• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN KETAHANAN BATUAN CLAY SHALE TERHADAP PROSES PENGHANCURAN DI SENTUL, JAWA BARAT

Dalam dokumen 359560801 SEMNAS FTM 2017. pdf (Halaman 96-103)

Revia OKTAVIANI1, Paulus P RAHARDJO2, Imam A SADISUN3

1Mahasiswa S3, Program Studi Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan, Ciumbuleuit No.94 Bandung, 2Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan, Ciumbuleuit No.94 Bandung, Indonesia,

3Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung, Ganesha No.10

Bandung, Indonesia

Email : Revia_oktaviani@yahoo.com, Paulus.rahardjo@unpar. ac.id, imam@gc.itb.ac.id

ABSTRACT

Decreased rock strength resulting fro m the brittleness or weathering caused by changes in temperature, pressure and water, can cause instability problems in an area.

Nongenetically, clay shale form by consolidation clay, silt, or mud that was charac terize by thin lamination which is almost parallel to the Coating field. Mechanical properties of clay shale when in dry condition is shrinking and hardening. But when absorbing water, will expand and in a certain limit will lose the shear strength. Clay shale when there s direct contact with air and water can easily decreased in durability fro m ti me to ti me. This interac tion is referred to as "slaking" and wi thin a certain time can cause the breakdown of particles, Cracks and peeling off th e surface layer. The more shale binding strength s decreasing, the faster it gets to disintegrate. That s why usually clay shale stabilization will be top priority if uses as foundation.

Clay shale research in Sentul city, Bogor, west java area will be done with slacking dynamic testing that are supported by point load testing, and rock compressive strength testing. The durability index is the quantity of rock resistance measurement to the destruction process in two conditions: wet and dry conditions. Rock weathering can affect the durability value of rocks.

Keywords: Clay shale, durability index, slaking

ABSTRAK

Menurunnya kekuatan batuan akibat dari kerapuhan atau pelapukan yang disebabkan karena pengaruh perubahan temperature, tekanan dan air, dapat memberikan masalah ketidakstabilan pada suatu area.

Secara non Genetik, Clay shale terbentuk dari konsolidasi Clay, Silt, atau Mud yang dicirikan oleh laminasi tipis yang hampir sejajar dengan bidang perlapisan. Sifat mekanis dari clay shale ketika dalam kondisi kering akan menyusut, dan mengeras, namun ketika menyerap air, akan mengembang dan pada batas tertentu akan kehilangan gaya gesernya. Clay shale mudah mengalami penurunan durabilitas dari waktu ke waktu apabila ada kontak langsung dengan udara dan air. Interaksi ini disebut sebagai "slaking" yang dapat menyebabkan hancurnya partikel, retakan -retakan dan mengelupasnya lapisan permukaan dalam waktu tertentu. Semakin berkurang daya ikat clay shale, semakin cepat hancurnya. Oleh karena i tu stabilitas c lay shale umumnya akan menjadi perhatian khusus apabila material ini digunakan sebagai pondasi.

Peneli tian tentang durabilitas Clay shale di seki tar Sentul City, Bogor, Jawa Barat akan dilakukan dengan pengujian slaking dinamik yang ditunjang dengan uji beban titik, uji kuat tekan batuan. Indeks durabili tas merupakan pengukuran secara kuantitas tingkat ketahanan batuan terhadap proses penghancuran pada dua kondisi yaitu kondisi basah dan kondisi kering. Pelapukan batuan dapat mempengaruhi nilai durabilitas dari batuan.

Kata kunci : Clay shale, indeks durabilitas, slaking

PENDAHULUAN

Daerah Sentul yang terletak di sebelah timur kota Bogor, Jawa Barat saat ini sedang mengalami pengembangan dan giat melaksanakan pembangunan baik itu pembangunan untuk sarana bisnis, rumah sakit, tempat wisata maupun perumahan. Salah satu lokasi yang digunakan untuk pengembangan daerah Sentul adalah Sentul City. Sentul City adalah sebuah kawasan "kota pegunungan" yang terletak pada koordinat º , LS - º , 9 LS dan º ,

laut. dengan batuan dasar yang sebagian besar tersusun oleh clay shale. Formasi Jatiluhur, (Tmj): Napal, serpih lempungan dengan sisipan batupasir kuarsa, bertambah pasiran ke arah timur.berwarna abu-abu sampai hitam, bersifat mudah hancur dan mengembang, ekspansif jika terkena air, kedap air. Sebagian besar wilayah Kondisi alam berupa pegunungan menjadikan daerah ini memiliki kemiringan lereng yang bervariasi. Daerah Sentul City yang dapat dibangun merupakan daerah dengan kemiringan lereng lebih kecil dari 15%. Sedangkan daerah dengan kemiringan lebih besar dari 15% tidak boleh dibangun.

Clay shale pada umumnya berada pada zona tidak jenuh air (Unsaturated zone) karena

efek kapilaritas lebih berperan pada daerah tersebut dan tergantung atas letak muka air tanah, serta perilaku shale tersebut termasuk sebagai material transisi tanah dan batuan (Deen, 1981). Efek kapilaritas sangat berpengaruh terhadap kekuatan clay shale. Gaya kapilaritas muncul akibat tegangan negativ yang muncul dan mampu meremukkan clay shale apabila ikatan clay

shale tidak memadai.

Akibat degradasi tersebut, clay shale dapat mengalami penurunan durabilitas yang disebut slaking, apabila material berada dalam kodisi terbuka setelah kontak dengan udara dan air. Karena daerah ini memiliki curah hujan yang cukup tinggi, tentunya akan menyebabkan lapisan lempung ini berreaksi dengan air.

METODOLOGI

Sample undisturbed diambil di daerah Sentul City, Bogor, Jawa Barat. Sentul City pada tiga titik pemboran yaitu DB - 01 yang terletak pada koordinat S 06 .  . , DB

– 02 S 06  . , DB – 03 S 06 .9  . , ada kedalaman antara 20 m sampai dengan 30 m. Kondisi contoh DB 01 terdapat kandungan pasir yang berukuran kasar sampai medium dan hanya memiliki sedikit lempung. Pada contoh DB 02 kandungan pasirnya berukuran halus, serpih dan lempung. Sedangkan pada DB 03 kandungan materialnya berukuran serpih dan lempung. Dengan areal yang cukup luas, Sentul City memiliki variasi lereng yang cukup variatif. Kemiringan lereng pada kawasan Sentul City berkisar antara 2% (datar) sampai dengan 40% (curam). Contoh batu diambil dengan menggunakan alat bor, sehingga bentuk contoh batuan berupa silinder. Dari lokasi pengambilan contoh, selanjutnya contoh dibungkus dengan plastic wrap, alumunium foil, plastic kemudian dimasukkan ke dalam tabung. Perlakuan contoh ini dimaksudkan untuk menjaga kadar air agar tidak berubah dan menghindari terjadinya slaking selama proses transportasi maupun penyimpanan.

Teknik pengujian untuk clay shale pada daerah Sentul City meliputi uji daya tahan/durabilitas batuan, uji beban titik dan uji kuat tekan. Hasil pengujian diharapkan berupa pengklasifikasian clay shale berdasarkan atas durabilitas dan kekuatannya. Penentuan daya tahan/durabilitas batuan, dilakukan dengan metode pendekatan standard ASTM-D 4644-87 menggunakan tes daya tahan batuan (menurut ISRM 1979).

Prosedur pengujian dilakukan dengan menggunakan Standard ASTM-D 4644 – 87, kecuali jumlah siklus yang meningkat menjadi lima. Beberapa contoh dipotong dengan ukuran yang representatif untuk setiap siklus, dengan berat contoh total berkisar 400-550 gr. Selanjutnya contoh ditempatkan di dalam drum bersih dan dikeringkan di oven pada suhu 105° C selama ± 14-16 jam sampai berat konstan. Setelah contoh di keluarkan dari oven dan didiamkan selama 20 menit lalu ditimbang untuk menghitung kadar airnya. Masukkan drum yang berisi contoh ke dalam alat uji durability dan diberi air setinggi 15 Cm, Selanjutnya dilakukan pemutaran drum yang digerakkan oleh motor yang mampu memutar drum dengan kecepatan 20 rpm, dengan kecepatan konstan selama 10 menit. Suhu air diawal dan akhir pengujian harus dicatat. Setelah slaking untuk periode 10 menit pertama, contoh batuan tersebut kemudian dikeringkan dalam oven pada

kering ditimbang untuk mendapatkan massanya. Pengujian dilakukan untuk beberapa siklus. Dengan adanya rotasi drum, berarti terjadi penyaringan hancuran batuan, dimana fraksi yang berukuran lebih besar dari 2 mm akan tertahan di dalam drum, sementara fraksi yang

Seminar Nasional Kebumian XII

Hotel Sahid, 14 September 2017

Fakultas Teknologi Mineral, UPN ”Veteran” Yogyakarta ISBN 978-602-19765-5-5

berukuran kurang dari 2 mm akan keluar dari drum bersama dengan air. Setelah periode rotasi, drum dikeluarkan dari alat uji durability.

Perhitungan kadar air alami dilakukan pada contoh batuan yang telah dikeringkan di dalam oven, yang kemudian ditimbang setelah didinginkan pada suhu kamar selama 15 - 20 menit terlebih dahulu.

w = [(A- B)/(B - C)] x 100 ... (1) dimana :

w = Persen kadar air,

A = Berat drum ditambah sampel pada kadar air alami, gr,

B = Berat drum ditambah sampel kering sebelum siklus pertama, gr, C = Berat drum, gr.

Hasil kualitatif dari uji ini adalah slake durability index (Id) yang menyatakan prosentase berat kering shale yang tertahan pada lubang saringan 2 mm setelah pada siklus tertentu direndam selama 10 menit dengan kecepatan abrasi 20 rpm, terhadap berat kering satu siklus sebelumnya.

Id (2) = [ (WF – C)/(B- C)] x 100 ... (2) dimana :

Id(2) = slake durability index (second cycle),

B = berat drum ditambah sampel kering sebelum siklus pertama, gr, WF = berat drum ditambah sampel kering setelah siklus kedua, gr, C = berat drum, gr.

Hasil pengujian daya tahan batuan selanjutnya diklasifikasikan tingkat ketahanan batuannya dengan menggunakan Tabel 1 Slake Durability Classification” dari Gamble (Goodman, 1980).

Gambar 1. Alat Uji Slake Durability

Uji beban titik dilakukan dengan menggunakan Standard ASTM-D 5731 – 95 (ISRM RTH 325-89). Pengujian dapat dilakukan dengan uji diametral, uji aksial, uji blok dan uji irregular. Prosedur pengujian adalah dengan menempatkan contoh pada alat uji. Tentukan dan catat jarak D dan L. Berikan penambahan beban hingga contoh mengalami retakan. Strength Index (Is) dapat dihitung dengan :

Is = P./ De2 MPa ... (3) Is(50) = F x Is ... (4) ... (5) dimana : P= beban keruntuhan, N, De = Diameter, mm,

Is(50) = Koreksi Strength index, F= Faktor koreksi

Hubungan antar Strength index dengan kuat tekan uniaksial dapat diperoleh dengan menggunakan :

... (6)

Tabel 2. Faktor C ASTM

Uji tekan uniaksial pada prinsipnya adalah memberikan beban secara axial sampai contoh mengalami pecah tanpa adanya pengaruh dari arah lateral. Beban maksimum hingga contoh mengalami pecah disebut kuat tekan uniaksial, qu. FHWA (1982) mengklasifikasikan kuat tekan batuan (qu) menjadi lima tingkatan, (Tabel 3).

Tabel 3. Klasifikasi Kekuatan Batuan (FHWA, 1982)

HASIL

Uji slake durability dilakukan dari tiga titik bor DB – 01, DB – 02, DB – 03, dengan masing-masing enam kali pengujian. Hasil untuk setiap siklus dari uji durabilitas dinamis terhadap contoh dinyatakan dengan persentase, tercantum dalam Tabel 3. Prosedur pengujian mirip dengan standar pengujian ASTM D4644, perbedaannya adalah bahwa pada pengujian ini dilakukan lebih dari dua siklus. Tujuannya adalah untuk mengetahui tingkat slaking sampai ukuran terkecil seperti terlihat pada gambar 3.

Pengujian beban titik dilakukan dalam dua macam pengujian, yaitu pengujian yang sejajar atau hampir sejajar dengan perlapisan batuan, cara diametral dan pengujian yang tegak lurus atau hampir tegak lurus perlapisan batuan, axial. Gambar 4 memperlihatkan hasil uji beban titik yang dihubungkan dengan nilai daya tahan batuan. Hal yang sama pada gambar 5 dilakukan pada uji kuat tekan uniaksial.

Ukuran Core (mm) Nilai C

20 17.5 30 19 40 21 50 23 54 24 60 24.5

Kekuatan Kuat Tekan Uniaksial qu (kg/cm2) Sangat Tinggi > 2250 Tinggi 560 - 2250 Medium 140 - 560 Rendah (Lunak) 35 - 140 Sangat Rendah .9 - 35

Seminar Nasional Kebumian XII

Hotel Sahid, 14 September 2017

Fakultas Teknologi Mineral, UPN ”Veteran” Yogyakarta ISBN 978-602-19765-5-5

Tabel 4. Hasil Uji Slake Durability Index di Sentul City

Gambar 2. Kurva Uji Slake Durability

Gambar 3. Bentuk Sampel Setelah Mengalami Lima Siklus Pengujian

Gambar 4. Hubungan Antara Nilai Indeks Durabilitas Dan Indeks Point Load

No. Sample Berat sampel Berat Kering Kadar Air Klasifikasi

gr gr % 1 2 3 4 5

1 BD01-1 510 485 4.90 97.94 91.75 86.60 80.41 74.23 Medium Durability 2 BD01-2 480 460 4.17 97.83 94.57 90.22 85.87 80.43 Medium Durability 3 BD01-3 510 490 3.92 97.96 95.92 93.88 91.84 88.78 Medium high Durability 4 BD01-4 465 440 5.38 95.45 93.18 90.91 86.36 81.82 Medium Durability 5 BD01-5 473 450 4.86 92.22 83.33 75.56 67.78 62.22 Medium Durability 6 BD01-6 443 425 4.06 97.65 96.47 94.12 91.76 90.59 Medium high Durability 7 BD02-1 510 475 6.86 87.37 71.58 57.89 46.32 36.84 Low Durability 8 BD02-2 465 435 6.45 82.76 63.22 50.57 42.53 34.48 Low Durability 9 BD02-3 470 440 6.38 93.18 84.09 72.73 64.77 56.82 Low Durability 10 BD02-4 525 495 5.71 90.91 77.78 63.64 53.54 46.46 Low Durability 11 BD02-5 467 440 5.78 88.64 72.73 57.95 48.86 42.05 Low Durability 12 BD02-6 425 405 4.71 86.42 72.84 60.49 50.62 41.98 Low Durability 13 BD03-1 485 455 6.19 83.52 65.93 49.45 40.66 34.07 Low Durability 14 BD03-2 450 425 5.56 84.71 64.71 50.59 41.18 34.12 Low Durability 15 BD03-3 460 430 6.52 82.56 58.14 44.19 33.72 26.74 Very Low Durability 16 BD03-4 440 415 5.68 85.54 59.04 46.99 37.35 28.92 Very Low Durability 17 BD03-5 385 365 5.19 91.78 71.23 60.27 52.05 42.47 Low Durability 18 BD03-6 460 430 6.52 83.72 61.63 48.84 40.70 32.56 Very Low Durability

Indeks Durabilitas (Id) (%)

Sampel Siklus 1 Siklus 2 Sampel Siklus 1 Siklus 2 Sampel Siklus 1 Siklus 2

Siklus 3 Siklus 4 Siklus 5 Siklus 3 Siklus 4 Siklus 5 Siklus 3 Siklus 4 Siklus 5

Gambar 5. Hubungan Antara Nilai Indeks Durabilitas Dan Kuat Tekan Uniaksial DISKUSI

Pada Tabel 4 dan Gambar 2, terlihat bahwa dari tiga titik pemboran dengan masing- masing enam kali pengujian, tingkat kerapuhan terbesar terjadi pada kelompok contoh BD 03 dengan nilai Indeks ketahanan batuan Id(1) = 82.56 % yang terus menurun sampai Id(5)= 26.74 %, dan menurut Tabel Gamble untuk kelompok batuan BD 03 diklasifikasikan pada batuan yang memiliki nilai ketahanan sangat rendah sampai rendah. BD 01 memiliki tingkat kerapuhan yang lebih kecil bila dibandingkan dengan contoh BD 02 dan BD 03. Dengan nilai Indeks durability 62.22 % sampai 90.59 %, contoh BD 01 berada pada klasifikasi batuan yang memiliki nilai ketahanan menengah sampai menengah tinggi. Sedangkan untuk kelompok contoh BD 02 dengan nilai Indeks durability 34.48 % sampai 56.82 %, klasifikasi batuannya berada pada nilai ketahanan rendah.

Perubahan kondisi contoh dari siklus proses pembasahan dan pengeringan, mempengaruhi tingkat kerapuhan batuan. Perubahan bentuk hancuran yang terjadi pada setiap siklus dapat dilihat pada Gambar 3. Contoh DB 03 yang mengandung material berukuran serpih dan lempung,tereduksi menjadi serpih-serpih kecil bila di bandingkan dengan contoh dari DB 01 dan DB 02. Adanya material yang berukuran halus memiliki efek kapilaritas dan dapat meningkatkan tegangan Tarik pada air. Saat contoh batuan yang memiliki ukuran butir halus yang kering di masukkan ke dalam air, maka contoh batuan tersebut akan mengalami desintegrasi, dimana tegangan kapilaritas akan menarik air masuk ke dalam pori batuan sehingga akan mendorong udara yang ada di dalam batuan tersebut. Proses kembang susut dapat mengakibatkan slaking.

Uji beban titik memperlihatkan bahwa semakin rendah nilai index strength batuan maka semakin rendah pula nilai kerapuhan batuannya. Kekuatan batuan juga dipengaruhi oleh letak contoh terhadap beban titik. Contoh diametral memiliki nilai kuat tekan yang lebih rendah dibandingkan dengan aksial

Berdasarkan klasifikasi kekuatan batuan dari FHWA, 1982, bahwa untuk nilai kuat tekan uniaksial batuan yang berkisar 71.2 kg/cm2 sampai 144.8 kg/cm2 berada dalam kekuatan lunak.

Dari hubungan antara nilai indeks durabilitas dengan kuat tekan uniaksial terlihat bahwa pada peningkatan nilai indeks durabilitas akan diikuti pula dengan peningkatan nilai kuat tekannya. Karena pada kuat tekan yang rendah, volume pori menjadi besar, sehingga rembesan air akan berjalan dengan cepat dan mengakibatkan ketahanan batuan menjadi rendah.

KESIMPULAN

Material batuan di sekitar Sentul city sebagian besar dikategorikan sebagai clay shale

dengan durabilitas bervariasi dari sangat rendah sampai menengah tinggi. Clay shale dengan kandungan lempung yang lebih banyak cenderung akan memiliki tingkat ketahanan yang lebih rendah. Berdasarkan nilai kekuatan batuannya, FHWA (1982) mengklasifikasikan kedalam kekuatan lunak. Pada pengujian durabilitas ini dilaksanakan sampai siklus ke 5, tujuannya adalah untuk membuktikan bahwa bila contoh dilakukan proses pengeringan dan pembasahan yang berulang-ulang, maka nilai ketahanan batuannya akan terus menurun.

Clay shale dapat dengan cepat mengalami pelapukan bila terkena pengaruh dari udara luar seperti perubahan cuaca dan iklim. Sehingga dalam kepentingan kontruksi perlu diminimalkan kontak dengan udara luar tersebut. Selain itu keberadaan clay shale juga

Seminar Nasional Kebumian XII

Hotel Sahid, 14 September 2017

Fakultas Teknologi Mineral, UPN ”Veteran” Yogyakarta ISBN 978-602-19765-5-5

merupakan indikasi awal untuk kewaspadaan terhadap bangunan di atasnya, sehingga perlu dilakukan investigasi geologi dan geoteknik lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

A study of the durability of some shales, mudrocks and siltstones from Brazil, Eduardo A.G, Marques, Euri Pedes Do A. Vargas JR, and Franklin S. Antunes, Geotechnical and Geological Engineering (2005), 23: 321–348

An Introduction to Geotechnical Engineering, Robert D. Holtz, William D. Kovacs, Prentice Hall Civil Engineering and Engineering Mechanics Series, 1981.

Assessing the Behavior of Clay-Bearing Rocks Using Static and Dynamic Slaking Indices, M. Heidari, B. Rafiei.,Y. Mohebbi, M. Torabi-Kaveh, Geotech Geol Eng (2015) 33:1017–1030

Effect of Initial Water Content on Saturated Hydraulic Conductivity in Desalinization with Slaking and Drying,Abul Hasnat . Shamim• Takeo Akae, Paddy Water Environ, 2011, 9:221–228

Engineering geological classification of weak rocks, Marion Nickmann, Georg Spaun And Kurosch Thuro, IAEG2006 Paper number 492, The Geological Society of London 2006, 1-9.

Engineering Geological Investigations Into the Border Between Hard and Weak Rocks, M. Nickmann, S. Sailer, J. Ljubesic & K. Thuro, Geologically Active – Williams et al. (eds), Taylor & Francis Group, London, ISBN 978-0-415-60034-7, 2010

Evaluation of Physical Determination of Slake-Prone Rock Subjected to Static Slaking Test, Imam A. Sadisun, Hideki Shimada, Masamoto Ichinose and Kikuo Matsui; The 11th Japan National Symposium for Rock Mechanics 2002

Fragility of a Dark Gray Shale in Northeastern Jamaica: Effects and Implications of Landslip Exposure, Mark Anglin Harris, Environ Earth Sci (2010), 61:369–377

Improving the Jar Slake, Slake Index and Slake Durability Tests for Shales, Paul M. Santi, Environmental and Engineering Geo science, Vol IV, No. 3, 385-396, 1998.

Methods for Predicting Shale Durability in the Field, Santi Paul M & Higgins Jerry D, Geotechnical Testing Journal Vol 21 No.3, ASTM, 1998

Pengaruh Derajat pelapukan Terhadap Potensi Mengembang Batulempung Formasi Subang, A. Nurjamil, I. A. Sadisun, dan Bandono, Proceedings Joint Convention Surabaya, 2005, 905- 912.Rock Mechanics, Alfred R Jumikis, Gulf Publishing Company, Houston London, 1983

Slaking Process and Mechanisms Under Static Wetting and Drying Cycles Slaking Tests in a Red Strata Mudstone, Jianfeng Qi, Wanghua Sui.Ying Liu,.Dingyang Zhang, Geotech Geol Eng (2015), 33:959–972

Slope Instability of Road Cuts Due to Rock Slaking, I. A. Sadisun & Bandono, H. Shimada, M. Ichinose & K. Matsui, 12th Asian Regional Conf. on Soil Mechanics & Geotechnical

Engineering, Leung et al. (eds) © 2003, 747-750

Standard Test Method for Slake Durability of Shales and Similar Weak Rocks, ASTM International, D 4644 – 87 (Reapproved 1998)

Studi Karakteristik Clay shale Bukit Sentul (Bogor) Berdasarkan Uji Lapangan dan Uji Laboratorium, Budijanto Widjadja, Tesis Universitas Katholik Parahyangan, 2001

Suggested Method for Determining Point Load Strength, ISRM, RTH 325-89.

The Role Of Clays And Shales In Low Resistivity Log Response, www.ihrdc.com/els/ipims- demo/t26/offline_IPIMS_s23560/resources/data/G4105.htm, 2016

Weathering and durability of the Goldsworthy Chalk Stones,South Downs, West Sussex, England, Cherith MosesÆ Rendel Williams, Environ Geol (2008) 56:495–506

Dalam dokumen 359560801 SEMNAS FTM 2017. pdf (Halaman 96-103)