• Tidak ada hasil yang ditemukan

BOJONEGORO DISTRICT

Dalam dokumen 359560801 SEMNAS FTM 2017. pdf (Halaman 198-200)

ARHANANTA*1), Joko PURWANTO1), Keni Christy MANURUNG1), Kenny LEKATOMPESSY1),

Muhammad Alhafiq Wahyu NABILLAH1) 1) ahasiswa Teknik Geologi U N Veteran Yogyakarta

Jalan SWK 104 (Lingkar utara), Condong catur, Yogyakarta

Korespondensi penulis: *arhananta@gmail.com, jokopurwanto119@gmail.com, atckeni@yahoo.com, kennyleka72@gmail.com, alhafiqmuhammad@gmail.com

ABSTRACT

Flooding is a disaster for many regions in Indonesia. Bojonegoro is a district which every year has a high flood threat. The cause of flood from the reviewed through google earth i magery, meteorological data, maps of topography, and hydrological data such of extents, discharge, and other data about watershed Bojonegoro. Area of Bojonegoro flood occur due to overflowing of bengawan solo rivers which the morphological is meandering river and have formed a bottle neck in the shape of the body area of the river. Sandbar river, meander scars, and oxbow lake on the images which can be interpreted that the watershed of Bengawan So lo river part of Bojonegoro is the o ld stadia of which dominant the deposition of the erosion, and erosion running ho rizontally which allows shallowing the rivers. The average level of precipitation thatrelatively high and vo lume capacity reduc tions of the watershed makes flooding occurs every year. Rain harvesting method is the method of struc tural mitigation based on ecohydrology. Rain harvesting system has three basic elements that is namely the area of collection, conveyances system, and storage facilities. In this research emphasized at the elements of the collec tion area and flood prevention in the district of Bojonegoro which is the zonation area for application method of harvesting rain are in the headwater to the watershed of river solo Bojonegoro. The Application of zonation based on the co mposition of the constituent rocks and slope. Placing of rain harvesting methods applied in the watershed of bengawan solo that co mposed by loose material of sand to gravel, sandstone, and coarse grained of sedimentary rock, and placement in areas that have a flat to gentle slope.

Keywords: Flood, Ecohydrology, Strutural Mitigation, Rain Harversting.

ABSTRAK

Banjir merupakan bencana bagi banyak wilayah di Indonesia. Bojonegoro merupakan Kabupaten yang ditiap tahunnya memiliki ancaman banjir yang tinggi. Peyebab banjir dikaji lewat citra google earth, data meteorologi, peta kelerengan, serta data hidrologi berupa luasan , debit, serta data lain mengenai daerah aliran sungai Bojonegoro. Daerah Bo jonegoro terjadi banji r karena luapan sungai bengawan so lo dimana secara morfologinya berupa sungai bermeander dan memiliki bentukan bottle neck pada bentuk lahan tubuh sungai. Gosong sungai, meander scars, dan oxbow lake pada citra dimana dapat diinterpretasikan bahwa pada DAS Bengawan Solo bagian Bojonegoro adala h stadia tua dimana dominannya pengendapan dari pada erosi, dan erosi berjalan secara horizontal yang memungkinkan terjadinya pendangkalan sungai. Tingkat rata-rata curah hujan yang relatif tinggi dan pengurangan kapasitas volume DAS membuat banjir terjadi tiap tahunnya. Metode rain harvesting merupakan metode mitigasi struktural berbasis ekohidrologi. Sistem rain harvesting memi liki tiga elemen dasar yaitu area koleksi, sitem alat angkut, dan fasilitas penyimpanan. Dalam penelitian kali ini ditekankan pada elemen area koleksi dan pencegahan banjir pada wi layah Kabupaten Bo jonegoro dimana zonasi area penerapan metode rain harvesting berada pada hulu sampai dengan DAS bengawan solo Bojonegoro. Penerapan zonasi berdasarkan pada ko mposisi penyusun batuan dan kelerengan. Penempatan metode rain harvesting diterapkan pada DAS bengawan so lo yang disusun oleh material lepas pasir sampai kerikil, batupasir, lalu batuan sedi men berbutir kasar, dan penempatan pada daerah yang memiliki kelerengan datar sampai landai. Kata kunci : Banjir, Ekohidrologi, Mitigasi Struktural, Rain Harvesting.

Pendahuluan 1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada garis khatulistiwa dimana secara geografis diapit oleh benua Asia pada sebelah utara dan benua Australia pada sebelah selatan yang mengakibatkan Indonesia memiliki dua musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Pada kedua sisi musim, Indonesia mengalami masalah yaitu kekeringan pada musim kemarau dan banjir pada musim penghujan. Dalam mitigasi secara struktural pada umumnya akan dibangun waduk ataupun embung, namun dalam paper kali ini akan diata si dengan prinsip ekohidrologi menggunakan metode rain harvesting. Dalam paper kali ini berfokus pada penanganan bencana banjir daerah aliran bengawan solo kabupaten Bojonegoro.

2. Banjir

Definisi Bencana Banjir Menurut Undang-undang No.24 Tahun 2007, bencana didefinisikan sebagai peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Bencana dapat disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Banjir didefinisikan sebagai tergenangnya suatu tempat akibat meluapnya air yang melebihi kapasitas pembuangan air disuatu wilayah dan menimbulkan kerugian fisik, sosial dan ekonomi (Rahayu dkk, 2009). Banjir adalah ancaman musiman yang terjadi apabila meluapnya tubuh air dari saluran yang ada dan menggenangi wilayah sekitarnya. Banjir adalah ancaman alam yang paling sering terjadi dan paling banyak merugikan, baik dari segi kemanusiaan maupun ekonomi (IDEP, 2007). Secara sederhana banjir dapat didefinisikan sebagainya hadirnya air di suatu kawasan luas sehingga menutupi permukaan bumi kawasan tersebut. Khususnya di Bojonegoro, bencana banjir adalah bencana yang paling sering terjadi dan menjadi siklus yang terus berlangsung saat musim hujan. Penyebab dari banjir yang terjadi di Bojonegoro karena banjir kiriman dari DAS sebelum kota Bojonegoro maupun hujan deras yang mengguyur ketika musim pnghujan. Menurut (Dwi ratna putri,dkk 2010) dalam jurnal arahan konservasi wilayah sungai bengawan solo yang melalui perkotaan bahwa Luas wilayah Sungai Bengawan solo yang melalui Perkotaan Bojonegoro sebesar 34,3204 km2 . Karakteristik Sungai Bengawan Solo Perkotaan Bojonegoro memilikipanjang 18,9 km dengan kemiringan aliran sungai sekitar 1 : 10.000, lebar sungai kurang lebih 150 meter dengan kedalaman 7 meter. Kapasitas maksimum sungai berkisar pada debi m³/detikhingga 1.800 m³/detik. Hasil perhitungan analisis mononobe dari data curah hujan digunakan untuk menghitung debit puncak air sungai dan dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan debit air sungai setiap tahunnya.

Menurut (Bobby Arina Rizki, 2014) dalam jurnal analisis karakteristik sungai bengawan solo menyatakan Hujan ekstrim tahunan di daerah aliran sungai (DAS) Bengawan Solo Hulu mengakibatkan debit aliran sungai yang besar di beberapa anak sungai antara Bendung Colo, Sukoharjo sampai dengan Jurug, Surakarta. Besar debit aliran yang terdapat pada masing- masing anak sungai berbeda-beda pada setiap kejadian hujan besar tergantung pada sub daerah aliran sungai mana saja yang terjadi hujan. Karakteristik hidrograf banjir di anak sungai (lateral inflow) dan travel time banjir dari batas hulu hingga batas hilir kajian dapat diketahui dengan simulasi beberapa kejadian hujan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik banjir di Sungai Bengawan Solo Ruas Bendung Colo - Kota Surakarta. Langkah pertama pada penilitian ini adalah analisis hidrograf satuan dan analisis awal parameter DAS. Kemudian, model hidrologi disusun menggunakan program HEC-HMS untuk kalibrasi parameter DAS terhadap kejadian hujan dan debit aliran real time sehingga diperoleh parameter optimum yang mewakili karakteristik DAS. Menggunakan parameter optimum DAS yang diperoleh, simulasi beberapa kejadian hujan dapat dilakukan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik banjir di Sungai Bengawan Solo Ruas Bendung Colo - Kota Surakarta dipengaruhi oleh lateral inflow dari anak-anak sungai pada DAS tersebut, dengan anak sungai yang dominan adalah Sungai Dengkeng dan Sungai Samin.

Seminar Nasional Kebumian XII

Hotel Sahid, 14 September 2017

Fakultas Teknologi Mineral, UPN ”Veteran” Yogyakarta ISBN 978-602-19765-5-5

3. Ekohidrologi

Ekohidrologi merupakan paradigma baru yang merupakan perpaduan antara hidrologi dan dinamika biota di daerah tangkapan untuk diaplikasikan dalam penyelesaian masalah lingkungan (Zalewski et al., 1997). Vivile & Littlewood (1997) menekankan ekohidrologi sebagai perpaduan ilmu biologi dan fisika dalam upaya untuk lebih memahami ekosistem. Vivoni (2003) menyatakan bahwa kajian ekohidrologi fokus pada hubungan antara pola ekosistem dengan kelembababan tanah, iklim dan tanah; serta peranan vegetasi dalam keseimbangan air, energi aliran permukaan . UNESCO (2004), menyatakan bahwa konsep ekohidrologi berdasarkan pada 3 prinsip, yaitu kerangka kerja, target dan metodologi. Konsep ekohidrologi dengan pendekatan ilmiah yang yang mempertimbangkan interaksi aspek abiotik dan biotik ini dirumuskan ke dalam tiga azas dan satu teori berikut:

Azas 1, yaitu aspek hidrologi, menyangkut struktur abiotik dari system sunga i, dinamika proses- proses hidrologi, serta dampak spesifik spatial-temporal akibat intervensi manusia;

Azas 2, yaitu keterpaduan ekologi, menyangkut antar-hubungan komponen ekosistem yang menunjukkan potensi dan kapasitas ekosistem dalam menghasilkan produk dan jasa lingkungan; dan

Azas 3, yaitu ekoteknologi, menyangkut penggunaan informasi dan pengetahuan mengenai aspek abiotik dan biotik (dari azas 1 dan azas 2) untuk pengembangan bioteknologi ekologi baru dan solusi system hidrologi yang mampu meningkatkan kapasitas ekosistem dalam menghasilkan produk dan jasa lingkungan. Zalewski (2010), menyatakan bahwa implementasi konsep ekohidrologi sebagai alat pengelolaan DAS terpadu dapat dilakukan dengan empat langkah berikut:

(a) memantau ancaman dengan metoda kuantifikasi hidrologi;

(b) menilai hubungan sebab-akibat dengan analisis pola dan proses ekologi;

(c) pengembangkan metoda ekohidrologi dengan ekoteknologi menggunakan poin (a) dan (b) untuk meningkatkan kapasitas produksi dan jasa lingkungan ekosistem; dan

(d) mengembangkan solusi sistem secara terpadu dengan mengintegrasikan aspek abiotik, biotik, dan social ekonomi kelembagaan.

Menurut (Pawitan dan Haryani 2011) kebutuhan riset ekohidrologi di Indonesia sebagai berikut:

- Riset pada tingkatan trofik (trophic level) yaitu keseimbangan antara produsen dan konsumer di suatu danau atau waduk, dan keterkaitannnyadengan tinggi muka air

- Riset di daerah ekoton antara biota dan fluktuasi air - Riset dan pengembangan zonasi perairan

- Riset pengembangan daerah riparian

- Riset peningkatan kemampuan retensi air terkait lingkungannya - Riset fito teknologi untuk mengatasi masalah pencemaran lingkungan - Riset ekohidrologi perkotaan (rural ecohydrology)

- Riset ekohidrologi di delta

- Riset terkait bencana banjir dan kekeringan 4. Rainwater Harvesting

Menurut Janette Worm dan Tim van Hattum (2006), sistem pemanenan air hujan terdiri dari tiga komponen dasar yaitu, catchment area, delivery system dan storage reservoir. Catchment area atau merupakan tempat air hujan pertamakali ditampung atau dikumpulkan, misalnya permukaan atap. Delivery System, merupakan sistem yang mengalirkan airhujan dari catchment area ke tempat penyimpanan (storage). Sedangkan storage reservoir adalah tempat air hujan yang ditampung sampai air digunakan untuk berbagai keperluan.

Norma Khoury-Nolde (2002), membagi Rainwater Harvesting menjadi beberapa tipe. Pertama, Tipe Occasional, yaitu air disimpan untuk beberapa hari saja, dalam wadah kecil. Tipe ini cocok ketika pola curah hujan seragam dengan beberapa hari tanpa hujan dan ketika terdapat sumber air alternatif yang dapat diandalkan. Tipe Intermittent, digunakan dalam situasi dengan satu musim hujan yang panjang ketika semua kebutuhan air dipenuhi oleh air huja n. Selama musim

Dalam dokumen 359560801 SEMNAS FTM 2017. pdf (Halaman 198-200)