• Tidak ada hasil yang ditemukan

24 buhan penduduk dan makin tidak terkendalinya pertumbuhan

Dalam dokumen Pembangunan Perumahan dan Permukiman di (Halaman 46-51)

kota utama (primacy city) yang menjadi penarik meningkatnya arus migrasi. Selain itu, laju pertumbuhan kawasan kumuh (di pusat kota maupun di tepi kota) juga dipicu oleh keterbatasan kemampuan dan ketidakpedulian masyarakat untuk melakukan perbaikan rumah (home improvement). Hal lain yang juga men-jadi pemicu adalah ketidakharmonisan antara struktur infra-struktur kota, khususnya jaringan jalan dengan kawasan per-mukiman yang terbangun. Di pinggir kota hal tersebut yang menimbulkan urban sprawl yang membawa dampak kepada kemacetan (congestion), ketidakteraturan, yang pada akhirnya menimbulkan ketidakefisienan serta pemborosan energi dan waktu.

Jumlah lokasi dan jumlah penduduk yang tinggal di per-mukiman kumuh pun terus meningkat dari tahun ke tahun. Dari data yang tersedia, jumlah lokasi permukiman kumuh pada tahun 1996 mencapai 4.886 titik dan dihuni oleh sekitar 2,28 juta jiwa. Jumlah tersebut meningkat tajam selama kurun waktu 10 tahun menjadi 15.739 lokasi dan dihuni oleh 3,5 juta jiwa pada tahun 2005. Selengkapnya pada Tabel III.6.

LUAS JUMLAH PENGHUNI KETERANGAN (HA) LOKASI (JIWA) 1996* 40.053 4.886 2.275.966 2000* 47.393 10.065 2.289.862 2003** 45.565 12.162 3.003.025*** 732.445 KK 2005** tad 15.739 3.505.115*** 854.906 KK Sumber : * RPJMN 2005-2009, Bappenas

** Statistik Potensi Desa Indonesia, BPS, (berbagai tahun) Keterangan :

*** Menggunakan asumsi rata-rata anggota keluarga pada Statistik Potensi Desa Indonesia 2003 yaitu 1 rumah tangga terdiri atas 4,1 jiwa

TABEL III.6

LUAS, LOKASI, DAN JUMLAH PENGHUNI KAWASAN KUMUH TAHUN 1996, 2000, 2003, DAN 2005

Menggunakan desa sebagai dasar data, berdasarkan data Statistik Potensi Desa tahun 2003 dan 2005, jumlah desa di Indonesia yang memiliki lingkungan permukiman kumuh pada tahun 2003 mencapai 4.089 desa dan meningkat menjadi 6.190 desa pada tahun 2005. Selengkapnya pada Tabel III.7.

PERKOTAAN PERDESAAN NASIONAL JUMLAHDESA YANGADAPERMUKIMANKUMUH TAHUN

2003 1.774 2.315 4.089

2005 2.269 3.921 6.190

Sumber: Statistik Potensi Desa Indonesia, BPS (Tahun 2003 dan 2005)

TABEL III.7

JUMLAH DESA YANG MEMILIKI LINGKUNGAN PERMUKIMAN KUMUH TAHUN 2003 DAN 2005

KONDISIPERUMAHAN JUMLAH(JUTA UNIT)

Backlog 5,8

Pertumbuhan kebutuhan/tahun 0,8

Rumah Tidak Layak Huni 13

Sumber: Presentasi Rencana dan Sasaran Program Kemenpera 2005 - 2007,13 Desember 2007

TABEL III.8

BACKLOGPERUMAHAN TAHUN 2007 3.1.6 BacklogPerumahan

Kondisi backlog perumahan sampai dengan tahun 2007 dapat dikatakan cukup tinggi yaitu mencapai 5,8 juta unit de-ngan pertumbuhan kebutuhan sekitar 800.000 unit pertahun. Hal tersebut ditambah lagi dengan kondisi rumah tidak layak huni yang mencapai 13 juta unit.

Pada tahun 2000, jumlah rumah tangga yang belum memi-liki rumah mencapai 4 juta rumah tangga. Jumlah tersebut merupakan akumulasi dari kebutuhan tahun sebelumnya yang belum terakomodasi oleh penyediaan rumah yang dilakukan oleh BUMN, developer swasta, maupun swadaya masyarakat. Selain itu, peningkatan kebutuhan rumah juga disebabkan oleh pertumbuhan jumlah rumah tangga. Bila pemerintah berke-inginan agar kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dalam waktu 10 tahun, ditambah dengan peningkatan kebutuhan rumah aki-bat pertumbuhan penduduk (pertumbuhan rumah tangga), maka sejak tahun 2000 total kebutuhan rumah per tahun ada-lah sebesar 1,1 juta unit. Dengan demikian pada akhir tahun 2004 total kebutuhan rumah akan mencapai 5,8 juta unit, dan pada tahun 2009 sebesar 11,6 juta unit.

TAHUN

25

JUMLAHRTYANGBELUM TOTALKEBUTUHAN MEMILIKIRUMAH RUMAH(UNIT)

2000 4.338.864 1.663.533

2004 Tad 5.832.665

2009 Tad 11.665.330

Sumber : RPJMN 2005-2009, Bappenas Keterangan: tad = tidak tersedia data

TABEL III.9

JUMLAH KEBUTUHAN RUMAH TAHUN 2000, 2004, DAN 2009

JUMLAH JUMLAH TWINBLOK UNIT NO LOKASI 1 NAD 1 98 2 Sumatera Utara 11 1.055 3 Sumatera Barat 3 290 4 Sumatera Selatan 3 288 TABEL III.10

JUMLAH RUSUNAWA TERBANGUN TIAP PROPINSI TAHUN 2004-2007

3.1.7 Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) dan Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami) Pembangunan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) ditujukan bagi masyarakat berpendapatan rendah yang belum mampu untuk memiliki rumah. Selain itu, pembangunan rusunawa pada dasarnya bukan semata-mata menyediakan hunian sewa yang layak tetapi merupakan bagian dari upaya untuk penanggulangan kemiskinan. Melalui penyediaan hunian sewa yang terjangkau, diharapkan masyarakat miskin dapat secara bertahap memperbaiki kualitas hidup dan kehidupan-nya.

Sampai dengan akhir tahun 2007, hasil pencapaian pem-bangunan rusunawa masih jauh dari target yang diharapkan. Dari target 60.000 unit, jumlah rusunawa yang sudah dibangun baru mencapai 16.006 unit dan terbagi ke dalam 169,5 twin blok (27% dari target). Instansi yang membangun rusunawa tersebut adalah Kementerian Negara Perumahan Rakyat, Departemen Pekerjaan Umum, Dinas Perumahan DKI Jakarta, dan Perum Perumnas.

Dari sejumlah rusunawa yang terbangun tersebut, hanya sekitar 3.790 unit yang telah dihuni oleh masyarakat (22,7% dari total rusunawa), sedangkan sisanya sebanyak 11.928 unit belum dihuni dan 288 unit lainnya masih dalam proses penghunian. Tingkat hunian yang rendah disebabkan oleh kurangnya dukungan penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman seperti prasarana air minum, air limbah, persam-pahan, drainase, dan listrik. Selain itu juga pemilihan lokasi yang jauh dari komunitas dan tempat bekerja yang tanpa didukung oleh prasarana dan sarana transportasi memadai menjadi kendala utama penyebab rendahnya keberminatan masyarakat untuk menghuni rusunawa.

JUMLAH JUMLAH TWINBLOK UNIT NO LOKASI 5 Jambi 1 98 6 Lampung 1 98 7 Kepulauan Riau 5 432 8 Banten 1 98 9 DKI Jakarta 41 3.916 10 Jawa Barat 26,5 2.504 11 DIY 11 1.022 12 Jawa Tengah 18 1.718 13 Jawa Timur 24 2.208 14 NTT 1 98 15 Bali 1 98 16 Sulawesi Selatan 10 933 17 Sulawesi Tengah 1 98 18 Sulawesi Tenggara 1 98 19 Sulawesi Utara 2 180 20 Kalimantan Barat 1 96 21 Kalimantan Tengah 1 98 22 Kalimantan Timur 3 290 23 Papua 2 192 TOTAL 169,5 16.006

Sumber : Kementerian Negara Perumahan Rakyat, 2007 TAHUN

26

SUDAH BELUM DIHUNI DIHUNI Kemenpera 506 3.339 - 3.845 Departemen PU 2.680 5.713 288 8.681 Perum Perumnas 96 576 - 672 Dinas Perumahan 508 2.300 - 2.808 DKI Jakarta TOTAL 3.790 11.928 288 16.006 TABEL III.11

TINGKAT HUNIAN RUSUNAWA TAHUN 2007 (UNIT)

Sumber : Kementerian Negara Perumahan Rakyat, 2007

Sumber : Kementerian Negara Perumahan Rakyat, 2008

Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami)1 adalah rumah susun yang arsitektur bangunannya sederhana yang dimiliki oleh perseorangan dan/atau badan hukum. Pembangunan rusunami dapat menjadi salah satu alternatif solusi berbagai masalah perkotaan. Secara lebih luas, rusunami diharapkan tidak hanya mengatasi masalah pemenuhan kebutuhan hunian masyarakat perkotaan. Rusunami di kawasan perkotaan diharapkan dapat mengurangi beban transportasi kota dengan kawasan perkotaan di sekitarnya.

Di dalam RPJM 2005-2009, target pembangunan rusunami adalah sebanyak 25.000 unit. Pembangunan rusunami baru dimulai tahun 2008 dengan dibangunnya 2.633 unit hunian. Untuk mengejar target pembangunan, pada tahun 2009 diren-canakan pembangunan rusunami sebanyak 41.962 unit. Dengan demikian, pada akhir tahun 2009 diperkirakan akan tersedia 44.595 unit rusunami. Sampai saat ini tercatat 42 tower rusunami (15.323 unit hunian bersubsidi) sedang dalam tahap pembangunan dan diperkirakan akan selesai dibangun pada akhir tahun 2008.

3.1.8 Subsidi KPR/KPS

Untuk menyediakan rumah yang layak huni dan terjangkau khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), pemerintah menyediakan subsidi untuk pembangunan perumahan sederhana sehat. Fasilitas subsidi perumahan tersebut dapat berupa subsidi selisih bunga, subsidi uang muka atau subsidi untuk membangun/memperbaiki rumah

1Berdasarkan Permeneg Perumahan Rakyat Nomor 10/Permen/M/2008 tentang Tata Laksana Penghunian dan Pengalihan Satuan Rumah Susun Sederhana Milik.

yang bertujuan untuk membantu MBR atas sebagian biaya membangun/memperbaiki RSH yang pokok pembiayaannya disediakan oleh Lembaga Keuangan Bank (LKB)/Lembaga Keuangan Non-Bank (LKNB)/Koperasi.

Perkembangan kebutuhan anggaran subsidi perumahan, alokasi dana subsidi perumahan, realisasi pembayaran subsidi perumahan, dan penerbitan RSH terus meningkat dari tahun ke tahun. Dapat dilihat dari Gambar 3.9 bahwa jumlah alokasi dana subsidi perumahan sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2009 terus mengalami peningkatan yang cukup sig-nifikan. Pada tahun 2004 jumlah dana subsidi perumahan sebesar Rp. 251 Milyar, naik menjadi Rp. 252 Milyar pada tahun 2005, pada tahun 2006 besarannya tetap sebesar Rp. 252 Milyar, naik menjadi Rp. 300 Milyar pada tahun 2007, Rp. 800 Milyar pada tahun 2008, dan menjadi Rp. 2,5 Triliun pada tahun 2009. Dengan demikian, sejak tahun 2004 sampai de-ngan 2009, jumlah alokasi anggaran subsidi perumahan yang diberikan Pemerintah mencapai Rp. 4,3 Triliun.

GAMBAR 3.9

PERKEMBANGAN ALOKASI DANA DAN SUBSIDI PERUMAHAN TAHUN 2004-2009

Sementara itu, jumlah Kredit Pemilikan Rumah Sederhana Sehat Bersubsidi terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 realisasi penerbitannya baru sebesar 30 ribu unit, kemudian meningkat menjadi 63 ribu unit (meningkat 106,1 %) pada tahun 2005, 78 ribu unit pada tahun 2006, dan 122 ribu unit pada tahun 2007. Dengan demikian selama kurun waktu empat tahun telah terjadi peningkatan jumlah penerbitan KPRSH sebesar hampir mencapai 300%.

INSTANSI

PEMBANGUN JUMLAH

Pembangunan Perumahan dan Permukiman di Indonesia

DALAM PROSES PENGHUNIAN

27

TAHUN JUMLAH 2004 30.918 2005 63.713 2006 78.174 2007 122.811 TABEL III.12

JUMLAH PENERBITAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH SEDERHANA SEHAT BERSUBSIDI (KPRSH)

TAHUN 2004-2007 (UNIT)

Sumber : Kementerian Negara Perumahan Rakyat, 2008

3.2 Air Minum

3.2.1 Cakupan Pelayanan Air Minum

Air minum yang aman menurut Susenas 2007 didefinisikan sebagai air yang berasal dari sumur terlindungi, ledeng,

pompa, mata air terlindungi, air kemasan dan air hujan. Berdasarkan data Susenas, sumber air minum yang aman telah terjangkau oleh sekitar 81,5% masyarakat pada tahun 2007. Angka tersebut tidak menunjukkan perubahan cakupan layanan air minum yang signifikan dibanding tahun 2002 yang sebesar 78%.

Peningkatan tersebut terutama didominasi oleh pening-katan pemanfaatan sumber air minum dari sumur pompa. Penggunaan air kemasan walaupun meningkat tajam tetapi bukan merupakan sumber yang layak dikategorikan sebagai barang publik tetapi lebih sebagai komoditas dagang. Sumber air ledeng dan air hujan relatif stabil. Sementara penggunaan sumber air yang tidak aman seperti sumur tak terlindungi dan air sungai cenderung berkurang signifikan. Pemanfaatan sum-ber tidak aman lainnya relatif tetap.

TABEL III.13

PROPORSI RUMAH TANGGA MENURUT SUMBER AIR YANG DIGUNAKAN TAHUN 2002-2007 (%)

PERKOTAAN PERDESAAN PERKOTAAN+PERDESAAN NO. SUMBERAIR

2002 2007 2002 2007 2002 2007

1 Air Kemasan* 2.89 14.45 0.25 1.65 1.43 7.18

2 Ledeng* 33.32 27.91 6.17 7.28 18.3 16.18

3 Pompa* 21.07 23.41 9.06 13.22 14.43 17.62

4 Sumur Terlindungi* 30.38 24.3 36.93 34.46 34 30.07

5 Sumur Tak Terlindungi 6.8 4.43 17.81 14.8 12.89 10.32

6 Mata Air Terlindungi 2.38 2.53 12.12 11.9 7.77 7.86

7 Mata Air Tak Terlindungi* 0.68 0.8 7.85 7.79 4.65 4.77

8 Air Sungai 0.72 0.45 5.46 4.98 3.34 3.02

9 Air Hujan* 1.35 1.28 3.95 3.54 2.79 2.57

10 Lainnya 0.41 0.44 0.38 0.38 0.39 0.4

Jumlah 100 100 100 100 100 100

Total Sumber Air Minum Aman 91.39 93.88 68.48 72.05 78.72 81.48

Data dan Informasi Dasar

Sumber : Statistik Kesejahteraan Rakyat, BPS (berbagai tahun) Keterangan:

28

GAMBAR 3.10

CAKUPAN PELAYANAN AIR MINUM DI KOTA-DESA, 2002 DAN 2007

Sumber : Statistik Kesejahteraan Rakyat, BPS

GAMBAR 3.12

CAKUPAN PELAYANAN AIR MINUM DI PERDESAAN TAHUN 2002 DAN 2007

Sumber : Statistik Kesejahteraan Rakyat, BPS

GAMBAR 3.11

CAKUPAN PELAYANAN AIR MINUM DI PERKOTAAN TAHUN 2002 DAN 2007

Sumber : Statistik Kesejahteraan Rakyat, BPS

Secara umum, akses terhadap sumber air minum yang aman di daerah perkotaan mencapai 94% yang relatif lebih besar dari daerah perdesaan yang hanya sebesar 72% pada tahun 2007. Sumber air minum daerah perkotaan didominasi oleh ledeng, sumur pompa dan sumur terlindungi. Sementara daerah perdesaan masih mengandalkan sumber dari sumur terlindungi, namun sumber air yang tidak aman juga masih relatif signifikan yaitu berupa sumur tak terlindungi.

Penggunaan sumber air minum yang aman di perkotaan pada tahun 2007 sebesar 94% menunjukkan peningkatan yang tidak signifikan dibanding kondisi tahun 2002 yang sudah menca-pai 92%. Sementara penggunaan sumber air minum yang aman di daerah perdesaan menunjukkan peningkatan yang cukup berarti dibanding tahun 2002 yang baru mencapai 66%.

Hal yang menarik di daerah perkotaan adalah penggunaan sumber air minum berupa air kemasan yang mengalami lon-jakan hampir 400% dari tahun 2002 yang hanya sebesar 2,89% menjadi 14,45% pada tahun 2007. Sementara penggu-naan sumber air minum berupa air ledeng menurun dalam kurun tersebut.

Walaupun demikian, penggunaan sumber air minum tidak aman berupa sumur tak terlindungi juga mengalami penu-runan. Berbeda dengan di daerah perkotaan, penggunaan sumber air minum berupa air kemasan di daerah perdesaan tidak menunjukkan perubahan berarti. Demikian pula ledeng dan mata air telindungi. Tapi tidak demikian halnya dengan penggunaan pompa yang meningkat cukup besar. Dilain pihak, penggunaan sumur tak terlindungi, mata air tak terlindungi dan air sungai mengalami penurunan.

Khusus mengenai air perpipaan yang diproduksi oleh PDAM, tabel berikut ini menunjukkan data mengenai produksi air yang dihasilkan oleh PDAM. Kapasitas produksi yang ber-hasil dicapai oleh perusahaan selama periode 2001-2005 juga mengalami peningkatan cukup berarti, baik kapasitas produksi potensial maupun efektif. Sementara kapasitas produksi efektif meningkat dari 41,62% (tahun 2001) meningkat menjadi 50,52% (tahun 2005). Efektifitas produksi yang pada tahun 2001 menca-pai 71,95% meningkat menjadi 78,36% pada tahun 2005. Hal ini menunjukkan jumlah pelanggan air minum PDAM secara kontinu terus meningkat secara signifikan sejalan dengan kesadaran masyarakat akan kebutuhan air bersih.

29

Dalam dokumen Pembangunan Perumahan dan Permukiman di (Halaman 46-51)