KONVERSI SAMPAH ORGANIK MENJADI
KOMARASCA
(Kompos-Arang Aktif-Asap Cair) DAN APLIKASINYA
PADA TANAMAN DAUN DEWA
Abdul Gani
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Konversi Sampah Organik
Menjadi Komarasca (Kompos-Arang Aktif-Asap Cair) dan Aplikasinya pada
Tanaman Daun Dewa adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan
dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka
di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Pebruari 2007
Abdul Gani
ABDUL GANI. Konversi Sampah Organik Menjadi Komarasca (Kompos-Arang Aktif-Asap Cair) dan Aplikasinya pada Tanaman Daun Dewa di bawah bimbingan ZAINAL ALIM MAS’UD, BIBIANA WIDIYATI LAY, SURJONO HADI SUTJAHJO, dan GUSTAN PARI.
Sampah organik hingga saat ini masih menjadi permasalahan yang belum terpecahkan di sebahagian besar Kota di Indonesia. Sampah ini baru sebahagian kecil yang mampu diolah menjadi kompos dan sebahagian besarnya terutama sampah padat masih dibakar dengan incinerator, walaupun cara ini sudah dilarang di beberapa kota di dunia karena mencemari udara. Penelitian ini bertujuan mendapatkan teknologi pengolahan sampah organik menjadi kompos, arang, arang aktif dan asap cair serta aplikasi produknya pada tanaman daun dewa. Sampah organik lunak dikonversi menjadi kompos dengan biodekomposer EM-4, Orgadec, Biodek atau kombinasinya. Sampah organik padat dikonversi menjadi arang dan asap cair dengan menggunakan reaktor pirolisis. Arang ditingkatkan mutunya dengan cara aktivasi menjadi arang aktif. Asap cair difraksinasi dan diuji aktivitas antifeedantnya terhadap larva Spodoptera litura. Selanjutnya, komarasca hasil konversi sampah tersebut diaplikasikan pada tanaman daun dewa. Hasil pengomposan sampah organik lunak dengan biodekomposer EM-4, campuran Orgadec-EM-4-Arang-Asap cair atau campuran Orgadec-Biodek-Arang-Asap cair, selain mempercepat proses pengomposan juga dihasilkan kompos yang relatif mendekati persyaratan SNI-19-7030-2004. Hasil pirolisis sampah organik padat pada suhu 350-510 oC diperoleh 22,36-41,12% arang dan 30,33-37,83% asap cair. Arang yang dihasilkan pada suhu 505 oC relatif mendekati persyaratan SNI-01-1682-1996, dan asap cair yang dihasilkan pada proses tersebut menunjukkan kadar total fenol tertinggi. Kualitas arang aktif hasil aktivasi arang sampah organik dengan uap H2O pada suhu 800 oC selama 120 menit relatif mendekati persyaratan
SNI-06-3730-1995, terutama dalam hal daya jerapnya terhadap iodin. Fraksi metanol dan air dari asap cair berpotensi sebagai antifeedant, karena aktivitasnya terhadap larva S. litura melebihi 50%, yaitu secara berturut 80,65 dan 62,07% pada konsentrasinya 1% dan nilai Effective Inhibitor (EI50)-nya sama-sama 0,71%.
Penggunaan komarasca berpengaruh sangat nyata baik terhadap pertambahan tinggi batang, jumlah daun, dan anakan maupun terhadap bobot biomassa tanaman daun dewa terutama ditunjukkan oleh perlakuan campuran tanah-abu-kompos yang diberi arang aktif hasil aktivasi dengan uap H2O dan antifeedant fraksi metanol
dari asap cair sampah organik.
ABSTRACT
ABDUL GANI. Conversion of Organic Waste into Komarasca (Compost-Active Charcoal-Liquid Smoke) and Its Application on Gynura pseudochina (Lour) DC. Under supervision of ZAINAL ALIM MAS’UD, BIBIANA WIDIYATI LAY, SURJONO HADI SUTJAHJO, and GUSTAN PARI.
Untill recently, organic waste has been unsolvable problem in most cities in Indonesia. Only little amount of them has been processed into compost and the rest of them has been burnt by incinerator, even this way has been forbidden in some countries in the world because its smoke has polluted the air. The objectives of this research were to develop technology to process organic waste into compost, charcoal, active charcoal and liquid smoke, and to observe their effect on Gynura pseudochina (Lour) DC. The soft organic waste was converted into compost by biodecomposers of EM-4, Orgadec, Biodek or their combination. The solid organic waste was converted into charcoal and liquid smoke by a pyrolysis reactor. Then, the charcoal was activated to be active charcoal to improve its quality. The liquid smoke was fractionated and its antifeedant activity was tested on Spodoptera litura larvae. The komarasca was applied on G. pseudochina (Lour) DC. The composting of soft organic waste by biodecomposers EM-4, mixture of Orgadec – EM-4 – charcoal – liquid smoke or mixture of Orgadec – Biodek – charcoal – liquid smoke, beside accelerating composting process, they could also produce relatively resemble the requirement of SNI 19-7030-2004. Pyrolysis of solid organic waste at 350 – 510oC produced 22.36 – 41.12% charcoal and 30.33 – 37.83% liquid smoke. The pyrolysis process at 505oC produced charcoal which was relatively resemble the requirement of SNI 01-1682-1996, and the liquid smoke showed the highest total phenol. The active charcoal that was obtained by activation with water vapour in 800oC for 120 minutes had the relatively resemble the requirement of SNI 06-3730-1995, especially in its iodine adsorbance. Methanol and water fraction from liquid smoke were potential to be antifeedant because their activity on the larvae of S. litura were more than 50%, and at the concentration of 1% were 80.65% and 62.07%, respectively. Their Effective Inhibitor (EI50) value was
0.71%. The utilization of komarasca significantly increased steam height, leaves number and young plant as well as biomass weight of G. pseudochina (Lour) DC., especially observed at the utilization of soil - ash - compost mixtures added with active charcoal produced by activation with H2O steam and methanol fraction
antifeedant from liquid smoke of organic waste.
KONVERSI SAMPAH ORGANIK MENJADI
KOMARASCA
(Kompos-Arang Aktif-Asap Cair) DAN APLIKASINYA
PADA TANAMAN DAUN DEWA
Abdul Gani
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Aktif-Asap Cair) dan Aplikasinya pada Tanaman Daun Dewa
Nama : Abdul Gani
NIM : P062020271
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Zainal Alim Mas’ud, DEA. Prof. Dr. drh. Bibiana Widiyati Lay, M.Sc. Ketua Anggota
Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, M.S. Dr. Gustan Pari, M.Si., APU. Anggota Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan
Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.
xi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 5 Desember 1966 di Gampoeng Sukon
Kemukiman Meemeuaneuk Kecamatan Grong-Grong Kabupaten Pidie Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), merupakan putra ke dua dari enam bersaudara
dari Ayah bernama Haji bin Ibrahim dan Ibu bernama Hamdiah binti Cut Mad.
Penulis menamatkan Pendidikan Dasar tahun 1979 di Madrasah Ibtidayah
Negeri (MIN) Grong-Grong; Pendidikan Menengah Tingkat Pertama tahun 1982 di
SMP Negeri Blangkula Pidie, dan Pendidikan Menengah Tingkat Atas tahun 1985
di SMA Adidarma Banda Aceh. Pada tahun yang sama, penulis diterima menjadi
Mahasiswa Program Studi Kimia Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh melalui jalur Penelusuran
Minat dan Kemampuan (PMDK) oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan
lulus menjadi Sarjana Pendidikan Kimia tahun 1990. Pada tahun 1992, penulis
mendapat kepercayaan mengikuti Pendidikan Pascasarjana strata dua (S2) di
Program Studi Kimia Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung dan
meraih gelar Magister Sains (M.Si.) dalam bidang Kimia Organik tahun 1995.
Selanjutnya pada tahun 2002 hingga sekarang, penulis terdaftar sebagai mahasiswa
Pendidikan Pascasarjana strata tiga (S3) di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya
Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Pada tahun 1987-1990 penulis diangkat menjadi Asisten Dosen di
Laboratorium Ilmu Pengetahuan Alam (LIPA) Universitas Syiah Kuala Darussalam,
Banda Aceh. Sejak tahun 1991 hingga sekarang, penulis bekerja sebagai pegawai
negeri sipil (PNS) dengan jabatan dosen di Program Studi Kimia Jurusan Pendidikan
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Syiah Kuala Darussalam, Banda Aceh.
Penulis menikah dengan Dra. Ramlah Zaini, M.Si. pada tahun 1992, dan
hasilnya telah dikaruniai seorang putri (almarhumah, yang lahir dan meninggal pada
saat proses kelahirannya tahun 1994), dan dua orang putra, yaitu Fakhri Ramadhan
(lahir tahun 1995 di Kuala Simpang Aceh Timur), dan Fauzan Rabbani (lahir tahun
xii Selama mengikuti program pendidikan doktor (S3), penulis aktif mengikuti
berbagai seminar maupun workshop berskala internasional, antara lain: Seminar
Internasional tentang “Strengthening Nation’s Competitiveness throuhg Mutual
Partneship Between University and Industry” tahun 2003, Seminar Internasional
tentang “Sensor and Biosensor” tahun 2004, Workshop Internasional tentang
“Bioinformatics” tahun 2005, dan pada tahun yang sama juga mengikuti Konferensi
Internasional tentang “Visi Bangun Kembali Aceh Pasca Tsunami”. Selain itu
penulis juga terdaftar sebagai anggota Himpunan Kimia Indonesia (HKI) cabang
Aceh, sejak tahun 1992 s.d. sekarang, sebagai anggota Kelompok Peneliti
Tumbuhan Obat Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, sejak tahun 1996 s.d.
sekarang. Penulis juga terdaftar sebagai anggota Ikatan Keluaga Mahasiswa
Pascasarjana (IKAMAPA) Aceh di Bogor, sejak tahun 2002 s.d. sekarang.
Artikel yang ditulis selama mengikuti pendidikan program doktor (S3) antara
lain 1) Pembuatan Arang dari Sampah Organik Padat dengan Reaktor Pirolisis yang
sedang dalam proses penerbitan di Jurnal PURIFIKASI Volume 7 No.2 Edisi
Desember 2006, Departemen Teknik Lingkungan ITS Surabaya, 2) Karakterisasi
Kompos Hasil Dekomposisi Sampah Organik Perkotaan dengan Biodekomposer
EM-4, Orgadec dan Biodek yang sedang dalam proses penerbitan di Jurnal ENVIRO
Volume 8 No.2 Edisi September 2006, Pusat Penelitian Lingkungan Hidup UNS
Solo, dan 3) Karakterisasi Asap Cair Hasil Pirolisis Sampah Organik Padat yang
sedang dalam proses penerbitan di Jurnal Teknologi Industri Pertanian Volume 16
No.3 Edisi Maret 2007, Departemen Teknologi Industri Pertanian FATETA Institut
Pertanian Bogor.
viii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T., karena atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga disertasi ini dapat diselesaikan untuk
memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Doktor pada Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Penelitian ini berjudul “Konversi Sampah Organik Menjadi
Komarasca (Kompos-Arang Aktif-Asap Cair) dan Aplikasinya pada Tanaman Daun
Dewa” yang dilaksanakan mulai bulan Juli 2005 sampai Oktober 2006.
Selama melaksanakan penelitian dan penulisan disertasi ini, penulis banyak
mendapat bantuan baik moril maupun materil serta bimbingan dari berbagai pihak,
sehingga pada kesempatan ini disampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada:
1. Dr. Zainal Alim Mas’ud, DEA. sebagai ketua komisi pembimbing, Prof. Dr. drh.
Bibiana Widiyati Lay, M.Sc., Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, M.S., dan Dr. Gustan
Pari, M.Si., APU. selaku anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan
waktunya untuk membimbing dan mengarahkan serta memberi saran demi
kemajuan penulis dan lebih sempurnanya tulisan ini.
2. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, M.S. selaku Ketua Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
yang selalu memacu, memberi semangat dan solusi bagi setiap masalah yang
penulis hadapi serta meluangkan waktu hingga larut malam, agar penulis cepat
selesai dalam studi ini dan segera kembali untuk membangun Aceh.
3. Rektor dan Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor beserta staf dan
jajaran administrasinya yang telah berkenan menerima dan mengasuh serta selalu
mendukung penulis untuk kelancaran dan kesuksesan studi ini.
4. Rektor dan Pimpinan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah
Kuala beserta staf administrasinya yang telah berkenan memberi izin dan bantuan
kepada penulis untuk mengikuti tugas belajar ini.
5. Pimpinan DIKTI dan penanggung jawab Program Beasiswa BPPS yang telah
membiayai pelaksanaan tugas belajar ini.
6. Dr. Adi Santoso, M.Si., APU. dan Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti, M.S. yang telah
ix 7. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, M.S., Prof. Dr. drh. Bibiana Widiyati Lay, M.Sc.,
Dr. Ir. Catur Herison, M.Sc., dan Dr. Ir. Rustikawati, M.Si. selaku penanggung
jawab dan pengelola Dana Hibah Pascasarjana dari Direktur P2M DIKTI yang
telah membantu sebahagian dana penelitian dan kelancaran penulis baik dalam
penulisan disertasi maupun publikasinya.
8. Pemerintah Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Kabupaten
Aceh Besar serta Pimpinan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR)
NAD-Nias yang turut memberi dukungan dana bantuan pelaksanaan penelitian ini.
9. Pemerintah Jerman dan Pimpinan Institut Pertanian Bogor yang telah berusaha
menggalang, mengelola dan mendistribusikan bantuan beasiswa secara transparan
bagi mahasiswa IPB asal NAD yang mengalami musibah gempa bumi dan
tsunami pada tanggal 26 Desember 2004.
10.Dr. Gustan Pari, M.Si., APU selaku Ketua Kelti pada Laboratorium Kimia Kayu
dan Energi Biomassa Puslitbang Hasil Hutan Bogor beserta stafnya yang telah
memberi izin pemakaian ruangan, penggunaan sarana/peralatan, membantu
tenaga, pikiran, dan memberi suasana yang aman, nyaman serta dukungan
lingkungan yang sangat kondusif sehingga penulis dapat bekerja optimal dalam
pelaksanaan penelitian ini.
11.Saudari Heny yang selalu memotivasi dan telah memperkenalkan penulis dengan
Dr. Adi Santoso, M.Si., APU. selaku pembimbingnya untuk membantu
memecahkan persoalan rencana penelitian yang telah penulis rumuskan. Oleh
karenanya, Bapak Adi telah meluangkan waktunya untuk tekun mendengarkan
curahan pikiran penulis tentang rencana penelitian ini, dan akhirnya penulis
dipertemukan dengan Dr. Gustan Pari, M.Si., APU sebagai salah seorang ahli
peneliti yang mendalami bidang tersebut.
12.Staf Laboratorium Servis Seameo Biotrob Bogor yang telah membantu analisis
kompos dan asap cair.
13.Staf Laboratorium Teknologi Mineral ITB Bandung yang telah membantu analisis
bahan baku, arang dan arang aktif dengan XRD.
14.Staf Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan Kimia FPMIPA UPI Bandung yang
telah membantu analisis bahan baku, arang dan arang aktif dengan FTIR.
15.Staf Laboratorium Kuarter Puslit Geologi Bandung yang telah membantu analisis
x 16.Staf Laboratorium Kesehatan Daerah Dinas Kesehatan Pemda DKI Jakarta yang
telah membantu analisis kimia asap cair dengan teknik GCMS.
17. Staf Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA IPB yang telah
membantu analisis fitokimia tanaman hasil panen.
18.Staf Laboratorium Biologi Tanah Departemen Tanah FAPERTA IPB yang telah
membantu analisis total mikroba dan fungi dari media campuran sisa panen.
19.Ibu Alfa sebagai salah seorang tetangga yang sangat baik, telah membantu dan
merelakan perkarangannya penulis gunakan untuk penelitian lapangan.
20.Teman-teman seperjuangan, terutama Tim Peneliti Sampah yang secara berkala
bertemu, berdiskusi dan bertukar informasi serta literatur yang bermanfaat dan
sangat membantu penulis dalam menyelesaikan tugas ini.
21.Semua pihak yang telah membantu penulis dan tidak dapat disebutkan satu
persatu namanya, baik secara moril maupun materil.
Ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya juga penulis sampaikan kepada
Ayah dan Ibu yang telah mengasuh, membimbing, membiayai dan setiap saat
mendoakan agar penulis diberi kemudahan dalam setiap langkah dan selalu mendapat
ridha dari Allah S.W.T. Demikian juga halnya kepada Istri dan Anak-anakku
tersayang yang selalu mendampingi, membantu dalam suka maupun duka dan
mendoakan penulis sehingga selalu tabah, sabar dan diberi kekuatan terutama dalam
menerima musibah gempa bumi dan tsunami yang telah meluluhlantakkan sebagian
anggota keluarga dan harta benda penulis di Banda Aceh serta penulis diberi
kemampuan dalam menjalani tugas belajar ini hingga sukses.
Akhir kata, semoga semua bantuan yang telah diberikan, penulis hanya dapat
berdoa agar diberi ganjaran yang setimpal oleh Allah S.W.T. dan dinilai sebagai amal
shaleh. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna dan dengan
segala kerendahan hati menerima masukan, kritikan, dan saran agar tulisan ini dapat
disempurnakan sesuai dengan yang diharapkan. Selanjutnya penulis berharap semoga
karya ini dapat bermanfaat bagi Pemerintah terutama yang diberi kewenangan
menangani sampah baik di tingkat kota hingga rukun tetangga, masyarakat,
pengusaha yang berminat berinvestasi mengolah sampah, dunia ilmu pengetahuan dan
pihak lain yang membutuhkannya.
Bogor, Pebruari 2007
xiii
1.5 Manfaat Penelitian………... 10
1.6 Novelty..………... 10
II. TINJAUAN PUSTAKA………... 11
2.1 Sampah Organik..……….………. 11
2.2 Kompos…..……… 13
2.2.1 Karakteristik Kompos... 13
2.2.2 Prinsip Pengomposan... 14
2.2.3 Proses Pengomposan... 15
2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan... 17
2.2.5 Biodekomposer... 18
2.3 Arang ...….… ………... 19
2.4 Arang Aktif…….………. ………... 20
2.4.1 Pembuatan Arang Aktif... 21
2.4.2 Sifat-sifat Arang Aktif... 25
2.4.3 Struktur Arang Aktif... 26 III. METODE PENELITIAN….…..………. 37
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .………... 37
3.2 Bahan dan Alat ………... 38
3.2.1 Bahan... 38
3.2.2 Alat... 39
3.3 Prosedur Penelitian………... 42
3.3.1 Konversi Sampah Organik Menjadi Kompos... 42
3.3.2 Konversi Sampah Organik Menjadi Arang dan Asap Cair... 45
xiv
3.3.5 Aplikasi Komarasca pada Tanaman Daun Dewa... 55
3.3.6 Bagan Alir Penelitian... 57
3.4 Rancangan Percobaan dan Analisis Data... 59
3.4.1 Rancangan Percobaan dan Analisis Data Pembuatan Arang Aktif.. 58
3.4.2 Rancangan Percobaan dan Analisis Data Aplikasi Komarasca... 59
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 61
4.1 Konversi Sampah Organik Menjadi Kompos... 61
4.1.1 Karakteristik Bahan Baku... 61
4.1.2 Proses Pengomposan... 63
4.1.3 Mutu Kompos... 71
4.2 Konversi Sampah Organik Menjadi Arang dan Asap Cair... 76
4.2.1 Karakteristik Bahan Baku... 76
4.2.2 Hasil Pirolisis... 76
4.2.3 Arang... 77
4.2.4 Asap Cair... 85
4.3 Pembuatan Arang Aktif... 92
4.3.1 Karakteristik Bahan Baku... 92
4.3.2 Identifikasi Struktur Arang Aktif... 92
4.3.3 Mutu Arang Aktif... 117
4.4 Fraksinasi dan Bioassay Asap Cair... 130
4.4.1 Fraksinasi Asap Cair... 130
4.4.2 Bioassay Asap Cair... 130
4.5 Aplikasi Komarasca pada Tanaman Daun Dewa... 135
4.5.1 Pertumbuhan Tanaman Daun Dewa... 136
4.5.2 Biomassa Tanaman Daun Dewa... 141
4.5.3 Kandungan Total Mikroba dan Fungi... 143
4.5.4 Kandungan Metabolit Sekunder Tanaman Daun Dewa ... 143
V. KESIMPULAN DAN SARAN... 146
5.1 Kesimpulan... 146
5.2 Saran... 147
DAFTAR PUSTAKA... 148
xv Halaman
1. Sifat arang aktif dari beberapa jenis bahan baku..……….. 21
2. Karakteristik beberapa material kasar yang digunakan pada pembuatan karbon aktif secara pirolisis………... 22
3. Penggunaan arang aktif secara umum……….... 28
4. Kandungan hara arang dan arang aktif beberapa bahan baku………... 31
5. Hasil analisis senyawa kimia fraksi cair dari partikel pohon kayu (0,425 mm) melalui pirolisis dalam larutan alkali (30% Na2CO3) dan non alkali... 33
6. Kombinasi perlakuan pengomposan sampah organik pasar...…………... 43
7. Kombinasi perlakuan pembuatan arang aktif... 50
8. Kadar air dan nisbah C/N sampah organik pasar... 61
9. Rataan perubahan suhu kompos seminggu pertama pengomposan... 64
10. Rataan perubahan suhu kompos selama minggu ke dua pengomposan... 65
11. Rataan perubahan suhu kompos setelah minggu ke dua pengomposan... 67
12. Karakteristik kompos sampah organik pasar pada hari ke-30 pengomposan. 72 13. Kadar unsur hara makro kompos pada hari ke-30 pengomposan... 73
14. Kadar unsur hara mikro dan logam berat kompos sampah organik pasar... 74
15. Hasil pirolisis sampah organik dengan reaktor listrik... 76
16. Hasil pirolisis sampah organik dengan reaktor drum... 76
17. Karakteristik arang hasil pirolisis dengan reaktor listrik... 77
18. Karakteristik arang hasil pirolisis dengan reaktor drum... 78
19. Data bilangan gelombang serapan IR dari bahan baku dan arang hasil pirolisisnya... 81
xvi
21. Diameter permukaan pori bahan baku dan arang hasil pirolisisnya... 84
22. Data rendemen dan warna asap cair hasil pirolisis dengan reaktor listrik... 85
23. Data rendemen dan warna asap cair hasil pirolisis dengan reaktor drum... 86
24. Data total fenol asap cair hasil pirolisis dengan reaktor listrik... 87
25. Data total fenol asap cair hasil pirolisis dengan reaktor drum... 87
26. Rataan nilai pH asap cair hasil pirolisis dengan reaktor listrik... 89
27. Rataan nilai pH asap cair hasil pirolisis dengan reaktor drum... 89
28. Bilangan gelombang serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi panas... 93
29. Bilangan gelombang serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi uap H2O... 94
30. Bilangan gelombang serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi KOH 0,5M... 96
31. Bilangan gelombang serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi KOH 1M... 97
32. Bilangan gelombang serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi H3PO4 0,5M. 98 33. Bilangan gelombang serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi H3PO4 1M.... 100
34. Data derajat kristalinitas (X), sudut difraksi (θ), jarak antar lapisan (d), tinggi (Lc), dan lebar (La), antar lapisan serta jumlah (N), lapisan aromatik pada arang aktif hasil aktivasi panas... 101
35. Data derajat kristalinitas (X), sudut difraksi (θ), jarak antar lapisan (d), tinggi (Lc), dan lebar (La), antar lapisan serta jumlah (N), lapisan aromatik pada arang aktif hasil aktivasi uap H2O... 103
36. Data derajat kristalinitas (X), sudut difraksi (θ), jarak antar lapisan (d), tinggi (Lc), dan lebar (La), antar lapisan serta jumlah (N), lapisan aromatik pada arang aktif hasil aktivasi KOH 0,5M... 104
37. Data derajat kristalinitas (X), sudut difraksi (θ), jarak antar lapisan (d), tinggi (Lc), dan lebar (La), antar lapisan serta jumlah (N), lapisan aromatik pada arang aktif hasil aktivasi KOH 1M... 106
xvii tinggi (Lc), dan lebar (La), antar lapisan serta jumlah (N), lapisan aromatik
pada arang aktif hasil aktivasi H3PO4 1M... 109
40. Diameter permukaan pori arang aktif hasil aktivasi panas... 110
41. Diameter permukaan pori arang aktif hasil aktivasi uap H2O... 111
42. Diameter permukaan pori arang aktif hasil aktivasi KOH 0,5M... 113
43. Diameter permukaan pori arang aktif hasil aktivasi KOH 1M... 114
44. Diameter permukaan pori arang aktif hasil aktivasi H3PO4 0,5M... 115
45. Diameter permukaan pori arang aktif hasil aktivasi H3PO4 1M... 116
46. Rendemen arang aktif pada perbagai perlakuan aktivasi... 117
47. Karakteristik arang aktif hasil aktivasi arang sampah organik pasar... 120
48. Residu hasil fraksinasi asap cair hasil pirolisis sampah organik... 130
49. Persentase aktivitas antifeedant asap cair dan fraksi-fraksinya... 131
50. Kandungan kimia fraksi metanol asap cair ... 132
51. Pertumbuhan tinggi batang, jumlah daun dan anakan tanaman daun dewa sebelum pemberian pengendali hama... 137
52. Pertumbuhan tinggi batang, jumlah daun dan anakan tanaman daun dewa setelah pemberian pengendali hama... 139
53. Biomassa tanaman daun dewa pada perlakuan komarasca... 141
54. Kandungan total mikroba dan fungi pada campuran media sisa panen Tanaman daun dewa... 144
xviii Halaman
1. Bagan alur pikir penelitian...………... 7
2. Mekanisme pengomposan secara umum... 15
3. Reaksi biokimiawi pada pengomposan anaerobik... 16
4. Reaksi biokimiawi pada pengomposan aerobik... 16
5. Beberapa gugus fungsional yang terikat pada permukaan arang aktif…... 25
6. Orientasi pelat-pelat karbon heksagonal pada (a) struktur arang aktif dan (b) struktur grafit….…..………... 26
7. Reaksi hidrogenasi orto-nitroklorobenzena yang berlangsung dengan bantuan katalis arang aktif dan platina………... 29
8. Tempat pengomposan...………... 39
9. Reaktor pirolisis (a) Reaktor listrik, (b) Reaktor drum...…………... 40
10. Retort pembuatan arang aktif... 41
11. Bagan alir penelitian... 58
12. Grafik perubahan pH kompos seminggu pertama pengomposan... 68
13. Grafik perubahan pH kompos hari ke-9 hingga ke-30 pengomposan... 69
14. Histaogram persentase penyusutan bobot bahan baku kompos... 70
15. Histogram daya jerap arang terhadap larutan iodin... 79
16. Histogram daya jerap arang terhadap uap benzena... 80
17. Spektrum serapan IR bahan baku dan arang hasil pirolisisnya... 81
18. Difraktogram bahan baku dan arang hasil pirolisisnya... 83
19. Topografi permukaan pori bahan baku dan arang hasil pirolisisnya... 84
20. Kromatogram asap cair hasil pirolisis sampah organik pasar... 90
xix
23. Spektrum serapan IR arang aktif hasil aktivasi KOH 0,5M... 95
24. Spektrum serapan IR arang aktif hasil aktivasi KOH 1M... 97
25. Spektrum serapan IR arang aktif hasil aktivasi H3PO4 0,5M... 98
26. Spektrum serapan IR arang aktif hasil aktivasi H3PO4 1M... 99
27. Difraktogram arang aktif hasil aktivasi panas... 101
28. Difraktogram arang aktif hasil aktivasi uap H2O... 102
29. Difraktogram arang aktif hasil aktivasi KOH 0,5M... 104
30. Difraktogram arang aktif hasil aktivasi KOH 1M... 105
31. Difraktogram arang aktif hasil aktivasi H3PO4 0,5M... 107
32. Difraktogram arang aktif hasil aktivasi H3PO4 1M... 108
33. Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi panas... 110
34. Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi uap H2O... 111
35. Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi KOH 0,5M... 112
36. Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi KOH 1M... 113
37. Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi H3PO4 0,5M... 114
38. Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi H3PO4 1M... 115
39. Kromatogram fraksi metanol asap cair hasil pirolisis sampah organik... 132
40. Struktur senyawa gamma-butirolakton... 134
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Sidik Ragam Aktivator, Waktu, Suhu dan Interaksinya pada Pembuatan
Arang Aktif... 163
2. Uji BNT Cara Duncan Rendemen Arang Aktif... 165
3. Uji BNT Cara Duncan Kadar Air Arang Aktif... 167
4. Uji BNT Cara Duncan Kadar Zat Terbang Arang Aktif... 169
5. Uji BNT Cara Duncan Kadar Abu Arang Aktif... 171
6. Uji BNT Cara Duncan Kadar Karbon Terikat Arang Aktif... 173
7. Uji BNT Cara Duncan Daya Jerap Iodin Arang Aktif... 175
8. Uji BNT Cara Duncan Daya Jerap Benzena Arang Aktif... 177
9. Hasil Analisis Probit Asap Cair dan Fraksi-fraksinya... 178
10. Kandungan Kimia Asap Cair yang Teridentifikasi dengan teknik GCMS.... 183
11. Sidik Ragam Media, Pestisida dan Interaksinya pada Tanaman Daun Dewa. 185 12. Uji BNT Cara Duncan Tinggi Batang Tanaman Daun Dewa... 186
13. Uji BNT Cara Duncan Jumlah Daun Tanaman Daun Dewa... 187
14. Uji BNT Cara Duncan Jumlah Anakan Tanaman Daun Dewa... 188
15. Uji BNT Cara Duncan Bobot Basah Tanaman Daun Dewa... 189
16. Uji BNT Cara Duncan Bobot Kering Tanaman Daun Dewa... 190
17. Baku Mutu Kompos Sampah Domestik... 191
18. Baku Mutu Arang Aktif... 192
1.1 Latar Belakang
Masalah sampah perkotaan merupakan masalah yang selalu hangat dibicarakan,
baik di Indonesia maupun di kota-kota lain di dunia, karena hampir semua kota
menghadapi masalah persampahan. Meningkatnya aktivitas pembangunan kota,
pertambahan penduduk, tingkat aktivitas dan tingkat sosial ekonomi masyarakat,
menimbulkan terjadinya peningkatan jumlah (volume) timbunan sampah dari hari ke
hari. Di pihak lain, sarana dan prasarana pemerintah yang terbatas akan menambah
permasalahan sampah yang semakin luas dan kompleks. Menurut Wahyono (2004),
sampah telah menjadi masalah besar di Indonesia. Hingga tahun 2020 mendatang,
volume sampah perkotaan diperkirakan akan meningkat lima kali lipat. Pada tahun
1995 saja, setiap penduduk Indonesia menghasilkan sampah rata-rata sebanyak 0,8 kg
per kapita per hari, dan meningkat menjadi 1 kg per kapita per hari pada tahun 2000.
Maka pada tahun 2020, diperkirakan produk sampah mencapai 2,1 kg per kapita per
hari. Jumlah timbunan sampah yang semakin lama semakin meningkat seiring dengan
pertambahan jumlah penduduk memerlukan penanganan yang terpadu.
Penanganan sampah di Indonesia hingga saat ini belum memberikan hasil yang
memuaskan. Hampir semua kota masih menerapkan pola konvensional dalam
penanganan sampah, yaitu pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan.
Di samping itu, ada juga yang sudah mengusahakan penanganan sebagian sampah
secara pengomposan di tempat pembuangan akhir (TPA) dan sebagian lainnya dibakar
dengan incinerator. Sistem penanganan tersebut ternyata bukan solusi yang tepat untuk
menangani sampah yang kian hari volumenya terus meningkat. Hal ini disebabkan
antara lain, 1) tingginya biaya angkut/transportasi dari sumber sampah ke lokasi
pembuangan di TPA; 2) TPA akan cepat penuh dan kesulitan mencari lahan
penggantinya di perkotaan; 3) TPA menyebabkan pencemaran lingkungan (air, udara,
tanah) dan tempat berkembangbiaknya hama penyakit; dan 4) kebersihan dan
keindahan di sekitar lingkungan TPA akan menjadi berkurang.
Pengelolaan sampah yang dapat menjadi solusi terbaik saat ini adalah
menerapkan sistem pengelolaan sampah secara terpadu berbasis “zero waste” dengan
merupakan kombinasi pengolahan dan/atau penanganan dengan cara daur ulang,
pengomposan, pengarangan, dan pembuangan produk akhir yang aman bagi
lingkungan. Pendekatan ini merupakan salah satu upaya minimisasi sampah dengan
menerapkan prinsip mengurangi (reduce), memanfaatkan kembali (reuse), dan mendaur
ulang (recycle), yang dimulai dari sumbernya (Setiawan 2001).
Di Indonesia, sampah pada umumnya berupa sampah anorganik dan organik.
Sampah anorganik antara lain logam-logam, dan kaca. Sampah ini umumnya tidak
menjadi bahagian dari sampah pasar lagi, karena diambil oleh pemulung untuk dijual
kepada lapak. Sedangkan sebagian besar sampah organik belum dimanfaatkan secara
optimal atau dibiarkan begitu saja. Sampah organik terdiri atas bahan penyusun
tumbuhan dan hewan, baik yang diambil dari alam ataupun dihasilkan dari kegiatan
pertanian, perikanan dan lain-lain (Murtadho & Sa’id 1988). Hingga saat ini, sampah
organik masih menimbulkan permasalahan yang sangat serius dalam pengelolaan
sampah di perkotaan. Penanganan sampah organik yang diperkirakan dapat menjadi
alternatif solusi terbaik, yaitu dengan cara konversinya menjadi kompos dengan cara
pengomposan, dan sampah organik yang sukar dikomposkan dikonversi menjadi arang
dan asap cair dengan cara pirolisis.
Sebahagian besar komponen sampah organik dapat ditangani dengan cara
pengomposan. Menurut Indriani (2005), pengomposan merupakan penguraian bahan
organik secara biologi dalam temperatur termofilik dengan hasil akhir berupa kompos
yang cukup bagus untuk menyuburkan tanaman dan tidak merugikan lingkungan.
Pengomposan sangat tepat dan efektif dilakukan pada sampah organik lunak, seperti
sayur-sayuran, dedaunan dan buangan warung-warung/restoran. Cara pengomposan
yang tepat dapat mengurangi volume timbunan sampah organik di perkotaan, sehingga
dapat menghemat lahan TPA sampah. Di samping itu, jika produk kompos yang
dihasilkan berkualitas baik, secara ekonomi akan memberi nilai tambah.
Proses pengomposan dapat dipercepat dengan menambahkan bahan aktif yang
mengandung berbagai mikroorganisme yang disebut biodekomposer. Menurut Yuwono
(2006) biodekomposer adalah bahan bioaktif yang mampu mendegradasi bahan organik
secara cepat. Beberapa biodekomposer yang sudah beredar, yaitu EM-4, Starbio,
mendegradasi bahan organik secara cepat, yaitu cairan EM-4 dan serbuk Orgadec
(Komarayati & Indrawati 2003; Indriani 2005), dan cairan Biodek (Saraswati 2005).
Dewasa ini, berkembangnya sistem pertanian organik memberi peluang pasar
bagi produk kompos. Sistem pertanian organik menggunakan pupuk organik seperti
pupuk kandang dan kompos sebagai substitusi pupuk anorganik (pupuk buatan). Oleh
karena itu, usaha pengomposan sangat berpotensi untuk dikembangkan, terutama jika
dilihat dari tersedianya bahan baku yang melimpah dan teknologi pengomposannyapun
relatif sederhana, serta biaya produksi yang diperlukan tergolong murah karena tidak
membutuhkan jumlah tenaga yang banyak. Dengan demikian, kegiatan ini akan
mendatangkan keuntungan yang memadai.
Di pihak lain, komponen sampah organik padat seperti kayu, bambu, dedaunan,
kertas, dan kulit buah-buahan termasuk bahan organik yang sukar dikomposkan,
sehingga penanganan jenis sampah ini akan efektif dan tepat bila ditangani dengan cara
pirolisis (pengarangan). Pirolisis merupakan proses dekomposisi bahan yang
mengandung karbon, baik yang berasal dari tumbuhan, hewan maupun barang tambang
menghasilkan arang (karbon) dan asap yang dapat dikondensasi menjadi destilat (asap
cair) (Paris et al. 2005). Menurut Demirbas (2005), umumnya proses pirolisis dapat
berlangsung pada suhu di atas 300 oC dalam waktu 4-7 jam. Namun keadaan ini sangat
bergantung pada bahan baku dan cara pembuatannya (Qadeer & Akhtar 2005; Machida
et al. 2005). Pirolisis sampah menjadi arang sangat menguntungkan, terutama dalam
rangka menekan volume timbunannya di perkotaan. Arang yang dihasilkan sangat
bermanfaat sebagai sumber energi/bahan bakar (Matsuzawa et al 2007), selain itu juga
dapat dimanfaatkan sebagai pembangun kesuburan tanah (Gusmailina & Pari 2002).
Arang dapat ditingkatkan mutu dan nilainya dengan cara aktivasi menjadi arang
aktif. Arang aktif mempunyai spektrum penggunaan yang cukup luas dalam kehidupan
manusia, antara lain sebagai adsorben (Guo et al. 2007; Figueroa-Torres et al. 2007;
Klose & Rincon 2007), katalis (Gheek et al. 2007; Zawadzki & Wisniewski 2007), dan
produk ini juga tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Pemanfaatan
arang aktif selain sebagai adsorben dan katalis, saat ini juga sedang dikembangkan
sebagai soil conditioner pada budidaya tanaman holtikultura (Gusmailina et al. 2001;
Akhir-akhir ini, beberapa peneliti melaporkan pemanfaatan arang/arang aktif
pada tanaman akan memberikan hasil yang cukup baik, apabila penggunaannya
dicampur dengan kompos. Hasil penelitian tersebut, antara lain meningkatkan
pertambahan tinggi tanaman sebesar 4,8 kali pada penggunaan media arang aktif
bambu yang dicampur dengan kompos, sedangkan jika tidak dicampur dengan kompos
hanya meningkat sebesar 1,7 kali (Gusmailina et al. 2001), pemberian arang kompos
sebesar 30% dari berat total media dapat meningkatkan pertambahan tinggi 1 kali,
diameter 2 kali, panjang akar 1,5-2,6 kali dan berat kering anakan Pinus merkusii
4,6-6,0 kali lebih besar dari kontrol (Komarayati et al. 2003). Selanjutnya
Hernandez-Apaolaza et al. (2005), melaporkan beberapa material sampah, seperti campuran kulit
kayu cemara, serabut kelapa dan kompos dapat meningkatkan produksi tanaman hias.
Penggunaan arang kompos juga dapat mencegah pembusukan akar tanaman melon
(Nischwitz et al. 2002).
Pada proses pengarangan sampah organik, selain menghasilkan arang juga
dihasilkan asap yang dapat dikondensasi menjadi asap cair (destilat). Kondensasi asap
bertujuan untuk mencegah pencemaran udara akibat proses tersebut. Beberapa peneliti
telah melaporkan bahwa asap cair mengandung sejumlah senyawa kimia yang
berpotensi antara lain sebagai zat pengawet (Chacha et al. 2005; Nurhayati 2000),
flavour (Morales et al. 2004), antioksidan (Su & Silva 2006; Davalos et al. 2005),
desinfektan dan pestisida (Nurhayati 2000), fuel oil (Shen & Zhang 2005), dan bio-oil
(Demirbas et al. 2006).
Berdasarkan hasil penelusuran literatur yang telah penulis laksanakan, belum
ditemukan publikasi tentang pembuatan arang dan/atau arang aktif serta asap cair dari
bahan baku sampah organik. Literatur tentang metode pengomposan yang dapat
menghasilkan kompos matang dalam waktu relatif cepat juga masih terbatas. Demikian
juga halnya tentang penggunaan produk komarasca berupa campuran kompos dan
arang aktif sebagai soil conditioner serta asap cair sebagai antifeedant yang aman bagi
keanekaragaman hayati dan kelestarian lingkungan, yang bersumber dari bahan baku
sampah organik belum banyak diteliti atau dipublikasi.
Pemanfaatan komarasca dalam bidang pertanian untuk meningkatkan
kesuburan dan kesehatan tanaman sangat menguntungkan. Hal ini disebabkan karena
mengandung karbon aktif yang dapat menyimpan air lebih lama dan menyerap
berbagai macam komponen larut air. Di samping itu, asap cair yang dikandungnya
diharapkan bermanfaat sebagai antifeedant terhadap hama. Jadi penggunaan komarasca
pada budidaya tanaman akan memberi banyak manfaat terutama untuk mendapatkan
tanaman yang aman dikonsumsi. Penggunaan komarasca sangat baik diterapkan pada
budidaya tanaman obat-obatan. Hal ini didasari atas pertimbangan bahwa tanaman obat
saat ini berkembang cukup pesat, seiring meningkatnya penggunaan obat bahan alami
oleh sebagian masyarakat, dan untuk itu tanaman ini harus tumbuh subur serta bebas
dari pestisida sintetik.
Salah satu tanaman obat yang cukup populer saat ini adalah tanaman daun
dewa. Tanaman ini mempunyai nama ilmiah Gynura pseudochina (Lour) DC. yang
diketahui mempunyai beberapa aktivitas biologi, antara lain sebagai antialergi,
bronkhitis, batu ginjal, antitumor, kencing manis (Zhang & Tang 2000), dan ekstrak
etanolnya dapat melawan infeksi virus herpes (Jiratchariyakul et al. 2001). Beberapa
senyawa aktif yang dikandung tanaman ini antara lain flavonoid, saponin, terpenoid,
tanin, dan alkaloid (Wijayakusumah et al. 1992; Siregar & Utami 2002). Di samping
itu, tanaman ini juga termasuk salah satu jenis tanaman yang rentan terhadap serangan
hama, baik pada umbi maupun daunnya (Winarto et al. 2003). Oleh karena itu, untuk
meningkatkan kesuburan dan kesehatan tanaman ini, perlu diberi pupuk dan pengendali
hama yang aman. Salah satu alternatifnya adalah dengan menggunakan komarasca
hasil konversi sampah organik.
Untuk menjawab permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka serangkaian
penelitian ilmiah dilakukan yang berjudul “Konversi Sampah Organik Menjadi
Komarasca (Kompos-Arang Aktif-Asap Cair) dan Aplikasinya pada Tanaman
Daun Dewa”.
1.2 Kerangka Pemikiran
Laju pertambahan penduduk dan urbanisasi telah menyebabkan peningkatan
produksi sampah di perkotaan yang sangat tajam dari tahun ke tahun. Hal ini akan
menjadi masalah besar apabila dibiarkan, sementara upaya penanganannya masih
banyak mengalami hambatan, terutama lahan yang tersedia untuk pembangunan TPA
kasus konflik masyarakat di sekitar TPA sampah yang mencuat ke permukaan. Di
pihak lain, timbulan sampah baik yang ada di TPS maupun di TPA, apabila tidak
ditangani secara baik dan optimal akan menimbulkan dampak pencemaran lingkungan
(udara, air, tanah), sumber bibit penyakit, dan mengurangi estetika kota.
Berdasarkan sifatnya, sampah di perkotaan terdiri atas 20% sampah anorganik
dan 80% sampah organik (Engelhardt 1995). Sampah anorganik dengan mudah dapat
dipilah untuk diperoleh bahan yang masih terpakai atau dapat didaur ulang, sedangkan
bahan yang tidak terpakai lagi, dapat dimusnahkan dengan cara membakarnya dalam
incinerator. Di samping itu, sampah organik hingga saat ini belum dimanfaatkan secara
optimal, dan umumnya dibiarkan begitu saja di TPA, hanya baru sebahagian kecil saja
yang mampu diolah menjadi kompos dan sebahagian besar sampah padatnya ditangani
dengan cara pembakaran dengan incinerator. Padahal, berdasarkan kandungan
kimianya, sampah ini dapat dikonversi menjadi bahan yang berguna dan ramah
lingkungan, baik melalui cara pengomposan maupun pengarangan.
Sebahagian besar sampah organik dapat dikonversi menjadi kompos. Proses ini
dapat dipercepat dengan menggunakan biodekomposer terutama yang sudah terbukti
kehandalannya seperti EM-4, Orgadec dan Biodek. Di samping itu, pada proses
pengomposan ini juga dicoba dengan kombinasi antar biodekomposer tersebut untuk
menghasilkan produk kompos dengan kematangan yang cepat dan berkualitas terbaik.
Produk kompos yang dihasilkan dapat digunakan sebagai pupuk yang sangat
bermanfaat bagi kesuburan tanah dan tanaman. Walaupun sebagai produk sampingan
pada proses pengomposan dihasilkan licit, namun masalah ini relatif sudah dapat
ditangani menjadi produk berguna berupa pupuk cair. Sampah organik yang sukar
dikomposkan, dapat dikonversi menjadi arang dan asap cair dengan reaktor pirolisis.
Arang yang diperoleh dapat ditingkatkan mutunya dengan cara aktivasi menjadi arang
aktif dengan menggunakan berbagai aktivator seperti panas, uap H2O, KOH dan
H3PO4. Arang aktif yang dihasilkan pada proses tersebut diharapkan dapat
dimanfaatkan sebagai adsorben, dan katalis, di samping sebagai soil conditioner untuk
meningkatkan pertumbuhan dan bobot biomassa tanaman. Asap cair yang diperoleh
sebagai produk sampingan hasil pirolisis sampah tersebut diharapkan berguna sebagai
Produk komarasca hasil konversi sampah organik dapat diketahui manfaatnya
secara pasti setelah diaplikasikan pada tanaman. Salah satu jenis tanaman yang
diperkirakan cocok untuk aplikasi produk tersebut adalah tanaman daun dewa. Salah
satu alasan pemilihan tanaman ini karena ia termasuk salah satu jenis tanaman obat
yang diduga berpotensi untuk digunakan sebagai obat antikanker (Soetarno et al.
2000). Pada saat ini, tanaman tersebut juga mulai populer di kalangan masyarakat
pencinta obat-obatan dari bahan alam. Di samping itu, tanaman ini mudah tumbuh dan
tidak memerlukan kondisi yang spesifik untuk pertumbuhannya, akan tetapi daun dan
umbi tanaman ini rentan terhadap serangan hama (Winarto et al. 2003).
Uraian di atas, dapat disistematisasikan dalam bentuk bagan alur pikir
penelitian sebagaimana tertera pada Gambar 1.
Kelestarian Lingkungan Hidup
Pertambahan Penduduk
Sampah Organik
Lunak Padat/Keras
Pengomposan Pengarangan
Biodekomposer Reaktor Pirolisis
Licit Kompos Arang Asap Cair
Aktivator
Arang Aktif
Komarasca
Tanaman
1.3 Perumusan Masalah
Pemanfaatan sampah organik untuk menghasilkan produk yang berguna dan
bernilai komersial, sebenarnya telah sejak lama diupayakan para ahli. Di antaranya
ialah pemanfaatannya untuk produksi kompos (Sahwan 1999; Noike 2005), produksi
biogas (Dahuri 2003), produksi pakan ternak (BPTP 2004) dan produksi sirup glukosa
dan etanol (Murtadho & Sa’id 1988). Namun upaya tersebut, hingga saat ini belum
menunjukkan solusi yang efektif dan efisien dalam pemecahan masalah sampah di
hampir semua kota-kota di Indonesia. Hal ini disebabkan karena perhatian pemerintah
dalam hal penanganan dan/atau pemanfaatan sampah hingga saat ini masih kurang, dan
peran serta masyarakatpun belum menggembirakan. Di samping itu, teknologi
pemusnahan atau pengolahan sampah yang ada, masih tergolong mahal. Oleh karena
itu, agar penanganan dan/atau pemanfaatan sampah organik lebih optimal, perlu
diupayakan teknologi yang lebih sederhana dan harganya yang relatif murah.
Penanganan sampah organik menjadi kompos selain mengalami kendala
teknologi, juga belum didapat metode pengomposannya yang dapat menghasilkan
kompos bermutu terbaik dan waktu pematangannya relatif cepat. Di samping itu, tidak
semua sampah organik dapat dikomposkan, terutama sampah organik padat yang sukar
diurai oleh mikroorganisme. Salah satu cara untuk menangani jenis sampah ini, yaitu
dengan proses pengarangan menggunakan reaktor pirolisis. Reaktor pirolisis dapat
dibuat secara sederhana dari bahan-bahan drum bekas. Penggunaan alat ini untuk
menangani sampah tersebut dapat diperoleh arang dan asap cair. Arang dapat
digunakan sebagai bahan baku arang aktif. Asap cair dapat dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan terutama sebagai pengendali hama yang alami.
Hambatan lain dalam penanganan dan/atau pemanfaatan sampah organik adalah
produk yang dihasilkan belum standar dan pemasarannya masih terbatas. Di samping
itu, pemanfaatan produk ini baik kompos, arang aktif maupun asap cair pada budidaya
tanaman juga belum populer, terlebih lagi penggunaannya dalam bentuk komarasca
belum pernah dilakukan. Untuk itu, perlu dikaji sejauh mana penggunaan komarasca
mampu meningkatkan pertumbuhan dan bobot biomassa tanaman. Sehubungan dengan
1. Apakah perbedaan jenis biodekomposer berpengaruh terhadap proses pengomposan
dan mutu kompos terbaik dari sampah organik?
2. Apakah sampah organik yang sukar dikomposkan dapat dikonversi menjadi arang
dan asap cair menggunakan reaktor pirolisis? Dan bagaimanakah karakteristik
produknya?
3. Bagaimanakah karakteristik dan mutu arang aktif hasil aktivasi arang sampah
organik dengan aktivator panas, uap H2O, KOH, atau H3PO4, dengan suhu 700 dan
800 oC dan waktu selama 60 dan 120 menit?
4. Apakah asap cair dan/atau fraksi-fraksinya berpotensi sebagai pengendali hama
tanaman yang bersifat antifeedant (anti/menolak makan)?
5. Apakah penggunaan komarasca hasil konversi sampah organik berpengaruh pada
pertumbuhan dan bobot biomassa tanaman daun dewa?
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan mendapatkan teknologi pengolahan
sampah organik menjadi kompos, arang, arang aktif dan asap cair serta aplikasi
produknya pada tanaman daun dewa. Secara spesifik, penelitian ini betujuan:
1. Mendapatkan jenis biodekomposer yang mampu mempercepat proses pengomposan
sampah organik menghasilkan kompos bermutu terbaik;
2. Mendapatkan teknologi tepat guna berupa model reaktor pirolisis yang mampu
mengkonversi sampah organik menjadi arang dan asap cair;
3. Mendapatkan metode aktivasi terbaik untuk pembuatan arang aktif dari arang hasil
pirolisis sampah organik;
4. Mengetahui karakteristik asap cair hasil pirolisis sampah organik dan potensinya
sebagai antifeedant bagi hama tanaman; dan
5. Mengetahui pengaruh penggunaan komarasca hasil konversi sampah organik pada
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memecahkan persoalan sampah
organik dengan cara:
1. Mereduksi volume sampah organik secara cepat;
2. Menghasilkan produk yang bermanfaat dan bernilai ekonomi, berupa kompos,
arang, arang aktif dan asap cair;
3. Memberi informasi kepada masyarakat terutama pengusaha kecil/menengah
tentang peluang usaha/bisnis baru dengan cara memanfaatkan sampah organik
sebagai bahan baku pembuatan arang, arang aktif dan asap cair.
1.6 Novelty
Novelti (kebaruan) pada penelitian ini yang belum pernah ditemukan/
dipublikasikan sebelumnya, yaitu metode penanganan sampah organik padat
menggunakan reaktor pirolisis menghasilkan produk bermanfaat berupa arang dan asap
cair. Di samping itu, juga akan diperoleh produk komarasca hasil konversi sampah
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sampah Organik
Sampah organik telah menjadi permasalahan bagi masyarakat dan pemerintah,
diantaranya terjadi akibat timbulnya pencemaran lingkungan. Murtadho & Sa’id (1988)
menyatakan sampah organik dapat dibedakan atas dua macam, yaitu sampah organik
yang mudah membusuk (garbage) dan sampah organik yang tidak mudah membusuk
(rubbish). Garbage adalah limbah padat agak basah, berupa bahan-bahan organik yang
umumnya berasal dari sektor pertanian dan makanan. Limbah ini mudah terurai oleh
mikroorganisme karena mempunyai rantai kimia yang relatif pendek. Sedangkan
rubbish merupakan sampah organik padat yang sukar terurai oleh mikroorganisme
karena mempunyai rantai kimia yang relatif panjang dan kompleks. Laju dekomposisi
sampah jenis ini sangat bergantung pada struktur molekul penyusunnya. Jadi sampah
organik padat ada yang dapat terurai secara cepat dan ada yang lebih lama.
Sumber, komposisi dan karakteristik sampah merupakan hal yang terpenting
dalam memilih teknologi pengolahan sampah. Salah satu contoh kasus di Kota Bogor,
pada tahun 2004 rata-rata volume sampah mencapai 2124 m3/hari. Sampah yang
berasal dari pasar tradisional rata-rata sekitar 350 m3/hari, dengan 88% diantaranya
berupa sayuran, buah-buahan dan sisa-sisa makanan (Anonim 2004). Apabila sampah
tersebut dibiarkan menumpuk atau tidak diolah menjadi produk yang bermanfaat, akan
timbul berbagai permasalahan pencemaran lingkungan, di antaranya menyebar bau
busuk yang disebabkan oleh adanya kegiatan mikroorganisme. Di sisi lain, sampah
organik yang membusuk juga dapat mengakibatkan timbul atau berkembangnya
berbagai macam bibit penyakit (Setiawan 2001).
Menurut Satori (2002), persoalan pencemaran lingkungan tidak saja
menyangkut sampah yang tidak terangkut, tetapi juga sampah yang terangkut ke TPA.
Di daerah perkotaan sulit untuk mencari lahan yang dapat digunakan untuk
membangun TPA. Hal ini selain harganya yang cenderung sangat mahal, juga selalu
berhadapan dengan reaksi masyarakat yang cenderung negatif. Sikap resistensi
masyarakat yang paling utama disebabkan oleh persoalan pencemaran lingkungan yang
disebabkan oleh penumpukan sampah secara open dumping di TPA, baik menyangkut
pencemaran udara, air, maupun tanah. Pola penanganan sampah dengan sistem kumpul,
perlu dikaji sistem penanganan sampah yang mengarah pada upaya minimisasi sampah,
terutama yang ada di TPA.
Beberapa kegiatan yang perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut
di atas, diantaranya: 1) melakukan pengenalan karakteristik sampah dan metode
penanganannya; 2) merencanakan dan menerapkan pengelolaan persampahan secara
terpadu; 3) menggalakkan program reduce, reuse, dan recycle atau lebih dikenal
dengan program 3R, berorientasi untuk dapat tercapainya program zero waste; 4)
mengembangkan teknologi pengelolaan sampah yang lebih bersahabat dengan
lingkungan dan memberi nilai tambah secara ekonomi (Wibowo & Djajawinata 2003).
Pemikiran tersebut selaras dengan beberapa pemikiran yang berkembang dewasa ini, di
mana pengelolaan sampah mengarah kepada upaya menekan segala sesuatu yang
menyebabkan timbulnya sampah (reduce), memanfaatkan kembali sampah yang masih
dapat dimanfaatkan (reuse), dan melakukan pendaurulangan (recycling).
Hasil kajian Satori (2002) menunjukkan bahwa belum signifikannya proses
pendaurulangan sampah pasar, baik sampah organik maupun anorganik saat ini, antara
lain: 1) belum adanya rancangan usaha (business plan) sistem daur ulang sebagai
sebuah industri dengan memperhitungkan berbagai aspek keindustrian; 2) belum
adanya sistem jaringan pemasaran produk-produk daur ulang sehingga tidak adanya
koneksitas (linkage) baik antara produsen-konsumen, produsen-produsen, dan
konsumen-konsumen; 3) kegiatan daur ulang masih dianggap sebagai usaha sampingan
dan alternatif usaha terakhir karena tidak ada peluang lain; 4) masih terbatasnya
anggaran yang disediakan terutama oleh pemerintah untuk menerapkan berbagai
pemikiran yang mengarah pada kegiatan daur ulang sampah; 5) kurangnya sosialisasi
sehingga pemahaman masyarakat tentang manfaat kegiatan tersebut baik dari segi
lingkungan maupun ekonomi sangat minim; dan 6) kegiatan tersebut tidak sinergi dan
terintegrasi dalam sistem manajemen sampah.
Pengolahan sampah organik menjadi produk yang bernilai ekonomi dan ramah
lingkungan yang telah dilaksanakan saat ini antara lain pengolahannya menjadi kompos
(Sahwan 1999), biogas (Dahuri 2003), bioenergi, pakan ternak (BPTP 2004),
pembuatan sirup glukosa dan etanol (Murtadho & Sa’id 1988). Kegiatan
pengkomposan dan produksi biogas dari sampah organik sebenarnya sudah mulai
dikembangkan di hampir semua TPA sampah. Namun kegiatan tersebut tidak berjalan
tersebut belum mampu menekan laju produksi sampah di perkotaan yang kian hari
volumenya makin meningkat. Oleh karena itu, perlu dipikirkan sistem pengolahan
sampah organik pasar yang dapat menghasilkan produk bermanfaat dan ramah
lingkungan. Alternatifnya yang tepat yaitu melalui pengomposan dan pengarangan.
2.2 Kompos
2.2.1 Karakteristik Kompos
Kompos adalah bahan-bahan organik yang telah mengalami proses pembusukan
karena adanya interaksi antara mikroorganisme yang bekerja di dalamnya.
Bahan-bahan organik tersebut antara lain dedaunan, rumput, jerami, sisa-sisa ranting dan
dahan, kotoran hewan, dan lain-lain (Murbandono 2005). Menurut Djuarnani et al.
(2005), kompos merupakan hasil fermentasi atau hasil dekomposisi bahan organik
seperti tanaman, hewan, atau sampah organik. Secara ilmiah kompos dapat diartikan
sebagai partikel tanah yang bermuatan negatif sehingga dapat dikoagulasikan oleh
kation dan partikel tanah untuk membentuk granula tanah.
Indriani (2005) menyatakan kompos mempunyai beberapa sifat antara lain:
1. Memperbaiki struktur tanah berlempung sehingga menjadi ringan;
2. Memperbesar daya ikat tanah berpasir sehingga tanah tidak berderai;
3. Menambah daya ikat air pada tanah;
4. Memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah;
5. Mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara;
6. Mengandung hara yang lengkap, walaupun jumlahnya sedikit (jumlah hara ini
tergantung dari bahan baku kompos);
7. Membantu proses pelapukan bahan mineral;
8. Memberi ketersediaan bahan makanan bagi mikroba; dan
9. Menurunkan aktivitas mikroorganisme yang merugikan.
Kandungan utama kompos adalah bahan organik. Selain itu, kompos juga
memiliki unsur hara seperti nitrogen, fosfat, kalium, kalsium, belerang dan magnesium.
Hanya saja unsur hara yang dikandung oleh kompos tidak tetap. Hal ini dipengaruhi
oleh bahan baku yang dikomposkan, cara pengomposan, dan cara penyimpanannya
(Tim Redaksi Trubus 1999). Harada et al. (1993) menyatakan bahan organik yang
dengan baik dan tidak menimbulkan efek yang merugikan terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman. Umumnya kompos dicirikan oleh sifat-sifat berikut:
1. Berwarna cokelat tua hingga hitam;
2. Tidak larut dalam air meskipun sebagian dari kompos dapat membentuk suspensi;
3. Sangat larut dalam pelarut alkali, sodium pirofosfat, atau larutan amonium oksalat
dengan menghasilkan ekstrak yang berwarna gelap dan dapat difraksinasi lebih
lanjut menjadi fraksi-fraksi humic, fulfvic, dan humin;
4. Memiliki nilai nisbah C/N sebesar 10-20, tergantung bahan bakunya dan derajat
humifikasinya;
5. Secara biokimiawi tidak stabil, tetapi komposisinya berubah melalui
aktivitas-aktivitas mikroorganisme, sepanjang kondisi lingkungannya sesuai;
6. Menunjukkan kapasitas pemindahan kation dan absorpsi yang tinggi; dan
7. Jika digunakan pada tanah, kompos memberi efek-efek yang menguntungkan bagi
tanah dan pertumbuhan tanaman. Nilai pupuknya ditentukan oleh N, P, K, Ca, S,
dan Mg. Selain itu, kompos mengandung trace element untuk pertumbuhan
tanaman. Pengaruhnya terhadap tanah sangat tinggi jika digabungkan
penggunaannya dengan pupuk mineral (Delgado & Follent 2002).
2.2.2 Prinsip Pengomposan
Prinsip pengomposan adalah menurunkan nilai nisbah C/N bahan organik
menjadi sama dengan nisbah C/N tanah. Nisbah C/N adalah hasil perbandingan antara
karbon dan nitrogen yang terkandung pada suatu bahan. Nilai nisbah C/N tanah adalah
10-12. Bahan organik yang memiliki nisbah C/N sama dengan tanah memungkinkan
bahan tersebut dapat diserap oleh tanaman (Talashilkar et al. 1999). Agar diperoleh
hasil optimal perlu diperhatikan beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh karena
proses ini merupakan proses biologi. Faktor yang mempengaruhi laju pengomposan di
antaranya ukuran bahan, nisbah C/N, kelembapan dan aerasi, temperatur, derajat
keasaman, dan mekanismenya.
Dalam proses pengomposan terjadi perubahan seperti 1) karbohidrat, selulosa,
hemiselulosa, lemak dan lilin menjadi CO2 dan air; 2) zat putih telur menjadi amonia,
CO2 dan air; dan 3) penguraian senyawa organik menjadi senyawa yang dapat diserap
tanaman. Dengan perubahan tersebut, kadar karbohidrat akan hilang atau turun dan
rendah dan relatif stabil mendekati nisbah C/N tanah (Sahwan 1999). Mekanisme
pengomposan secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.
Panas
Karbondioksida Air Energi
Sampah Organik Humus (Kompos) Mikroorganisme baru
Air
Oksigen Mikroorganisme
Gambar 2 Mekanisme pengomposan secara umum (Djuarnani et al. 2005)
Proses dekomposisi bahan organik secara biologis (oleh mikroorganisme) di
bawah kondisi lingkungan yang tertentu disebut pengomposan. Tujuan pengomposan
adalah merubah bahan organik menjadi produk yang mudah dan aman untuk ditangani,
disimpan, dan diaplikasikan ke lahan pertanian tanpa menimbulkan efek negatif pada
lingkungan (Tuomela et al. 2000).
2.2.3 Proses Pengomposan
Proses pengomposan dapat berlangsung baik secara aerobik maupun anaerobik.
Menurut Indriani (2005), pengomposan aerobik terjadi dengan bantuan O2 dan
menghasilkan CO2, air dan panas, sedangkan pengomposan anaerobik berlangsung
dalam keadaan tanpa O2 menghasilkan metana atau alkohol, CO2 dan senyawa antara
seperti asam organik. Menurut Haug (1980), pada proses pengomposan anaerobik
timbul bau busuk karena adanya H2S dan sulfur organik. Energi yang dihasilkan pada
proses ini sebesar 26 kkal per mol glukosa. Reaksinya dapat dilihat pada Gambar 3.
2(CH2O)x (s) ⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯ xCH
asam penghasil
Bakteri →
→
3COOH (aq)
xCH3COOH (aq) ⎯⎯⎯⎯⎯⎯ xCH
as Methanomon
N-organik (s) ⎯⎯⎯⎯⎯→ NH3 (g)
2xH2S (g) + xCO2 (g) ⎯Cahaya⎯⎯⎯→ (CH2O)x (s) + 2xS (s) + xH2O (l)
Gambar 3 Reaksi biokimiawi pada pengomposan anaerobik (Haug 1980)
Pada pengomposan aerobik organisme hidup memanfaatkan oksigen untuk
mendekomposisi bahan organik dan mengasimilasi beberapa karbon, nitrogen,
belerang, fosfor, dan unsur-unsur lainnya untuk fotosintesis plasma sel (Gaur 1983;
Jeong & Hwang 2005). Hasil akhir pengomposan aerobik adalah karbondioksida, air,
unsur hara, humus, dan energi sebesar 484-674 kkal/mol glukosa. Reaksi yang terjadi
selama proses ini dapat dilihat pada Gambar 4.
1. Gula, selulosa dan hemiselulosa:
(CH2O)x (s) + xO2 (g) ⎯⎯ →⎯ xCO2 (g) + xH2O (l) + Energi
2. Protein (Senyawa N-organik):
N-organik (s) NH⎯⎯→ 4+ (aq) ⎯⎯→ NO2- (aq) ⎯⎯→ NO3- (aq) + Energi
3. Sulfur organik
S-organik (s) SO⎯⎯→ 42- (aq) + Energi
4. Fosfor organik, Kitin, Lesitin
P-organik (s) H⎯⎯→ 3PO4 (aq) ⎯⎯→ Ca(H2PO4)2 (aq)
Gambar 4 Reaksi biokimiawi pada pengomposan aerobik (Gaur 1983)
Diketahui bahwa sebenarnya bahan baku kompos adalah sampah. Sampah
merupakan limbah padat yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dibuang atau
dikelola agar tidak mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan. Oleh
karenanya, sampah harus ditanggulangi sebaik-baiknya. Pengolahan sampah organik
menjadi kompos itu dapat mengatasi masalah lingkungan, sebab dapat mengubah
lingkungan yang semula kotor, berbau, dan dikerumuni lalat menjadi lingkungan yang
bersih. Segala timbunan sampah yang semula tak berguna dapat dimanfaatkan lagi
2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan
Menurut Indriani (2005), faktor-faktor yang perlu diperhatikan agar proses
pengomposan dapat berlangsung lebih cepat antara lain:
1. Nilai nisbah C/N bahan. Semakin rendah nilai nisbah C/N bahan, waktu yang
diperlukan untuk pengomposan semakin singkat.
2. Ukuran bahan. Bahan yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat proses
pengomposannya, karena semakin luas bahan yang tersentuh dengan mikroba.
Untuk itu, bahan organik perlu dicacah sehingga berukuran lebih kecil. Bahan yang
keras sebaiknya dicacah hingga berukuran 0,5-1 cm, sedangkan bahan yang tidak
keras dicacah dengan ukuran yang agak besar, sekitar 5 cm.
3. Komposisi bahan. Pengomposan dari beberapa macam bahan akan lebih baik dan
lebih cepat. Pengomposan bahan organik dari tanaman akan lebih cepat bila
ditambah dengan kotoran hewan. Ada juga yang menambah bahan makanan dan zat
pertumbuhan yang dibutuhkan mikroorganisme sehingga selain dari bahan organik,
mikroorganisme juga mendapatkan bahan tersebut dari luar.
4. Jumlah mikroorganisme. Biasanya dalam proses ini bekerja bakteri, fungi,
Actinomycetes, dan protozoa. Sering ditambahkan pula mikroorganisme ke dalam
bahan yang akan dikomposkan. Dengan bertambahnya mikroorganisme, diharapkan
proses pengomposan akan lebih cepat. Beberapa aktivator yang tersedia di pasaran
antara lain EM-4, Orgadec, Stardec, Starbio, Fix-Up Plus, dan Harmony.
5. Kelembapan dan aerasi. Umumnya mikroorganisme tersebut dapat bekerja dengan
kelembapan sekitar 40-70%. Kondisi tersebut perlu dijaga agar mikroorganisme
dapat bekerja secara optimal. Kelembapan yang lebih rendah atau lebih tinggi dapat
menyebabkan mikroorganisme tidak berkembang atau mati. Adapun kebutuhan
aerasi tergantung dari proses berlangsungnya pengomposan tersebut, aerobik atau
anaerobik.
6. Temperatur. Pengomposan berlangsung secara optimal pada temperatur sekitar
30-50 oC (hangat). Bila temperatur terlalu tinggi mikroorganisme akan mati, sedangkan
bila temperatur rendah menyebabkan mikroorganisme belum dapat bekerja dengan
baik. Aktivitas mikroorganisme dalam proses pengomposan tersebut juga
menghasilkan panas sehingga untuk menjaga temperatur tetap optimal sering
dilakukan pembalikan. Namun, ada mikroorganisme yang bekerja pada temperatur
Cytophaga sp. Kedua jenis mikroorganisme ini digunakan sebagai aktivator dalam
proses pengomposan skala besar atau skala industri (Suler & Finstein 1977).
7. Keasaman (pH). Nilai pH dalam tumpukan kompos mempengaruhi aktivitas
mikroorganisme. Kisaran pH yang baik, yaitu sekitar 6,5-7,5 (netral). Oleh karena
itu, dalam proses pengomposan sering diberi tambahan kapur untuk menaikkan pH.
2.2.5 Biodekomposer
Biodekomposer merupakan bahan bioaktif yang mampu mendegradasi
bahan-bahan organik secara lebih cepat. Beberapa jenis bahan-bahan ini yang telah beredar di
pasaran antara lain:
1. EM-4. EM-4 dibuat dari bahan yang mengandung beberapa mikroorganisme yang
sangat bermanfaat dalam proses pengomposan. Larutan EM-4 ini ditemukan
pertama kali oleh Prof. Dr. Teruo Higa dari Universitas Ryukyus, Jepang.
Mikroorganisme yang terdapat dalam larutan EM-4 terdiri atas bakteri fotosintetik,
Lactobacillus (bakteri asam laktat), Actinomycetes, Streptomyces sp., dan ragi
(yeast). EM-4 dapat meningkatkan fermentasi limbah dan sampah organik,
meningkatkan ketersediaan unsur hara untuk tanaman, serta menekan aktivitas
serangga, hama, dan mikro-organisme patogen (Sukmadi & Hardianto 2000).
2. Orgadec. Menurut Goenadi & Away (2000), Orgadec diformulasikan dengan bahan
aktif mikroba asli Indonesia yang memiliki kemampuan menurunkan C/N secara
cepat dan bersifat antagonis terhadap beberapa jenis penyakit akar. Mikroba yang
digunakan adalah Trichoderma pseudokoningii dan Cytophaga sp. Kedua jenis
mikroba tersebut memiliki kemampuan yang tinggi dalam menghasilkan enzim
penghancur lignin dan selulosa secara bersamaan. Beberapa keunggulan Orgadec,
yaitu 1) sesuai untuk kondisi tropis; 2) menurunkan rasio C/N secara cepat; 3) tidak
membutuhkan tambahan nutrisi; 4) mudah dan tahan disimpan; 4) antagonis
terhadap penyakit jamur akar; dan 5) penggunaannya dapat mengurangi
pertumbuhan gulma.
3. Biodek. Biodek merupakan perombak bahan organik biologis yang diracik khusus
untuk meningkatkan efisiensi dekomposisi residu tanaman, mengurangi penyebab
penyakit, dan mengatasi masalah lingkungan pada sistem penumpukan sampah.
Biodek dibuat dari campuran kapang Aspergillus niger dan Trichoderma sp. dan
pertanian mampu mengubah lingkungan mikro tanah dan komunitas mikroba
menuju peningkatan kualitas tanah dan produktivitas tanaman. Biodek memiliki
kualitas yang konstan dalam merombak bahan organik. Bahan pembawa dilengkapi
dengan bahan aktif yang mampu menjamin lamanya penyimpanan produk
(Saraswati 2005).
2.3 Arang
Arang dapat dibuat dari bahan-bahan yang mengandung karbon (C) baik
organik maupun anorganik, baik yang berasal dari tumbuhan, hewan maupun barang
tambang. Menurut Kinoshita (2001), arang adalah suatu elemen (bahan) padat
berpori-pori yang dihasilkan melalui proses pirolisis dari bahan-bahan yang mengandung
karbon. Pirolisis merupakan proses pembakaran tidak sempurna suatu bahan yang
mengandung senyawa karbon kompleks tidak teroksidasi menjadi karbon dioksida.
Demirbas (2005) menyatakan bahwa pada saat pirolisis, energi panas
mendorong terjadinya oksidasi sehingga senyawa karbon yang kompleks sebagian
besar terurai menjadi karbon atau arang. Pirolisis mulai terjadi pada suhu 150-300 oC
yang berlangsung secara lambat (pirolisis primer lambat) dan pada suhu 300-400 oC
berlangsung lebih cepat (pirolisis primer cepat). Hasil proses pirolisis lambat adalah
arang, H2O, CO, dan CO2, sedangkan hasil pirolisis primer cepat adalah arang, gas-gas
hidrokarbon, H2 dan H2O. Pirolisis pada suhu di atas 600 oC disebut pirolisis sekunder,
dan hasilnya adalah gas CO, H2, dan gas-gas hidrokarbon. Proses pirolisis sekunder
umumnya digunakan untuk gasifikasi (Paris et al. 2005).
Sebagai bahan bakar, arang lebih menguntungkan dibanding kayu bakar. Arang
memberi kalor pembakaran yang lebih tinggi, dan asap yang lebih sedikit. Manocha
(2003) mengatakan umumnya struktur arang berupa karbon amorf dan sebahagian
besar terdiri atas karbon bebas. Arang tersusun dari atom-atom karbon bebas yang
berikatan secara kovalen membentuk struktur heksagonal datar. Sebahagian besar
pori-pori arang masih tertutup oleh hidrokarbon, ter, dan komponen lain, seperti abu, air,
nitrogen, dan sulfur (Puziy et al. 2002; Concheso et al. 2005).
Byrne & Nagle (1997) mengatakan bahwa penguapan, penguraian atau
dekomposisi komponen kimia kayu pada proses pirolisis terdiri atas empat tahap, yaitu: