• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK KELAS II SD TEMA 3 SEBAGAI SARANA LITERASI SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK KELAS II SD TEMA 3 SEBAGAI SARANA LITERASI SKRIPSI"

Copied!
169
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGEMBANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK KELAS II SD TEMA 3 SEBAGAI

SARANA LITERASI SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Teresia Lisieux Wiendsy Jentera Nalurita NIM: 161134049

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2021

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN Skripsi ini peneliti persembahkan kepada :

1. Allah Bapa, Tuhan Yesus Kristus, dan Bunda Maria yang selalu memberkati dan memberi kemudahan kepada peneliti dalam proses penyusunan skripsi. 2. Orangtua tercinta, Ignatius Widodo dan Bernadet Endah Wahyuningsih yang selalu memberikan dukungan berupa doa, semangat, motivasi, dan materi kepada peneliti selama proses penyusunan skripsi.

3. Adik tercinta, Ignatius Wiendsy Namayo Lundapimera yang memberikan dukungan dan doa kepada peneliti.

4. Seluruh sahabat dan teman peneliti yang selalu memberikan dukungan, bantuan, dan doa kepada peneliti.

5. Universitas Sanata Dharma sebagai instansi yang memberikan dinamika untuk mendidik peneliti menjadi calon guru SD yang matang.

(5)

v MOTTO

“ Serahkanlah segala kekawatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu. ”

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sungguh bahwa skripsi yang telah saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 7 Januari 2021 Peneliti

Teresia Lisieux Wiendsy Jentera Nalurita

(7)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Teresia Lisieux Wiendsy Jentera Nalurita Nomor Mahasiswa : 161134049

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

“PENGEMBANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK KELAS II SD TEMA 3 SEBAGAI SARANA LITERASI ”

beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Atas kemajuan teknologi informasi, saya tiak keberatan jika nama, tanda tangan, gambar atau image yang ada dalam karya ilmiah saya terindeks oleh mesin pencari (search engine), misalnya google.

Demikian pernyataan yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 7 Januari 2021

Yang menyatakan

Teresia Lisieux Wiendsy Jentera Nalurita

(8)

viii ABSTRAK

PENGEMBANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK KELAS II SD TEMA 3

SEBAGAI SARANA LITERASI Teresia Lisieux Wiendsy Jentera Nalurita

Universitas Sanata Dharma 2021

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kurangnya referensi buku untuk kegiatan literasi dan pendidikan karakter. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui prosedur pengembangan buku cerita bergambar untuk kegiatan literasi dan pendidikan karakter bagi siswa SD kelas II pada tema 3, (2) mengetahui kualitas buku cerita bergambar untuk kegiatan literasi dan pendidikan karakter bagi siswa SD kelas II pada tema 3.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian dan pengembangan (R&D). Subjek penelitian ini adalah siswa kelas II di SD Kanisius Kadirojo. Objek penelitian ini adalah buku cerita bergambar berbasis literasi dan pendidikan karakter untuk tema 3 kelas II SD. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi, wawancara, dan kuesioner.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa prosedur penelitian dan pengembangan buku cerita bergambar menggunakan enam dari sepuluh langkah penelitian dan pengembangan yang dinyatakan oleh Sugiyono (2015:408); (2) kualitas buku cerita bergambar untuk kegiatan literasi dan pendidikan karakter bagi siswa SD kelas II pada tema 3 adalah “Sangat Baik: dengan skor rata-rata 3,58 dari skala 4,00.

(9)

ix ABSTRACT

THE DEVELOPMENT OF ILLUSTRATED STORY BOOKS BASED ON CHARACTER EDUCATION FOR SECOND GRADE ON

THEME 3 AS A MEANS OF LITERACY Teresia Lisieux Wiendsy Jentera Nalurita

Sanata Dharma University 2021

This research is motivated by the lack of reference books for literacy and character education activities. This research aims to: (1) determine the development procedure of illustrated story books for literacy and character education activities for second grade elementary students on theme 3, (2) determine the quality of illustrated story books for literacy and character education for second grade elementary students on theme 3.

This research is categorized as Research and Development (R & D) type. The subject of this research were second grade students in Kanisius Kadirojo Elementary School. The object of this research was illustrated story books which based on literacy and character education on theme 3 for second grade elementary students. The data of this research were collected using observation, interviews, and questionnaires.

The result shows that research and development procedure uses six of the ten research and development steps which proposed by Sugiyono (2015:408); (2) the illustrated story books’ quality for literacy and character education activities for second grade elementary students on theme 3 is “Very Good” with an average score of 3,58 on a scale of 4,00.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas limpahan kasih dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul : Pengembangan Buku Cerita Bergambar Berbasis Pendidikan Karakter untuk Kelas II SD Tema 3 sebagai Sarana Literasi. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini banyak mendapat bantuan yang diberikan, baik dalam bentuk doa, semangat, motivasi, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak:

1. Allah Bapa, Tuhan Yesus Kristus, dan Bunda Maria yang senantiasa memberkati, memberi kekuatan, karunia, dan perlindungan pada setiap proses penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

3. Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd., selaku Kaprodi PGSD Universitas Sanata Dharma.

4. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd., selaku Wakaprodi PGSD Universitas Sanata Dharma.

5. Elisabeth Desiana Mayasari, S.Psi., M.A., selaku dosen pembimbing I dan Maria Agustina Amelia, S.Si., M.Pd., selaku dosen pembimbing II yang selalu membimbing, mendukung, memotivasi, memberikan arahan selama proses penelitian, penyusunan, dan penulisan skripsi.

6. Miss Vincentia Fani Hardiyanto, S.Si., dan Ratna Puspitasari, S.Pd., yang telah membantu dalam proses validasi produk penelitian.

7. Kepala Sekolah Dasar Kanisius Kadirojo, Bapak Andrias Yance Eko Sutopo, yang telah memberikan ijin dan memfasilitasi demi kelancaran melaksanakan penelitian di sekolah.

(11)

xi

8. Orangtua peneliti, Ignatius Widodo dan Bernadet Endah Wahyuningsih yang selalu memberikan dukungan berupa doa, semangat, motivasi, dan materi kepada peneliti selama proses penyusunan skripsi.

9. Leo Agung Guntur Prabawa, yang selalu menemani, memberikan dukungan, doa, semangat, dan tempat berbagi suka dan duka.

10. Sahabat-sahabat peneliti, Yovita Kalpikosari, Yohanes Satria Aji Pangestu, dan Joshua Paskah Nugraha, yang selalu menemani, memberikan semangat, dan tempat untuk mengeluh dan melepas tawa.

11. Eugene, Patrice, Sendy, Sigit, Yusuf, Indah, dan Lintang yang memberikan semangat, dukungan, dan tempat untuk mengeluh dan berbagi tawa.

12. Grace, Eno, Triska, Laras, dan teman-teman payung penelitian yang memberikan bantuan, semangat, dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi. 13. Semua pihak yang telah membatu dalam penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini

yang belum dapat disebutkan satu per satu.

Akhir kata, semoga Tuhan menyertai dan memberkati semua pihak yang telah disebutkan di atas. Semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat dan inspirasi bagi siapa pun.

Yogyakarta, 7 Januari 2021 Peneliti

Teresia Lisieux Wiendsy Jentera Nalurita

(12)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Definisi Operasional... 9

F. Spesifikasi Produk ... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 11

A. Kajian Pustaka ... 11

1. Literasi ... 11

2. Standar Kemampuan Membaca ... 13

3. Gerakan Literasi Sekolah ... 15

4. Buku Cerita Bergambar ... 24

(13)

xiii

6. Siswa SD kelas II ... 36

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 39

C. Kerangka Berpikir ... 45

D. Pertanyaan-Pertanyaan Penelitian ... 49

BAB III METODE PENELITIAN ... 51

A. Jenis Penelitian ... 51 B. Setting Penelitian ... 52 1. Subjek Penelitian ... 52 2. Objek Penelitian ... 53 3. Lokasi Penelitian... 53 4. Waktu Penelitian ... 53 C. Prosedur Pengembangan ... 53

1. Potensi dan Masalah ... 55

2. Pengumpulan Data ... 55

3. Desain Produk ... 56

4. Validasi Desain ... 58

5. Revisi Produk ... 58

6. Uji Coba Terbatas ... 59

D. Teknik Pengumpulan Data ... 59

1. Observasi ... 60

2. Wawancara... 60

3. Kuesioner ... 60

E. Instrumen Penelitian... 62

1. Pedoman Observasi... 62

2. Pedoman Wawancara Guru Kelas ... 63

3. Kuesioner Validasi ... 66

4. Kuesioner Uji Coba Terbatas ... 69

F. Teknik Analisis Data ... 71

1. Data Kualitatif... 71

(14)

xiv

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 75

A. Hasil Penelitian ... 75

1. Prosedur Pengembangan Buku Cerita Bergambar... 75

2. Kualitas Buku Cerita Bergambar ... 94

B. Pembahasan ... 97

1. Prosedur Pengembangan Buku Cerita ... 97

2. Kualitas Buku Cerita Bergambar ... 104

BAB V PENUTUP ... 111 A. Kesimpulan ... 111 B. Keterbatasan Pengembangan ... 113 C. Saran ... 113 DAFTAR PUSTAKA ... 114 LAMPIRAN ... 116

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Desain Buku Cerita Bergambar ... 10

Gambar 2.1 Hasil Penelitian yang Relevan... 44

Gambar 3.1 Bagan Prosedur Penelitian R&D ... 52

Gambar 3.2 Bagan Prosedur Penelitian ... 54

Gambar 3.3 Rumus Perhitungan Skor Rerata ... 71

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Nilai dan Deskripsi Nilai Karakter pada Pendidikan Karakter ... 29

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Pedoman Observasi ... 62

Tabel 3.2 Pedoman Observasi ... 62

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Guru Kelas ... 64

Tabel 3.4 Pedoman Wawancara Guru Kelas... 64

Tabel 3.5 Kisi-Kisi Kuesioner Validasi Produk ... 67

Tabel 3.6 Kuesioner Validasi Produk ... 67

Tabel 3.7 Kisi-Kisi Kuesioner Uji Coba Terbatas Produk ... 69

Tabel 3.8 Kuesioner Uji Coba Terbatas Produk ... 70

Tabel 3.9 Konversi Data Kuantitatif ke Data Kualitatif ... 73

Tabel 4.1 Komentar Dan Revisi Tulisan yang Menjadi Satu... 86

Tabel 4.2 Komentar dan Revisi Tata Letak Isi Buku ... 88

Tabel 4.3 Komentar dan Revisi Ilustrasi ... 89

Tabel 4.4 Komentar dan Revisi Pewarnaan Ilustrasi ... 91

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Hasil Observasi ... 117

Lampiran 2 Hasil Wawancara ... 121

Lampiran 3 Data Hasil Validasi Dosen Ahli Psikologi ... 125

Lampiran 4 Data Hasil Validasi Guru Wali Kelas II ... 132

Lampiran 5 Data Hasil Validasi Guru Literasi ... 139

Lampiran 6 Rekapitulasi Hasil Validasi ... 146

Lampiran 7 Surat Ijin Penelitian ... 147

Lampiran 8 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Terbatas ... 148

Lampiran 9 Produk Buku Cerita Bergambar ... 148

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

Pada bab I membahas mengenai latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, dan yang terakhir membahas mengenai spesifikasi produk.

A. Latar Belakang Masalah

Standar keberhasilan pendidikan di masa kini tampaknya dalam pengaruh literasi. Hal ini dapat dilihat dari beberapa lembaga yang melakukan survei untuk mengukur kemampuan literasi seorang anak (dalam penelitian ini siswa) (Dewayani, 2017: 9). Literasi merupakan proses yang kompleks yang melibatkan pembangunan pengetahuan sebelumnya, budaya, dan pengalaman untuk mengembangkan pengetahuan baru dan pemahaman yang lebih dalam (Abidin, Mulyati, & Yunansah, 2018:1). Menurut Dewayani (2017:10) konsumsi pengetahuan dan informasi yang dilembagakan dalam tumbuhnya lembaga pendidikan formal menjadi tolok ukur perbandingan kemajuan suatu bangsa dengan bangsa lain.

Dilansir dari laman Kemendikbud (2019) hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional BPS menunjukkan bahwa pada tahun 2017 jumlah penduduk buta aksara berjumlah 3,4 juta orang. Lalu pada tahun 2018, turun menjadi 3,29 juta orang, dan pada tahun 2019 menjadi 3,03 juta atau 1,78 % dari total populasi penduduk. Program keaksaraan dianggap mampu meningkatkan kemampuan kognitif, meningkatkan taraf hidup, dan menjadikan seseorang lebih berbudaya (Dewayani, 2017: 11). Literasi pada saat ini tidak lagi bermakna hanya sebatas

(19)

pemberantasan buta aksara, namun sebuah praktik sosial yang melibatkan kegiatan berbicara, menulis, membaca, menyimak dalam proses memproduksi ide, dan mengonstruksi makna yang terjadi dalam koteks budaya yang spesifik (Gee,1989; Heath,1983). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa makna literasi saat ini merupakan proses kompleks yang melibatkan pembangunan pengetahuan sebelumnya, budaya, dan pengalaman baru untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman secara lebih mendalam (Abidin, dkk., 2018:1). Literasi juga memerlukan adanya kegiatan lisan dengan menyampaikan gagasan dan mendiskusikannya (Dewayani, 2017:18).

Menjadi seorang yang memiliki perilaku literat berarti seseorang tersebut dapat menggunakan potensinya untuk berpartisipasi secara optimal dalam komunitas dan lingkungan sosialnya (Dewayani, 2017: 12). Perilaku literat diperlukan adanya minat dan kebiasaan membaca. Dewayani (2017: 20) menyatakan bahwa minat baca tidak otomatis tumbuh hanya melalui kampanye membaca. Namun harus dengan mencintai, ketagihan membaca, dan memiliki rasa ingin tahu yang terhadap bacaan. Guna mencapai hal tersebut, dibutuhkan upaya lebih agar kegiatan membaca menjadi menarik. Akan sangat penting bagi siswa bila orang tua, guru, dan masyarakat sekitar secara aktif melibatkan siswa dalam percakapan, meminta untuk bertanya, membacakan buku, mendiskusikannya, dan membuat relevan dengan materi pembelajaran (Dewayani, 2017: 20). Selain itu, hendaknya kegiatan membaca menjadi aktivitas bermakna yang memampukan siswa memenuhi kebutuhan zamannya seperti kebutuhan kognitif, sosial, dan emosionalnya. Sehingga siswa mampu

(20)

memaknainya, membentuk sistim nilai dan menentukan tindakan dalam memahami kehidupan beserta aspeknya.

Kemampuan berliterasi antara negara satu dengan negara lain tentu berbeda. Maka diperlukan adanya survei untuk mengukur kemampuan penduduk suatu negara dalam berliterasi. Salah satu lembaga yang melakukan survei untuk mengukur kemampuan literasi adalah Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Survei internasional uji pemahaman terhadap bacaan melalui tes yang dilakukan adalah Programme for International Student Assessment (PISA). Survei tersebut dilakukan setiap tiga tahun sekali dan dilakukan pada negara-negara anggota OECD. Aspek literasi membaca yang diukur dari survei tersebut adalah menggali ide pokok, mengambil informasi yang mengharuskan siswa untuk menemukan, dan mengatur beberapa informasi yang tertanam dalam dari teks atau grafik. Hasil dari survei ini menyatakan Indonesia menduduki peringkat ke-74 dari total 79 negara yang berpartisipasi. Capaian membaca siswa Indonesia pada tahun 2018 sebanyak 371 poin (Schleicher, 2018:6).

Pemerintah Indonesia telah berusaha dengan menanamkan bahwa membaca suatu hal yang penting dalam pendidikan di Indonesia. Hal itu dibuktikan pada sistem pendidikan yang ada. Pada Kurikulum 2013 memiliki fokus kebijakan Pendidikan yang mengarah pada kecakapan abad-21 (literasi, kompetensi, dan karakter) yang tertuang pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Permendikbud ini lahir sebagai tanggapan terhadap dorongan masyarakat agar

(21)

terjadi perubahan signifikan dalam dunia pendidikan, terutama terkait dekadensi moral yang merebak di kalangan peserta didik; tawuran pelajar, seks bebas, gaya hidup permisif (Antoro, 2017:8). Kegiatan literasi pada Kurikulum 2013 diwujudkan dalam Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Kegiatan literasi di SD dilaksanakan dengan kegiatan 15 menit membaca (Wiedarti, dkk., 2016:6). Pendidikan karakter dalam kurikulum 2013 nampak pada Kompetensi Inti (KI) 2. Pada tingkat kompetensi 1 (Tingkat kelas I-II SD) Sikap Sosial pada KI 2 sikap yang ditanamkan tertuang dalam indikator pada KI 2, antara lain jujur, bertanggung jawab, peduli, disiplin, percaya diri, dan santun.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di salah satu sekolah swasta di Yogyakarta, kegiatan literasi yang dilakukan di kelas II belum maksimal, terbatas pada kegiatan membaca di perpustakaan, kondisi buku, dan jumlah buku. Kegiatan membaca di perpustakaan sekolah bagi kelas II dilakukan setiap hari Selasa selama 40 menit. Siswa diajak membaca dan mengungkapkan hal – hal menarik yang ada pada bacaan dengan tanya jawab singkat. Siswa dalam satu kelas berjumlah 23 siswa telah dapat menyimak, memahami isi cerita dan merasakan apa yang dialami tokoh cerita dalam suatu bacaan. Tidak semua siswa dapat mengungkapkan informasi atau pendapatnya setelah membaca karena waktu yang terbatas dan kemampuan membaca siswa. Dari 23 siswa, terdapat 1 atau 2 siswa dalam sehari yang mampu mengungkapkan pendapatnya dan 2 siswa yang belum lancar dalam membaca. Kedua siswa yang belum lancar membaca tersebut masih memerlukan pendampingan guru saat kegiatan membaca.

(22)

Kegiatan diskusi bacaan dilakukan pada akhir pembelajaran atau jika terdapat waktu sisa selama kegiatan literasi berlangsung. Buku bacaan belum tersedia di dalam kelas. Buku bacaan hanya terdapat di perpustakaan sekolah. Buku cerita bergambar di perpustakaan sekolah berjumlah 160 buku. Menurut pemaparan guru wali kelas, jumlah buku cerita yang ada masih kurang bagi siswa. Hal ini disebabkan karena adanya ketentuan sekolah agar setiap siswa meminjam buku perpustakaan dan dibawa pulang untuk dibaca. Kualitas buku cerita yang ada telah memuat pesan moral bagi siswa dan sesuai dengan perkembangan siswa. Namun, kondisi buku cerita bergambar yang ada di perpustakaan sekolah ada yang tidak lengkap halamannya. Sehingga siswa kurang maksimal dalam memahami isi cerita. Guru telah memanfaatkan buku cerita bergambar dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, namun belum untuk kegiatan atau pembelajaran lain.

Buku cerita anak merupakan salah satu bentuk dari genre fiksi sastra anak (Nurgiyantoro, 2016:30). Pada pandangan lain, buku cerita bergambar adalah buku yang menampilkan gambar dan teks dan keduanya saling menjalin (Mitchell, 2003:87). Tema yang ada pada buku cerita bergambar dapat berupa tema persoalan kehidupan manusia (Nurgiyantoro, 2016:158-159). Buku cerita bergambar sendiri memiliki berbagai fungsi. Diantaranya adalah membantu siswa untuk belajar tentang kehidupan masyarakat yang disajikan secara lebih konkret lewat kata-kata dan gambar ilustrasi (Nurgiyantoro, 2016:160). Senada dengan hal tersebut, Wibowo (2013:130) menyatakan bahwa karya sastra

(23)

kental dengan kandungan manfaat, di mana salah satunya terdapat nilai-nilai pendidikan moral yang berguna untuk menanamkan pendidikan karakter.

Berdasarkan wawancara dengan guru wali kelas II pada salah satu sekolah dasar swasta yang diteliti, buku cerita bergambar belum digunakan sebagai media pelaksanaan pendidikan karakter. Pihak sekolah telah menyediakan buku pendidikan karakter bagi siswa dan guru serta adanya pembelajaran Pendidikan Karakter. Guru wali kelas melaksanakan pendidikan karakter dengan mengikuti pedoman dan materi dari buku panduan yang telah disediakan oleh pihak sekolah. Guru wali kelas melaksanakan pembelajaran Pendidikan Karakter juga dibantu dengan penayangan video. Selain itu, guru melaksanakan pendidikan karakter secara lisan dengan memberikan arahan pada siswa tentang perilaku yang baik atau tidak. Guru melakukannya saat pembelajaran berlangsung atau saat suatu peristiwa terjadi guru melakukan pendidikan karakter secara tidak langsung pada siswa. Guru memerlukan media pendidikan karakter yang dapat dengan mudah digunakan dan dipahami siswa. Siswa dapat memahami nilai-nilai karakter secara tidak langsung melalui cara yang menyenangkan dan dekat dengan kehidupannya.

Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa belum ada buku yang mengadopsi karakter dan literasi untuk siswa. Maka peneliti berupaya untuk mengembangkan buku cerita bergambar guna membantu meningkatkan kemampuan literasi dalam upaya pendidikan karakter pada siswa SD kelas II. Guru memberikan saran kepada peneliti menggunakan satu tema di pembelajaran kelas II semester ganjil. Guru wali kelas merekomendasikan

(24)

untuk menggunakan tema 3, “Tugasku Sehari-Hari.” Pada tema tersebut sebaran nilai-nilai karakter tersebar merata pada setiap pembelajaran. Terdapat beberapa sikap yang akan ditanamkan, antara lain jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, percaya diri, dan kerja sama.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana prosedur pengembangan buku cerita bergambar untuk kegiatan literasi dan pendidikan karakter bagi siswa SD kelas II pada tema 3?

2. Bagaimana kualitas buku cerita bergambar untuk kegiatan literasi dan pendidikan karakter bagi siswa SD kelas II pada tema 3?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui prosedur pengembangan buku cerita bergambar untuk kegiatan literasi dan pendidikan karakter bagi siswa SD kelas II pada tema 3.

2. Mengetahui kualitas buku cerita bergambar untuk kegiatan literasi dan pendidikan karakter bagi siswa SD kelas II pada tema 3.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti

Penelitian ini memberikan pengalaman baru bagi peneliti untuk mengembangkan media penunjang pembelajaran tematik integratif dan kreativitas dalam berinovasi. Selain itu penelitian ini dapat mengasah kepekaan dan kepedulian peneliti tentang kebutuhan pembelajaran (bagi siswa maupun guru) terutama dalam kegiatan literasi dan pelaksanaan pendidikan karakter.

(25)

2. Bagi Siswa

Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman siswa dalam suatu pembelajaran. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa dalam berlatih membaca dan memahami isi bacaan sehingga nantinya siswa mampu berefleksi mengembangkan sikap-sikap pada pendidikan karakter.

3. Bagi Guru

Penelitian ini dapat menjadi referensi guru dalam melaksanakan pendidikan karakter terutama dalam pelaksanaan kegiatan literasi pada Kurikulum 2013. Selain itu, guru juga dapat membantu mengembangkan daya imajinatif siswa dalam berpikir dan membentuk pengetahuan melalui bacaan dan ilustrasi dari buku cerita bergambar.

4. Bagi Sekolah

Penelitian ini dapat membantu sekolah dalam usaha penyediaan buku yang dapat menunjang pembelajaran dan usaha gerakan literasi sekolah terutama bagi siswa SD kelas II.

(26)

E. Definisi Operasional

1. Literasi adalah proses pengembangan pengetahuan secara mendalam melalui berbagai cara dan bentuk sebagai usaha untuk menemukan ide atau pengetahuan baru yang bermakna bagi kehidupan.

2. Gerakan Literasi Sekolah adalah upaya pemerintah Republik Indonesia untuk menciptakan perilaku literat secara menyeluruh guna meningkatkan kualitas hidup warganya.

3. Buku cerita bergambar adalah buku yang menyampaikan pesan melalui ilustrasi dan tulisan.

4. Pendidikan karakter adalah proses pendidikan yang menekankan ranah afektif dengan tujuan mengembangkan nilai moral peserta didik sebagai bekal kehidupannya.

5. Siswa kelas II adalah anak yang berusia 8-9 tahun uang sedang menempuh pendidikan di sekolah dasar.

F. Spesifikasi Produk

1. Buku cerita bergambar dikembangkan berdasarkan pemetaan karakter yang diharapkan di Kompetensi Inti 2 pada Tema 3 Kelas II SD, “Tugasku Sehari-Hari.”

2. Buku cerita bergambar memuat kosa kata dalam bahasa Indonesia yang sesuai dengan usia siswa SD kelas II.

3. Buku cerita bergambar memuat narasi yang berisi penanaman karakter pada kehidupan sehari-hari.

(27)

4. Buku cerita bergambar memuat komposisi warna, ilustrasi gambar, serta bentuk huruf yang disukai anak usia 8-9 tahun.

5. Buku cerita bergambar memuat komponen berupa halaman sampul, halaman judul, cerita/narasi , ilustrasi cerita.

6. Buku cerita bergambar dicetak dengan menggunakan kertas HVS 80gsm untuk sampul buku serta kertas Art Paper 150gsm untuk isi buku.

7. Buku cerita bergambar dicetak dengan ukuran 21cm x 18cm. Desain buku cerita bergambar dapat dilihat pada gambar 1.1.

Gambar 1.1 Desain Buku Cerita Bergambar

21 cm

(28)

11 BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab II mengenai kajian pustaka yang membahas mengenai teori-teori yang mendukung di dalam penelitian, penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan pertanyaan dalam penelitian.

A. Kajian Pustaka 1. Literasi

Konsep dasar literasi dapat dipahami sebagai sebuah konsep yang terus berkembang, dan akan terus berkonsekuensi pada penggunaan media digital di kelas, sekolah, dan masyarakat (Abidin, Mulyati, & Yunansah, 2018:3). Pada awalnya literasi diasumsikan hanya sebagai kemampuan membaca dan menulis (Abidin, dkk., 2018:1). Namun seiring perkembangan zaman, literasi lalu didefinisikan sebagai kemampuan untuk menggunakan bahasa dan gambar dalam bentuk yang kaya dan beragam untuk membaca, menulis, mendengarkan, berbicara, melihat, menyajikan dan berpikir kritis tentang ide-ide (Abidin, dkk., 2018:1). Saat ini, literasi dinyatakan sebagai proses kompleks yang melibatkan pembangunan pengetahuan sebelumnya, budaya, dan pengalaman baru untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman secara lebih mendalam (Abidin, dkk., 2018:1). Literasi dapat berfungsi menjadi alat penghubung antar individu atau masyarakat untuk menghasilkan ide-ide baru yang dikaji secara mendalam berdasarkan pengalaman yang telah terjadi.

(29)

Saat ini, literasi telah disematkan pada setiap aspek kehidupan dan dapat menggantikan istilah “pengetahuan” (Dewayani, 2017:11). Selanjutnya (Dewayani, 2017:11) memberikan contoh, literasi moral adalah pemahaman akan permasalahan moral dan kemampuan untuk mengambil keputusan yang dapat diterima secara moral. Literasi menjadi paradigma pengetahuan yang tercermin dalam sikap dan perilaku seseorang dalam menghadapi tantangan abad-21. Menjadi seorang literat perlu memiliki kecakapan literasi dasar (literasi bahasa dan sastra, numerik, sains, finansial, teknologi dan komunikasi, serta budaya dan kewarganegaraan). Kecakapan literasi dasar merupakan kemampuan dalam memahami makna dari teks yang meliputi kemampuan membaca, menulis, menggunakan potensi dan keterampilan yang dimiliki untuk hidupnya, dan merupakan dasar untuk belajar sepanjang hayat (Yuningsih, 2019:139). Membaca dalam konsep literasi diartikan sebagai kegiatan membangun makna, menggunakan informasi dari bacaan secara langsung dalam kehidupan, dan mengaitkan informasi dari teks dengan pengalaman pembaca (Abidin, dkk., 2018:165). Berdasarkan pemaparan tersebut, membaca menjadi salah satu cara dalam menemukan pengetahuan baru dan mengolaborasikan pengetahuan tersebut dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya menjadi sebuah penemuan untuk kehidupan seseorang.

(30)

Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa literasi adalah proses pengembangan pengetahuan secara mendalam melalui berbagai cara dan bentuk sebagai usaha untuk menemukan ide atau pengetahuan baru yang bermakna bagi kehidupan. Hal tersebut berkaitan dengan tujuan penelitian, yaitu membantu siswa dalam menambah pengetahuannya.

2. Standar Kemampuan Membaca

Sebuah informasi tidak dapat dicapai secara langsung, namun memerlukan beberapa kemampuan awal. Kegiatan membaca membutuhkan kemampuan menganalisis dan menyintesis informasi, sehingga pemahaman yang dihasilkan memiliki struktur makna yang kompleks (Abidin, dkk., 2018:165). Selain memerlukan kemampuan awal, pada literasi membaca membutuhkan standar kemampuan membaca. Terdapat sepuluh standar kemampuan membaca berdasarkan pendapat Abidin, dkk. (2018:33).

a) Membaca cermat untuk menentukan apa yang dikatakan teks secara eksplisit dan untuk membuat interferensi logis atas teks; mengutip peristiwa khusus yang terdapat dalam teks ketika menulis atau berbicara untuk mendukung kesimpulan atas isi teks.

b) Menjelaskan ide utama atau tema yang terdapat dalam teks dan menganalisis pengembangannya; merangkum ide dan detail penjelas yang terdapat dalam teks.

c) Menganalisis bagaimana dan mengapa individu, peristiwa, atau ide dikembangkan dan diintegrasikan di dalam teks.

(31)

d) Menginterpretasikan kata dan frasa yang digunakan dalam teks, termasuk menjelaskan kata-kata atau frasa teknis, konotatif, dan makna figuratif, serta menganalisis bagaimana kata-kata khusus dipilih untuk mempertajam makna teks.

e) Menganalisis struktur teks, termasuk menjelaskan bagaimana kalimat, paragraf, dan bagian/nan/adegan/stanza yang terdapat dalam teks saling berhubungan, baik antara satu bagian dengan bagian lain maupun secara utuh.

f) Menilai bagaimana sudut pandang atau tujuan mempertajam isi dan gaya sebuah teks.

g) Mengintegrasikan dan menilai isi teks yang disajikan dalam berbagai bentuk dan media termasuk yang disajikan secara visual, performa, dan kuantitatif.

h) Memetakan dan mengevaluasi argumen dan klaim khusus yang terdapat dalam teks, termasuk keabsahan penalaran, serta relevansi dan kecukupan buktinya.

i) Menganalisis bagaimana dua atau lebih teks memiliki kesamaan tema atau topik dalam rangka membangun pengetahuan atau untuk membandingkan pendekatan yang digunakan penulis dalam mengembangkan teks tersebut.

j) Membaca dan memahami teks literasi dan informasi yang kompleks secara mandiri dan mahir.

(32)

Berdasarkan pemaparan ahli, dapat disimpulkan bahwa membaca membutuhkan kemampuan menganalisis dan menyintesis informasi untuk mengembangkan pengetahuan dan potensi pembaca agar dapat berguna dalam kehidupannya. Selain itu, kegiatan membaca memiliki sepuluh standar kemampuan membaca yang perlu dicapai. Dalam penelitian ini, peneliti berfokus pada kemampuan membaca siswa SD kelas II dalam berliterasi. Peneliti melihat standar kemampuan membaca poin a, b, d, dan g. Keempat poin tersebut adalah a) membaca cermat untuk menentukan gagasan, b) merangkum gagasan-gagasan menjadi sebuah kesimpulan, d) memahami makna kata atau frasa, g) membuat kesimpulan sesuai dengan kemampuan siswa. Standar kemampuan tersebut diimplementasikan pada penelitian ini dalam kemampuan siswa menemukan peristiwa penting dalam teks yang berupa cerita fiksi, menyampaikan pendapatnya dalam kesimpulan cerita, menjelaskan isi teks, dan menambah kosakata baru.

3. Gerakan Literasi Sekolah a. Pengertian Gerakan Literasi Sekolah

Perkembangan informasi pada abad ke-21 sangatlah cepat dan bersifat global. Hal ini didukung oleh perkembangan teknologi informasi yang ada. Maka kemampuan literasi juga ikut berkembang. Yuningsih (2019:137) menyatakan bahwa generasi mendatang harus memiliki kemampuan literasi dasar, kompetensi abad-21, dan kualitas karakter agar hidup dengan layak di lingkungan masyarakat dunia pada abad-21. Literasi dasar meliputi literasi bahasa dan sastra, numerik, sains, finansial, teknologi dan komunikasi, serta

(33)

budaya dan kewarganegaraan. Kompetensi abad-21 meliputi berpikir kritis dan pemecahan masalah, berpikir kreatif dan inovasi, komunikasi, dan kolaborasi. Kualitas karakter yang diharapkan adalah rasa ingin tahu, inisiatif, pantang menyerah, adaptasi, kepemimpinan, dan sosial budaya.

Hal tersebut mempengaruhi sistem pembelajaran yang ada di Indonesia. Pemerintah Indonesia mengembangkan kurikulumnya sesuai dengan tuntutan abad 21. Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006. Pada kurikulum 2013 memiliki fokus kebijakan pendidikan yang mengarah pada kecakapan abad-21, yaitu literasi, kompetensi, dan karakter (Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015). Dimana kecakapan literasi berfokus pada tujuan kurikulum 2013, yaitu meningkatkan mutu pendidikan dengan menyeimbangkan hard skill dan soft skill melalui kemampuan sikap, pengetahuan, dan keterampilan dalam rangka menghadapi tantangan global yang terus berkembang, serta membentuk dan meningkatkan sumber daya manusia yang produktif, kreatif, dan inovatif (Fadillah, 2014:25).

Pada Kurikulum 2013 mata pelajaran bahasa Indonesia terintegrasi dengan pembelajaran lain sehingga pembelajaran dilaksanakan melalui pendekatan literasi, terintegrasi, dan berdifrensiasi (Abidin, dkk., 2018:278). Dalam mewujudkan pelaksanaan Kurikulum 2013, pemerintah menyelenggarakan adanya gerakan sebagai wujud nyata peningkatan literasi siswa. Gerakan tersebut adalah Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Gerakan literasi sekolah (GLS) merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara

(34)

menyeluruh dan berkelanjutan untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik (Faizah, dkk., 2016:2). Gerakan ini hadir karena adanya tuntutan kemampuan siswa pada abad 21, yaitu kemampuan memahami informasi secara analitis, kritis, dan reflektif (Faizah, dkk., 2016:1). GLS dikembangkan berdasarkan empat dari sembilan agenda prioritas (Nawacita) yang terkait dengan tugas dan fungsi Kemendikbud (Faizah, dkk., 2016:1). Keempat agenda prioritas yang dimaksud, yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia, meningkatkan produktivitas dan daya saing di pasar internasional, melakukan revolusi karakter bangsa, serta memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia. Gerakan ini dikembangkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Gerakan Literasi Sekolah ini diwadahi dalam Gerakan Literasi Nasional.

Berdasarkan pemaparan para ahli, dapat disimpulkan bahwa Gerakan Literasi Sekolah adalah upaya pemerintah Republik Indonesia untuk menciptakan perilaku literat secara menyeluruh guna meningkatkan kualitas hidup warganya. Gerakan ini menjadi langkah awal peneliti dalam melakukan penelitian guna menghasilkan salah satu media literasi bagi siswa SD kelas II, yaitu buku cerita bergambar.

b. Tujuan Gerakan Literasi Sekolah

Menurut Faizah (2016:2) Gerakan literasi sekolah memiliki 2 macam tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum Gerakan Literasi Sekolah adalah menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui

(35)

pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan dalam Gerakan Literasi Sekolah agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat. Sedangkan tujuan khusus Gerakan Literasi Sekolah adalah 1) menumbuhkembangkan budaya literasi di sekolah; 2) meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah agar literat; 3) menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah anak agar warga sekolah mampu mengelola pengetahuan; 4) menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan menghadirkan beragam buku bacaan dan mewadahi berbagai strategi membaca. Pada Undang-Undang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 tahun 2015 juga dijelaskan bahwa Gerakan Literasi Sekolah bertujuan untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran berbudaya literasi serta membentuk warga sekolah yang literat dalam hal baca tulis, numerasi, sains, digital, finansial, budaya dan kewargaan.

Berdasarkan pemaparan ahli, peneliti mengetahui bahwa terdapat dua jenis tujuan gerakan literasi sekolah, yaitu umum dan khusus. Secara sederhana tujuan gerakan literasi sekolah adalah membentuk budaya literasi dalam setiap unsur sekolah dalam berbagai cara agar membentuk pengetahuan yang makna. Pada penelitian ini tujuan gerakan literasi sekolah menjadi latar belakang pengembangan buku cerita bergambar sebagai media pelaksanaan gerakan literasi sekolah.

(36)

c. Prinsip Gerakan Literasi Sekolah

Menurut Beers (dalam Wiedarti, 2016:11), praktik-praktik yang baik dalam gerakan literasi sekolah menekankan prinsip-prinsip sebagai berikut. 1) Perkembangan literasi berjalan sesuai tahap perkembangan yang dapat

diprediksi.

Tahap perkembangan anak dalam belajar membaca dan menulis saling beririsan antar tahap perkembangan. Memahami tahap perkembangan literasi peserta didik dapat membantu sekolah untuk memilih strategi pembiasaan dan pembelajaran literasi yang tepat sesuai kebutuhan perkembangan mereka.

2) Program literasi yang baik bersifat berimbang

Sekolah yang menerapkan program literasi berimbang menyadari bahwa tiap peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda. Oleh karena itu, strategi membaca dan jenis teks yang dibaca perlu divariasikan dan disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Program literasi yang bermakna dapat dilakukan dengan memanfaatkan bahan bacaan kaya ragam teks, seperti karya sastra untuk anak dan remaja. 3) Program literasi terintegrasi dengan kurikulum

Pembiasaan dan pembelajaran literasi di sekolah adalah tanggung jawab semua guru di semua mata pelajaran sebab pembelajaran mata pelajaran apa pun membutuhkan bahasa, terutama membaca dan menulis. Dengan demikian, pengembangan profesional guru dalam hal literasi perlu diberikan kepada guru semua mata pelajaran.

(37)

4) Kegiatan membaca dan menulis dilakukan kapan pun

Sebagai contoh, ‘menulis surat kepada presiden’ atau ‘membaca untuk ibu’ merupakan contoh-contoh kegiatan literasi yang bermakna. 5) Kegiatan literasi mengembangkan budaya lisan

Kelas berbasis literasi yang kuat diharapkan memunculkan berbagai kegiatan lisan berupa diskusi tentang buku selama pembelajaran di kelas. Kegiatan diskusi ini juga perlu membuka kemungkinan untuk perbedaan pendapat agar kemampuan berpikir kritis dapat diasah. Peserta didik perlu belajar untuk menyampaikan perasaan dan pendapatnya, saling mendengarkan, dan menghormati perbedaan pandangan.

6) Kegiatan literasi perlu mengembangkan kesadaran terhadap keberagaman

Warga sekolah perlu menghargai perbedaan melalui kegiatan literasi di sekolah. Bahan bacaan untuk peserta didik perlu merefleksikan kekayaan budaya Indonesia agar mereka dapat menunjukkan pada pengalaman multikultural.

Berdasarkan pemaparan ahli, peneliti melakukan penelitian dengan mengimplementasikan prinsip 1, 5, dan 6. Ketiga prinsip tersebut adalah 1) perkembangan literasi berjalan sesuai tahap perkembangan yang dapat diprediksi, 5) kegiatan literasi mengembangkan budaya lisan, serta 6) kegiatan literasi perlu mengembangkan kesadaran terhadap keberagaman. Prinsip pertama digunakan sebagai dasar dalam memilih jenis cerita dan isi

(38)

cerita yang sesuai dengan perkembangan siswa. Prinsip kelima diimplementasikan dalam kegiatan refleksi siswa melalui pertanyaan di akhir cerita dan dilanjutkan dengan kegiatan diskusi bersama guru. Sementara itu, prinsip keenam diimplementasikan pada isi cerita pada buku cerita bergambar.

d. Tahapan Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah

Pelaksanaan gerakan literasi sekolah di Sekolah Dasar (SD) terdapat dua jenjang, SD kelas rendah (kelas 1 sampai dengan kelas 3) dan SD kelas tinggi (kelas 4-6). Pada kedua jenjang tersebut memiliki tiga tahapan pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah, yaitu pembiasaan, pengembangan, dan pembelajaran (Faizah, dkk., 2016:5). Setiap tahap memiliki kecakapan literasi dan fokus kegiatan yang berbeda pada setiap jenjang.

1) Tahap Pembiasaan

Tahap pembiasaan bertujuan untuk menumbuhkan minat peserta didik terhadap bacaan dan terhadap kegiatan membaca (Faizah, dkk., 2016:7). Kecakapan literasi pada jenjang SD kelas rendah adalah kecakapan komunikasi dan berpikir kritis (Faizah, dkk., 2016:7). Siswa kelas rendah diharapkan dapat mengartikulasikan empati terhadap tokoh cerita sebagai kecakapan literasi berupa komunikasi. Selain itu, siswa SD kelas rendah diharapkan dapat memisahkan fakta dan diksi guna mengasah kemampuan berpikir kritis. Fokus kegiatan pada tahap pembiasaan siswa SD kelas rendah adalah membacakan buku dengan nyaring atau membaca dalam hati (Faizah, dkk., 2016:7).

(39)

2) Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan bertujuan untuk mempertahankan minat terhadap bacaan dan terhadap kegiatan membaca, serta meningkatkan kelancaran dan pemahaman membaca peserta didik (Faizah, dkk., 2016:27). Kecakapan literasi pada jenjang SD kelas rendah adalah menyimak cerita, memahami kata dan membaca gambar dalam cerita, menjawab pertanyaan tentang tokoh dan peristiwa dalam cerita, menyampaikan pendapat melalui gambar atau kalimat sederhana, serta mengidentifikasi tokoh utama dan alur cerita (Faizah, dkk., 2016:27). Adanya kecakapan literasi yang diharapkan, maka fokus kegiatan dalam tahap ini berupa membaca nyaring, membaca dengan panduan guru, membaca bersama, membaca mandiri, serta menggambar atau menulis suatu tokoh atau peristiwa dalam cerita (Faizah, dkk., 2016:29).

3) Tahap Pembelajaran

Tahap ketiga dalam pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah pada SD adalah tahap pembelajaran. Tahap pembelajaran bertujuan untuk mempertahankan minat peserta didik terhadap bacaan dan terhadap kegiatan membaca, serta meningkatkan kecakapan literasi peserta didik melalui buku-buku pengayaan dan buku teks pelajaran (Faizah, dkk., 2016:57). Kegiatan literasi pada tahap pembelajaran meningkatkan kemampuan berbahasa reseptif (membaca dan menyimak) dan aktif (berbicara dan menulis) yang dijelaskan secara

(40)

rinci dalam konteks dua kegiatan utama di tahap ini, yaitu membaca dan menulis (Faizah, dkk., 2016:57).

Berdasarkan pemaparan ahli, dapat disimpulkan bahwa implementasi Gerakan Literasi Sekolah pada siswa SD kelas rendah diharapkan mencapai keterampilan menyimak cerita untuk menumbuhkan empati, mengenali dari membuat kesimpulan terhadap gambar dengan membaca. Kecakapan literasi pada siswa SD kelas rendah, terutama kelas II, adalah komunikasi dan berpikir kritis. Kecakapan literasi dicapai melalui kegiatan menyimak, membaca, berbicara, menulis (kata, kalimat, atau gambar sederhana), dan mengidentifikasi unsur intrinsik pada cerita. Selain itu, peneliti melihat bahwa jenis bacaan yang digunakan sebagai media GLS pada siswa SD kelas rendah adalah buku cerita bergambar, buku tanpa teks, buku dengan teks sederhana baik fiksi maupun non fiksi.

e. Target Capaian Gerakan Literasi Sekolah Bagi Siswa SD Kelas Bawah Menurut Faizah (2016:3) Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar menciptakan ekosistem pendidikan di SD yang literat. Ekosistem pendidikan yang literat adalah lingkungan yang :

1) Menyenangkan dan ramah peserta didik, sehingga menumbuhkan semangat warganya dalam belajar,

2) Semua warganya menunjukkan empati, peduli, dan menghargai sesama.

3) Memampukan warganya cakap berkomunikasi dan dapat berkontribusi kepada lingkungan sosialnya.

(41)

4) Mengakomodasi partisipasi seluruh warga sekolah dan lingkungan eksternal SD.

Selanjutnya, Faizah (2016:7) menjelaskan bahwa kegiatan GLS di kelas rendah diharapkan mencapai keterampilan menyimak cerita untuk menumbuhkan empati, memahami bacaan, dan membuat kesimpulan terhadap gambar atau tulisan dengan membaca.

Berdasarkan pemaparan ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat empat target capaian GLS di Sekolah Dasar dengan menciptakan ekosistem pendidikan literat. Penelitian ini berfokus pada syarat ekosistem pendidikan literat poin ketiga. Warga sekolah yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah siswa. Kegiatan refleksi dan diskusi dengan guru melatih siswa mengkomunikasikan pendapatnya kepada orang lain. Selain itu, capaian keterampilan menyimak diaplikasikan dalam pembuatan pertanyaan refleksi bagi siswa di setiap akhir cerita.

4. Buku Cerita Bergambar

a. Pengertian Buku Cerita Bergambar

Sebagian orang menyebutkan bacaan anak berupa buku bergambar dengan istilah buku bergambar (picture books), buku cerita bergambar (picture story books), atau keduanya dianggap sama (Nurgiyantoro, 2016:153). Huck (1987:197) mengungkapkan bahwa buku bergambar adalah yang menyampaikan pesan melalui dua cara, yaitu ilustrasi gambar dan tulisan. Sedangkan Mitchell (2003:87) menyatakan bahwa buku cerita bergambar adalah buku yang menyampaikan cerita bergambar dan teks, dan

(42)

keduanya saling menjalin. Kedua istilah tersebut berdekatan arti, hanya berbeda istilah.

Nurgiyantoro (2016:152) menegaskan pengertian buku cerita bergambar bahwa buku cerita bergambar adalah buku bacaan cerita yang menampilkan teks narasi secara verbal dan disertai dengan gambar ilustrasi. Ilustrasi dan cerita memiliki ikatan saling menjelaskan. Pembaca dapat membaca secara lebih konkret saat mengamati gambar dan membaca teks narasi lewat huruf-hurufnya (Nurgiyantoro, 2016:153). Bila ilustrasi atau cerita berdiri sendiri belum tentu dapat mengungkapkan cerita secara jelas. Lukens (2003:38) menegaskan bahwa gambar-gambar yang ada di dalam buku cerita bergambar akan membuat tulisan verbal menjadi lebih kelihatan, konkret, dan memperkaya makna teks.

Berdasarkan pemaparan beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa buku cerita bergambar merupakan buku yang menyampaikan pesan melalui ilustrasi dan tulisan. Kedua komponen buku cerita bergambar harus hadir agar pembaca mendapatkan pengalaman membaca yang lebih konkret. b. Fungsi Buku Cerita Bergambar

Fungsi buku cerita bergambar bagi anak menurut Mitchel (2003:87) adalah sebagai berikut, 1) buku cerita bergambar dapat membantu anak terhadap pengembangan dan perkembangan emosi. 2) buku cerita bergambar dapat membantu anak untuk belajar tentang dunia, dan menyadarkan anak tentang keberadaan di dunia di tengah masyarakat dan alam. 3) buku cerita bergambar dapat membantu anak belajar dari orang lain. 4) buku cerita

(43)

bergambar dapat membantu anak memperoleh kesenangan. 5) buku cerita bergambar membantu anak mengapresiasi keindahan. Serta 6) buku cerita bergambar dapat membantu anak untuk menstimulasi imajinasinya.

Berdasarkan pemaparan ahli di atas, peneliti melihat bahwa buku cerita bergambar memiliki beberapa fungsi, antara lain membantu mengembangkan pengetahuan, kemampuan bersosialisasi, dan kemampuan emosional anak. Fungsi buku cerita tersebut yang menjadi pedoman penulis dalam menyusun instrumen penelitian serta instrumen validasi.

c. Kriteria Buku Cerita Bergambar

Berdasarkan pengertian buku cerita bergambar yang telah disebutkan, sebuah buku cerita bergambar tentunya memiliki sebuah cerita dan ilustrasi yang saling mendukung. Menurut Rokhmansyah (2014:50) cerita anak mengandung tema yang mendidik, alurnya lurus, tidak berbelit-belit, menggunakan setting yang ada di sekitar atau ada di dunia anak, tokoh dan penokohan mengandung peneladanan yang baik, gaya bahasanya mudah dipahami, mampu mengembangkan bahasa anak, menggunakan sudut pandang yang tepat, dan imajinasi masih dalam jangkauan anak.

Senada dengan pendapat tersebut, Nurgiyantoro (2016:155) buku cerita bergambar hendaknya memenuhi beberapa persyaratan, yaitu materi mudah dipahami anak, menggunakan bahasa yang sederhana sehingga dapat dibaca dan dipahami anak, mempertimbangkan kesederhanaan kosa kata dan struktur kalimat, mampu meningkatkan kekayaan kosakata, bahasa, dan kemampuan berbahasa anak, menghadirkan ilustrasi cerita untuk

(44)

memperkuat apa yang dikisahkan, serta mengangkat tema dan persoalan kehidupan manusia.

Secara lebih dalam Dewayani (2017:73) menyatakan bahwa kriteria buku fiksi berupa buku cerita bergambar bagi pembaca awal (siswa SD kelas rendah) sebagai berikut.

1) Cerita memiliki bahasa dengan struktur sederhana, kosakata dan struktur kalimat repetitif sehingga polanya mudah ditebak. Hal ini membantu pembaca untuk membaca secara mandiri.

2) Tokoh cerita berpikir dan bersikap layaknya pembaca berusia dini. 3) Cerita memiliki unsur humor sehingga menarik bagi pembaca.

4) Alur cerita disajikan melalui ilustrasi yang menarik. Teks dan ilustrasi berperan sama pentingnya dalam buku cerita.

Berdasarkan pemaparan para ahli tersebut, peneliti menemukan bahwa kriteria buku cerita bergambar yang baik memiliki isi cerita yang mudah dipahami, pemilihan bahasa yang sederhana, ilustrasi yang mendukung teks narasi, alur cerita yang lurus dan menarik, serta memiliki pesan moral. Melalui kriteria-kriteria yang telah disebutkan di atas dapat dirumuskan menjadi pedoman dalam menyusun instrumen observasi, wawancara, dan validasi. Kriteria yang digunakan antara lain, bahasa yang digunakan sederhana, alur cerita yang lurus dan jelas, penokohan yang mengesankan, ilustrasi yang mendukung narasi, serta adanya pesan moral.

(45)

5. Pendidikan Karakter

a. Pengertian Pendidikan Karakter

Menurut Suparno (2015:29) pendidikan karakter merupakan pendidikan yang bertujuan untuk membantu agar siswa-siswa mengalami, memperoleh, dan memiliki karakter kuat yang diinginkan. Secara lebih dalam, Komara (2018:24) menyatakan bahwa pendidikan karakter merupakan pendidikan nilai, budi pekerti, moral, dan watak, yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam memberikan keputusan baik dan buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Pendidikan karakter secara rinci dijelaskan oleh pendapat dari Zubaedi (2011:25), yaitu pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, atau program pengajaran yang bertujuan mengembangkan watak dan tabuat peserta didik dengan cara menghayati nilai-nilai keyakinan masyarakat sebagai kekuatan moral dalam kehidupan melalui kejujuran, dapat dipercaya disiplin, dan kerja sama yang menekankan ranah afektif tanpa meninggalkan ranah kognitif dan ranah keterampilan.

Berdasarkan pemaparan beberapa ahli di atas, peneliti melihat persamaan bahwa pendidikan karakter adalah proses pendidikan yang menekankan ranah afektif dengan tujuan mengembangkan nilai moral peserta didik sebagai bekal kehidupannya. Dalam pendidikan karakter terdapat tiga unsur penting, yaitu pengetahuan, perasaan, dan perilaku moral.

(46)

b. Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Karakter

Fokus kebijakan pendidikan pada kurikulum 2013 mengarah pada kecakapan abad 21, yaitu literasi, kompetensi, dan karakter. Guna melaksanakan pendidikan karakter pada kurikulum 2013, pemerintah menyelenggarakan Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 87 tahun 2017, PPK adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Pada pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 87 tahun 2017, menyatakan bahwa terdapat lima karakter utama menjadi prioritas pengembangan PPK, yaitu religius, nasionalisme, integritas, mandiri, dan gotong royong. Pemaparan nilai dan deskripsi nilai lima karakter utama pada pendidikan karakter berdasar PPK diuraikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Nilai dan Deskripsi Nilai Karakter pada Pendidikan Karakter

Karakter Nilai Deskripsi Nilai

Religius

Toleransi

Sikap dan Tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan Tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

Cinta Damai

Sikap, perkataan, dan Tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

(47)

Persahabatan

Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

Peduli Lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

Nasionalis

Disiplin

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

Cinta Tanah Air

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas diri dan kelompoknya.

Mandiri

Kerja Keras

Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

Rasa Ingin Tahu

Sikap dan Tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, atau didengar.

(48)

Kreatif

Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

Berani

Bertindak secara benar pada saat menghadapi kesulitan dan mengikuti hati nurani daripada pendapat orang banyak.

Integritas

Jujur

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

Adil

Melaksanakan keadilan sosial, kewajaran, dan persamaan, bekerja sama dengan orang lain, memahami keunikan dan nilai-nilai dari setiap individu di dalam masyarakat.

Tanggung Jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya ia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, dan lingkungan (alam, sosial, budaya), negara, dan Tuhan YME.

Gotong

Royong Kerja sama

Tindakan menghargai semangat Kerja sama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama.

(49)

Demokratis

Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

Peduli Sosial

Sikap dan tindakan yang selalu memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

Berdasarkan uraian nilai pada pendidikan karakter yang dipaparkan di atas, peneliti menggunakan enam nilai sikap sesuai pembelajaran pada tema 3. Pada setiap pembelajaran kelas II tema 3, nilai pendidikan karakter telah ditentukan berdasarkan indikator pada Kompetensi Inti 2. Keenam nilai tersebut adalah jujur, bertanggung jawab, peduli, disiplin, percaya diri, dan santun. Keenam nilai tersebut digunakan sebagai pedoman pembuatan cerita pada setiap pembelajaran.

c. Unsur Penting Pendidikan Karakter

Ryan dan Lickona (1992:15) menyatakan bahwa terdapat 3 unsur penting dalam pendidikan karakter, yaitu pengertian moral, perasaan moral, dan tindakan moral. Ketiga unsur ini berkaitan dan perlu diperhatikan bahwa nilai moral memerlukan perasaan moral agar menjadi tindakan moral.

1) Pengertian moral adalah kemampuan untuk mengambil gagasan seseorang, rasionalitas moral (alasan mengapa harus melakukan hal tersebut) dan pengertian terhadap dirinya sendiri. Unsur dalam pengertian moral adalah pengetahuan tentang nilai moral, alasan moral,

(50)

strategi pengambilan keputusan, gambaran situasi dalam suatu keputusan , dan bagaimana cara memutuskan.

2) Perasaan moral meliputi kesadaran akan yang baik atau tidak, harga diri, sikap empati, perasaan mencintai kebaikan, kontrol diri, dan rendah hati. Perasaan moral ini perlu diperhatikan karena hal ini mempengaruhi seseorang dengan mudah atau sulit untuk bertindak baik atau tidak baik.

3) Tindakan moral meliputi kemampuan untuk mengaplikasikan keputusan dan perasaan moral ke tindakan konkret, kemauan, dan kebiasaan. Tanpa disertai kemampuan yang kuat, orang tidak akan melakukannya. Dalam dunia Pendidikan kemauan perlu ditingkatkan. Berdasarkan pernyataan ahli di atas, peneliti mengetahui bahwa dalam pendidikan karakter terdapat tiga unsur penting, yaitu pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral. Pada penelitian ini, buku cerita bergambar menjadi sarana dalam pelaksanaan pendidikan karakter sejalan dengan unsur pengertian moral. Siswa akan mengetahui nilai-nilai moral dari nasihat pada cerita yang telah dibaca oleh siswa. Setelah melakukan kegiatan membaca, siswa akan melakukan refleksi. Hal ini sejalan dengan unsur perasaan moral. Dimana, siswa akan melihat apa yang telah dilakukannya dan menyadari apakah itu hal yang baik atau sebaliknya.

(51)

d. Tujuan Pendidikan Karakter di Pendidikan Sekolah

Menurut Kesuma (2011:9) pendidikan karakter di sekolah memiliki tujuan sebagai berikut.

1) Memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik ketika proses sekolah maupun setelah proses sekolah.

Penguatan dan pengembangan memiliki makna bahwa pendidikan karakter di sekolah merupakan sebuah proses yang membawa peserta didik untuk memahami dan merefleksi bagaimana suatu nilai menjadi penting untuk diwujudkan dalam kehidupan manusia. Selain itu, penguatan juga mengarahkan proses pendidikan pada proses pembiasaan yang disertai oleh logika dan refleksi atas proses dan dampak dari proses pembiasaan yang dilakukan sekolah. Dengan kata lain, proses pendidikan harus dilakukan secara kontekstual.

2) Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah.

Pendidikan karakter memiliki sasaran untuk meluruskan perilaku anak yang negatif menjadi positif. Proses pelurusan tersebut merupakan pengoreksian perilaku melalui proses pedagogis, bukan dengan paksaan atau pengkondisian yang tidak mendidik. Proses pedagogis dalam pengoreksian perilaku dilakukan dengan mengarahkan pola pikir anak,

(52)

keteladanan lingkungan sekolah dan rumah, dan proses pembiasaan berdasarkan tingkat dan jenjang sekolahnya.

3) Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.

Proses pendidikan di sekolah harus dihubungkan dengan proses pendidikan di keluarga. Apabila pendidikan karakter hanya terbatas pada interaksi antara guru dengan siswa, pencapaian berbagai karakter yang diharapkan akan sulit untuk diwujudkan. Penguatan perilaku merupakan suatu hal yang menyeluruh (holistik), tidak hanya suatu cuplikan dari rentangan waktu yang dimiliki oleh anak.

Berdasarkan pemaparan ahli di atas, peneliti mengetahui bahwa terdapat tiga tujuan pendidikan karakter di sekolah, yaitu memfasilitasi pengembangan dan penguatan nilai-nilai kehidupan, mengoreksi perilaku siswa, serta membangun koneksi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat. Ketiga tujuan pendidikan karakter tersebut menjadi dasar peneliti dalam mengembangkan buku cerita bergambar bagi siswa SD kelas II sebagai media pelaksanaan pendidikan karakter.

(53)

6. Siswa SD kelas II

a. Karakteristik Siswa SD kelas II

Siswa sekolah dasar adalah anak yang berusia 6 sampai 12 tahun (Hosnan, 2016:49). Karakteristik siswa sekolah dasar adalah senang bermain, bergerak, bekerja dalam kelompok, merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung, cengeng, sulit memahami isi pembicaraan orang lain, senang diperhatikan, dan senang meniru (Hosnan, 2016:59). Siswa sekolah dasar kelas II termasuk dalam siswa sekolah dasar pada masa-masa kelas rendah. Somantri dan Saodih (dalam Agustina, 2014:93) menjelaskan bahwa karakteristik siswa pada masa kelas rendah adalah sebagai berikut.

1) Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi di sekolah.

2) Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan yang tradisional. 3) Ada kecenderungan menuju diri sendiri.

4) Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain dan ada kecenderungan meremehkan anak lain.

5) Jika tidak dapat menyelesaikan suatu hal, maka soal itu dianggap tidak penting.

6) Pada masa ini anak menghendaki nilai rapor yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai atau tidak. Santrock (2017:49) menyatakan bahwa siswa SD kelas II berada dalam tahap perkembangan operasional konkret yang memiliki karakteristik antara lain 1) dapat membuat klasifikasi sederhana, mengklasifikasikan objek

(54)

berdasarkan sifat-sifat umum, misalnya klasifikasi warna atau karakter tertentu. 2) Anak dapat membuat urutan sesuatu secara semestinya. Mengurutkan abjad, angka, besar-kecil, dan lain-lain. 3) Anak mulai dapat mengembangkan imajinasinya ke masa lalu dan masa depan. 4) Anak mulai berpikir argumentatif dan memecahkan masalah sederhana, ada kecenderungan memperoleh ide-ide sebagaimana yang dilakukan oleh orang dewasa, namun belum dapat berpikir tentang sesuatu yang abstrak karena jalan berpikirnya masih terbatas pada situasi yang konkret.

Berdasarkan pemaparan ahli, peneliti mengetahui bahwa siswa sekolah dasar kelas II memiliki karakteristik khusus, yaitu senang bermain, bergerak, bekerja sama dalam kelompok, cengeng, patuh pada aturan, senang meniru, senang membanding-bandingkan, dan berpikir argumentatif. Karakteristik siswa tersebut menjadi dasar peneliti dalam merancang cerita pada buku cerita bergambar.

b. Ciri Perkembangan Siswa SD Kelas II

Siswa sekolah dasar kelas II pada umumnya berusia delapan tahun. Pada usia tersebut, siswa memiliki ciri perkembangan khusus yang membedakannya dengan perkembangan usia lainnya. Hosnan (2016:62) menjelaskan ciri-ciri perkembangan anak (dalam penelitian ini siswa) sekolah dasar usia delapan tahun sebagai berikut.

1) Perkembangan fisiknya ditandai dengan bergerak cepat, bekerja dengan tergesa-gesa, penuh dengan energi, memerlukan pelepasan energi

(55)

secara fisik, terkadang sedikit aneh, rentang konsentrasi terbatas, memiliki pandangan dekat dan jauh sama kuat.

2) Perkembangan sosial ditandai dengan bersifat sangat baik, penuh dengan humor, senang bekerja sama, sering salah dalam memperkirakan kemampuan mereka, cepat membuat alasan ketika melakukan kesalahan, lebih menyukai kegiatan yang sama dengan teman sejenis, bermasalah dengan aturan dan batasan-batasan, kelompok pertemanan lebih banyak dari usia tujuh tahun.

3) Perkembangan bahasa ditandai dengan berbicara aktif, mendengarkan tapi penuh dengan gagasan sehingga tidak dapat selalu ingat apa yang telah dikatakannya, melebih-lebihkan dalam berbicara, suka menjelaskan gagasan, perluasan kosa kata yang sangat cepat.

4) Perkembangan kognisi ditandai dengan menyukai kegiatan kelompok, suka menghasilkan sesuatu, sering bekerja dengan keras/kuat, mulai mahir dalam keterampilan dasar, mulai merasakan kemampuan keterampilannya, bertambah baik dalam melakukan operasi konkret. Berdasarkan pemaparan ahli tersebut, peneliti melihat bahwa siswa sekolah dasar kelas II memiliki ciri-ciri perkembangan khusus. Perkembangan fisik siswa sekolah dasar kelas II ditandai dengan pergerakan tubuh yang cepat, penuh semangat, konsentrasi terbatas, dan memiliki pandangan yang kuat. Perkembangan sosial siswa sekolah dasar kelas II ditandai dengan hubungan dengan teman sebaya semakin erat melalui bertambahnya kelompok pertemanan, penuh dengan perasaan riang, dan

(56)

humoris. Sementara itu, ciri perkembangan bahasa siswa sekolah dasar kelas II ditandai dengan bertambahnya kosa-kata, berbicara secara aktif, senang menjelaskan gagasan dan sering melebih-lebihkan pembicaraan. Ciri perkembangan kognisi siswa sekolah dasar kelas II ditandai dengan menyukai pekerjaan secara berkelompok, sering bekerja dengan kuat, serta mahir dalam keterampilan dasar dan melakukan operasi konkret. Pada penelitian ini ciri perkembangan fisik, sosial, dan kognitif siswa tersebut menjadi dasar peneliti dalam merancang cerita dalam buku cerita bergambar. Lalu, ciri perkembangan bahasa siswa menjadi dasar peneliti dalam merancang anatomi buku cerita bergambar.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terdahulu tentang pengembangan buku cerita bergambar untuk kegiatan literasi dan pendidikan karakter, peneliti menggunakan beberapa hasil penelitian. Penelitian tersebut dipilih berdasarkan keterkaitan dengan buku cerita, kegiatan literasi, dan pendidikan karakter. Hasil penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut. Penelitian yang dilakukan oleh Faizah (2009) bertujuan untuk mengetahui keefektifan cerita bergambar untuk pendidikan nilai dan keterampilan berbahasa Indonesia. Subjek pada penelitian ini adalah 70 peserta didik kelas II MI Negeri Tempel Sleman. Subjek terbagi dalam dua kelas dengan jumlah sama banyak, yakni kelas eksperimen dan kelas kontrol. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan eksperimen semu (quasi experimental). Variabel bebas (X) adalah media

(57)

pembelajaran yang berupa cerita bergambar. Hasil penelitian ini adalah adanya keefektifan penggunaan cerita bergambar untuk meningkatkan hasil belajar keterampilan berbahasa (menyimak, membaca) dalam pembelajaran Bahasa Indonesia yang terintegrasi dengan pendidikan nilai. Hal tersebut terbukti dengan adanya perbandingan peningkatan skor rerata keterampilan membaca pada kelas eksperimen sebesar 10,86 atau sebesar 14,96%, sedangkan pada kelas kontrol kenaikan skor rerata sebesar 2,29 atau sebesar 3,18%.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Faizah (2009), terdapat kesamaan tentang penggunaan buku cerita bergambar untuk peningkatan keterampilan berbahasa dan pendidikan nilai. Pada penelitian yang dilakukan oleh Faizah (2009), buku cerita bergambar digunakan untuk efektivitas peningkatan keterampilan berbahasa dalam pelajaran Bahasa Indonesia yang terintegrasi dengan pendidikan nilai. Sementara itu pada penelitian ini buku cerita bergambar digunakan sebagai sarana literasi. Peneliti menggunakan buku cerita bergambar berbasis pendidikan karakter yang disusun oleh peneliti, sedangkan Faizah (2009) menggunakan buku yang telah tersedia.

Penelitian Mumpuni dan Masruri (2016) bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai karakter, kesesuaian nilai karakter terhadap indikator KI 1 dan KI 2 serta teknik penyajian nilai karakter pada buku teks Kurikulum 2013 pegangan guru dan pegangan siswa kelas II SD semester satu. Penelitian ini merupakan penelitian analisis konten. Objek dalam

(58)

penelitian ini adalah muatan nilai-nilai karakter yang terkandung dalam buku teks Kurikulum 2013 pegangan guru dan pegangan siswa kelas II SD semester satu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa buku pegangan guru dan buku pegangan siswa dalam setiap tema mengandung muatan nilai-nilai karakter dengan jumlah bervariasi dan persebaran kurang merata. Nilai karakter yang disajikan sebagian besar telah sesuai dengan indikator KI 1 dan KI 2, tetapi ditemukan pula karakter di luar indikator tersebut. Teknik penyajian nilai-nilai karakter yang sesuai indikator KI 1 dan KI 2 dengan cara pengungkapan dan pengintegrasian nilai karakter, menggunakan lagu, cerita, dan drama untuk memunculkan nilai karakter, mengubah hal-hal negatif menjadi positif serta melakukan praktik lapangan untuk memunculkan nilai karakter.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mumpuni dan Masruri (2016) terdapat kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, yaitu penyajian nilai karakter berdasarkan Kompetensi Inti (KI) 2. Penelitian yang dilakukan oleh Mumpuni dan Masruri (2016) menemukan bahwa nilai karakter pada buku pegangan guru disajikan secara terintegrasi antara nilai karakter satu dengan yang lainnya. Sementara itu, pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti, penyajian nilai karakter disajikan secara terpisah pada setiap pembelajaran. Hal tersebut dilakukan agar pesan moral pada cerita tidak bias.

Penelitian yang dilakukan Basyiroh (2017) bertujuan untuk mengetahui program, hambatan-hambatan yang dihadapi guru, serta upaya yang

(59)

dilakukan untuk mengatasi hambatan yang ada dalam melaksanakan program pengembangan kemampuan literasi anak usia dini di TK Negeri Centeh Kota Bandung. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yang bersifat post positivistik. Subjek penelitian ini adalah kepala sekolah, guru dan peserta didik TK Negeri Centeh Kota Bandung. Hasil penelitian ini adalah perencanaan program yang tertuang dalam Rencana Semester, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Mingguan, serta Rencana Pembelajaran Pelaksanaan Harian. Perencanaan program dibuat secara terintegrasi dalam beberapa bidang pengembangan. Hambatan yang dihadapi guru dalam melaksanakan program pengembangan kemampuan literasi adalah anak yang belum muncul perkembangannya dan guru kurang kreatif untuk membuat media pembelajaran. Maka upaya yang dapat dilakukan untuk menghadapi hambatan tersebut dengan guru bekerja sama dengan orang tua siswa yang belum berkembang, kepala TK mendorong guru untuk menggunakan buku dalam pelajaran, serta Guru mencari inovasi baru dalam pembelajaran.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Basyiroh (2017), terdapat kesamaan dengan penelitian ini, yaitu tentang pelaksanaan kegiatan literasi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Basyiroh (2017), pelaksanaan kegiatan literasi dilakukan hingga tahap pembelajaran. Hal tersebut diketahui dengan adanya Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Semester hingga Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian. Sementara itu, pada penelitian yang dilakukan peneliti pelaksanaan kegiatan literasi hingga tahap pembelajaran diketahui dengan adanya kegiatan refleksi seusai siswa membaca cerita.

Gambar

Gambar 1.1 Desain Buku Cerita Bergambar
Tabel 2.1 Nilai dan Deskripsi Nilai Karakter pada Pendidikan Karakter
Gambar 2.1 Hasil Penelitian yang Relevan
Gambar 3.1 Bagan Prosedur Penelitian R&D
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil uji coba yang telah dilakukan peneliti bahwa semua siswa tertarik dengan buku cerita bergambar yang telah dibacanya, karena produk yang dihasilkan peneliti mudah

Masalah yang dihadapi adalah penyediaan media pembelajaran yang dapat membantu proses pembelajaran membaca dan dapat membangun kepedulian siswa terhadap lingkungan

Penelitian ini diharapkan dapat memotivasi dan mendorong siswa terutama kelas III untuk lebih tertarik dan berminat pada kegiatan belajar membaca dengan menggunakan buku cerita

ABSTRAK PENGEMBANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR MENGENAI KEBERAGAMAN BUDAYA UNTUK PEMBELAJARAN MEMBACA KELAS III B SD KANISIUS SOROWAJAN Angela Putri Meriyani Universitas Sanata Dharma

mengembangkan sebuah buku cerita bergambar berbasis pendidikan karakter untuk menumbuhkan budaya literasi di Sekolah Dasar yang dapat digunakan siswa sebagai media

1) Buku cerita bergambar dapat membantu anak terhadap pengembangan dan perkembangan emosi. Anak akan merasa terfasilitasi dan terbantu untuk memahami dan menerima

Uji coba terhadap produk bahan bacaan cerita bergambar berorientasi pendidikan karakter untuk pembelajaran membaca siswa kelas II SD melalui tahap validasi ahli materi dan

Uji coba terhadap produk bahan bacaan cerita bergambar berorientasi pendidikan karakter untuk pembelajaran membaca siswa kelas II SD melalui tahap validasi ahli materi dan