• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENJADI ENERGI LISTRIK

Parameter 30 ton TBS/ jam 45 ton TBS/jam 60 ton TBS/ jam

8. Biogas yang dihasilkan a Volume per m 3 LCPKS

(m3) - < 25 - - 25-30 - > 30 - - b. Persentase CH4 (%) - 55-60 - - - 60-65 - 65-70 - - Keterangan: CH4 16,8-19,6 m = 3 /m CH 3 4 14,3-20,3 m = 3 /m CH 3 4 12,0-17,5m = 3 /m 9. Listrik yang dihasilkan (MWh)

3 a. Potensi - 1 - 1,5 - 2 b. Studi kasus - < 1 - - - 1-1,5 - - - > 1,5 - - Keterangan: PKS 60 ton TBS/jam PKS 50 ton TBS/jam PKS 45 ton TBS/jam

4.4.1.Skala

Persamaan karakteristik terlihat dari teknologi yang disediakan oleh ketiga penyedia teknologi pada aspek skala atau kapasitas produksi PKS yang akan memanfaatkan teknologi untuk pengolahan limbah cairnya. Ketiga perusahaan tersebut memiliki kemampuan adaptasi terhadap kapasitas PKS yang menggunakan teknologinya dalam hal pembangunan instalasi alat. Umumnya, instalasi PKS

34 pengolahan biogas didesain untuk PKS dengan kapasitas 30, 45, atau 60 ton TBS/jam. Kapasitas tersebut merupakan kapasitas umum pabrik kelapa sawit, yang mewakili masing-masing bagian skalakecil, sedang, dan besar. Berdasarkan hal ini, terlihat bahwa proses alih teknologi dari ketiga penyedia teknologi dapat berjalan baik karena PKS penerima teknologi tidak perlu mengubah skala produksi yang sudah ditetapkan dan dilaksanakan oleh perusahaan.

Akan tetapi, untuk pelaksanaannya, PT KIS Indonesia lebih banyak memiliki proyek pada kapasitas 60 ton TBS/jam. Satu proyek, yaitu proyek di Bengkalis, Riau, diinstalasi pada PKS berkapasitas 45 ton TBS/jam. Akan tetapi, PKS tersebut memiliki rencana pengembangan skala menjadi 75 ton TBS/jam sehingga pembuatan bioreaktor dan mesin lainnya diinstalasi menggunakan kapasitas pengolahan yang sesuai untuk PKS 75 ton TBS/jam. Menurut pimpinan PT KIS, pada skala 45 ton TBS/jam, analisis finansial menunjukkan kondisi yang layak dengan keuntungan yang rendah dan pada skala 30 ton TBS/jam menunjukkan hasil yang tidak layak.

Pada PT AES AgriVerde, kecenderungan penggunaan skalanya lebih fleksibel dibandingkan dengan teknologi lainnya. Hal tersebut sesuai dengan prinsip teknologinya yaitu perbaikan sistem kolam yang sudah ada. Dengan demikian, teknologi tersebut tidak terlalu mempermasalahkan skala PKS yang menggunakan teknologinya. Kondisi tersebut menunjukkan kemudahan penerimaan teknologi yang disediakan dari PT AES. Akan tetapi, sejauh ini proyek milik PT AES berada di kisaran skala PKS 30 ton TBS/jam hingga 60 ton TBS/jam.

Teknologi PT Karya Mas Energi sudah diaplikasikan pada proyek PKS Tandun dan PKS Sei Tapung. Pada saat proyek mulai dijalankan, PKS Tandun memiliki kapasitas 35 ton TBS/jam (Firman 2012). Akan tetapi pada kunjungan yang telah dilakukan oleh Suprihatinet al. (2012a

Pabrik kelapa sawit yang menjadi sasaran proyek dalam analisis ini adalah PKS di Provinsi Lampung. Kebanyakan PKS di Lampung beroperasi pada 45 ton TBS/jam, seperti yang telah dijelaskan pada Subbab Kondisi Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit di Provinsi Lampung. Oleh karena itu, meskipun ketiganya mampu menyediakan teknologi dengan kapasitas yang fleksibel, pemakaian teknologi PT KIS kurang tepat dibandingkan teknologi lainnya. Hal ini disebabkan oleh hubungan skala dengan keuntungan finansial yang didapat. Penggunaan teknologi PT AES dan PT KME kemungkinan besar lebih cocok diterapkan jika dipertimbangkan berdasarkan skala atau kapasitas produksi. Hal ini dikarenakan sistem teknologi yang ditawarkan lebih fleksibel dan sudah cukup terbukti berhasil pada skala 45 ton TBS/jam.

) pada bulan Agustus, dijelaskan bahwa kapasitas PKS Tandun adalah 45 ton TBS/jam. Menurut UNFCCC (2012), kapasitas produksi aktual pada PKS Tandun adalah 40 ton TBS/jam. Akan tetapi, pabrik tersebut memiliki potensi kapasitas maksimal 45 ton TBS/jam.

4.4.2.BioreaktorLimbah Cair Anaerobik

PT KISIndonesia memiliki beberapa pilihan teknologi anaerobik yaitu CSTR, UASBR, dan SMAT seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Kecenderungan penggunaan pada PKS adalah CSTR. Di lain pihak,PTAES Indonesiamemiliki teknologi UASB dan cover lagoon. Akan tetapi, pada proyek di PKS, selalu digunakan bioreaktor dalam bentuk cover lagoon (AgriVerde Lagoon DigesterTM

Ditinjau dari karakteristik bioreaktornya, terdapat kelebihan dan kekurangan dari masing- masing teknologi yang ditawarkan. Teknologi PT KIS dengan CSTR dapat diterapkan dalam kondisi mesofil ataupun termofil. Hal ini menyebabkan keunggulan dalam pengaplikasiannya. Seperti yang telah dijelaskan, kondisi pengoperasian termofil memperkecil waktu retensi karena laju pertumbuhan bakteri termofil lebih cepat dibandingkan dengan laju bakteri mesofil. Hal ini menguntungkan karena ). Di lain pihak, PT Karya Mas Energi menggunakan cover lagoon atau anaerobic pond capped system.

35 produksi biogas dapat diperoleh dengan waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan suhu mesofil. Selain itu, kondisi termofil akan menyebabkan keberadaan mikroorganisme patogen pada limbah lebih sedikit, degradasi asam lemak rantai panjang lebih baik, dan residu pembentukan biomassa (sludge) lebih rendah dibandingkan dengan kondisi mesofil (Wellinger 1999). Kerugiannya adalah kebutuhan energi yang lebih besar untuk pengoperasiannya. Apabila CSTR yang digunakan menggunakan suhu mesofilik, teknologi pengolahan anaerobik tetap lebih menguntungkan dibandingkan sistem lainnya. Hal ini dikarenakan adanya pengendalian proses yang lebih pasti dalam tangki digester dibandingkan dengan sistem lagoon tertutup.

Selain itu, teknologi PT KIS cenderung lebih baik karena memakai sistem tangki yang memakai recycling sludge.Dampaknya, efektivitas degradasi substrat menjadi metana dapat terjamin lebih baik. Selain itu, aplikasinya menggunakan agitator well-oriented(sentral dan lateral).Keuntungan dari adanya agitator adalah terciptanya kondisi substrat yang homogen dan pemecahan kerak (scum) yang terbentuk pada tangki (Lars Enviro Private Ltd. 2012). Oleh karena itu, reaktor CSTRcenderung menghasilkan rendemen biogas yang lebih tinggi.Dibandingkan dengan teknologi cover lagoon,

teknologi CSTR lebih baik karena tidak terjadi endapan yang bisa menurunkan volume biogas yang dihasilkan.

Pada teknologi cover lagoon milik PT AES dan PT KME, terdapat keuntungan dalam hal kebutuhan energi. Teknologi cover lagoon tidak membutuhkan energi yang besar karena reaksi berlangsung pada suhu ruang. Akan tetapi, terdapat beberapa kelemahan. Pertama, kemungkinan endapan pada cover lagoon cukup besar sehingga dapat menyebabkan ruang untuk biogas yang dihasilkan lebih rendah. Meskipun dilengkapi dengan mekanisme pengadukan bioflow diffuser pada teknologi PT KME, tetap terdapat kemungkinan penghambatan dan pengecilan ruang untuk penampungan biogas.Kedua, terdapat kerentanan kebocoran pada teknologi cover lagoonkarena menggunakan plastik HDPE.Plastik yang digunakan cukup luas, sehingga saat terdeteksi adanya kebocoran dari monitor, cukup sulit ditemukan bagian plastik yang mengalami kebocoran.

Berdasarkan aspek bioreaktor anaerobik, pilihan penggunaan teknologi PT KIS lebih baik karena banyak keunggulan yang ditawarkan, terkait dengan karakteristik limbah cair pada PKS Lampung. Seperti halnya LCPKS lain, LCPKS Lampung juga memiliki bahan karbon organik yang tinggi, ditandai dengan rata-rata COD yang mencapai41.000-50.250 mg/L dan TSS yang mencapai 42.533-54.500 mg/L (Sarono et al. 2012). Dari nilai kandungan tersebut, kandungan TSS pada LCPKS Lampung cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata. Hal ini dapat menyebabkan endapan lumpur yang tebal jika menggunakan sistem cover lagoon sehingga proses konversi dari LCPKS ke gas metana dapat menurun sehingga energi akhir yang dihasilkan pun cukup rendah atau berfluktuatif.

4.4.3.Kompleksitas Alat

Kompleksitas alat merupakan parameter yang terkait dengan kelengkapan peralatan dalam sistem serta tingkat kecanggihan dari peralatan tersebut. Dilihat dari kompleksitas alat yang tersedia, teknologi PT KIS memiliki kompleksitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan dua penyedia teknologi lainnya. Terdapat peralatan untuk pretreatment yang lengkap, reaktor anaerobik, pengolahan sekunder an tersier, penanganan biogas, serta penanganan lumpur yang dihasilkan. Hal tersebutjuga memberikan keuntungan dan kerugian. Keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan teknologi PT KIS adalah tingkat efisiensi dan efektivitas kerja proses yang cenderung lebih tinggi. Selain itu, keamanan dalam pengoperasian lebih terjamin dengan adanya peralatan pengaman.Adanya integrasi dari pretreatmenthingga penanganan lumpur membuat proses dapat dikendalikan secara komprehensif sehingga menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi. Kerugian yang diperoleh terkait

36 dengan kendala sumber daya manusia yang ada pada PKS penerima teknologi. Jika sumber daya manusia yang ada kurang kompeten, maka operasi dan pemeliharaan kurang terjamin dengan baik. Seandainya terjadi masalah dalam pengoperasian, akan dibutuhkan biaya yang lebih besar dan keterampilan yang tinggi. Oleh karena itu, ketergantungan terhadap penyedia tekonologi akan terjadi. Kompleksitas tersebut dapat menyebabkan kurangnya ketertarikan pihak penerima teknologi, terutama jika penguasaan keterampilan sumber daya manusianya sedang atau rendah.

Teknologi PT AES merupakan teknologi yang paling sederhana dalam hal kompleksitas. Hal ini terlihat dari batasan proyek yang dilakukan. PT AES hanya menangani bagian pengolahan anaerobik. Namun, sebelum cover lagoon, terdapat suatu kolam condotioning yang berfungsi seagai kolam ekualisasi. Proses pada cover lagoon pun cukup mudah karena pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan kondisi pengolahan PKS sebelum menggunakan teknologi konversi PT AES. Kompleksitas pada teknologi PT AES terlihat pada penanganan dan pemanfaatan biogas. Akan tetapi, hal tersebut merupakan opsi yang dapat dipilih dan ditentukan sendiri oleh PKS pengguna teknologi.

Teknologi PT KME memiliki inti yang sama dengan teknologi PT AES, tetapi lebih kompleks. Teknologi PT KME menyediakan paket yang dimulai dari pengumpanan LCPKS, pengolahan anaerobik, penanganan biogas, dan pompa-pompa untuk penanganan lumpur akhir.Selain itu, tersedia monitor otomatis sehingga pelaksanaan operasi dan pemeliharaannya lebih mudah. Perbedaan lain dari teknologi PT AES dan PT KME adalah jumlah flare yang digunakan. PT AES cenderung memakai dua flare (Soesanto 2012), sedangkan PT KME cenderung hanyamenggunakan satu

flare.Perbedaan tersebut terkait dengan penghancuran biogas berlebih yang berdampak pada reduksi emisi yang lebih baik.

Seperti yang telah dijelaskan pada Subbab Kondisi Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit di Provinsi Lampung, menurut Sarono et al. (2012), PKS Lampung merupakan PKS dengan skala menengah yang memiliki manajemen lingkungan yang terbatas. Tenaga kerja yang ada cukup sedikit, memiliki pengalaman kerja rendah hingga sedang dengan latar belakang pendidikan SLTA, serta berada di bawah koordinasi bagian produksi. Hal tersebut berimplikasi pada pemilihan teknologi berdasarkan kompleksitasnya. Kompleksitas tinggi yang ditawarkan oleh PT KIS kurang cocok untuk diaplikasikan pada PKS Lampung yang hanya berkapasitas sedang. Selain itu, kondisi tenaga kerja bagian lingkungan kurang tepat untuk menangani teknologi yang sangat kompleks. Terlebih lagi, jika terjadi masalah pada salah satu komponen alat dalam paket teknologi. Kesalahan perbaikan dapat memperparah kondisi. Oleh karena itu, teknologi PT AES dan PT KME lebih menarik untuk diaplikasikan karena kesederhanaannya. Jika dibandingkan antara keduanya, penggunaan teknologi PT KME terlihat lebih baik karena terdapat scrubber dan monitoring atau kontrol yang lebih lengkap. Masalah yang mungkin kerap timbul seperti masalah kebocoran dan pengendapan dapat diatasi dengan lebih baik dengan menggunakan fasilitas monitoring tersebut.

4.4.4.Waktu Pengolahan (Waktu Startup, Waktu Retensi, Waktu Mixing)

Waktu pengolahan perlu diperhatikan karena umumnya PKS mengharapkan produk dapat diperoleh pada waktu yang lebih singkat dengan konsentrasi yang tinggi. Hal ini menunjukkan efisiensi yang lebih baik.Teknologi PT KIS membutuhkan waktu untuk startup selama 20 hari.Waktu tersebut dibutuhkan untuk langkah aklimatisasi, yaitu pengadaptasian substrat pada reaktor sehingga bakteri yang terdapat pada LCPKS dapat tumbuh dengan baik dan siap untuk melakukan metabolisme sel dan proses dekomposisi. Waktu retensi (HRT) yang diperlukan oleh LESAR-CSTR seperti waktu retensi CSTR pada umumnya yaitu sekitar 15-30 hari (Khanal 2008).TeknologiPT AES memiliki waktu retensi yang sama dengan PT KME, yaitu selama 50 hari (40-60 hari). Waktu retensitersebut sama dengan waktu retensi kolam terbuka.

37 Waktu retensi terkait dengan kondisi operasi yang diperlukan untuk menghasilkan biogas.Cover lagoon umumnya memiliki suhu yang lebih rendah (sekitar 28o

Untuk keperluan mixing, waktu yang diperlukan pada teknologi PT KIS merupakan bagian dari waktu retensi pada bioreaktor. Hal ini dikarenakan agitator sentral dan lateral tersedia di bagian reaktor. Pada teknologi PT KME, waktu yang diperlukan untuk mixing menggunakan sistem bioflow diffuser adalah 20 menit/jam dengan cara melakukan injeksi metana.

C) daripada suhu pada tangki digester (CSTR) sehingga aktivitas bakteri metanogen lebih rendah. Oleh karena itu, produksi gas maksimum diperoleh pada waktu yang lebih lambat dibandingkan dengan menggunakan tangki digester.

Berdasarkan keterangan yang diperoleh pada PKS Lampung, waktu retensi bervariasi dari 50- 70 hari. Hal ini menunjukkan waktu retensi pada cover lagoon tidak berbeda dari sistem konvensional. Oleh karena itu, jika dilihat dari waktu retensinya, teknologi PT KIS lebih menarik karena dapat mengurangi waktu retensi sekitar 25-30hari dari waktu retensi yang diperlukan pada penggunaan teknologi cover lagoon.

4.4.5.Suhu Proses

Bagian suhu berkaitan dengan paramater waktu. PT KIS memakai suhu mesofil dan termofil, umumnya sekitar 35-55oC. Suhu mesofil berkisar antara 27-40oC, sedangkan suhu termofil berkisar antara 45-60oC. PTAES dan PT KME memakai suhu ruang (28-32oC). Dari suhu proses tersebut, keuntungan yang diperoleh menggunakan teknologi PT KIS adalah seperti pada penjelasan parameter waktu, yaitu lebih cepat waktu retensinya. Selain itu, produksi biogas mencapai optimum. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hambali et al. (2008) bahwa kondisi proses untuk menghasilkan metana melalui proses pengolahan anaerobik adalah suhu 35o

Jika dilihat dari dampak terhadap produksi biogas, teknologi PT KIS lebih baik untuk diterapkan. Akan tetapi, jika dilihat dari konsumsi energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan biogas, teknologi PT KIS kurang baik diterapkan. Kondisi tersebut diakibatkan oleh adanya kebutuhan untuk menghasilkan energi panas yang meningkatkan suhu proses. Diperlukan pengendalian yang lebih ketat untuk menjaga kondisi yang stabil dan konstan.

C dengan menggunakan agitasi.Suhu yang terlalu rendah akan menghambat produksi biogas.

4.4.6.Kebutuhan Lahan

Kebutuhan lahan merupakan suatu parameter penting yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan suatu investasi berbentuk bangunan atau peralatan yang membutuhkan luasan yang besar. Parameter ini terkait dengan penggunaan lahan kosong atau pembukaan lahan dari pemanfaatan yang lain. Teknologi PT KIS menggunakan sistem tangki sehingga luasan lahan yang dibutuhkan tidak terlalu luas. Lahan yang dibutuhkan pada aplikasi teknologi PT KIS sekitar 80 m x 80 m untuk skala PKS 60 ton TBS/jam. Lahan untuk kapasitas PKS 45 ton TBS/jam sebesar 70 m x 70 m. Sementara, untuk kapasitas 30 ton TBS/jam dibutuhkan lahan seluas 65 m x 65 m (KIS Group 2012).Di lain pihak, kebutuhan lahan untuk teknologi PTAES dan PT KME dapat lebih bervariasi, tergantung pada luasan lahan milik PKS atau luasan kolam yang sudah dimiliki oleh PKS. Umumnya, satu lagoon

membutuhkan luasan lahan sekitar 110 m x 50 m dengan kedalaman 6,5 m untuk kapasitas olah 24.000 m3 LCPKS. Dikaji dari pengalaman PT KME di proyek Tandun, untuk PKS berkapasitas 45 ton TBS/jam, diperlukan duacover lagoon. Oleh karena itu, jika dilihat sekilas dari perspektif kebutuhan lahan, teknologi yang ditawarkan oleh PT KIS lebih menarik.

38 Akan tetapi, hal lain yang perlu diperhatikan dari masalah kebutuhan lahan adalah keadaan lahan milik PKS yang akan menerima teknologi, ataupun cara investasi bangunan dan peralatan. PKS Lampung memiliki luasan kolam yang berbeda-beda sesuai dengan kapasitas produksi CPO. Selain memiliki kolam-kolam pengolahan, PKS tersebut memiliki kolam cadangan untuk keperluan lonjakan LCPKS. Di samping itu, masing-masing PKS telah memiliki lahan cadangan yang dapat digunakan untuk keperluan pengolahan limbah. Oleh karena itu, ketiga teknologi dapat diaplikasikan.

Terkait dengan cara investasi bangunan dan peralatan, terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan. Teknologi PT KIS menyediakan peralatan untuk keseluruhan sistem penanganan LCPKS, dimulai dari pretreatment hingga proses akhir. Oleh karena itu, jika teknologi PT KIS digunakan, perlu dilakukan instalasi dari awal. Fasilitas kolam-kolam yang sudah tersedia tidak digunakan lagi. Jika lahan kosong yang diperlukan untuk investasi kurang, dapat dilakukan konversi kolam menjadi lahan untuk instalasi. Kondisi tersebut memerlukan penanganan seperti penimbunan lahan serta pemancangan yang menambah biaya karena kondisi tanahnya yang gembur atau cukup lembek. Sebaliknya, dalam investasi teknologi PT AES dan PT KME, tidak diperlukan adanya konversi lahan secara besar-besaran. Kolam-kolam yang ada pada pengolahan LCPKS saat ini dapat digunakan. Konversi yang perlu dilakukan hanya berupa retrofitting yaitu pengubahan bentuk kolam menjadi lebih teratur dengan permukaan sisi yang miring. Penambahan bukaan lahan untuk kolam dilakukan jika satu kolam tidak mencukupi.

4.4.7.Reduksi Beban Pencemaran Limbah

Proyek biogas untuk energi dari LCPKS tetap diharapkan menghasilkan performansi yang baik pada reduksi beban pencemaran limbah. Hal ini merupakan sasaran teknis yang terkait langsung dengan masalah lingkungan. Reduksi beban pencemaran yang lebih besar lebih menarik untuk diterapkan karena selain mendapatkan energi, kewajiban PKS untuk menjaga lingkungan sekitar pabrik dapat terpenuhi dengan lebih baik.

Teknologi PT KIS dengan sistem pengolahan LCPKS terintegrasi mampu mereduksi BOD dan COD hingga 85% atau lebih.BOD influen LCPKS sebesar 30.000 mg/L direduksi menjadi kurang dari 100 mg/L. Nilai tersebut menunjukkan besarnya reduksi sebesar 99,7%. Minyak dan lemak yang terdapat pada influen sebanyak 4.000-10.000 mg/L berkurang hingga mencapai kurang dari 50 mg/L (KIS Group 2012). Teknologi PT AES menghasilkan rata-rata reduksi COD sebesar 87%. Umumnya, reduksi COD bervariasi dari 68-96% (Soesanto 2012). Sementara,tingkat reduksi BOD/COD dapat mencapai 90% pada teknologi PT KME. Dikaji dari studi kasus,COD awal sebanyak 55.000-58.000 mg/Ldapat direduksi menjadi 700 mg/L, atau setara dengan reduksi 98,7%.(Wiryawan 2012).

Berdasarkan keterangan di atas, reduksi beban pencemaran limbah merupakan suatu parameter yang dapat berubah-ubah dengan rata-rata efisiensi reduksi 85% atau lebih. Perubahan tersebut dapat dipengaruhi oleh laju pembebanan limbah, kualitas limbah, serta kondisi mikroorganisme dalam reaktor, baik dalam tangki CSTR ataupun cover lagoon. Ketiga teknologi memiliki performansi yang cukup baik dan tidak berbeda secara signifikan. Namun, jika dikaji berdasarkan jenis bioreaktornya, tangki CSTR seharusnya memiliki kecenderungan efisiensi yang lebih besar, terkait dengan stabilitas kondisi prosesnya.

4.4.8.Biogas yang Dihasilkan

Banyaknya biogas yang dihasilkan menjadi perhatian dari penggunaan teknologi pengolahan limbah cair untuk energi karena gas metana yang terkandung di dalamnya akan digunakan sebagai

39 sumber energi. Selain metana, terdapat gas-gas pengotor lain pada biogas yaitu karbon dioksida, hidrogen sulfida, nitrogen, oksigen, hidrogen, dan air.

Menurut KIS Group (2012), teknologi PT KIS menghasilkan biogas sekitar 28 m3/m3 LCPKS yang diolah.Persentase metana pada biogas yang dihasilkan adalah sekitar 60-70% sehingga rata-rata gas metana yang dihasilkan adalah 16,8-19,6 m3/m3

Teknologi PT AES menghasilkan biogas sekitar 20 m

LCPKS yang diolah.

3

/ton TBS yang diproses. Berdasarkan studi kasus yang dilakukan oleh PT AES, 1 ton TBS yang diolah akan menghasilkan rata-rata LCPKS sebanyak 0,63 m3. Dengan demikian, biogas yang dihasilkan mencapai 31,7 m3 biogas/m3 LCPKS yang diolah.Namun, jika dilakukan perhitungan dengan rata-rata LCPKS di Lampung 0,826 m3/ton TBS, biogas yang dihasilkan setara dengan 24,2m3 biogas/m3 LCPKS. Kandungan rata-rata gas metana di dalam biogas adalah 62%, berkisar antara 59-64% (Soesanto 2012). Jadi, rata-rata kadar gas metana yang dihasilkan dari teknologi PT AES adalah 14,3-20,3m3/m3

Biogas yang dihasilkan pada teknologi PT KME sebesar 815-1.000 m

LCPKS yang diolah.

3

/jam pada skala PKS 45 ton TBS/jam (Wiryawan 2012). Nilai ini setara dengan 18,1-22,2 m3/ton TBS yang diproses. Dengan menggunakan konversi 0,826 m3LCPKS/ton TBS, biogas yang dihasilkan teknologi PT KME sebanyak 21,9-26,9 m3/m3LCPKS yang diolah. Persentase metana dalam biogas sebesar 55-65%. Oleh sebab itu, gas metana yang dihasilkan sekitar 12,0-17,5 m3/m3

Dikaji dari biogas yang dihasilkan dari 1 m

LCPKS yang diolah.

3

LCPKS, diperoleh hasil yang terbesar pada teknologi PT KIS sebesar 28 m3,PT AES sebesar24,2-31,7m3, diikuti dengan PT KME sebesar 21,9- 26,9 m3. Berdasarkan gas metana yang dihasilkan dari masing-masing teknologi, teknologi PT KIS cenderung menghasilkan gas metana yang terbesar yaitu 16,8-19,6m3/m3 LCPKS, teknologi PT AES menghasilkan metana sebesar14,3-20,3 m3/m3 LCPKS, sedangkan teknologi PT KME menghasilkan sekitar 12,0-17,5 m3/m3 LCPKS.Persentase gas metana yang terbesar pun dihasilkan pada penggunaan teknologi PT KIS.

4.4.9.Listrik yang Dihasilkan

Jumlah listrik yang dihasilkan akan bergantung pada jumlah biogas yang dihasilkan dari proses anaerobik. Energi yang terkandung pada 1 m3

Berdasarkan hasil kajian, telah diketahui potensi pembangkitan listrik dari masing-masing teknologi yang dikaji. TeknologiPT KIS memiliki potensi pembangkitan listrik sampai 2 MW pada PKS 60 ton TBS/jam, 1,5 MW pada PKS 45 ton/jam, dan 1 MW pada PKS 30 ton TBS/jam.PT AESdan PT KME juga memiliki potensi listrik yang sama (Firman 2012).

biogas adalah 2 kWh. Selain volume biogas yang ditangkap, energi listrik yang dihasilkan akan bergantung juga pada efisiensi peralatan atau mesin konversi yang digunakan.

Akan tetapi, terdapat beberapa perbedaan hasil pada contoh proyek yang dikaji dari masing- masing teknologi.PT KIS pada proyek di PT Umbul Mas Wisesa mampu menghasilkan energi listrik sebesar 1,82 MWh per jam. PT AES pada proyek di PT Perkebunan Milano memiliki potensi sebesar 1,36 MWh per jam. Di sisi lain,PT KME di proyek Tandun mampu menghasilkan listrik sekitar0,97 MWh per jam. Perolehan nilai-nilai tersebut merupakan nilai nominal, dengan asumsi seluruh biogas yang ditangkap digunakan untuk menghasilkan energi listrik. Perbedaan dari nilai tersebut dipengaruhi juga oleh skala proyek. Proyek PT KIS tersebut dilakukan pada PKS berkapasitas 65ton TBS/jam. Proyek PT AES di PT Perkebunan Milano dilakukan pada produksi rata-rata sekitar 50 ton

Dokumen terkait