• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

4. Buku Cerita Bergambar

5. Buku cerita bergambar memuat komponen berupa halaman sampul, halaman judul, cerita/narasi , ilustrasi cerita.

6. Buku cerita bergambar dicetak dengan menggunakan kertas HVS 80gsm untuk sampul buku serta kertas Art Paper 150gsm untuk isi buku.

7. Buku cerita bergambar dicetak dengan ukuran 21cm x 18cm. Desain buku cerita bergambar dapat dilihat pada gambar 1.1.

Gambar 1.1 Desain Buku Cerita Bergambar

21 cm

11 BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab II mengenai kajian pustaka yang membahas mengenai teori-teori yang mendukung di dalam penelitian, penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan pertanyaan dalam penelitian.

A. Kajian Pustaka 1. Literasi

Konsep dasar literasi dapat dipahami sebagai sebuah konsep yang terus berkembang, dan akan terus berkonsekuensi pada penggunaan media digital di kelas, sekolah, dan masyarakat (Abidin, Mulyati, & Yunansah, 2018:3). Pada awalnya literasi diasumsikan hanya sebagai kemampuan membaca dan menulis (Abidin, dkk., 2018:1). Namun seiring perkembangan zaman, literasi lalu didefinisikan sebagai kemampuan untuk menggunakan bahasa dan gambar dalam bentuk yang kaya dan beragam untuk membaca, menulis, mendengarkan, berbicara, melihat, menyajikan dan berpikir kritis tentang ide-ide (Abidin, dkk., 2018:1). Saat ini, literasi dinyatakan sebagai proses kompleks yang melibatkan pembangunan pengetahuan sebelumnya, budaya, dan pengalaman baru untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman secara lebih mendalam (Abidin, dkk., 2018:1). Literasi dapat berfungsi menjadi alat penghubung antar individu atau masyarakat untuk menghasilkan ide-ide baru yang dikaji secara mendalam berdasarkan pengalaman yang telah terjadi.

Saat ini, literasi telah disematkan pada setiap aspek kehidupan dan dapat menggantikan istilah “pengetahuan” (Dewayani, 2017:11). Selanjutnya (Dewayani, 2017:11) memberikan contoh, literasi moral adalah pemahaman akan permasalahan moral dan kemampuan untuk mengambil keputusan yang dapat diterima secara moral. Literasi menjadi paradigma pengetahuan yang tercermin dalam sikap dan perilaku seseorang dalam menghadapi tantangan abad-21. Menjadi seorang literat perlu memiliki kecakapan literasi dasar (literasi bahasa dan sastra, numerik, sains, finansial, teknologi dan komunikasi, serta budaya dan kewarganegaraan). Kecakapan literasi dasar merupakan kemampuan dalam memahami makna dari teks yang meliputi kemampuan membaca, menulis, menggunakan potensi dan keterampilan yang dimiliki untuk hidupnya, dan merupakan dasar untuk belajar sepanjang hayat (Yuningsih, 2019:139). Membaca dalam konsep literasi diartikan sebagai kegiatan membangun makna, menggunakan informasi dari bacaan secara langsung dalam kehidupan, dan mengaitkan informasi dari teks dengan pengalaman pembaca (Abidin, dkk., 2018:165). Berdasarkan pemaparan tersebut, membaca menjadi salah satu cara dalam menemukan pengetahuan baru dan mengolaborasikan pengetahuan tersebut dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya menjadi sebuah penemuan untuk kehidupan seseorang.

Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa literasi adalah proses pengembangan pengetahuan secara mendalam melalui berbagai cara dan bentuk sebagai usaha untuk menemukan ide atau pengetahuan baru yang bermakna bagi kehidupan. Hal tersebut berkaitan dengan tujuan penelitian, yaitu membantu siswa dalam menambah pengetahuannya.

2. Standar Kemampuan Membaca

Sebuah informasi tidak dapat dicapai secara langsung, namun memerlukan beberapa kemampuan awal. Kegiatan membaca membutuhkan kemampuan menganalisis dan menyintesis informasi, sehingga pemahaman yang dihasilkan memiliki struktur makna yang kompleks (Abidin, dkk., 2018:165). Selain memerlukan kemampuan awal, pada literasi membaca membutuhkan standar kemampuan membaca. Terdapat sepuluh standar kemampuan membaca berdasarkan pendapat Abidin, dkk. (2018:33).

a) Membaca cermat untuk menentukan apa yang dikatakan teks secara eksplisit dan untuk membuat interferensi logis atas teks; mengutip peristiwa khusus yang terdapat dalam teks ketika menulis atau berbicara untuk mendukung kesimpulan atas isi teks.

b) Menjelaskan ide utama atau tema yang terdapat dalam teks dan menganalisis pengembangannya; merangkum ide dan detail penjelas yang terdapat dalam teks.

c) Menganalisis bagaimana dan mengapa individu, peristiwa, atau ide dikembangkan dan diintegrasikan di dalam teks.

d) Menginterpretasikan kata dan frasa yang digunakan dalam teks, termasuk menjelaskan kata-kata atau frasa teknis, konotatif, dan makna figuratif, serta menganalisis bagaimana kata-kata khusus dipilih untuk mempertajam makna teks.

e) Menganalisis struktur teks, termasuk menjelaskan bagaimana kalimat, paragraf, dan bagian/nan/adegan/stanza yang terdapat dalam teks saling berhubungan, baik antara satu bagian dengan bagian lain maupun secara utuh.

f) Menilai bagaimana sudut pandang atau tujuan mempertajam isi dan gaya sebuah teks.

g) Mengintegrasikan dan menilai isi teks yang disajikan dalam berbagai bentuk dan media termasuk yang disajikan secara visual, performa, dan kuantitatif.

h) Memetakan dan mengevaluasi argumen dan klaim khusus yang terdapat dalam teks, termasuk keabsahan penalaran, serta relevansi dan kecukupan buktinya.

i) Menganalisis bagaimana dua atau lebih teks memiliki kesamaan tema atau topik dalam rangka membangun pengetahuan atau untuk membandingkan pendekatan yang digunakan penulis dalam mengembangkan teks tersebut.

j) Membaca dan memahami teks literasi dan informasi yang kompleks secara mandiri dan mahir.

Berdasarkan pemaparan ahli, dapat disimpulkan bahwa membaca membutuhkan kemampuan menganalisis dan menyintesis informasi untuk mengembangkan pengetahuan dan potensi pembaca agar dapat berguna dalam kehidupannya. Selain itu, kegiatan membaca memiliki sepuluh standar kemampuan membaca yang perlu dicapai. Dalam penelitian ini, peneliti berfokus pada kemampuan membaca siswa SD kelas II dalam berliterasi. Peneliti melihat standar kemampuan membaca poin a, b, d, dan g. Keempat poin tersebut adalah a) membaca cermat untuk menentukan gagasan, b) merangkum gagasan-gagasan menjadi sebuah kesimpulan, d) memahami makna kata atau frasa, g) membuat kesimpulan sesuai dengan kemampuan siswa. Standar kemampuan tersebut diimplementasikan pada penelitian ini dalam kemampuan siswa menemukan peristiwa penting dalam teks yang berupa cerita fiksi, menyampaikan pendapatnya dalam kesimpulan cerita, menjelaskan isi teks, dan menambah kosakata baru.

3. Gerakan Literasi Sekolah a. Pengertian Gerakan Literasi Sekolah

Perkembangan informasi pada abad ke-21 sangatlah cepat dan bersifat global. Hal ini didukung oleh perkembangan teknologi informasi yang ada. Maka kemampuan literasi juga ikut berkembang. Yuningsih (2019:137) menyatakan bahwa generasi mendatang harus memiliki kemampuan literasi dasar, kompetensi abad-21, dan kualitas karakter agar hidup dengan layak di lingkungan masyarakat dunia pada abad-21. Literasi dasar meliputi literasi bahasa dan sastra, numerik, sains, finansial, teknologi dan komunikasi, serta

budaya dan kewarganegaraan. Kompetensi abad-21 meliputi berpikir kritis dan pemecahan masalah, berpikir kreatif dan inovasi, komunikasi, dan kolaborasi. Kualitas karakter yang diharapkan adalah rasa ingin tahu, inisiatif, pantang menyerah, adaptasi, kepemimpinan, dan sosial budaya.

Hal tersebut mempengaruhi sistem pembelajaran yang ada di Indonesia. Pemerintah Indonesia mengembangkan kurikulumnya sesuai dengan tuntutan abad 21. Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006. Pada kurikulum 2013 memiliki fokus kebijakan pendidikan yang mengarah pada kecakapan abad-21, yaitu literasi, kompetensi, dan karakter (Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015). Dimana kecakapan literasi berfokus pada tujuan kurikulum 2013, yaitu meningkatkan mutu pendidikan dengan menyeimbangkan hard skill dan soft skill melalui kemampuan sikap, pengetahuan, dan keterampilan dalam rangka menghadapi tantangan global yang terus berkembang, serta membentuk dan meningkatkan sumber daya manusia yang produktif, kreatif, dan inovatif (Fadillah, 2014:25).

Pada Kurikulum 2013 mata pelajaran bahasa Indonesia terintegrasi dengan pembelajaran lain sehingga pembelajaran dilaksanakan melalui pendekatan literasi, terintegrasi, dan berdifrensiasi (Abidin, dkk., 2018:278). Dalam mewujudkan pelaksanaan Kurikulum 2013, pemerintah menyelenggarakan adanya gerakan sebagai wujud nyata peningkatan literasi siswa. Gerakan tersebut adalah Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Gerakan literasi sekolah (GLS) merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara

menyeluruh dan berkelanjutan untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik (Faizah, dkk., 2016:2). Gerakan ini hadir karena adanya tuntutan kemampuan siswa pada abad 21, yaitu kemampuan memahami informasi secara analitis, kritis, dan reflektif (Faizah, dkk., 2016:1). GLS dikembangkan berdasarkan empat dari sembilan agenda prioritas (Nawacita) yang terkait dengan tugas dan fungsi Kemendikbud (Faizah, dkk., 2016:1). Keempat agenda prioritas yang dimaksud, yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia, meningkatkan produktivitas dan daya saing di pasar internasional, melakukan revolusi karakter bangsa, serta memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia. Gerakan ini dikembangkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Gerakan Literasi Sekolah ini diwadahi dalam Gerakan Literasi Nasional.

Berdasarkan pemaparan para ahli, dapat disimpulkan bahwa Gerakan Literasi Sekolah adalah upaya pemerintah Republik Indonesia untuk menciptakan perilaku literat secara menyeluruh guna meningkatkan kualitas hidup warganya. Gerakan ini menjadi langkah awal peneliti dalam melakukan penelitian guna menghasilkan salah satu media literasi bagi siswa SD kelas II, yaitu buku cerita bergambar.

b. Tujuan Gerakan Literasi Sekolah

Menurut Faizah (2016:2) Gerakan literasi sekolah memiliki 2 macam tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum Gerakan Literasi Sekolah adalah menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui

pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan dalam Gerakan Literasi Sekolah agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat. Sedangkan tujuan khusus Gerakan Literasi Sekolah adalah 1) menumbuhkembangkan budaya literasi di sekolah; 2) meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah agar literat; 3) menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah anak agar warga sekolah mampu mengelola pengetahuan; 4) menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan menghadirkan beragam buku bacaan dan mewadahi berbagai strategi membaca. Pada Undang-Undang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 tahun 2015 juga dijelaskan bahwa Gerakan Literasi Sekolah bertujuan untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran berbudaya literasi serta membentuk warga sekolah yang literat dalam hal baca tulis, numerasi, sains, digital, finansial, budaya dan kewargaan.

Berdasarkan pemaparan ahli, peneliti mengetahui bahwa terdapat dua jenis tujuan gerakan literasi sekolah, yaitu umum dan khusus. Secara sederhana tujuan gerakan literasi sekolah adalah membentuk budaya literasi dalam setiap unsur sekolah dalam berbagai cara agar membentuk pengetahuan yang makna. Pada penelitian ini tujuan gerakan literasi sekolah menjadi latar belakang pengembangan buku cerita bergambar sebagai media pelaksanaan gerakan literasi sekolah.

c. Prinsip Gerakan Literasi Sekolah

Menurut Beers (dalam Wiedarti, 2016:11), praktik-praktik yang baik dalam gerakan literasi sekolah menekankan prinsip-prinsip sebagai berikut. 1) Perkembangan literasi berjalan sesuai tahap perkembangan yang dapat

diprediksi.

Tahap perkembangan anak dalam belajar membaca dan menulis saling beririsan antar tahap perkembangan. Memahami tahap perkembangan literasi peserta didik dapat membantu sekolah untuk memilih strategi pembiasaan dan pembelajaran literasi yang tepat sesuai kebutuhan perkembangan mereka.

2) Program literasi yang baik bersifat berimbang

Sekolah yang menerapkan program literasi berimbang menyadari bahwa tiap peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda. Oleh karena itu, strategi membaca dan jenis teks yang dibaca perlu divariasikan dan disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Program literasi yang bermakna dapat dilakukan dengan memanfaatkan bahan bacaan kaya ragam teks, seperti karya sastra untuk anak dan remaja. 3) Program literasi terintegrasi dengan kurikulum

Pembiasaan dan pembelajaran literasi di sekolah adalah tanggung jawab semua guru di semua mata pelajaran sebab pembelajaran mata pelajaran apa pun membutuhkan bahasa, terutama membaca dan menulis. Dengan demikian, pengembangan profesional guru dalam hal literasi perlu diberikan kepada guru semua mata pelajaran.

4) Kegiatan membaca dan menulis dilakukan kapan pun

Sebagai contoh, ‘menulis surat kepada presiden’ atau ‘membaca untuk ibu’ merupakan contoh-contoh kegiatan literasi yang bermakna. 5) Kegiatan literasi mengembangkan budaya lisan

Kelas berbasis literasi yang kuat diharapkan memunculkan berbagai kegiatan lisan berupa diskusi tentang buku selama pembelajaran di kelas. Kegiatan diskusi ini juga perlu membuka kemungkinan untuk perbedaan pendapat agar kemampuan berpikir kritis dapat diasah. Peserta didik perlu belajar untuk menyampaikan perasaan dan pendapatnya, saling mendengarkan, dan menghormati perbedaan pandangan.

6) Kegiatan literasi perlu mengembangkan kesadaran terhadap keberagaman

Warga sekolah perlu menghargai perbedaan melalui kegiatan literasi di sekolah. Bahan bacaan untuk peserta didik perlu merefleksikan kekayaan budaya Indonesia agar mereka dapat menunjukkan pada pengalaman multikultural.

Berdasarkan pemaparan ahli, peneliti melakukan penelitian dengan mengimplementasikan prinsip 1, 5, dan 6. Ketiga prinsip tersebut adalah 1) perkembangan literasi berjalan sesuai tahap perkembangan yang dapat diprediksi, 5) kegiatan literasi mengembangkan budaya lisan, serta 6) kegiatan literasi perlu mengembangkan kesadaran terhadap keberagaman. Prinsip pertama digunakan sebagai dasar dalam memilih jenis cerita dan isi

cerita yang sesuai dengan perkembangan siswa. Prinsip kelima diimplementasikan dalam kegiatan refleksi siswa melalui pertanyaan di akhir cerita dan dilanjutkan dengan kegiatan diskusi bersama guru. Sementara itu, prinsip keenam diimplementasikan pada isi cerita pada buku cerita bergambar.

d. Tahapan Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah

Pelaksanaan gerakan literasi sekolah di Sekolah Dasar (SD) terdapat dua jenjang, SD kelas rendah (kelas 1 sampai dengan kelas 3) dan SD kelas tinggi (kelas 4-6). Pada kedua jenjang tersebut memiliki tiga tahapan pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah, yaitu pembiasaan, pengembangan, dan pembelajaran (Faizah, dkk., 2016:5). Setiap tahap memiliki kecakapan literasi dan fokus kegiatan yang berbeda pada setiap jenjang.

1) Tahap Pembiasaan

Tahap pembiasaan bertujuan untuk menumbuhkan minat peserta didik terhadap bacaan dan terhadap kegiatan membaca (Faizah, dkk., 2016:7). Kecakapan literasi pada jenjang SD kelas rendah adalah kecakapan komunikasi dan berpikir kritis (Faizah, dkk., 2016:7). Siswa kelas rendah diharapkan dapat mengartikulasikan empati terhadap tokoh cerita sebagai kecakapan literasi berupa komunikasi. Selain itu, siswa SD kelas rendah diharapkan dapat memisahkan fakta dan diksi guna mengasah kemampuan berpikir kritis. Fokus kegiatan pada tahap pembiasaan siswa SD kelas rendah adalah membacakan buku dengan nyaring atau membaca dalam hati (Faizah, dkk., 2016:7).

2) Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan bertujuan untuk mempertahankan minat terhadap bacaan dan terhadap kegiatan membaca, serta meningkatkan kelancaran dan pemahaman membaca peserta didik (Faizah, dkk., 2016:27). Kecakapan literasi pada jenjang SD kelas rendah adalah menyimak cerita, memahami kata dan membaca gambar dalam cerita, menjawab pertanyaan tentang tokoh dan peristiwa dalam cerita, menyampaikan pendapat melalui gambar atau kalimat sederhana, serta mengidentifikasi tokoh utama dan alur cerita (Faizah, dkk., 2016:27). Adanya kecakapan literasi yang diharapkan, maka fokus kegiatan dalam tahap ini berupa membaca nyaring, membaca dengan panduan guru, membaca bersama, membaca mandiri, serta menggambar atau menulis suatu tokoh atau peristiwa dalam cerita (Faizah, dkk., 2016:29).

3) Tahap Pembelajaran

Tahap ketiga dalam pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah pada SD adalah tahap pembelajaran. Tahap pembelajaran bertujuan untuk mempertahankan minat peserta didik terhadap bacaan dan terhadap kegiatan membaca, serta meningkatkan kecakapan literasi peserta didik melalui buku-buku pengayaan dan buku teks pelajaran (Faizah, dkk., 2016:57). Kegiatan literasi pada tahap pembelajaran meningkatkan kemampuan berbahasa reseptif (membaca dan menyimak) dan aktif (berbicara dan menulis) yang dijelaskan secara

rinci dalam konteks dua kegiatan utama di tahap ini, yaitu membaca dan menulis (Faizah, dkk., 2016:57).

Berdasarkan pemaparan ahli, dapat disimpulkan bahwa implementasi Gerakan Literasi Sekolah pada siswa SD kelas rendah diharapkan mencapai keterampilan menyimak cerita untuk menumbuhkan empati, mengenali dari membuat kesimpulan terhadap gambar dengan membaca. Kecakapan literasi pada siswa SD kelas rendah, terutama kelas II, adalah komunikasi dan berpikir kritis. Kecakapan literasi dicapai melalui kegiatan menyimak, membaca, berbicara, menulis (kata, kalimat, atau gambar sederhana), dan mengidentifikasi unsur intrinsik pada cerita. Selain itu, peneliti melihat bahwa jenis bacaan yang digunakan sebagai media GLS pada siswa SD kelas rendah adalah buku cerita bergambar, buku tanpa teks, buku dengan teks sederhana baik fiksi maupun non fiksi.

e. Target Capaian Gerakan Literasi Sekolah Bagi Siswa SD Kelas Bawah Menurut Faizah (2016:3) Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar menciptakan ekosistem pendidikan di SD yang literat. Ekosistem pendidikan yang literat adalah lingkungan yang :

1) Menyenangkan dan ramah peserta didik, sehingga menumbuhkan semangat warganya dalam belajar,

2) Semua warganya menunjukkan empati, peduli, dan menghargai sesama.

3) Memampukan warganya cakap berkomunikasi dan dapat berkontribusi kepada lingkungan sosialnya.

4) Mengakomodasi partisipasi seluruh warga sekolah dan lingkungan eksternal SD.

Selanjutnya, Faizah (2016:7) menjelaskan bahwa kegiatan GLS di kelas rendah diharapkan mencapai keterampilan menyimak cerita untuk menumbuhkan empati, memahami bacaan, dan membuat kesimpulan terhadap gambar atau tulisan dengan membaca.

Berdasarkan pemaparan ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat empat target capaian GLS di Sekolah Dasar dengan menciptakan ekosistem pendidikan literat. Penelitian ini berfokus pada syarat ekosistem pendidikan literat poin ketiga. Warga sekolah yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah siswa. Kegiatan refleksi dan diskusi dengan guru melatih siswa mengkomunikasikan pendapatnya kepada orang lain. Selain itu, capaian keterampilan menyimak diaplikasikan dalam pembuatan pertanyaan refleksi bagi siswa di setiap akhir cerita.

4. Buku Cerita Bergambar

a. Pengertian Buku Cerita Bergambar

Sebagian orang menyebutkan bacaan anak berupa buku bergambar dengan istilah buku bergambar (picture books), buku cerita bergambar (picture story books), atau keduanya dianggap sama (Nurgiyantoro, 2016:153). Huck (1987:197) mengungkapkan bahwa buku bergambar adalah yang menyampaikan pesan melalui dua cara, yaitu ilustrasi gambar dan tulisan. Sedangkan Mitchell (2003:87) menyatakan bahwa buku cerita bergambar adalah buku yang menyampaikan cerita bergambar dan teks, dan

keduanya saling menjalin. Kedua istilah tersebut berdekatan arti, hanya berbeda istilah.

Nurgiyantoro (2016:152) menegaskan pengertian buku cerita bergambar bahwa buku cerita bergambar adalah buku bacaan cerita yang menampilkan teks narasi secara verbal dan disertai dengan gambar ilustrasi. Ilustrasi dan cerita memiliki ikatan saling menjelaskan. Pembaca dapat membaca secara lebih konkret saat mengamati gambar dan membaca teks narasi lewat huruf-hurufnya (Nurgiyantoro, 2016:153). Bila ilustrasi atau cerita berdiri sendiri belum tentu dapat mengungkapkan cerita secara jelas. Lukens (2003:38) menegaskan bahwa gambar-gambar yang ada di dalam buku cerita bergambar akan membuat tulisan verbal menjadi lebih kelihatan, konkret, dan memperkaya makna teks.

Berdasarkan pemaparan beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa buku cerita bergambar merupakan buku yang menyampaikan pesan melalui ilustrasi dan tulisan. Kedua komponen buku cerita bergambar harus hadir agar pembaca mendapatkan pengalaman membaca yang lebih konkret. b. Fungsi Buku Cerita Bergambar

Fungsi buku cerita bergambar bagi anak menurut Mitchel (2003:87) adalah sebagai berikut, 1) buku cerita bergambar dapat membantu anak terhadap pengembangan dan perkembangan emosi. 2) buku cerita bergambar dapat membantu anak untuk belajar tentang dunia, dan menyadarkan anak tentang keberadaan di dunia di tengah masyarakat dan alam. 3) buku cerita bergambar dapat membantu anak belajar dari orang lain. 4) buku cerita

bergambar dapat membantu anak memperoleh kesenangan. 5) buku cerita bergambar membantu anak mengapresiasi keindahan. Serta 6) buku cerita bergambar dapat membantu anak untuk menstimulasi imajinasinya.

Berdasarkan pemaparan ahli di atas, peneliti melihat bahwa buku cerita bergambar memiliki beberapa fungsi, antara lain membantu mengembangkan pengetahuan, kemampuan bersosialisasi, dan kemampuan emosional anak. Fungsi buku cerita tersebut yang menjadi pedoman penulis dalam menyusun instrumen penelitian serta instrumen validasi.

c. Kriteria Buku Cerita Bergambar

Berdasarkan pengertian buku cerita bergambar yang telah disebutkan, sebuah buku cerita bergambar tentunya memiliki sebuah cerita dan ilustrasi yang saling mendukung. Menurut Rokhmansyah (2014:50) cerita anak mengandung tema yang mendidik, alurnya lurus, tidak berbelit-belit, menggunakan setting yang ada di sekitar atau ada di dunia anak, tokoh dan penokohan mengandung peneladanan yang baik, gaya bahasanya mudah dipahami, mampu mengembangkan bahasa anak, menggunakan sudut pandang yang tepat, dan imajinasi masih dalam jangkauan anak.

Senada dengan pendapat tersebut, Nurgiyantoro (2016:155) buku cerita bergambar hendaknya memenuhi beberapa persyaratan, yaitu materi mudah dipahami anak, menggunakan bahasa yang sederhana sehingga dapat dibaca dan dipahami anak, mempertimbangkan kesederhanaan kosa kata dan struktur kalimat, mampu meningkatkan kekayaan kosakata, bahasa, dan kemampuan berbahasa anak, menghadirkan ilustrasi cerita untuk

memperkuat apa yang dikisahkan, serta mengangkat tema dan persoalan kehidupan manusia.

Secara lebih dalam Dewayani (2017:73) menyatakan bahwa kriteria buku fiksi berupa buku cerita bergambar bagi pembaca awal (siswa SD kelas rendah) sebagai berikut.

1) Cerita memiliki bahasa dengan struktur sederhana, kosakata dan struktur kalimat repetitif sehingga polanya mudah ditebak. Hal ini membantu pembaca untuk membaca secara mandiri.

2) Tokoh cerita berpikir dan bersikap layaknya pembaca berusia dini. 3) Cerita memiliki unsur humor sehingga menarik bagi pembaca.

4) Alur cerita disajikan melalui ilustrasi yang menarik. Teks dan ilustrasi berperan sama pentingnya dalam buku cerita.

Berdasarkan pemaparan para ahli tersebut, peneliti menemukan bahwa kriteria buku cerita bergambar yang baik memiliki isi cerita yang mudah dipahami, pemilihan bahasa yang sederhana, ilustrasi yang mendukung teks narasi, alur cerita yang lurus dan menarik, serta memiliki pesan moral. Melalui kriteria-kriteria yang telah disebutkan di atas dapat dirumuskan menjadi pedoman dalam menyusun instrumen observasi, wawancara, dan validasi. Kriteria yang digunakan antara lain, bahasa yang digunakan sederhana, alur cerita yang lurus dan jelas, penokohan yang mengesankan, ilustrasi yang mendukung narasi, serta adanya pesan moral.

Dokumen terkait