Gambar 11 Bagan alir penelitian
4.3 Pembuatan Arang Aktif .1 Karakteristik Bahan Baku
4.3.2 Identifikasi Struktur Arang Aktif .1 Identifikasi gugus fungsi arang aktif .1 Identifikasi gugus fungsi arang aktif
4.3.2.2 Identifikasi pola struktur permukaan pori arang aktif
θ d1 (nm) θ d2 (nm) Lc (nm) N La (nm) W1S1 40,48 23 0,386 43 0,210 3,563 9,231 10,132 W2S1 41,14 23 0,386 43 0,210 3,563 9,231 10,132 W1S2 39,27 24 0,370 43 0,210 3,650 9,857 8,460 W2S2 33,51 24 0,370 43 0,210 3,650 9,857 8,460
Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC
Berdasarkan Gambar 32 dan data Tabel 39 ditunjukkan bahwa jarak antar lapisan aromatik arang aktif cenderung menurun dengan semakin meningkatnya suhu maupun lamanya waktu aktivasi. Semakin tinggi suhu aktivasi arang dengan aktivator larutan H3PO4 1M menyebabkan tinggi antar lapisan aromatik semakin meningkat dan lebarnya semakin mengecil. Jumlah lapisan aromatik cenderung meningkat akibat semakin meningkatnya suhu aktivasi. Hal tersebut menggambarkan bahwa terjadi penyusutan struktur kristalit arang aktif yang semakin teratur sehingga derajat kristalinitasnya cenderung menurun. Hasil ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Saito & Arima (2002, 2007) dan Schukin et al. (2002) yang mendapatkan derajat kristalinitas semakin meningkat akibat terjadinya peningkatan suhu aktivasi. Pada aktivasi arang dengan larutan H3PO4 1M yang menunjukkan peningkatan derajat kristalinitas secara maksimum ditunjukkan pada waktu aktivasi selama 120 menit dan suhu aktivasinya 700 oC.
4.3.2.2 Identifikasi pola struktur permukaan pori arang aktif
Pola struktur permukaan pori dari suatu bahan digambarkan dengan fotograph SEM. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui topografi permukaan struktur suatu bahan akibat perubahan suhu aktivasinya.
1. Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi panas
Hasil analisis dengan SEM arang aktif yang dihasilkan pada perlakuan aktivasi arang dengan panas ditunjukkan pada Gambar 33 dan Tabel 40.
W1S1 W2S1
W1S2 W2S2
W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC
Gambar 33 Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi panas Tabel 40 Diameter permukaan pori arang aktif hasil aktivasi panas
Perlakuan Diameter pori
(µm)
W1S1 2,6-5,8
W2S1 3,1-6,3 W1S2 1,8-4,7 W2S2 2,0-5,2
Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC
Berdasarkan Gambar 33 dan data Tabel 40 dapat diketahui bahwa topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi dengan panas menunjukkan kecenderungan peningkatan jumlah dan diameter pori baik akibat peningkatan suhu maupun lamanya waktu aktivasi. Diameter pori tertinggi terdapat pada perlakuan dengan suhu 700 oC
dan waktu aktivasi selama 120 menit. Pola ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Brasquet et al. (2000) yang membuat arang aktif dari serat rayon. Hal ini disebabkan pada perlakuan tersebut suhu idealnya adalah 700 oC, akan tetapi pada suhu 800 oC
cenderung pori-pori tertutupi oleh debu akibat dekomposisi permukaannya sehingga kualitasnya menjadi lebih rendah.
2. Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi uap H2O
Hasil analisis dengan SEM arang aktif yang dihasilkan pada perlakuan aktivasi arang dengan uap H2O ditunjukkan pada Gambar 34 dan Tabel 41.
W1S1 W2S1
W1S2 W2S2
W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC
Gambar 34 Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi uap H2O
Tabel 41 Diameter permukaan pori arang aktif hasil aktivasi uap H2O
Perlakuan Diameter pori
(µm)
W1S1 3,5-7,1
W2S1 2,6-6,5 W1S2 3,8-7,7 W2S2 3,7-10,2
Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC
Berdasarkan Gambar 34 dan data Tabel 41 dapat diketahui bahwa topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi dengan uap H2O menunjukkan kecenderungan
peningkatan jumlah dan diameter pori, baik akibat peningkatan suhu maupun lamanya waktu aktivasi. Hasil ini cenderung berbeda dengan arang aktif hasil aktivasi dengan
panas, yaitu diameter pori tertinggi terdapat pada perlakuan dengan suhu 800 oC dan
waktu aktivasi selama 120 menit. Pada aktivasi ini kadar abu meningkat akibat dekomposisi permukaannya, kemungkinan disebabkan oleh pemberian uap air secara kontinyu pada suhu 800oC cenderung molekul-molekul air terurai menjadi radikal
hidrogen dan hidroksil yang sangat reaktif dan bereaksi dengan gugus-gugus fungsi pada arang sehingga menyebabkan pergeseran serapan IR-nya (Gambar 22).
3. Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi KOH 0,5M
Hasil analisis dengan SEM arang aktif yang dihasilkan pada perlakuan aktivasi arang dengan larutan KOH 0,5M ditunjukkan pada Gambar 35 dan Tabel 42.
W1S1 W2S1
W1S2 W2S2
W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC
Gambar 35 Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi KOH 0,5M
Tabel 42 Diameter permukaan pori arang aktif hasil aktivasi KOH 0,5M
Perlakuan Diameter pori
W1S1 2,3-6,2 W2S1 2,1-5,6 W1S2 3,5-8,9 W2S2 2,6-6,8
Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC
Dari Gambar 35 dan data Tabel 42 dapat diketahui bahwa topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi dengan larutan KOH 0,5M menunjukkan kecenderungan peningkatan jumlah dan diameter pori akibat peningkatan suhu aktivasi, sedangkan lamanya waktu aktivasi menyebabkan terjadi penurunan jumlah dan diameter pori. Diameter pori tertinggi terdapat pada perlakuan dengan suhu 800 oC dan waktu aktivasi selama 60 menit. Pola ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Brasquet et al. (2000) yang membuat arang aktif dari serat rayon.
4. Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi KOH 1M
Hasil analisis dengan SEM arang aktif yang dihasilkan pada perlakuan aktivasi arang dengan larutan KOH 1M ditunjukkan pada Gambar 36 dan Tabel 43.
W1S1 W2S1
W1S2 W2S2
W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC
Gambar 36 Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi KOH 1M Tabel 43 Diameter permukaan pori arang aktif hasil aktivasi KOH 1M
Perlakuan Diameter pori
W1S1 1,2-3,4 W2S1 2,2-4,9 W1S2 2,3-5,1 W2S2 2,4-5,3
Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC
Dari Gambar 36 dan data Tabel 43 dapat diketahui bahwa topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi dengan larutan KOH 1M menunjukkan kecenderungan peningkatan jumlah dan diameter pori baik akibat peningkatan suhu maupun lamanya waktu aktivasi. Diameter pori tertinggi terdapat pada perlakuan dengan suhu 800 oC dan waktu aktivasi selama 120 menit. Pola ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Brasquet et al. (2000) yang membuat arang aktif dari serat rayon.
5. Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi H3PO4 0,5M
Hasil analisis dengan SEM arang aktif yang dihasilkan pada perlakuan aktivasi arang dengan larutan H3PO4 0,5M ditunjukkan pada Gambar 37 dan Tabel 44.
W1S1 W2S1
W1S2 W2S2
W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC
Gambar 37 Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi H3PO4 0,5M
Tabel 44 Diameter permukaan pori arang aktif hasil aktivasi H3PO4 0,5M
Perlakuan Diameter pori
W1S1 2,7-7,1 W2S1 2,9-7,4 W1S2 3,1-7,9 W2S2 4,2-12,2
Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC
Dari Gambar 37 dan data Tabel 44 dapat diketahui bahwa topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi dengan larutan H3PO4 0,5M menunjukkan kecenderungan peningkatan jumlah dan diameter pori baik akibat peningkatan suhu maupun lamanya waktu aktivasi. Diameter pori tertinggi terdapat pada perlakuan dengan suhu aktivasi 800 oC dan waktu aktivasinya selama 120 menit, yaitu berkisar 4,2-12,2 µm. Hasil ini sesuai dengan pola topografi permukaan pori arang aktif dari serat rayon yang dilakukan oleh Brasquet et al. (2000).
6. Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi H3PO4 1M
Hasil analisis dengan SEM arang aktif yang dihasilkan pada perlakuan aktivasi arang dengan larutan H3PO4 1M ditunjukkan pada Gambar 38 dan Tabel 45.
W1S1 W2S1
W1S2 W2S2
W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC
Gambar 38 Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi H3PO4 1M
Tabel 45 Diameter permukaan pori arang aktif hasil aktivasi H3PO4 1M
(µm)
W1S1 2,1-7,8
W2S1 2,5-8,3 W1S2 3,6-9,4 W2S2 4,0-11,5
Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC
Berdasarkan Gambar 38 dan data Tabel 45 dapat diketahui bahwa topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi dengan larutan H3PO4 1M menunjukkan
kecenderungan yang sama dengan pola struktur arang aktif hasil aktivasi dengan larutan H3PO4 0,5M, yaitu peningkatan jumlah dan diameter pori baik akibat
peningkatan suhu maupun lamanya waktu aktivasi. Diameter pori tertinggi terdapat pada perlakuan dengan suhu 800 oC dan waktu aktivasi selama 120 menit, yaitu
berkisar 4,0-11,5 µm. Hasil ini sesuai dengan pola topografi permukaan pori arang aktif dari serat rayon yang diperoleh Brasquet et al. (2000). Menurut Novicio et al. (1998) bahwa proses terbentuknya pori-pori pada arang aktif disebabkan oleh menguapnya sejumlah zat terbang bahan baku akibat proses pirolisis.
Semakin besar atau lebarnya ukuran pori yang terbentuk pada suatu bahan yang disebabkan oleh peningkatan suhu aktivasi, ada kemungkinan semakin banyak pula jumlah komponen bahan baku yang terdegradasi akan menguap. Penguapan komponen-komponen tersebut dapat mengakibatkan pergeseran antara lapisan kristal dan mengubah struktur kristal arang, sehingga terbentuk kristal baru yang berbeda dengan struktur bahan asalnya. Di samping itu, dengan menguapnya produk dekomposisi pada proses karbonisasi semakin menguntungkan karena bila tidak menguap, komponen tersebut akan menutupi celah di antara lembaran kristal arang, sehingga kinerja arang akan berkurang (Villegas & Valle 2001). Oleh karena itu, proses karbonisasi suatu bahan dapat mengubah pola struktur permukaannya.