• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI HEDONIK

2. Biskuit adonan keras

0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 0,40 0,45 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 a ktivita s a ir ka d a ai (g  H2 O /g  pa da ta n) Has ley P erc obaan 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 a ktivita s a ir ka d a ai (g  H2 O /g  pa da ta n) C hen C layton Perc obaan 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 a ktivita s a ir ka d a ai (g  H2 O /g  pa da ta n) Henders on P erc obaan

0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 0,40 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 a ktivita s a ir ka d a ai (g  H2 O /g  pa da ta n) Os win P erc obaan 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 a ktivita s a ir ka d a ai (g  H2 O /g  pa da ta n) Caurie Perc obaan 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 a ktivita s a ir ka d a ai (g  H2 O /g  pa da ta n) G A B P erc obaan

Lampiran 10. Contoh perhitungan nilai MRD

Berikut ini adalah contoh perhitungan MRD biskuit adonan lunak model GAB:

Percobaan(Mi) GAB(Mpi) Mi-Mpi/Mi 0.0490 0.0489 0.0007 0.0774 0.0783 0.0111 0.1239 0.1313 0.0596 0.2089 0.1840 0.1191 0.2791 0.3078 0.1028 1 / n i Mi Mpi Mi =

0.2933 1 100 / n i MRD Mi Mpi Mi n = =

MRD = (100/5) * 0.2933 MRD = 5.8660

Lampiran 11. Komposisi biskuit adonan lunak dan adonan keras

Komposisi biskuit adonan lunak Komposisi biskuit adonan keras Tepung terigu, gula, minyak nabati, sirup

glukosa, susu bubuk skim, sirup fruktosa, garam, soda kue, lesitin kedelai, perisa (vanilla, mentega), Vitamin A, B1, B2, B3, B6, B12, D, E, asam folat, zat besi, iodium, seng, selenium, dan kalsium.

Tepung terigu, mentega asli, lemak tumbuhan, telur, gula pasir, tepung susu, glukosa, garam, dan soda kue.

Jurnal Skripsi 2007

Fakultas Teknologi Pertanian, IPB

Pendugaan Umur Simpan Produk Biskuit dengan Metode Akselerasi Berdasarkan Pendekatan Kadar Air Kritis

Feri Kusnandar dan Dede R. Adawiyah1) dan Mona Fitria2) 1) Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB

2) Program Sarjana, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB

Abstract

Penelitian ini bertujuan menduga umur simpan produk biskuit pada umumnya yang sudah ada di pasaran dengan metode akselerasi berdasarkan pendekatan kadar air kritis dan selanjutnya membandingkan metode pendekatan kurva sorpsi isotermis dengan metode kadar air kritis termodifikasi. Selain itu, melalui penelitian ini dilihat pula pengaruh bahan kemasan,kelembaban relatif lingkungan, dan nilai slope terhadap umur simpan produk.

Berdasarkan hasil perhitungan, umur simpan yang diperoleh dengan pendekatan kadar air kritis termodifikasi merupakan angka yang masih masuk akal (sekitar 23-28 bulan pada RH 75%), tapi lebih besar dari umur simpan yang diperoleh dengan pendekatan kurva sorpsi isotermis (sekitar 12-20 bulan pada RH 75% dengan berbagai nilai slope kurva sorpsi isotermis). Angka umur simpan yang diperoleh berdasarkan pendekatan kadar air kritis termodifikasi cenderung terlalu besar untuk produk biskuit karena produk biskuit biasanya memiliki umur simpan sekitar 12-18 bulan. Secara umum, pendekatan kurva sorpsi isotermis merupakan metode yang lebih tepat untuk menentukan umur simpan biskuit karena produk biskuit memiliki kurva sorpsi isotermis yang berbentuk sigmoid, meskipun tidak sigmoid sempurna. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan Labuza (1982), bahwa produk yang memiliki kurva sorpsi isotermis ditentukan umur simpannya dengan pendekatan kurva sorpsi isotermis. Faktor utama yang mempengaruhi umur simpan biskuit secara umum adalah jenis kemasan, kondisi kelembaban ruang penyimpanan, kadar air awal, kadar air kritis, dan kadar air kesetimbangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kemasan sangat mempengaruhi umur simpan produk. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan umur simpan yang menggunakan dua kemasan yang berbeda, yaitu metallized plastic dan plastik PP tebal. Jenis biskuit tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap umur simpan biskuit. Hal ini dapat dilihat dari umur simpan kedua jenis biskuit bila dikemas dengan kemasan yang sama yaitu PP tebal. Nilai slope kurva juga sangat berpengaruh pada umur simpan yang diperoleh.

Selain membandingkan kedua pendekatan di atas, dalam penelitian ini dilakukan pengembangan metode, yaitu metode penentuan kadar air kritis. Tahapan metode yang dikembangkan adalah metode penentuan kadar air kritis dengan menyimpan sampel secara terbuka pada suhu ruang dan dibiarkan hingga sampel rusak. Melalui penelitian ini juga dikembangkan metode pengukuran tekstur (kerenyahan) biskuit dengan menggunakan alat texture analyzer sehingga nilai kerenyahan pada saat kadar air kritis tercapai dapat diketahui. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis biskuit adonan lunak akan mencapai kadar air kritis pada saat persentase penurunan kerenyahannya sekitar 60%, sedangkan jenis biskuit adonan keras akan mencapai kadar air kritis pada saat persentase penurunan kerenyahannya sekitar 50%. Keywords : umur simpan, metode akselerasi, biskuit, kadar air kritis

PENDAHULUAN Latar Belakang

Informasi umur simpan merupakan

Pencantuman informasi umur simpan menjadi sangat penting karena terkait dengan keamanan produk pangan tersebut dan untuk menghindari pengkonsumsian pada saat

informasi umur simpan ini telah diatur oleh pemerintah dalam UU Pangan tahun 1996 serta PP Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, dimana setiap industri pangan wajib mencantumkan tanggal kadaluarsa (umur simpan) pada setiap kemasan produk pangan (Setiawan, 2005).

Umur simpan atau masa kadaluarsa merupakan suatu parameter ketahanan produk selama penyimpanan. Salah satu kendala yang selalu dihadapi oleh industri dalam pendugaan umur simpan suatu produk adalah masalah waktu, karena bagi produsen hal ini akan mempengaruhi jadwal peluncuran suatu produk pangan. Karena itu, metode pendugaan umur simpan yang dipilih harus metode yang paling cepat, mudah, memberikan hasil yang tepat, dan sesuai dengan karakteristik produk pangan yang bersangkutan.

Pendugaan umur simpan produk dapat dilakukan dengan metode konvensional dan metode akselerasi. Metode konvensional membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang mahal karena pendugaan umur simpan dilakukan dalam kondisi normal sehari-hari. Namun demikian, metode ini sangat akurat dan tepat. Metode akselerasi dapat dilakukan dalam waktu yang relatif lebih singkat karena penentuan umur simpan ini dilakukan pada kondisi percobaan yang ekstrim (suhu tinggi, kelembaban di atas atau di bawah kondisi normal penyimpanan) sehingga mempercepat proses penurunan mutu produk. Dengan ekstrapolasi, kecepatan penurunan mutu bisa dihitung berdasarkan persamaan matematis. Keuntungan dari metode ini adalah waktu pengujian yang relatif lebih singkat, namun tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tepat (Arpah, 2001).

Penerapan metode akselerasi perlu memperhatikan karakteristik dan penyebab kerusakan produk yang akan ditentukan umur simpannya. Metode akselerasi dapat dilakukan dengan pendekatan model Arrhenius dan model kadar air kritis. Model Arrhenius biasanya digunakan untuk produk yang sensitif terhadap perubahan suhu penyimpanan, sedangkan model kadar air kritis biasanya digunakan untuk produk yang mudah rusak karena penyerapan air dari lingkungan selama penyimpanan. Model kadar air kritis memiliki dua pendekatan, yaitu pendekatan kurva sorpsi isotermis dan kadar air kritis termodifikasi (Kusnandar, 2006).

Biskuit tergolong makanan yang tidak mudah rusak dan mempunyai umur simpan

yang relatif lama karena kadar airnya yang relatif rendah. Biskuit memiliki tekstur renyah dan parameter kerenyahan ini sangat terkait dengan kadar air produk. Perubahan kadar air produk selama penyimpanan akibat penyerapan uap air dari lingkungan akan menyebabkan perubahan karakteristik utama produk yaitu kerenyahan. Karena produk yang dipilih adalah biskuit yang mempunyai sifat sensitif terhadap perubahan kadar air, maka metode pendugaan umur simpan yang dipilih adalah pendekatan kadar air kritis.

Mengingat pentingnya nilai umur simpan bagi berbagai pihak, maka penelitian umur simpan dan kajian metode pendugaan umur simpan terhadap produk biskuit ini dianggap penting untuk dilakukan. Melalui penelitian ini dilakukanlah pendugaan umur simpan biskuit dengan menggunakan dua model kadar air kritis, yaitu pendekatan kurva sorpsi isotermis dan pendekatan kadar air kritis termodifikasi serta membandingkan pendekatan kurva sorpsi isotermis dan pendekatan kadar air kritis termodifikasi. Secara teori pemilihan penggunaan kedua pendekatan tersebut didasarkan pada karakteristik mutu dari produk pangan yang digunakan. Produk pangan kering seperti biskuit yang memiliki kurva sorpsi isotermis dapat diduga umur simpannya dengan menggunakan pendekatan kurva sorpsi isotermis, sedangkan produk pangan yang memiliki kandungan sukrosa tinggi seperti permen dapat diduga umur simpannya dengan pendekatan kadar air kritis termodifikasi. Penelitian ini ingin melihat kebenaran teori di atas untuk produk biskuit pada umumnya sehingga digunakanlah dua jenis biskuit yang berbeda. Selain itu, diharapkan pendekatan kadar air kritis termodifikasi dapat digunakan untuk produk biskuit sehingga pendugaan umur simpan biskuit dapat dilakukan dengan cara yang lebih sederhana bila dibandingkan dengan pendekatan kurva sorpsi isotermis.

Tahapan metode yang dikembangkan adalah metode penentuan kadar air kritis dengan menyimpan sampel secara terbuka pada suhu ruang dan dibiarkan hingga sampel rusak. Selain itu, melalui penelitian ini juga dikembangkan metode pengukuran tekstur (kerenyahan) biskuit dengan menggunakan alat texture analyzer pada sampel yang telah diberi perlakuan penyimpanan sehingga nilai kerenyahan pada saat kadar air kritis tercapai dapat diketahui. Sasaran yang diharapkan dari pengembangan metode ini adalah parameter kritis dapat diketahui dengan melihat

kerenyahan biskuit secara objektif tanpa melakukan uji organoleptik..

Tujuan

Penelitian ini bertujuan menduga umur simpan produk biskuit pada umumnya yang sudah ada di pasaran dengan dua pendekatan kadar air kritis, yaitu pendekatan kurva sorpsi isotermis dan pendekatan kadar air kritis termodifikasi serta selanjutnya membandingkan umur simpan berdasarkan kedua pendekatan tersebut. Selain itu, melalui penelitian ini dilihat pula pengaruh bahan kemasan, nilai slope kurva sorpsi isotermis, dan kelembaban relatif lingkungan terhadap umur simpan produk. Tujuan lain yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah diperolehnya tahapan metode yang efektif, efisien, dan ekonomis dalam pendugaan umur simpan produk biskuit pada umumnya.

METODOLOGI Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi biskuit jenis adonan lunak (biskuit glukosa) dan adonan keras (marie), garam MgCl2.6H2O, NaBr, NaCl, KCl, dan garam KNO3 yang mempunyai nilai RH yang bervariasi dan digunakan untuk penentuan kurva sorpsi isotermis, kemasan produk biskuit, silika gel, vaselin, dan akuades. Sampel biskuit merupakan sampel yang sudah ada di pasaran dengan satu kode produksi yang sama dan dibeli di salah satu hypermarket yang ada di kota Bogor. Produk biskuit ini dianggap sebagai produk segar (baru). Umur simpan produk biskuit dari saat membeli adalah 12 bulan untuk biskuit glukosa dan 17 bulan untuk biskuit marie. Jenis kemasan biskuit yang dianalisis adalah

metallized plastic dan kemasan PP tebal

sebagai pembanding. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penentuan umur simpan ini antara lain inkubator 30 oC, oven, desikator kecil, Permatran W 3*31, neraca analitik, pencapit logam, peralatan gelas, cawan alumunium, alumunium foil, hygrometer, aw meter, dan peralatan lain yang mendukung penelitian ini. Penelitian dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, yaitu di Laboratorium Jasa Analisis Pangan

di Balai Besar Kimia dan Kemasan (BBKK), Jakarta.

Metode

a. Model Penentuan Umur Simpan Pendugaan umur simpan produk biskuit dilakukan berdasarkan pendekatan kadar air kritis dengan dua metode pendekatan, yaitu pendekatan kurva sorpsi isotermis dan pendekatan kadar air kritis termodifikasi. Umur simpan berdasarkan pendekatan kurva sorpsi isotermis dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Labuza: θ = ln (me – mo) / (me – mc) ...Pers 1

k * ( A ) ( Po ) x Ws b dimana:

θ = waktu perkiraan umur simpan (hari = 24 jam)

me = Kadar air keseimbangan produk (g H2O/g padatan) mo = kadar air awal produk (g H2O/g

padatan)

b = slope kurva sorpsi isotermis mc = kadar air kritis (g H2O/g

padatan)

k/x = konstanta permeabilitas uap air kemasan (g/m2.hari.mmHg) A = luas permukaan kemasan (m2) Ws = berat kering produk dalam

kemasan (g padatan)

Po = tekanan uap jenuh (mmHg) Penentuan umur simpan berdasarkan pendekatan kadar air kritis termodifikasi dapat dihitung dengan persamaan:

θ = (mc – mo) * Ws ...Pers 2 k * ( A ) * ( ΔP )

x

dimana ΔP merupakan selisih antara tekanan udara di luar dimana produk disimpan dan tekanan udara di dalam kemasan (Labuza, 1982).

b. Tahapan Penelitian

1. Penentuan Kadar Air awal (SNI-01-2891-1992)

Pendugaan umur simpan produk biskuit dilakukan berdasarkan pendekatan kadar air kritis dengan dua metode pendekatan, yaitu pendekatan kurva sorpsi isotermis dan pendekatan kadar air kritis termodifikasi. Umur simpan berdasarkan pendekatan kurva

θ = ln (me – mo) / (me – mc) ...Pers 1 k * ( A ) ( Po )

x Ws b dimana:

θ = waktu perkiraan umur simpan (hari = 24 jam)

me = Kadar air keseimbangan produk (g H2O/g padatan) mo = kadar air awal produk (g H2O/g

padatan)

b = slope kurva sorpsi isotermis mc = kadar air kritis (g H2O/g

padatan)

k/x = konstanta permeabilitas uap air kemasan (g/m2.hari.mmHg) A = luas permukaan kemasan (m2) Ws = berat kering produk dalam

kemasan (g padatan)

Po = tekanan uap jenuh (mmHg) Penentuan umur simpan berdasarkan pendekatan kadar air kritis termodifikasi dapat dihitung dengan persamaan:

θ = (mc – mo) * Ws ...Pers 2 k * ( A ) * ( ΔP )

x

dimana ΔP merupakan selisih antara tekanan udara di luar dimana produk disimpan dan tekanan udara di dalam kemasan (Labuza, 1982).

2. Penentuan Kadar Air Kritis

Penentuan parameter kritis dilakukan dengan survei konsumen tentang penyebab kerusakan produk biskuit. Hal ini dapat diketahui dengan cara menyebarkan kuisioner kepada 35 orang panelis tentang parameter penyebab kerusakan produk biskuit. Panelis diminta memilih atribut yang paling penting dalam menentukan kerusakan produk biskuit.

Penentuan kadar air kritis diawali dengan menyimpan biskuit di suhu ruang selama 5 jam untuk produk biskuit merk A dan 6 jam untuk produk biskuit merk B. Setiap jam dilakukan pengambilan sampel dan dianalisis kadar air, nilai kerenyahan, dan sifat organoleptik kerenyahannya. Uji organoleptik difokus-kan pada nilai kesukaan panelis terhadap kerenyahan produk tersebut, dengan skala kesukaan 1 – 7, dimana satu merupakan skala sangat tidak suka dan tujuh adalah skala sangat suka. Sampel diujikan kepada 30 orang panelis tidak terlatih. Kadar air diukur berdasarkan SNI 01-2891-1992 sedangkan nilai

kerenyahan diukur dengan alat texture

analyzer, menggunakan cylinder probe

(P2/E). Sampel diletakkan di atas meja sampel dan ditekan dengan cylinder

probe yang berdiameter 2 mm (P2/E).

Hasil pengukuran diperoleh dalam bentuk grafik yang langsung dapat dibaca oleh komputer. Nilai kerenyahan adalah nilai puncak pertama yang signifikan pada grafik dan dinyatakan sebagai gf (gram

force).

Data kadar air dan nilai kerenyahan masing-masing sampel yang telah diberi perlakuan waktu penyimpanan, selanjutnya diplotkan dengan nilai kesukaannya masing-masing, sehingga diperoleh grafik yang menunjukkan hubungan antara skor kesukaan dengan kadar air dan hubungan antara skor kesukaan dengan nilai kerenyahan. Hubungan tersebut dinyatakan dalam persamaan regresi linear. Berdasarkan regresi linear yang diperoleh, kadar air kritis dihitung pada saat skor kesukaan panelis bernilai 3 (skala agak tidak suka) berdasarkan persamaan regresi yang menyatakan hubungan skor kesukaan dengan kadar air. Nilai kerenyahan pada saat kadar air kritis tercapai dapat pula diperoleh dari persamaan regresi yang menyatakan hubungan skor kesukaan dengan nilai kerenyahan, yaitu pada saat skor kesukaan bernilai 3. Selain menentukan hubungan regresi linear antara nilai kerenyahan dan skor kesukaan di atas, ditentukan pula persentase penurunan kerenyahan sampai kadar air kritis tercapai berdasarkan rumus berikut ini:

% penurunan = (kerenyahan awal – kerenyahan kritis)/ kerenyahan awal × 100%

3. Penentuan Pola Kurva Sorpsi Isotermis (Spiess dan Wolf, 1987)

Penentuan kurva sorpsi isotermis diawali dengan pembuatan larutan garam jenuh yang digunakan untuk mengatur RH ruangan (desikator). Garam yang digunakan dalam penelitian ini adalah MgCl2, NaBr, NaCl, KCl, dan KNO3.

Sekitar dua gram produk biskuit diletakkan pada cawan alumunium kering kosong yang telah diketahui beratnya. Cawan yang berisi sampel tersebut diletakkan dalam desikator yang berisi larutan garam jenuh yang mempunyai nilai RH berbeda-beda. Desikator kemudian disimpan dalam inkubator

dengan suhu 30oC. Sampel dalam cawan kemudian ditimbang bobotnya secara periodik setiap hari sampai diperoleh bobot yang konstan yang berarti kadar air kesetimbangan telah tercapai. Bobot yang konstan ditandai oleh selisih antara 3 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 2 mg/g untuk sampel yang disimpan pada RH di bawah 90% dan tidak lebih dari 10 mg/g untuk sampel yang disimpan pada RH di atas 90% (Liovonen dan Ross, 2000 diacu dalam Adawiyah, 2006). Sampel yang telah mencapai berat konstan kemudian diukur kadar airnya dengan menggunakan metode oven (SNI 01-2891-1992) dan dinyatakan dalam basis kering. Kadar air ini merupakan kadar air kesetimbangan pada RH tertentu. Kurva sorpsi isotermis dibuat dengan cara memplotkan kadar air kesetimbangan dengan nilai kelembaban relatif (RH) atau aktivitas air (aw). 4. Penentuan Model Persamaan Sorpsi

Isotermis dan Uji Ketepatan Model Penentuan model sorpsi isotermis perlu dilakukan untuk mendapatkan kurva sorpsi isotermis yang mulus. Dari sekian banyak model persamaan sorpsi isotermis, dipilih beberapa model persamaan yang dapat diaplikasikan pada bahan pangan. Persamaan yang dipilih adalah persamaan-persamaan sederhana yang mempunyai parameter tidak lebih dari tiga serta dapat digunakan pada kisaran nilai aw yang luas sehingga dapat mewakili ketiga daerah sorpsi isotermis. Model persamaan yang digunakan ditentukan berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya dan penggunaan model ini ditujukan untuk mendapatkan kemulusan kurva (curve fitting). Dalam penelitian ini digunakan enam model, yaitu model GAB, Hasley, Henderson, Caurie, Oswin, dan Chen Clayton.

Persamaan non linear (Hasley, Henderson, Caurie, Oswin, dan Chen Clayton) yang digunakan diubah ke dalam bentuk persamaan linear, sehingga dapat ditentukan nilai-nilai konstanta dalam persamaannya dengan metode kuadrat terkecil (Walpole, 1995). Lain halnya dengan model GAB, persamaan ini diubah ke dalam bentuk persamaan regeresi kuadratik sehingga nilai-nilai konstanta dalam persamaan juga dapat ditentukan.

sorpsi isotermis untuk menggambarkan keseluruhan kurva sorpsi isotermis hasil percobaan. Uji ketepatan model ini dilakukan dengan menggunakan perhitungan Mean Relative

Determi-nation (MRD) (Walpole, 1990). Rumus

MRD tersebut adalah sebagai berikut:

1 100 / n i MRD Mi Mpi Mi n = =

dimana :

Mi = kadar air percobaan Mpi = kadar air hasil perhitungan n = jumlah data

Jika nilai MRD < 5 maka model sorpsi isotermis tersebut dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya dengan sangat tepat. Jika 5 < MRD < 10 maka model tersebut agak tepat menggambarkan keadaan yang sebenarnya, dan jika MRD > 10 maka model tersebut tidak tepat untuk menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Selanjutnya, dari model persamaan yang terpilih, ditentukan nilai b (kemiringan kurva sorpsi isotermis) untuk dimasukkan dalam perhitungan umur simpan berdasarkan persamaan Labuza.

Slope (kemiringan) kurva sorpsi isotermis ditentukan pada beberapa daerah untuk melihat pengaruh nilai b terhadap umur simpan yang diperoleh. Slope 1 ditentukan sebagai hasil perbandingan antara selisih kadar air awal dan kadar air kritis dengan selisih antara nilai aktivitas air awal dengan aktivitas air pada saat kadar air kritis tercapai. Slope 2 merupakan slope garis lurus pada daerah linear yang melewati kadar air awal. Slope 3 adalah slope garis lurus pada daerah linear yang melewati kadar air awal dan kadar air kesetimbangan pada masing-masing RH penyimpanan.

5. Penentuan Permeabilitas Kemasan (ASTM F1249-01)

Penentuan permeabilitas dilakukan dengan menggunakan alat Permatran Mocon W*3/31 di Balai Besar Kimia dan Kemasan, Jakarta. Kemasan sampel dipotong sesuai cetakan kemudian diukur ketebalannya. Kemasan sampel dikondisikan terlebih dahulu selama 24 jam dalam ruangan uji. Kemasan sampel ditempel pada tempat uji. Nilai ketebalan kemasan, luas kemasan, suhu uji,

kelembaban udara yang digunakan dimasukkan pada program komputer yang telah disediakan. Gas nitrogen kering dilewatkan pada sebuah chamber dimana terdapat sampel uji (plastik) yang memisahkan aliran gas nitrogen kering dari aliran nitrogen basah. Adanya perbedaan tekanan menyebabkan uap air berdifusi menuju daerah dengan tekanan lebih rendah. Uap air yang berdifusi melalui plastik dibawa oleh gas pembawa (nitrogen kering) menuju sensor infra merah untuk selanjutnya terdeteksi sebagai jumlah uap air yang dilewatkan melalui plastik. Pengujian dianggap selesai bila kondisi kesetimbangan telah tercapai (steady state). Kondisi dianggap setimbang bila laju uap air yang terdeteksi sensor infra merah telah tetap. Prinsip kerja alat dapat dilihat pada Gambar 4. Pada akhir pengujian, alat akan menunjukkan nilai WVTR. Nilai permeabilitas kemasan (k/x) selanjutnya ditentukan dengan membagi nilai WVTR dengan hasil kali Po dan RH.

Gambar 4. Prinsip kerja Permatran W*3/31

Jika kemasan sampel mempunyai pori-pori yang cukup besar, maka pengujian dilakukan secara manual sesuai (ASTM E-96,1995) yaitu dengan cara potong kemasan plastik yang digunakan sesuai mulut wadah yang digunakan. Hitung luas permukaan mulut wadah. Masukkan desikan (silika gel) secukupnya ke dalam tiap wadah. Letakkan kemasan plastik di mulut wadah dan rekatkan dengan lem silikon dan seal dengan rapat. Letakkan wadah ke dalam chamber tertutup yang telah berisi larutan garam jenuh. Wadah ditimbang tiap hari pada jam yang hampir sama selama satu minggu dan ditentukan pertambahan berat dari tiap cawan. Selanjutnya dibuat grafik hubungan antara pertambahan berat (g) dan waktu

(jam). Laju permeabillitas uap air dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

WVTR = (slope/luas kemasan) × 10000 WVTR = g/ m2/ hari/ RH, suhu

Nilai permeabilitas kemasan (k/x) selanjutnya ditentukan dengan membagi nilai WVTR dengan hasil kali Po dan RH. 6. Penentuan Berat Padatan per

Kemasan dan Luas Kemasan

Luas kemasan primer yang digunakan dihitung dengan mengalikan panjang dengan lebar kemasan dan dinyatakan dalam m2. Berat produk awal (Wo) dalam satu kemasan ditimbang dan dikoreksi dengan kadar air awalnya (mo) dan selanjutnya dinyatakan sebagai berat padatan per kemasan (Ws).

7. Penentuan Perbedaan Tekanan Luar dan Dalam Kemasan

Tekanan uap di luar kemasan pada suhu tertentu dihitung dari perkalian tekanan uap air murni pada suhu tertentu (Po) dengan kelembaban udara (RH). Tekanan uap di dalam kemasan dihitung dari perkalian tekanan uap air murni pada suhu tertentu (Po) dengan aktivitas air (aw). Nilai Po pada suhu tertentu dapat dilihat dari tabel uap air (Labuza, 1982). 8. Penentuan Umur Simpan Biskuit

Umur simpan produk biskuit dihitung dengan menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan kurva sorpsi isotermis dan pendekatan kadar air kritis termodifikasi. Umur simpan akan ditentukan pada 3 nilai RH, yaitu 75%, 80%, dan 85%. Umur simpan berdasarkan pendekatan kurva sorpsi isotermis dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Labuza (persamaan 1). Penentuan umur simpan berdasarkan pendekatan kadar air kritis termodifikasi dapat dihitung dengan

Dokumen terkait