Gambar 11 Bagan alir penelitian
4.1 Konversi Sampah Organik Menjadi Kompos
4.1.1 Karakteristik Bahan Baku
4.1.2.1 Perubahan suhu selama proses pengomposan
Perubahan suhu pada proses pengomposan merupakan salah satu faktor penting sebagai penentu apakah proses dekomposisi berjalan dengan baik atau tidak. Faktor suhu berhubungan erat dengan proses dekomposisi atau perombakan bahan organik, aktivitas mikroorganisme dan kadar air bahan yang dikomposkan. Data perubahan suhu kompos selama proses pengomposan dapat dilihat pada Tabel 9, 10 dan 11.
Data Tabel 9 menunjukkan bahwa perubahan suhu selama seminggu proses pengomposan rata-rata berkisar antara 31,41-45,02 oC. Semua perlakuan pengomposan mengalami peningkatan suhu pada hari ke-1, dan peningkatan suhunya yang paling mencolok ditunjukkan oleh perlakuan pengomposan dengan biodekomposer campuran Orgadec-Biodek-Arang (B8) dan EM-4 (B2) yang secara berturut rata-rata suhunya mencapai 51,25 dan 49,17 oC. Peningkatan suhu yang cepat dan tertinggi pada proses pengomposan dengan campuran biodekomposer Orgadec-Biodek-Arang kemungkinan disebabkan karena pada perlakuan ini mengandung jenis dan jumlah mikroba lebih beragam yang terdiri atas Trichoderma pseudokoningii dan Cytophaga sp. dari serbuk Orgadec dan campuran kapang Aspergillus niger, Trichoderma sp. dan jamur Trametes
versicolor dari cairan Biodek mampu bekerjasama secara cepat dan intensif sehingga menghasilkan kalor yang relatif tinggi dalam waktu relatif cepat. Trichoderma sp mengandung enzim sellulose yang berperan memecahkan ikatan β-glikosidik pada struktur sellulosa (Wang et al. 2003), dan Trametes versicolor mengandung enzim yang mempunyai aktivitas memecahkan struktur molekul lignin (Hossain & Anantharaman 2006). Pada proses pengomposan ini suhu meningkat tajam dan mencapai optimum pada hari ke-1, sedangkan pada hari ke-2 dan seterusnya suhu proses menurun secara perlahan-lahan seiring dengan semakin berkurangnya bahan nutrisi yang tersedia.
Tabel 9 Rataan perubahan suhu kompos seminggu pertama pengomposan Perubahan suhu (oC) pada hari ke-
Perlakuan 0 1 2 3 4 5 6 7 B0 30,33 33,50 36,17 35,67 33,83 33,67 34,33 33,17 B1 30,83 34,67 37,50 42,83 38,73 37,50 36,40 33,50 B2 32,17 49,17 47,67 46,00 44,50 42,83 41,33 40,00 B3 31,50 46,83 45,83 43,50 38,73 39,00 37,50 36,50 B4 30,75 46,75 45,50 43,25 40,25 39,25 39,00 38,25 B5 31,75 46,00 45,50 42,75 41,25 38,75 37,50 37,25 B6 31,75 47,50 46,75 42,00 39,75 37,25 37,00 37,25 B7 31,25 47,75 46,25 44,00 41,25 40,25 38,00 36,75 B8 31,50 51,25 49,25 45,75 43,50 42,25 40,75 40,00 B9 32,25 46,75 46,50 43,75 41,00 39,75 38,00 34,75 Suhu Lingkungan 29,00 31,00 30,50 30,00 29,00 28,00 29,00 29,00
Ket.: B0 = tanpa biodekomposer (kontrol) B4 = campuran Orgadec-EM4-Arang-Asap cair
B1 = Orgadec B5 = campuran Orgadec-EM4-Arang
B2 = EM4 B6 = campuran Orgadec-EM4-Asap cair
B3 = Biodek B7 = campuran Orgadec-Biodek-Arang-Asap cair
B8 = campuran Orgadec-Biodek-Arang B9 = campuran Orgadec-Biodek-Asap cair
Biodekomposer EM-4 juga mengandung mikroorganisme yang beragam yakni Lactobacillus, Actinomycetes, Streptomyces sp. dan ragi yang bekerja secara cepat dan efektif dalam mendekomposisi bahan-bahan organik. Mikroorganisme yang terdapat dalam biodekomposer EM-4 mengandung enzim yang mampu memecah ikatan dalam struktur polisakarida dan protein (Mahendra & Alvarez-Cohen 2005; Nakashima et al. 2005 dan Srivibool et al. 2004). Di samping itu, juga karena EM-4 yang digunakan adalah berupa cairan yang relatif dapat bercampur secara lebih homogen dengan bahan baku yang dikomposkan sehingga terjadi interaksi lebih baik antar komponen. Hasil ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Djuarnani et al. (2005) bahwa cairan EM-4
sangat potensial untuk melangsungkan proses dekomposisi bahan-bahan organik melalui fermentasi yang berlangsung secara cepat dan eksoterm.
Pada hari ke-1 proses pengomposan semua perlakuan menunjukkan peningkatan suhu yang maksimum, kecuali kontrol dan perlakuan yang menggunakan biodekomposer Orgadec. Perlakuan dengan biodekomposer ini menunjukkan peningkatan suhu yang relatif lambat, pada hari ke-1, suhunya hanya mampu mencapai 34,67 oC, jauh dibanding suhu rata-rata yang mencapai 45,02 oC. Proses pengomposan dengan perlakuan ini baru dapat mencapai peningkatan suhu yang maksimum pada hari ke-3, yaitu sebesar 42,83 oC. Namun, suhunya juga masih di bawah rata-rata hari ke-3, yaitu 42,95 oC. Hal ini kemungkinan disebabkan karena biodekomposer Orgadec yang hanya mengandung mikroba Trichoderma pseudokoningii dan Cytophaga sp. tidak mampu bekerja optimal dalam mendekomposisi jenis sampah organik pasar yang kandungan airnya lebih 50%. Di samping itu, juga disebabkan karena biodekomposer ini berbentuk serbuk berwarna coklat kehitaman yang mempunyai sifat sukar larut dalam air. Oleh karena bentuk biodekomposer ini berupa serbuk, akibatnya tidak dapat bercampur secara homogen dengan bahan-bahan yang dikomposkan, sehingga interaksi yang terjadi antar komponen dalam tempat pengomposan kurang sempurna dan reaksi eksoterm berjalan lambat.
Tabel 10 Rataan perubahan suhu kompos selama minggu ke dua pengomposan Perubahan suhu (oC) pada hari ke-
Perlakuan 8 9 10 11 12 13 14 B0 32,17 31,00 30,67 30,33 29,83 29,83 29,00 B1 33,17 32,00 31,33 30,67 29,83 29,50 29,17 B2 37,50 33,17 30,83 30,17 30,33 29,50 29,00 B3 35,17 34,83 34,17 32,00 30,83 30,33 28,83 B4 34,75 34,00 33,75 33,00 31,75 31,00 30,75 B5 34,00 33,25 32,25 30,75 30,25 29,75 29,75 B6 34,75 32,75 32,50 32,25 30,75 30,50 31,00 B7 35,75 35,25 33,25 32,00 31,75 30,25 30,00 B8 39,25 38,00 37,00 33,50 32,75 31,75 30,50 B9 34,00 32,25 31,75 31,50 30,75 29,25 28,75 Suhu Lingkungan 29,00 28,50 28,50 29,00 28,50 27,50 27,50
Ket.: B0 = tanpa biodekomposer (kontrol) B4 = campuran Orgadec-EM4-Arang-Asap cair
B1 = Orgadec B5 = campuran Orgadec-EM4-Arang
B2 = EM4 B6 = campuran Orgadec-EM4-Asap cair
B3 = Biodek B7 = campuran Orgadec-Biodek-Arang-Asap cair
B8 = campuran Orgadec-Biodek-Arang B9 = campuran Orgadec-Biodek-Asap cair
Dari data Tabel 10, diketahui bahwa proses pengomposan selama minggu ke dua masih berlangsung secara intensif. Hal ini ditunjukkan oleh perbedaan suhu di dalam tempat pengomposan yang rata-rata berkisar 29,68-35,05 oC dari semua perlakuan masih jauh di atas suhu lingkungannya yang berkisar 27,50-29,00 oC. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa bahan organik masih tercukupi untuk kebutuhan mikroorganisme dalam melakukan aktivitasnya. Secara umum perubahan suhu selama minggu pertama dan ke dua proses pengomposan dapat disimpulkan bahwa proses yang terjadi berlangsung dalam suasana semianaerobik. Rata-rata kisaran suhu pada minggu pertama 31,41-45,02 oC dan minggu ke dua 29,68-35,05 oC. Keadaan ini sesuai dengan yang dikemukan Suler & Finstein (1977) bahwa proses pengomposan berlangsung optimal pada kondisi dengan suhu berkisar 30-50 oC. Namun, kondisi ini masih lebih rendah dibandingkan dengan rentang suhu optimum yang umumnya dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk merombak bahan-bahan organik, yaitu berkisar antara 35-55 oC (Djuarnani et al. 2005).
Perombakan bahan organik mengakibatkan pelepasan sejumlah energi ke lingkungannya melalui perubahan dalam bentuk panas, sehingga terjadi kenaikan suhu dalam tempat pengomposan. Jika proses dekomposisi berlangsung dalam suhu yang agak tinggi, misalnya mencapai 60-70 oC, kondisi ini memungkinkan semua bakteri termofilik bekerja secara lebih optimal. Suhu yang tinggi akan mempercepat proses dekomposisi bahan baku, karena bakteri patogen tidak dapat hidup pada kondisi tersebut (Strom 1985). Di pihak lain, bila suhu di dalam tempat pengomposan terlalu tinggi, akan mengakibatkan sejumlah mikroorganisme mati, sedangkan bila suhunya rendah dapat mengakibatkan mikroorganisme tidak mampu bekerja secara cepat dan baik. Namun ada mikroorganisme yang bekerja pada suhu mencapai 80 oC, seperti Trichoderma pseudokoningii dan Cyptophaga sp. Ke dua jenis mikroorganisme tersebut cocok digunakan sebagai biodekomposer dalam proses pengomposan skala besar atau industri (Suler & Finstein 1977). Peningkatan suhu pada setiap perlakuan pengomposan terjadi karena bahan nutrisi yang tersedia untuk mikroorganisme dari bahan organik masih cukup banyak, sehingga pertumbuhan dan aktivitasnya masih berlangsung sangat intensif.
Tabel 11 Rataan perubahan suhu kompos setelah minggu ke dua pengomposan Perubahan suhu (oC) pada hari ke-
Perlakuan 16 18 20 22 24 26 28 30 B0 28,48 28,41 28,33 28,30 28,26 28,25 28,20 28,17 B1 29,31 29,30 29,27 29,21 29,13 28,92 28,73 28,67 B2 28,76 28,72 28,67 28,16 27,83 27,79 27,62 27,67 B3 28,79 28,74 28,67 28,50 28,33 28,21 28,14 28,00 B4 29,92 30,02 30,25 30,04 29,75 29,70 29,66 29,50 B5 29,90 29,78 29,50 29,33 29,25 29,20 29,08 29,00 B6 30,45 30,37 30,25 29,93 29,50 29,28 29,01 28,75 B7 29,40 29,32 29,25 29,19 29,00 28,63 28,47 28,25 B8 30,07 30,04 30,00 29,69 29,25 29,17 29,12 29,00 B9 28,95 28,91 28,75 28,68 28,50 28,21 27,57 27,25 Suhu Lingkungan 27,00 27,00 27,00 26,50 26,50 27,00 27,00 27,50
Ket.: B0 = tanpa biodekomposer (kontrol) B4 = campuran Orgadec-EM4-Arang-Asap cair
B1 = Orgadec B5 = campuran Orgadec-EM4-Arang
B2 = EM4 B6 = campuran Orgadec-EM4-Asap cair
B3 = Biodek B7 = campuran Orgadec-Biodek-Arang-Asap cair
B8 = campuran Orgadec-Biodek-Arang B9 = campuran Orgadec-Biodek-Asap cair
Berdasarkan data Tabel 11 diperlihatkan bahwa pada semua perlakuan pengomposan tidak terjadi perbedaan suhu yang jauh dengan suhu lingkungannya selama pengomposan hari ke-16 hingga hari ke-30. Pada hari ke-30 proses pengomposan, sebahagian perlakuan telah menunjukkan suhu yang mendekati suhu lingkungannya. Hal ini dapat diamati pada perlakuan pengomposan yang menggunakan biodekomposer campuran Orgadec-Biodek-Asap Cair (B9), EM-4 (B2), dan Biodek (B3). Kondisi ini menurut Komilis (2006), merupakan penurunan suhu proses pengomposan yang mendekati suhu lingkungan sebagai indikasi bahwa kompos yang dihasilkan telah sempurna terdekomposisi. Pendapat ini juga sesuai dengan yang dikemukan oleh Harada et al. (1993) bahwa pematangan kompos dapat ditentukan berdasarkan sifat fisik, biologis dan kimia, yaitu menurunnya suhu mendekati suhu lingkungan, sehingga bentuknya stabil dan menurunnya kandungan karbon.