisis suatu bahan makin banyak gugus-gugus fungsi yang teroksidasi atau terurai sehingga menjadi hilang atau tingkat serapannya berkurang atau menyebabkan pergeseran bilangan gelombang serapannya.

Gugus-gugus fungsi yang teridentifikasi pada bahan baku tanpa pirolisis (28 oC) antara lain adanya regang OH dengan serapan kuat di daerah bilangan gelombang 3421,5 cm-1, regang C-H dengan serapan lemah di daerah 2920,0 dan 2854,5 cm-1, regang C=C dengan serapan sedang di daerah 1635,5 cm-1, ikatan C-O dari gugus eter alifatik ditunjukkan di daerah 1056,9 cm-1 dengan serapan sedang, dan adanya struktur polisiklik diindikasikan di daerah 617,2 cm-1 dengan serapan lemah. Gugus-gugus fungsi yang teridentifikasi pada arang hasil pirolisis dengan suhu 405 oC antara lain adanya regang OH dengan serapan kuat di daerah 3425,3 cm-1, regang C-H dengan serapan lemah di daerah 2923,9 cm-1, regang C=C dengan serapan sedang di daerah 1585,4 cm-1, ikatan C-H dari senyawa alifatik juga diindikasikan di daerah 1438,8 cm-1 dengan serapan sedang, ikatan C-O dari gugus eter alifatik ditunjukkan di daerah 1091,6 cm-1 dengan serapan sedang, dan adanya struktur polisiklik diindikasikan di daerah 875,6 cm-1 dengan serapan lemah. Pada arang hasil pirolisis dengan suhu 505 oC teridentifikasi gugus-gugus fungsi antara lain adanya regang OH dengan serapan kuat di daerah 3409,9 cm-1, regang C-H dengan serapan lemah di daerah 2923,9 cm-1, regang C=C dengan serapan sedang di daerah 1577,7 cm-1, ikatan C-H dari senyawa alifatik juga diindikasikan di daerah 1438,8 cm-1 dengan serapan sedang, ikatan C-O dari gugus eter alifatik ditunjukkan di daerah 1103,2 cm-1 dengan serapan lemah, dan adanya struktur polisiklik diindikasikan di daerah 875,6 cm-1 dengan serapan lemah.

Berdasarkan data di atas dapat dikemukakan bahwa gugus-gugus fungsi yang teridentifikasi baik pada bahan baku tanpa pirolisis maupun arang hasil pirolisis pada suhu 405 dan 505 oC secara umum relatif sama, akan tetapi tingkat serapannya yang cenderung menurun dan bilangan gelombangnya sedikit bergeser dengan semakin meningkatnya suhu pirolisis. Hasil ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Menendez et al. (1999) bahwa pada proses pirolisis suatu bahan pada suhu tinggi, maka akan terjadi pergeseran serapan bilangan gelombang antara produk dengan bakunya.

2. Identifikasi pola struktur kristal

Pola struktur dari bahan baku dan arang hasil pirolisisnya pada berbagai tingkatan suhu ditelusuri dengan difraktometri XRD. Analisis ini bertujuan mengetahui

struktur kristal suatu bahan, dan perubahan strukturnya akibat perubahan suhu pirolisis. Hasil analisis dengan XRD ditunjukkan pada Gambar 18 dan Tabel 20.

28 oC

Intensitas

405 oC

505 oC

Sudut difraksi (derajat)

Gambar 18 Difraktogram bahan baku dan arang hasil pirolisisnya

Tabel 20 Data derajat kristalinitas (X), sudut difraksi (θ), jarak antar lapisan (d), tinggi (Lc), dan lebar (La) antar lapisan serta jumlah (N) lapisan aromatik dari bahan baku dan arang hasil pirolisisnya

Suhu pirolisis (oC) X (%) θ d1 (nm) θ d2 (nm) Lc (nm) N La (nm) 28 47,72 21 0,423 - - 3,996 9,453 - 405 43,45 22 0,404 40 0,225 4,031 9,978 8,357 505 43,50 22 0,404 42 0,215 4,031 9,978 8,405

Data Tabel 20 menunjukkan bahwa derajat kristalinitas dan jarak antar lapisan aromatik makin sempit dengan meningkatnya suhu. Namun pada proses pirolisis dengan suhu 405 sampai 505 oC tidak menunjukkan perbedaan jarak antar lapisan kristal. Hal ini berarti bahwa makin tinggi suhu pirolisis makin banyak struktur kristal arang yang menyusut, sehingga derajat kristalinitasnya menurun. Hasil ini bertolak belakang dengan yang diperoleh Schukin et al. (2002) bahwa derajat kristalinitas suatu bahan meningkat seiring terjadi peningkatan suhu pirolisisnya.

3. Identifikasi pola struktur

Pola struktur permukaan pori dari suatu bahan digambarkan dengan fotograph SEM. Analisis ini bertujuan mengetahui topografi permukaan struktur akibat perubahan suhu pirolisisnya. Data hasil analisis SEM ditunjukkan pada Gambar 19.

28 oC 405 oC 505 oC

Gambar 19 Topografi permukaan bahan baku dan arang hasil pirolisisnya Tabel 21 Diameter permukaan pori bahan baku dan arang hasil pirolisisnya

Suhu pirolisis (oC) Diameter pori (µm) 28 - 405 0,4-1,3 505 0,5-1,7

Pada Gambar 19 dan Tabel 21 diperlihatkan pola topografi permukaan bahan baku dan arang hasil pirolisisnya mengalami perubahan sesuai dengan kenaikan suhu. Bahan baku tanpa pirolisis (28 oC), memperlihatkan topografi permukaannya belum terbentuk pori-pori, sedangkan pada arang hasil pirolisisnya, baik pada suhu 405 oC maupun pada suhu 505 oC, topografi permukaannya memperlihatkan pembentukan pori yang makin besar sesuai kenaikan suhu. Pori-pori yang terbentuk diperkirakan berasal dari adanya zat yang menguap (zat terbang) dari struktur yang terdegradasi akibat panas yang tinggi pada proses tersebut. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Novicio et al. (1998) bahwa proses terbentuknya pori-pori pada arang disebabkan oleh karena menguapnya sejumlah zat yang dikandung oleh bahan baku tersebut akibat terjadinya pirolisis.

Semakin besar atau lebarnya ukuran pori yang terbentuk pada suatu bahan yang disebabkan oleh peningkatan suhu pirolisis, ada kemungkinan semakin banyak pula

jumlah komponen bahan baku yang terdegradasi akan menguap. Penguapan komponen-komponen tersebut dapat mengakibatkan pergeseran antara lapisan kristal dan mengubah struktur kristal arang, sehingga terbentuk kristal baru yang berbeda dengan struktur bahan asalnya. Di samping itu, dengan menguapnya produk dekomposisi pada proses pirolisis semakin menguntungkan karena bila tidak menguap, komponen tersebut akan menutupi celah di antara lembaran kristal arang, sehingga kinerja arang akan berkurang (Villegas & Valle 2001). Oleh karena itu, proses pirolisis suatu bahan dapat mengubah pola struktur permukaannya.

4.2.4 Asap Cair