• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR BERBASIS LITERASI DAN PENDIDIKAN KARAKTER SISWA SD KELAS II TEMA 4 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR BERBASIS LITERASI DAN PENDIDIKAN KARAKTER SISWA SD KELAS II TEMA 4 SKRIPSI"

Copied!
218
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR BERBASIS LITERASI DAN PENDIDIKAN KARAKTER

SISWA SD KELAS II TEMA 4

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Estu Gracia Tanggu Reba NIM: 161134181

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2021

(2)

i

PENGEMBANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR BERBASIS LITERASI DAN PENDIDIKAN KARAKTER

SISWA SD KELAS II TEMA 4

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Estu Gracia Tanggu Reba NIM: 161134181

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2021

(3)

ii

(4)

iii HALAMAN PENGESAH

(5)

iv

(6)

v

(7)

vi ABSTRAK

PENGEMBANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR BERBASIS LITERASI DAN PENDIDIKAN KARAKTER

SISWA SD KELAS II TEMA 4 Estu Gracia Tanggu Reba Universitas Sanata Dharma

2021

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan guru terhadap rendahnya kesadaran anak usia SD saat ini untuk membaca dan memiliki karakter baik. Baik peserta didik maupun guru membutuhkan media untuk menanamkan nilai-nilai baik pada anak. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan media pembelajaran buku cerita bergambar berbasis literasi dan pendidikan karakter siswa SD kelas II tema 4 dan mendeskripsikan kualitas produk tersebut.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian dan pengembangan (R&D). Model pengembangan yang digunakan adalah model Borg and Gall. Langkah-langkah yang digunakan adalah: (1) potensi dan masalah; (2) pengumpulan data, (3) desain produk; (4) validasi desain; (5) revisi desain; dan (6) uji coba produk. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas II SD Bopkri Demangan 3 Yogyakarta. Objek dalam penelitian ini adalah pengembangan buku cerita bergambar berbasis literasi dan pendidikan karakter untuk siswa SD kelas II tema 4. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara dan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prosedur pengembangan buku cerita bergambar ini menggunakan model pengembangan Borg and Gall; (2) berdasarkan hasil validasi kualitas buku cerita bergambar tersebut masuk dalam kategori “Sangat Baik” dengan skor rata-rata 3,46. Selain itu, produk yang dihasilkan mampu menarik minat siswa untuk membaca, mudah dipahami namun masih membutuhkan bimbingan guru atau orangtua, dan mampu menanamkan nilai-nilai baik pada siswa.

Kata kunci: penelitian dan pengembangan, buku cerita bergambar, pendidikan karakter, literasi membaca, murid kelas II SD.

(8)

vii ABSTRACT

THE DEVELOPMENT OF ILLUSTRATED STORY BOOK BASED ON LITERATION AND CHARACTER EDUCATION FOR SECOND GRADES

ELEMENTARY SCHOOL STUDENTS THEME 4 Estu Gracia Tanggu Reba

Sanata Dharma University

2021

The background of this research is the teachers’ apprehension of the low awareness from the elementary school students to read and have good characters. Both the students and the teachers need media in embedding good values to the children. Therefor, this research is purpose to developing an illustrated story book based on literation and character education for second grades elementary school students theme 4.

This research is included in research and development type. The development model used in the research is Borg and Gall model. The steps taken are first, potencial and problems, second data gathering, third product design, fourth design validation, fifth design revision and sixth product trial. The subjects of this research are second grade students of Bopkri Demangan III elementary school, Yogyakarta. The object of this research is illustrated story book based on literation and character education for second grades elementary school students theme 4. Data gathering technique used are interview and questioner. The result of the research shows that: (1) the development procedure of this illustrated story book uses Borg and Gall development model; (2) based on the validation by specialist lecturer, specialist teacherer, and teacher for second grade of the elementary school, the quality of illustrated story book is categorized as “Very Good” with the mean score 3,46. Besides, it is concluded that the illustrated story book is able to draw the students’ interest to read; easily understood by the students even they still need the teachers’ or parents’ guidance; (4) the students are able to take the values from the given stories; and the illustrated story book which is created is able to embed good values to the students.

Keywords: research and development, illustrated story book, character education, reading literation, second grade students of elementary school.

(9)

viii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAM PUBLIKASI KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Definisi Operasional ... 12

F. Spesifikasi Produk yang Diharapkan ... 14

BAB II ... 16

A. Kajian Pustaka ... 16

1. Literasi ... 16

2. Pendidikan Karakter ... 24

3. Buku Cerita Bergambar ... 40

4. Tahap Perkembangan Anak ... 54

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 59

C. Kerangka Berpikir ... 63

D. Pertanyaan Penelitian ... 68

(10)

ix A. Jenis Penelitian ... 70 B. Setting Penelitian ... 74 1. Lokasi Penelitian ... 74 2. Subjek Penelitian ... 74 3. Objek Penelitian ... 74 4. Waktu penelitian ... 74 C. Prosedur Pengembangan ... 75

D. Teknik Pengumpulan Data ... 80

1. Wawancara ... 80

2. Kuesioner ... 80

E. Instrumen Penelitian ... 82

1. Pedoman Wawancara ... 83

2. Lembar Kuesioner ... 88

F. Teknik Analisis Data ... 100

1. Analisis Data Kualitatif ... 100

2. Analisis Data Kuantitatif ... 101

BAB IV ... 104

A. Hasil Penelitian Pengembangan ... 104

1. Proses Pengembangan Buku Cerita Bergambar ... 104

2. Kualitas Buku Cerita ... 139

B. Pembahasan ... 140

1. Buku Cerita Menggunakan Ilustrasi yang Menarik ... 148

2. Buku Cerita Mudah Dipahami oleh Siswa Kelas Rendah ... 150

3. Buku Cerita Memberikan Pelajaran Moral... 151

4. Buku Cerita Dirancang dengan Anatomi Buku ... 152

C. Kelebihan dan Kekurangan Produk ... 155

1. Kelebihan Produk ... 155

2. Kekurangan Produk ... 157

BAB V ... 158

PENUTUP ... 158

(11)

x

B. Keterbatasan Penelitian ... 160

C. Saran ... 160

DAFTAR PUSTAKA ... 162

LAMPIRAN ... 166

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Cover Buku ... 16

Gambar 2.1 Map dari Penelitian-penelitian Sebelumnya ... 62

Gambar 3.1 Bagan Prosedur Penelitian R&D ... 80

Gambar 4.1 Judul Buku ... 123

Gambar 4.2 Gambar Pertama dalam Cerita Kadi Berkebun ... 124

Gambar 4.3 Gambar Kedua dalam Cerita Kadi Berkebun ... 125

Gambar 4.4 Font untuk Judul Buku ... 126

Gambar 4.5 Font untuk Judul Cerita ... 125

Gambar 4.6 Font untuk Isi Cerita ... 125

Gambar 4.7 Diagram Batang Rekapitulasi Hasil Validasi ... 140

Gambar 4.8 Contoh Ilustrasi yang Digunakan ... 149

Gambar 4.9 Bahasa yang Digunakan dalam Buku Cerita Bergambar ... 151

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Karakter... 30

Tabel 3.1 Kisi-kisi Umum Instrumen Penelitian... 83

Tabel 3.2 Pedoman Wawancara ... 87

Tabel 3.3 Instrumen Wawancara... 88

Tabel 3.4 Kisi-kisi Kuesinoner Analisis Kebutuhan Awal ... 91

Tabel 3.5 Instrumen Kuesinoner Analisis Kebutuhan Awal ... 93

Tabel 3.6 Kisi-kisi Kuesioner Uji Validasi Produk ... 96

Tabel 3.7 Contoh Instrumen Kuesioner Validasi Buku Cerita ... 98

Tabel 3.8 Kisi-kisi Kuesioner Reflektif Siswa ... 97

Tabel 3.9 Instrumen Kuesioner Reflektif Siswa ... 98

Tabel 3.10 Konversi Data Kuantitatif ke Kualitatif ... 100

Tabel 4.1 Rangkuman Hasil Wawancara Pengajar di KB Sumbu Pakarti ... 1078

Tabel 4.2 Rangkuman Hasil Wawancara Guru Kelas II SD N Plakaran ... 109

Tabel 4.3 Penjabaran Karakter Cerita ... 119

Tabel 4.4 Hasil Validasi Buku Cerita oleh Guru Ahli ... 1267

Tabel 4.5 Hasil Validasi Buku Cerita oleh Dosen Ahli ... 12930

Tabel 4.6 Validasi Buku Cerita oleh Guru Kelas II ... 132

Tabel 4.7 Revisi Produk Berdasarkan Validasi Guru Ahli ... 135

Tabel 4.8 Revisi Produk Berdasarkan Validasi Dosen Ahli ... 1356

Tabel 4.9 Revisi Produk Berdasarkan Validasi Guru Kelas II... 1367

(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil Wawancara Analisis Kebutuhan Pengajar Literasi ... 1678

Lampiran 2. Hasil Wawancara Analisis Kebutuhan Guru Kelas II SD ... 169

Lampiran 3. Lembar Kuesioner Analisis Kebutuhan Siswa ... 17172

Lampiran 4. Hasil Rekap Kuesioner Analisis Kebutuhan Siswa ... 1734

Lampiran 5. Hasil Validasi Guru Ahli ... 18081

Lampiran 6. Hasil Validasi Dosen Ahli ... 1834

Lampiran 7. Hasil Validasi Guru Kelas II SD ... 1867

Lampiran 8. Rekapitulasi Skor Hasil Validasi ... 18990

Lampiran 9. Hasil Kuesioner Uji Coba Produk pada Siswa ... 19091

Lampiran 10. Surat Izin Penelitian... 1967

Lampiran 11. Surat Keterangan Penelitian ... 1978

(15)

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini, peneliti membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, dan spesifikasi produk yang dibuat.

A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan merupakan upaya sadar dan terencana dalam proses pembinaan dan pembelajaran bagi individu agar tumbuh berkembang menjadi manusia yang diharapkan dapat mandiri, bertanggungjawab, kreatif, berilmu, sehat, dan berakhlak mulia. Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 pasal 3, dikatakan bahwa pendidikan nasional mengemban misi untuk membangun manusia dengan jati diri yang utuh sehingga pendidikan nasional harus bermutu dan berkarakter.

Berkaitan dengan itu, sistem kurikulum pendidikan di Indonesia mengalami banyak perubahan dan perbaikan. Berdasarkan perubahan dan perbaikan yang ada, Mulyasa (2013:6) berpendapat bahwa berbagai pihak menganalisis dan melihat perlunya diterapkan kurikulum berbasis kompetensi sekaligus berbasis karakter yang dapat membekali siswa dengan berbagai sikap dan kemampuan yang sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman dan teknologi. Oleh karena itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengambil langkah untuk merevitalisasi pendidikan karakter dalam seluruh jenis dan jenjang pendidikan. Mulyasa (2013:6) menambahkan, dalam pelaksanaannya

(16)

2

saat ini lebih ditekankan pada pendidikan karakter, terutama pada tingkat dasar dimana pada tingkat ini akan menjadi fondasi bagi tingkat berikutnya.

Menurut Elkin dan Sweet (dalam Fathurrohman, Suryana, & Fatriani, 2013:16), pendidikan karakter merupakan suatu bentuk usaha yang dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk membantu peserta didik memahami, peduli, dan bertindak berdasarkan nila-nilai etika yang benar. Sejalan dengan itu, Zubaedi (2011:17) menjelaskan bahwa pelaksanaan pendidikan karakter tidak dapat dilakukan hanya dengan mentransfer ilmu pengetahuan atau melatih suatu keterampilan. Penanaman pendidikan karakter membutuhkan proses, contoh teladan, dan pembiasaan yang dilakukan secara terus menerus dalam peran peserta didik di lingkungan sekolah, keluarga, maupun masyarakat (Zubaedi, 2011:17).

Pendidikan karakter merupakan proses yang tak pernah berhenti karena pendidikan karakter bukan merupakan proyek yang memiliki awal dan akhir, namun pendidikan karakter akan terus berjalan sesuai dengan perkembangan jaman yang ada (Raka, Mulyana, Markam, Semiawan, Bastaman, & Nurachman, 2011:1). Pendidikan karakter sangat diperlukan karena pendidikan karakter mampu menjadikan setiap individu lebih baik. Individu yang baik adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dirinya sendiri, sesama, lingkungan, bangsa, dan negara dengan mengoptimalkan potensi dalam dirinya disertai kesadaran, emosi, dan motivasinya (Zubaedi, 2011:11). Pada prinsipnya, guru dan seluruh warga sekolah tidak dapat mengelak dan sangat berkewajiban

(17)

3

untuk mengajarkan nilai-nilai yang baik yang seharusnya dilakukan dan mencegah nilai-nilai yang buruk. Berkaitan dengan hal itu, Lickona (dalam Samani & Hariyanto, 2012:147) berpendapat bahwa sangat diperlukan adanya penanaman pendidikan karakter yang efektif, salah satunya adalah dengan diadakannya kegiatan literasi membaca. Kegiatan membaca merupakan salah satu kegiatan yang paling sederhana dan efektif untuk menanamkan nilai-nilai karakter. Hal tersebut karena dalam buku cerita akan terdapat banyak variasi kisah yang di dalamnya terdapat berbagai nilai karakter yang muncul. Selain itu, kisah-kisah yang dikemas melekat dengan kegiatan sehari-hari membuat pembaca dapat lebih memahami cerita dengan baik dan mengambil nilai yang terkandung di dalamnya. Hal tersebut kemudian sesuai dengan salah satu tujuan diadakannya kegitan literasi yang dikemukakan oleh Abidin, Mulyati, & Yunansah (2018:25), yaitu mengembangkan siswa sebagai individu yang berkarakter.

Menurut Abidin, Mulyati, & Yunansah (2018:1), secara tradisional, literasi dipandang sebagai kemampuan seseorang dalam membaca dan menulis. Sesuai perkembangannya, pengertian literasi berkembang menjadi kemampuan membaca, menulis, berbicara, dan menyimak (Gee dan Heath dalam Dewayani, 2017:12). Menurut Alwasilah (dalam Priyatni, 2017:157) literasi merujuk pada literasi kritis karena memfokuskan keterampilan kritis dan analitis yang diperlukan untuk memahami dan menginterpretasikan teks, baik teks lisan maupun teks tulis dan dapat memecahkan permasalahan kehidupan yang ada di masyarakat baik secara akademis maupun sosial.

(18)

4

Priyatni (2017:157) menambahkan, penggunaan teks sebagai alat pemecahan masalah tingkat tinggi dimana kegiatan literasi difokuskan pada kemampuan individu dalam berpikir kritis untuk membentuk sistem nilai pada diri seseorang. Lebih lanjut, Abidin dkk. (2018:1) menjelaskan bahwa literasi diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menggunakan bahasa dan gambar dalam bentuk yang kaya dan beragam untuk membaca, menulis, mendengarkan, berbicara, melihat, menyajikan, dan berpikir kritis.

Dalam hal ini, konsep literasi membaca didefinisikan sebagai salah satu usaha untuk memahami, menggunakan, merefleksikan, dan melibatkan diri dalam berbagai jenis teks untuk mencapai suatu tujuan (Abidin dkk., 2018:165). Pengertian literasi membaca juga mengandung makna mendalam. Frasa dibentuk dalam rangka mencapai suatu tujuan sehingga mengindikasikan bahwa membaca tidak terlepas dari tujuan yang diharapkan untuk dicapai oleh pembacanya (Abidin dkk., 2018:165). Namun, perkembangan kebiasaan membaca saat ini mulai berkurang intensitasnya. Jika kita pahami, kegiatan membaca adalah salah satu bentuk kegiatan dasar yang paling sering digunakan dalam segala situasi dan kondisi.

Jika merujuk pada orientasi kurikulum 2013, menurut Mulyasa (2013:70) terjadinya peningkatan dan keseimbangan antara kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan dapat tercapai dengan didukung oleh strategi guru dalam menyelenggarakan pembelajaran. Salah satu hal yang dapat dilakukan guru dalam menyelenggarakan kegiatan pembelajaran yang berkaitan dengan peningkatan karakter siswa adalah dengan mendesain media

(19)

5

pembelajaran yang mampu menarik minat siswa dalam membaca dan menerapkan nilai-nilai karakteristik yang terkandung didalamnya (Mulyasa, 2013:104).

Bentuk upaya menanamkan pembelajaran literasi membaca yang berisi nilai pendidikan karakter pada anak salah satunya adalah dengan menggunakan buku cerita bergambar, seperti buku cerita anak. Menurut Huck dkk. (dalam Nurgiyantoro, 2005:153), buku cerita bergambar diartikan sebagai berbagai jenis buku yang cara penyampaian pesannya dilakukan melalui dua cara, yaitu melalui ilustrasi atau gambar dan melalui tulisan. Ilustrasi atau gambar dan tulisan sama-sama dimaksudkan untuk menyampaikan isi pesan yang keduanya tidak saling berdiri sendiri namun menjadi satu kesatuan untuk mengungkapkan pesan yang diinginkan penulis buku cerita tersebut. Adanya buku cerita bergambar yang merupakan perpaduan antara narasi teks dengan gambar-gambar mendukung dan mampu merangsang imajinasi anak untuk menunjukkan sikap dan ekspresi berdasarkan alur cerita yang disajikan.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh salah satu pengajar di Kelompok Belajar Sumbu Pakarti yang dilakukan pada tanggal 20 April 2020 terkait dengan pemberian buku cerita bergambar sebagai literasi membaca untuk meningkatkan pendidikan karakter pada anak kelas II sekolah dasar menyatakan bahwa (1) pengajar memiliki keprihatinan terhadap anak-anak SD saat ini yang cenderung memiliki minat membaca yang sangat rendah; (2) pembiasaan membaca harus diterapkan sedini mungkin agar tercipta

(20)

6

kegemaran anak dalam membaca buku. Saat sudah terbentuk kebiasaan dan kegemaran membaca yang baik, anak akan cenderung memiliki pola kepribadian yang baik. Hal ini juga nampak dari perubahan yang dialami oleh anak-anak asuh KB Sumbu Pakarti dimana pada awalnya, anak-anak sangat mudah sekali berkata kasar. Namun ketika anak mulai memiliki kegemaran membaca, mereka cenderung meninggalkan kebiasaan berkata kasar tersebut; (3) literasi membaca sangat penting diterapkan karena dengan adanya literasi membaca akan menumbuhkan pola berpikir yang kritis terhadap anak. Ketika anak mendapatkan informasi, anak tidak serta merta menerima, namun mereka cenderung akan menyaring dan mengolah informasi itu; (4) di KB Sumbu Pakarti belum memiliki buku cerita bergambar yang khusus berisi tentang pendidikan karakter; (5) pengajar berpendapat bahwa buku cerita bergambar akan sangat membantu anak membelajarkan beragam nilai yang ada dalam buku tersebut. Pengajar menambahkan, yang paling penting agar anak mau membaca adalah minat anak dalam membaca. Minat anak dalam membaca akan tertanam ketika buku cerita yang dibaca merupakan buku cerita yang memiliki gambar-gambar dan warna-warna yang menarik sehingga akan merangsang otak anak untuk mau membaca.

Begitu juga wawancara yang dilakukan oleh salah satu guru di SD N Plakaran pada tanggal 6 Juni 2020 terkait kegiatan literasi membaca dan bahan ajar yang digunakan sebagai upaya pendidikan karakter pada anak kelas II sekolah dasar menyatakan bahwa (1) penerapan literasi membaca sudah mulai digalakan dalam bentuk kegiatan pojok membaca, namun karena

(21)

7

buku-buku yang tersedia di perpustakaan SD N Plakaran didominasi oleh buku biografi sehingga membuat kurangnya minat anak untuk membaca; (2) pemberian pendidikan karakter lebih banyak dilakukan dengan cara lisan dan secara eksplisit dalam kegiatan pembelajaran; (3) kebiasaan membaca perlu dibiasakan sejak dini, terutama membaca buku cerita yang menanamkan pendidikan karakter baik agar anak terbiasa berperilaku yang baik sejak dini; (4) guru membutuhkan buku cerita bergambar yang mengajarkan nilai-nilai karakter untuk membantu guru dalam penanaman nilai-nilai karakter yang baik.

Selain guru atau pengajar, peneliti juga melakukan survei pendapat kepada siswa mengenai buku cerita dan nilai-nilai pendidikan karakter. Hasil kuesioner 25 siswa kelas II yang dilakukan peneliti di SD N Plakaran pada tanggal 8-12 Juni 2020 menunjukkan bahwa (1) 20 siswa suka membaca buku cerita sedangkan 5 siswa tidak suka membaca buku cerita; (2) 20 siswa suka membaca buku cerita di perpustakaan sekolah sedangkan 5 siswa tidak suka membaca buku cerita di perpustakaan sekolah; (3) 2 siswa menyukai buku cerita yang berisi tulisan saja, 8 siswa menyukai buku cerita komik bergambar, 2 siswa menyukai buku cerita bergambar dengan tokoh hewan, 11 siswa menyukai buku cerita bergambar dengan tokoh manusia, dan 2 siswa tidak menjawab; (5) 25 siswa berpendapat bahwa buku cerita bergambar sangat menarik untuk dibaca, lebih mudah untuk mengingat cerita, dan lebih mudah untuk memahami alur cerita. Hasil kuesioner mengenai salah satu contoh sikap disiplin menunjukkan bahwa 16 siswa tidak pernah terlambat

(22)

8

masuk sekolah, 1 siswa kadang-kadang terlambat, dan 8 siswa sering terlambat. Hasil kuesioner mengenai salah satu contoh sikap religius menunjukkan bahwa 19 siswa mengaku selalu berdoa setelah bangun tidur, 2 siswa mengaku kadang-kadang, dan 4 siswa mengaku tidak pernah berdoa setelah bangun tidur. Hasil kuesioner mengenai salah satu contoh sikap jujur menunjukkan bahwa 13 siswa mengaku pernah berbohong, 12 siswa mengaku tidak pernah berbohong. Hasil kuesioner mengenai salah satu contoh sikap peduli lingkungan menunjukkan bahwa 12 siswa menjawab selalu membuang sampah pada tempatnya dan 13 siswa menjawab kadang-kadang membuang sampah pada tempatnya. Hasil kuesioner mengenai salah satu contoh sikap toleransi menunjukkan bahwa 18 siswa mengaku mau berkenalan dengan orang yang berbeda dengannya dan 7 siswa mengaku tidak akan melakukan apapun. Hasil kuesioner mengenai salah satu contoh sikap tanggung jawab menunjukkan bahwa 20 siswa menjawab selalu mengerjakan tugas dengan tepat waktu dan 5 siswa menjawab kadang-kadang.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pengajar di KB Sumbu Pakarti pada tanggal 20 April 2020, guru kelas II di SD N Plakaran pada tanggal 6 Juni 2020, dan survei pendapat dari 25 siswa kelas II di SD N Plakaran pada tanggal 8-12 Juni 2020 disimpulkan bahwa (1) pengajar memiliki keprihatinan terhadap kebiasaan membaca pada anak; (2) kegiatan literasi membaca merupakan salah satu bentuk aktivitas yang mampu menumbuhkan karakter baik bagi anak; (3) literasi membaca juga mampu membentuk pola

(23)

9

pikir kritis dan membantu anak menyaring hal-hal baru dengan lebih kritis; (4) pembiasaan kegiatan literasi membaca perlu dilakukan sejak dini; (5) untuk membentuk kebiasaan membaca pada anak, anak perlu diberikan buku-buku cerita dengan gambar dan warna yang menarik untuk merangsang otak anak agar mau membaca; (6) di KB Sumbu Pakarti dan SD N Plakaran belum memiliki buku cerita yang khusus menanamkan pendidikan karakter; (7) buku yang ada di perpustakaan SD N Plakaran didominasi oleh buku-buku biografi; (8) siswa berpendapat bahwa buku-buku cerita bergambar sangat menarik untuk dibaca, lebih mudah untuk mengingat cerita, dan lebih mudah untuk memahami alur cerita; (9) 25 siswa berpendapat bahwa membaca itu penting; (10) buku cerita bergambar akan sangat membantu membelajarkan beragam nilai yang ada dalam buku kepada anak; (11) masih terdapat siswa yang berangkat sekolah dengan terlambat, jarang berdoa, berbohong, dan membuang sampah tidak pada tempatnya.

Berdasarkan temuan hasil analisis kebutuhan di atas, ditemukan masalah bahwa (1) kebiasaan membaca pada anak masih sangat rendah, (2) perlu adanya pembiasaan membaca sejak dini untuk membentuk kepribadian yang baik pada anak, (3) belum tersedianya buku cerita bergambar yang fokus menanamkan pendidikan karakter, (4) anak belum sepenuhnya menerapkan nilai pendidikan karakter dalam kehidupan sehari-hari, (5) siswa kelas II SD menyukai buku cerita bergambar karena lebih menarik dan mudah memahami alur cerita. Oleh karena itu, peneliti ingin mengembangkan buku cerita bergambar yang khusus menanamkan enam pendidikan karakter, yaitu

(24)

10

religius, tanggung jawab, toleransi, disiplin, peduli lingkungan, dan jujur. Peneliti mengambil judul “Pengembangan Buku Cerita Bergambar Berbasis Literasi Membaca dan Pendidikan Karakter Siswa SD Kelas II Tema 4”. Pengembangan buku cerita bergambar diharapkan mampu menjawab kebutuhan guru dalam mengatasi kecemasan orangtua dan praktisi pendidikan mengenai pendidikan karakter pada anak serta dapat memotivasi anak untuk meningkatkan pendidikan karakter dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari melalui kegiatan membaca. Penulis juga berharap melalui buku cerita bergambar yang dikembangkan, anak dapat meningkatkan imajinasi dan kreativitasnya sehingga tumbuh pemahaman tentang betapa pentingnya memiliki karakter yang baik.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana pengembangan media pembelajaran buku cerita bergambar berbasis literasi dan pendidikan karakter siswa SD kelas II Tema 4?

2. Bagaimana kualitas produk media pembelajaran buku cerita bergambar berbasis literasi dan pendidikan karakter siswa SD kelas II Tema 4?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan pengembangan media pembelajaran buku cerita bergambar berbasis literasi dan pendidikan karakter siswa SD kelas II Tema 4.

(25)

11

2. Mendeskripsikan kualitas produk media pembelajaran buku cerita bergambar berbasis literasi dan pendidikan karakter siswa SD kelas II Tema 4.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Siswa

Produk akhir yang dihasilkan dalam penelitian ini berupa buku cerita bergambar berbasis literasi membaca dan pendidikan karakter untuk siswa kelas II SD Tema 4. Melalui buku ini, diharapkan siswa dapat melakukan kegiatan membaca dan memiliki kemampuan membaca secara mandiri. Melalui membaca buku ini pula siswa sekaligus mendapatkan nilai karakter yang terdapat dalam setiap cerita yang disajikan.

2. Bagi Guru

Buku cerita bergambar ini dapat menjadi wawasan dan ide baru bagi guru sebagai media pembelajaran dalam upaya menanamkan literasi membaca dan menumbuhkan pendidikan karakter bagi siswa kelas II Sekolah Dasar.

3. Bagi Peneliti

Peneliti memperoleh pengalaman dalam mengembangkan media pembelajaran khususnya untuk mengembangkan pendidikan karakter bagi anak kelas II Sekolah Dasar dan mendapat kesempatan untuk mengembangkan buku cerita bergambar berbasis pendidikan karakter agar menumbuhkan pengalaman literasi bagi pembacanya. Melalui penelitian ini, diharapkan dapat membantu peneliti untuk dapat lebih mengerti pentingnya manfaat media belajar dalam kegiatan pembelajaran, khususnya untuk mengajarkan membaca berbasis literasi dan pendidikan karakter.

(26)

12 4. Bagi Sekolah

Sekolah dapat menggunakan buku cerita bergambar sebagai salah satu media pembelajaran untuk mengajarkan pendidikan karakter dan dapat menjadi salah satu media untuk menggalakan kegiatan literasi membaca.

E. Definisi Operasional

1. Literasi adalah proses kompleks yang melibatkan pembangunan pengetahuan sebelumnya, budaya, dan pengalaman untuk mengembangkan pengetahuan baru yang lebih mendalam dan menjadi sebuah keterampilan dasar untuk memahami berbagai hal, mewujudkan potensi, dan memecahkan masalah yang diperlukan seseorang sepanjang hidupnya.

2. Pendidikan karakter merupakan suatu upaya yang dilakukan secara sadar, sungguh-sungguh, serta berlangsung secara terus menerus agar setiap individu memiliki karakter baik yang menjadi jati dirinya sehingga tercipta kebiasaan berperilaku yang baik pada diri anak.

3. Karakter religius merupakan wujud sikap keberimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang diwujudkan dalam segala pikiran, perkataan, dan perilaku serta mau melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut.

4. Karakter tanggung jawab merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagaimana yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan, negara, dan Tuhan Yang Maha Esa.

(27)

13

5. Karakter disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan yang berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan umum.

6. Karakter peduli lingkungan adalah sikap dan tindakan seseorang yang selalu berupaya mencegah kerusakan lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

7. Karakter jujur merupakan wujud perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri sendiri dan pihak lain. 8. Karakter toleransi merupakan bentuk perilaku dan sikap memberikan respek

atau hormat terhadap berbagai macam hal baik berbentuk fisik, sifat, adat, karakter, suku, dan agama.

9. Buku cerita bergambar diartikan sebagai buku cerita yang didalamnya terdapat gambar-gambar yang saling berhubungan, saling berkaitan, dan mendukung isi cerita yang disajikan sehingga mampu membuat kesan buku lebih lengkap dan konkret.

10. Murid kelas II Sekolah Dasar adalah anak yang berusia antara 8-9 tahun yang memiliki minat terhadap kehidupan praktis yang konkret, sangat imajinatif, dan memiliki rasa ingin tahu dan ingin belajar yang besar.

(28)

14 F. Spesifikasi Produk yang Diharapkan

Produk yang dihasilkan dalam penelitian pengembangan ini berupa buku cerita anak bergambar dengan spesifikasi produk sebagai berikut:

1. Buku cerita bergambar memiliki ukuran kertas 21 cm x 21 cm. 2. Cover buku cerita bergambar menggunakan kertas Ivory 230gr. 3. Isi buku cerita bergambar menggunakan kertas Hvs 80gr.

4. Font yang digunakan dalam buku cerita bergambar ini adalah Eusthalia

BT untuk judul buku, DFPOP-W9 untuk judul cerita, dan Candara untuk

isi cerita.

5. Buku cerita bergambar dibuat dengan bermacam-macam warna untuk menarik minat siswa.

6. Buku cerita bergambar memuat pembelajaran nilai-nilai pendidikan karakter (religius, jujur, tanggungjawab, toleransi, disiplin, dan peduli lingkungan) yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

7. Buku cerita bergambar menggunakan bahasa yang mudah dipahami. 8. Buku cerita bergambar bersifat ringkas dan langsung.

9. Judul buku cerita bergambar mewakili keseluruhan isi cerita.

10. Buku cerita bergambar memiliki gambar dan teks yang saling berhubungan.

11. Terdapat lembar refleksi di setiap cerita.

12. Ilustrasi yang terdapat pada buku cerita bergambar memperjelas latar, rangkaian cerita, dan karakter.

(29)

15

21 cm

21 cm Gambar 1.1 Cover Buku

(30)

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini, diuraikan mengenai kajian pustaka, penelitian yang relevan, dan kerangka berpikir.

A. Kajian Pustaka

Pada kajian pusaka, dijelaskan mengenai teori-teori yang mendukung penelitian ini, yaitu: (1) literasi, (2) pendidikan karakter, (3) buku cerita bergambar, dan (4) tahap perkembangan anak.

1. Literasi

a. Pengertian Literasi

Literasi berasal dari kata literacy yang artinya melek huruf, kemampuan baca tulis, kemelekwacanaan atau kecakapan dalam membaca dan menulis (Teale dan Cooper dalam Kusmana, 2017:142). Baynham (dalam Kusuma, 2017:142) mengatakan bahwa literasi merupakan integrasi keterampilan menyimak, berbicara, menulis, membaca, dan berpikir kritis. Winterowd (dalam Kusuma, 2017:143) dalam National Assessment of

Educational Progress mengartikan literasi sebagai kemampuan performansi

membaca dan menulis yang diperlukan seseorang sepanjang hidupnya.

Sementara itu, berdasarkan perkembangannya, pada masa awal literasi didefinisikan sebagai kegiatan pemberantasan buta aksara (Abidin, Mulyati, & Yunansah, 2018:1). Lebih lanjut, Abidin dkk. (2018:1) memandang literasi sebagai bentuk kemampuan dalam membaca dan menulis sehingga orang dapat dikatakan literat jika sudah mampu membaca dan

(31)

17

menulis atau yang sering diistilahkan dengan bebas buta huruf. Berkaitan dengan itu, Kalantzis (dalam Priyatni & Nurhadi, 2017:157) juga berpendapat bahwa pada awal kemunculannya, literasi dimaknai sebagai melek aksara yang fokus utamanya merupakan dua keterampilan yang menjadi dasar untuk memahami berbagai hal, yaitu kemampuan membaca dan menulis. Dewayani (2017:9) mengatakan bahwa literasi adalah jalan bagi kemajuan umat manusia dan alat bagi setiap individu untuk mewujudkan potensinya.

Sesuai dengan perkembangan jaman, pengertian literasi juga mengalami perkembangan menjadi kemampuan membaca, menulis, berbicara, dan menyimak (Abidin dkk., 2018:1). Abidin dkk. (2018:1) melanjutkan, literasi merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan bahasa dan gambar dalam bentuk yang kaya dan beragam untuk membaca, menulis, mendengarkan, berbicara, melihat, menyajikan, dan berpikir kritis. Sejalan dengan hal itu, Alwasilah (dalam Priyatni & Nurhadi, 2017:157) menjelaskan bahwa literasi atau yang disebut literasi kritis memfokuskan pada keterampilan kritis dan analitis yang diperlukan untuk memahami dan menginterpretasikan teks, baik teks lisan maupun teks tulis yang dapat memecahkan permasalahan kehidupan di masyarakat baik secara akademis maupun sosial. Puskur (dalam Priyatni & Nurhadi, 2017:157) memaknai literasi sebagai kemampuan individu dalam memecahkan masalah dengan menggunakan teks sebagai alatnya. Penggunaan teks sebagai alat pemecahan masalah juga diistilahkan sebagai kemampuan tingkat tinggi dimana kegiatan

(32)

18

literasi difokuskan pada kemampuan individu dalam berpikir kritis (Priyatni & Nurhadi, 2017:157).

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian literasi diperluas menjadi kemampuan seseorang untuk menggunakan bahasa dan gambar dalam bentuk yang kaya dan beragam untuk membaca, menulis, menyimak, berbicara, dan berpikir kritis yang diperlukan seseorang sepanjang hidupnya. Seseorang dapat dikatakan literat berdasarkan kemampuannya dalam membaca dan menulis. Kemampuan tersebut merupakan keterampilan dasar untuk memahami berbagai hal, salah satunya adalah alat untuk mewujudkan potensi dan memecahkan masalah. b. Ruang Lingkup Pembelajaran Literasi

Sesuai dengan berkembangnya paham tentang literasi, Abidin dkk. (2018:30) berpendapat bahwa standar pembelajaran literasi juga mengalami perkembangan. Perkembangan standar pembelajaran literasi sejalan dengan perkembangan fokus pembelajaran literasi atau ruang lingkup pembelajaran literasi. Menurut Abidin dkk. (2018:30), terdapat empat fokus pembelajaran literasi. Fokus pembelajaran literasi yang pertama adalah fokus teks. Fokus teks yang dimaksud adalah penetapan standar utama yang harus dicapai dalam pembelajaran literasi ditekankan pada aspek linguistik dalam sebuah teks. Hal-hal yang ditekankan dalam fokus pembelajaran ini untuk mencapai standar pembelajaran literasi adalah sebagai berikut:

1) penguasaan berbagai sistem bahasa yang digunakan untuk membuat makna;

(33)

19

2) penguasaan konsep tentang perbedaan bahasa tulis dan lisan; dan

3) penguasaan konsep sistem variasi bahasa yang terdapat dalam kelompok sosial seperti etnis, budaya, kelas sosial, agama, keluarga, rekreasi, pekerjaan, sekolah, dan pemerintah.

Fokus pembelajaran literasi yang kedua adalah fokus berpikir. Berdasarkan fokus ini, pembelajaran literasi bertujuan untuk mencapai beberapa standar berikut ini:

1) menjadi pembaca dan penulis yang aktif, selektif, dan konstruktif;

2) menggunakan pengetahuan awal yang relevan untuk membangun makna baru;

3) menggunakan berbagai proses dan strategi untuk menghasilkan makna; 4) menggunakan berbagai proses untuk mengatasi hambatan saat membaca

dan menulis; dan

5) menggunakan berbagai proses secara variatif berdasarkan keberagaman teks, tujuan dan audiens.

Fokus pembelajaran literasi yang ketiga adalah fokus kelompok. Dalam hal ini fokus pembelajaran literasi menetapkan sejumlah standar pembelajaran literasi. Standar pembelajaran literasi yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1) memahami variasi tujuan dan pola praktik literasi dalam kelompok sosial, seperti misalnya etnis, budaya, kelas sosial, agama, keluarga, rekreasi, pekerjaan, sekolah, dan pemerintah;

(34)

20

2) memahami aturan dan norma dalam berinteraksi dengan bahasa tulis dalam kelompok;

3) memahami pengetahuan tentang gaya bahasa yang terdapat dalam berbagai teks;

4) memahami bagaimana mengaplikasikan berbagai cara penggunaan keterampilan literasi untuk memproduksi, mengonsumsi, menjaga, dan mengontrol pengetahuan;

5) memahami pengetahuan tentang bentuk dan fungsi literasi tertentu; dan 6) memiliki kemampuan untuk mengritik teks.

Fokus pembelajaran literasi yang keempat adalah fokus pertumbuhan. Fokus ini menetapkan beberapa standar pembelajaran literasi yang berbeda dengan ketiga fokus lain. Standar-standar pembelajaran literasi ini dipandang lebih komprehensif, jelas, dan lengkap dibanding dengan standar fokus-fokus yang lain. Pembelajaran literasi yang berfokus pada pertumbuhan memiliki standar sebagai berikut:

1) berperan aktif dan konstruktif dalam mengembangkan keterampilan literasi;

2) menggunakan berbagai strategi dan proses untuk membangun dimensi literasi;

3) mengobservasi dan bertransaksi dengan produk literasi yang digunakan pengguna yang lebih mahir di dalam dan di antara kelompok sosial;

(35)

21

4) memahami dan mengaplikasi cara memanfaatkan dukungan dan mediasi yang biasa digunakan oleh pengguna literasi yang lebih mahir di dalam dan di antara kelompok sosial;

5) menggunakan pengetahuan yang didapat melalui membaca untuk mendukung pengembangan menulis serta menggunakan pengetahuan yang didapat melalui tulisan untuk mendukung pengembangan membaca; dan

6) memahami dan mengaplikasikan cara menegosiasikan makna tekstual, melalui penggunaan dan dukungan sistem komunikasi alternatif, misalnya seni musik dan matematika.

Berdasarkan beberapa ruang lingkup pembelajaran literasi yang telah dijabarkan, terdapat empat fokus pembelajaran literasi, yaitu fokus teks, fokus berpikir, fokus kelompok, dan fokus pertumbuhan. Masing-masing fokus tersebut digunakan sebagai standar acuan yang harus dicapai dalam pembelajaran literasi.

c. Tujuan Pembelajaran Literasi

Pada masa perkembangan awal, pembelajaran literasi di sekolah hanya ditujukan agar siswa terampil menguasai dimensi linguistik literasi (Abidin dkk., 2018:22). Lingkup literasi yang diharapkan antara lain sistem bahasa (mencakup fonem, morfem, grafonemik, morfofonemik, dan sintaksis), konteks bahasa, dan variasi bahasa (Abidin dkk., 2018:22).

Dalam perkembangan selanjutnya, tujuan pembelajaran literasi mengalami perkembangan yang lebih kompleks. Berdasarkan dokumen pada

(36)

22

tahun 1998 dari The National Literacy Strategy yang dirangkum oleh Wray (dalam Abidin dkk., 2018:22), pembelajaran literasi bertujuan agar siswa mampu mencapai kompetensi-kompetensi sebagai berikut:

1) percaya diri, lancar, dan paham dalam membaca dan menulis;

2) tertarik pada buku-buku, menikmati kegiatan membaca, mengevaluasi dan menilai bacaan yang dibaca;

3) mengetahui dan memahami berbagai genre fiksi dan puisi; 4) memahami dan mengakrabi struktur dasar narasi;

5) memahami dan menggunakan berbagai teks nonfiksi;

6) dapat menggunakan berbagai macam petunjuk baca (fonik, grafis, sintaksis, dan konteks) untuk memonitor dan mengoreksi kegiatan membaca secara mandiri;

7) merencanakan, menyusun draf, merevisi, dan mengedit tulisan secara mandiri;

8) memiliki ketertarikan terhadap kata dan makna, serta secara aktif mengembangkan kosakata;

9) memahami sistem bunyi dan ejaan, serta menggunakannya untuk mengeja dan membaca secara akurat; dan

10) lancar dan terbiasa menulis tulisan tangan.

Berdasarkan beberapa tujuan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran literasi pada era tahun 1998 bertujuan untuk mengembangkan tiga kompetensi, yaitu kompetensi pada tingkat kata, tingkat kalimat, dan tingkat teks. Pada tingkat kata, siswa diharapkan mampu menguasai sistem

(37)

23

bunyi dan ejaan kosakata; pada tingkat kalimat, siswa diharapkan mampu menguasai kemampuan membaca tanda baca dan tata bahasa; dan pada tingkat teks siswa diharapkan mampu menguasai pemahaman teks dan komposisi teks.

Sehubungan dengan itu, Abidin dkk. (2018:23) menambahkan dengan adanya perkembangan jaman di era tahun 2000-an, pembelajaran literasi mengalami perluasan tujuan yang terbagi sesuai jenjang sekolah. Pada jenjang kelas rendah yaitu SD, pembelajaran literasi bertujuan memperkenalkan anak-anak tentang dasar-dasar membaca dan menulis, memelihara kesadaran bahasa, dan motivasi untuk belajar. Dalam memasuki abad ke-21, Abidin dkk. (2018:25) mengemukakan setidaknya ada empat tujuan utama untuk memberikan kesempatan atau peluang kepada siswa dalam mengembangkan dirinya sebagai komunikator yang kompeten dalam konteks literasi. Empat tujuan tersebut adalah sebagai berikut:

1) membentuk siswa menjadi pembaca, penulis, dan komunikator yang strategis;

2) meningkatkan kemampuan berpikir dan mengembangkan kebiasaan berpikir pada siswa;

3) meningkatkan dan memperdalam motivasi belajar siswa; dan

4) mengembangkan kemandirian siswa sebagai seorang pembelajar yang kreatif, inovatif, produktif, dan berkarakter.

Secara rinci, empat tujuan yang diungkapkan Abidin dkk. (2018:25) di atas dapat disimpulkan bahwa (1) tujuan pertama, pembelajaran literasi

(38)

24

bertujuan agar siswa mampu memiliki kemampuan mengidentifikasi tujuan teks, sasaran pembaca teks, dan implikatur teks serta mampu membuat beragam bentuk teks; (2) tujuan kedua, pembelajaran literasi ditujukan agar siswa mampu menjadi pembaca dan penulis efektif dimana hal itu ditunjukkan dengan kemampuan siswa menggunakan kemampuan berpikirnya untuk mengatur proses membaca dan proses menulis yang dilakukannya; (3) tujuan ketiga, pembelajaran literasi adalah untuk menanamkan apresiasi pada siswa agar mereka memiliki motivasi untuk berliterasi sepanjang hidupnya atas kesadaran bahwa berliterasi mampu membantu mereka mempelajari dirinya sendiri, memecahkan masalah, mengeksplorasi, dan mempengaruhi dunia; (4) tujuan keempat, pembelajaran literasi berupaya untuk mengembangkan kemandirian siswa sebagai seorang pembelajar yang kreatif, inovatif, produktif, sekaligus berkarakter.

2. Pendidikan Karakter

a. Pengertian Pendidikan Karakter

Pendidikan merupakan sebuah proses pengembangan berbagai macam potensi yang ada dalam diri manusia, seperti kemampuan akademis, relasional, bakat, talenta, kemampuan fisik, atau daya seni (Koesoema, 2010:53). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

(39)

25

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Kosim, 2011:87). Menurut Ki Hajar Dewantara (dalam Samani & Hariyanto, 2012:33), pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti, pikiran, dan tubuh anak. Samani & Hariyanto (2012:34) menambahkan, pendidikan merupakan setiap tindakan atau pengalaman yang memberikan efek formatif pada pikiran, karakter, atau pada kecakapan fisik seseorang. Sedangkan menurut Dewey (dalam Listyarti, 2012:2), pendidikan adalah salah satu proses pembaharuan makna pengalaman yang terjadi secara terus-menerus.

Sementara itu, karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas sebagaimana yang dikatakan oleh Fathurrohman, Suryana, & Fatriany (2013:17) merupakan bawaan hati, jiwa, kepribadian, karakter dan akhlak mulia, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, dan watak. Karakter (character) mengacu pada serangkaian sikap, perilaku, motivasi, dan keterampilan yang meliputi keinginan untuk melakukan hal yang terbaik dalam dirinya (Zubaedi, 2012:10). Kata karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku (Zubaedi, 2012:12).

Sejalan dengan itu, Douglas (dalam Samani & Hariyanto, 2012:41) mengatakan bahwa karakter tidak diwariskan, tetapi dibangun secara berkesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan. Griek (dalam Zubaedi, 2012:9) menambahkan bahwa karakter dapat didefinisikan

(40)

26

sebagai paduan dari segala tabiat manusia yang bersifat tetap sehingga menjadi tanda yang khusus untuk membedakan orang yang satu dengan yang lain.

Zubaedi (2012:11) berpendapat bahwa karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Individu yang berkarakter baik dinilai berdasarkan kemampuannya dalam membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang dibuat. Individu yang berkarakter baik juga akan selalu berusaha melakukan hal-hal baik dengan mengoptimalkan segala pengetahuan yang dimiliki dengan kesadaran, emosi, dan motivasi yang baik (Zubaedi, 2012:11).

Istilah karakter erat kaitannya dengan kepribadian seseorang. Seseorang dapat dikatakan berkarakter apabila perilakunya sesuai dengan kaidah moral. Karakter seseorang berkembang berdasarkan potensi yang dibawa sejak lahir atau yang dikenal sebagai karakter dasar yang bersifat biologis. Dewantara (dalam Zubaedi, 2012:13) menyatakan aktualisasi karakter dalam bentuk perilaku merupakan hasil perpaduan antara karakter biologis dan hasil hubungan atau interaksi dengan lingkungannya. Untuk itu, karakter dapat dibentuk melalui pendidikan, karena pendidikan dipercaya merupakan alat yang paling efektif untuk menyadarkan dan menanamkan jati diri. Dengan pendidikan akan dihasilkan kualitas manusia yang memiliki kehalusan budi dan jiwa, kecekatan raga, dan kesadaran akan kehidupannya.

(41)

27

Williams (dalam Zubaedi, 2011:15) menekankan, pendidikan karakter merupakan usaha yang dilakukan oleh para warga sekolah yang bekerja sama dengan orang tua dan anggota masyarakat, untuk membantu anak-anak remaja, agar menjadi dan memiliki sifat peduli, berpendirian, dan bertanggung jawab.

Menurut Kusuma (dalam Zubaedi, 2011:19), pendidikan karakter merupakan dinamika pengembangan kemampuan yang berkesinambungan dalam diri manusia. Pendidikan karakter juga dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, dan pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati (Samani & Hariyanto, 2012:45). Sejalan dengan hal itu, Megawangi (dalam Kesuma, Triatna, & Permana, 2011:5) mengatakan pendidikan karakter merupakan sebuah usaha untuk mendidik anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya. Pendidikan karakter juga dapat dipahami sebagai upaya yang dilakukan untuk mengembangkan karakter mulia dari peserta didik dengan mempraktikkan dan mengajarkan nilai-nilai moral dan pengambilan keputusan yang beradab dalam hubungannya dengan sesama manusia maupun dengan Tuhannya (Samani & Hariyanto, 2012:44). Untuk itu, pendidikan karakter sesungguhnya bukan sekedar mendidik benar atau salah,

(42)

28

namun juga mencakup proses pembiasaan perilaku yang baik sehingga siswa dapat memahami, merasakan, dan mau berperilaku yang baik.

Sementara itu, Elkind dan Sweet (dalam Fathurrohman dkk., 2013:16) berpendapat bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh guru dengan sengaja dan sadar yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik, untuk membantu individu memahami, peduli, dan melaksanakan nilai-nilai inti yang terkandung dalam Pancasila. Guru dalam hal ini berperan membantu membentuk watak peserta didik yang mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal yang terkait lainnya. Pendidikan karakter tidak hanya membuat individu memiliki akhlak yang mulia, namun juga dapat meningkatkan kualitas akademiknya. Hubungan antara keberhasilan pendidikan karakter dengan keberhasilan akademik merupakan dua hal yang dapat menumbuhkan suasana sekolah yang menyenangkan. Namun begitu, pendidikan karakter harus diajarkan sesuai dengan usia peserta didik. Fathurrohman dkk. (2013:116) mengatakan, anak yang terlalu dipaksakan untuk menguasai kemampuan kognitif secara dini hanya akan membuat anak stres karena terjadi ketidaksesuaian dengan usia yang seharusnya lebih banyak bermain dan bereksplorasi. Sehubungan dengan hal itu, terlalu mengharapkan keberhasilan akademik anak yang diukur dengan pencapaian angka dan rangking, bukan kepada proses belajar, maka akan menyebabkan orang tua dan guru memaksa anak untuk belajar keras karena menuntut pencapaian target (Fathurrohman dkk., 2013:116).

(43)

29

Berdasarkan pengertian di atas, disimpulkan bahwa pendidikan karakter dipahami sebagai upaya sadar dan terencana dalam pengembangan kemampuan sikap peserta didik agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan karakter juga dipahami sebagai pendidikan yang mengembangkan karakter mulia pada anak agar tercipta pembiasaan perilaku yang baik sehingga anak dapat memahami, merasakan, dan mau berperilaku yang baik dan dapat dijadikan identitas individu sebagai hasil pengalaman peserta didik.

b. Nilai-nilai Pendidikan Karakter

Selama ini, karakter yang dimiliki Bangsa Indonesia menurut Koenjaraningrat (dalam Listyarti, 2012:4) adalah meremehkan mutu, suka menerabas, tidak percaya diri, tidak berdisiplin, mengabaikan tanggung jawab, etos kerja buruk, suka feodalisme, dan tak punya malu. Karakter lemah tersebut menjadi realitas dalam kehidupan bangsa Indonesia dan sudah ada sejak bangsa Indonesia masih dijajah bangsa asing beratus-ratus tahun yang lalu. Karakter lemah tersebut akhirnya mengkristal dan sangat melekat pada diri warga negara Indonesia. Hal ini yang kemudian melatarbelakangi lahirnya pendidikan karakter yang diusung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang sejak tahun 2011 seluruh tingkat pendidikan di Indonesia harus menyisipkan pendidikan berkarakter.

Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (dalam Fathurrohman dkk., 2013:19), 18 nilai yang terkandung dalam pendidikan berkarakter bangsa adalah antara lain:

(44)

30 Tabel 2.1

Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Karakter

NILAI DESKRIPSI

1. Religius Sikap yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, menunjukkan sikap yang toleran, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Religius yang dimaksud adalah proses mengikat kembali tradisi dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia di lingkungannya.

2. Jujur Perilaku yang didasarkan pada usaha menjadikan dirinya sebagai orang yang dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menggambarkan individu menghargai perbedaan agama, ras, suku, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari diri individu tersebut.

4. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku taat, tertib, dan patuh pada berbagai ketentuan serta peraturan.

5. Kerja keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta mampu menyelesaikan tugas dengan sebaik mungkin.

6. Kreatif Perilaku berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

7. Mandiri Sikap dan perilaku yang menggambarkan individu tersebut tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

8. Demokratis Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai serta menganggap sama antara hak dan kewajiban dirinya dengan orang lain.

9. Rasa ingin tahu

Sikap serta tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui hal-hal lebih mendalam atas sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.

10. Semangat kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan kelompok.

11. Cinta tanah air

Sudut pandang berpikir dan bertindak, serta berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bangsa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. 12. Menghargai

prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna di masyarakat, juga mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain.

(45)

31 13. Bersahabat

atau

komunikatif

Tindakan yang melibatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

14. Cinta damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang atas kehadiran serta keberadaan dirinya dalam hubungannya dengan masyarakat, lingkungan alam, sosial, dan budaya. 15. Gemar

membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

16. Peduli lingkungan

Sikap yang selalu berupaya mencegah kerusakan yang terjadi di lingkungan alam sekitarnya dan mengembangkan upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

17. Peduli sosial Sikap serta tindakan yang selalu ingin memberi bantuan kepada orang lain dan kepada masyarakat yang membutuhkan.

18. Tanggung jawab

Tindakan seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajiban yang seharusnya ia lakukan terhadap dirinya maupun orang lain dan lingkungan sekitarnya.

Hal ini kemudian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan karakter siswa adalah nilai-nilai yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, dan lingkungan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, dan perbuatan berdasarkan norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pembentukan suatu karakter individu akan membutuhkan proses yang panjang, yang diawali oleh proses berpikir yang memacu pikiran agar tidak asal berpikir.

Berdasarkan ke-18 nilai yang terdapat dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, akan diambil enam nilai karakter, yaitu religius, tanggung jawab, peduli lingkungan, disiplin, jujur, dan toleransi. Dengan menggunakan sebuah media yang mampu menarik simpati siswa, nilai-nilai karakter tersebut mampu membuat siswa menjadi individu yang memiliki

(46)

32

kebajikan serta dapat menerapkan karakter tersebut dalam kehidupan sosialnya sehari-hari.

c. Nilai Karakter yang Ditanamkan

Pada saat lahir, tiap individu membawa suatu nilai yang ada dalam dirinya. Pada tahap itu, tiap individu akan mulai mempelajari pola-pola perilaku yang berlaku dalam masyarakat dengan cara mengadakan hubungan dengan orang lain. Nilai-nilai dan norma yang telah ada, pada saatnya nanti tentu akan mengalami gesekan dengan nilai-nilai baru yang mau tidak mau akan dijumpai. Pada tahap inilah diperlakukan sebuah penanaman nilai yang perlu dibangun dan dilakukan sejak dini agar tiap individu mampu menyaring berbagai dampak tersebut sehingga tidak akan kehilangan jati dirinya (Fathurrohman dkk., 2013:23).

Dalam dunia pendidikan, perlu diterapkan totalitas pendidikan yang mengandalkan keteladanan, penciptaan lingkungan, dan pembiasaan hal-hal baik melalui berbagai tugas dan kegiatan. Pada dasarnya, pembudayaan lingkungan di satuan pendidikan dapat dilakukan melalui (1) penugasan, (2) pembiasaan, (3) pelatihan, (4) pengajaran, (5) pengarahan, dan (6) keteladanan. Semuanya mempunyai pengaruh yang kuat dalam pembentukan karakter tiap individu (Abidin dkk., 2013:23).

Lickona (dalam Rukiyati, Sutarini, & Priyoruwono, 2014:216) berpendapat bahwa pendidikan karakter merupakan upaya mengembangkan kebajikan sebagai fondasi kehidupan yang berguna, bermakna, produktif, adil, penuh belas kasih, dan maju. Karakter yang baik meliputi tiga komponen

(47)

33

utama, yaitu, moral knowing, moral feeling, dan moral action. Moral

knowing meliputi sadar moral, mengenal nilai-nilai moral, perspektif,

penalaran moral, pembuatan keputusan, dan pengetahuan tentang diri. Moral

feeling meliputi kesadaran hati nurani, harga diri, empati, mencintai kebaikan,

kontrol diri, dan rendah hati. Moral action meliputi kompetensi, kehendak baik, dan kebiasaan.

Sementara itu, dalam Indonesia Heritage Foundation yang dikutip oleh Raharjo (2011:232) mengatakan beberapa nilai karakter yang harus ada dalam setiap individu bangsa Indonesia adalah cinta kepada Tuhan dan alam semesta beserta isinya; tanggung jawab; disiplin dan mandiri; jujur; hormat dan santun; kasih sayang; peduli; kerja sama; percaya diri; kreatif; kerja keras dan pantang menyerah; kepemimpinan; rendah hati; dan toleransi. Character

counts di Amerika (dalam Raharjo, 2011:232) menambahkan,

karakter-karakter yang menjadi pilar adalah dapat dipercaya (truszoorthines); rasa hormat dan perhatian (respect); tanggung jawab (responsibility); jujur

(fairness); peduli (caring); kewarganegaraan (citizenship); ketulusan (honesty); berani (courage); tekun (diligence); dan integritas.

Dalam penelitian ini, nilai karakter yang ditanamkan ada enam, yaitu karakter religius, tanggung jawab, disiplin, peduli lingkungan, jujur, dan toleransi. Berikut adalah penjelasan mengenai nilai karakter yang ditanamkan dalam penelitian ini.

(48)

34 1) Religius

Religius adalah perilaku yang mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut (Mulyasa, 2018:46). Religius merupakan nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan. Menurut Fathurrohman, Suryana, & Fitriani (2013:124), religius merupakan segala pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan/ atau ajaran agamanya. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa religius adalah sikap atau tindakan yang berhubungan dengan Tuhan.

Beberapa ciri yang melambangkan karakter religius menurut Fathurrohman dkk. (2013:130) dan Marzuki & Haq (2018:85) adalah: a) memanjatkan doa kepada Tuhan;

b) melaksanakan kewajiban ibadah sesuai dengan agama yang dianutnya;

c) biasa mengucapkan terima kasih terhadap kebaikan yang diterima; d) menikmati semua karunia Tuhan;

e) selalu berdoa sebelum maupun sesudah kegiatan yang dilakukan; dan

f) mengagumi kekuasaan Tuhan yang telah menciptakan berbagai alam semesta.

(49)

35 2) Tanggung jawab

Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan, negara, dan Tuhan Yang Maha Esa (Fathurrohman dkk., 2013: 125). Kamus Besar

Bahasa Indonesia mengatakan bahwa tanggung jawab merupakan

keadaan wajib menanggung segala sesuatunya.

Beberapa ciri yang melambangkan karakter tanggung jawab menurut Fathurrohman dkk. (2013:130) adalah:

a) berani menanggung risiko;

b) bisa menyelesaikan tugas dengan tepat waktu; c) menghindari sikap ingkar janji;

d) menghindari sikap lalai; dan

e) tidak suka melempar kesalahan kepada orang lain. 3) Disiplin

Disiplin adalah bagian dari mentalitas dan kebiasaan yang harus dibangun dengan landasan cinta dan kasih sayang. Budaya disiplin tidak akan terwujud manakala tidak ada teladan dari seorang guru atau orang yang lebih dewasa sebagai sosok yang dapat dicontoh seorang anak dalam hal kedisiplinannya (Sultonurohmah, 2017:13). Disiplin merupakan tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan yang berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan umum (Fathrurrohman dkk., 2013:126).

(50)

36

Beberapa ciri yang melambangkan karakter disiplin menurut Fathurrohman dkk. (2013:108) dan Sultonurohmah (2017:14) adalah: a) menghargai orang lain dengan cara menaati dan mematuhi peraturan

yang berlaku;

b) memiliki tingkah laku dan pola hidup yang tertib dan teratur; c) melaksanakan tugas-tugas sekolah dengan tertib;

d) mematuhi jadwal yang telah ditetapkan sendiri; e) disiplin saat melaksanakan upacara bendera;

f) menggunakan pakaian seragam yang telah ditentukan; dan g) selalu tepat waktu.

4) Peduli lingkungan

Peduli lingkungan merupakan sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi (Fathurrohman dkk., 2013:126). Hamzah (dalam Al-Anwari, 2014:228) mengatakan bahwa kepedulian lingkungan hidup merupakan wujud sikap mental individu yang direfleksikan dalam perilakunya. Karakter peduli lingkungan bukan sepenuhnya merupakan talenta atau insting bawaan, tetap merupakan hasil dari suatu proses pendidikan. Lebih lanjut, Al-Anwari (2014:229) menjelaskan bahwa adanya kesalahan dalam mendidik seorang individu dapat menghasilkan karakter yang kurang terpuji terhadap lingkungan.

(51)

37

Beberapa ciri yang melambangkan karakter peduli lingkungan menurut Fathurrohman dkk. (2013:112) dan Al-Anwari (2014:233) adalah:

a) mengikuti berbagai kegiatan yang berkenaan dengan kebersihan, keindahan, dan pemeliharaan lingkungan;

b) turut memelihara pelestarian alam sekitar; c) buang air besar dan kecil di wc;

d) membuang sampah pada tempatnya; dan e) tidak memetik bunga di taman sekolah. 5) Jujur

Jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain (Fathurrohman dkk., 2013: 125). Menurut Sultonurohmah (2017:11), perilaku jujur merupakan modal dasar dalam kehidupan bersama. Nilai karakter jujur dalam pendidikan karakter ditunjang oleh penghayatan dan pengamalan nilai-nilai moral dan sosial budaya yang diperoleh dari kehidupan masyarakat dan pengalaman belajar yang diperoleh seseorang.

Beberapa ciri yang melambangkan karakter jujur menurut Fathurrohman dkk. (2013:107) dan Batubara (2015:3) adalah:

a) tidak menyontek; b) tidak berbohong;

(52)

38

c) mengembalikan barang yang dipinjam atau ditemukan di tempat umum;

d) mau bercerita tentang permasalahan dirinya;

e) mengemukakan pendapat tanpa ragu tentang suatu pokok diskusi; f) mengemukakan rasa senang atau tidak senang terhadap pelajaran; g) membayar barang yang dibeli di toko sekolah sesuai jumlah harga; h) tidak mengingkari janji; dan

i) mau mengakui kesalahan. 6) Toleransi

Toleransi adalah sikap memberikan respek atau hormat terhadap berbagai macam hal; baik berbentuk fisik, sifat, adat, karakter, suku, dan agama (Fathurrohman dkk., 2013:126). Sejalan dengan itu, Sari (2014:16) berpendapat bahwa pentingnya sikap toleransi untuk diajarkan kepada setiap individu karena adanya kesadaran bahwa kehidupan memiliki komponen-komponen masyarakat yang berbeda dengan berbagai latar; seperti ekonomi, lingkungan keluarga, kebiasaan-kebiasaan, agama, keinginan, cita-cita, minat, dan sebagainya. Adanya berbagai perbedaan tersebut menuntut setiap individu untuk mau menerima dan menghargai perbedaan yang ada dengan bijak karena perbedaan-perbedaan yang ada tidak akan luput dari benturan-benturan kepentingan pribadi, untuk itu perlu adanya upaya terus menerus untuk mengembangkan sikap toleransi.

(53)

39

Beberapa ciri yang melambangkan karakter toleransi menurut Fathurrohman dkk. (2013:107-108) dan Babuta & Wahyurini (2014:31) adalah:

a) menghormati kegiatan yang sedang dilakukan oleh orang lain; b) tidak mengganggu teman yang berbeda pendapat;

c) mau menerima pendapat yang berbeda dari teman sekelas;

d) mau mendengarkan pendapat yang dikemukakan teman tentang budayanya;

e) menghormati teman yang berbeda adat-istiadatnya; f) bersahabat dengan teman dari kelas lain;

g) bersahabat dengan teman lain tanpa membedakan agama, suku, dan etnis;

h) senang menolong teman; dan

i) mau menyapa bila bertemu dengan orang yang dikenal.

Berdasarkan rincian nilai-nilai pendidikan karakter yang perlu ditanamkan kepada anak, disimpulkan bahwa menurut Lickona (dalam Rukiyati, Sutarini, & Priyoruwono, 2014:216), tiga fokus karakter yang perlu dikembangkan yaitu moral knowing, moral feeling, dan moral action. Menurut Indonesia Heritage Foundation (dalam Raharjo, 2011:232), nilai-nilai karakter yang perlu ada dalam jati diri setiap individu adalah cinta kepada Tuhan dan alam semesta beserta isinya; tanggung jawab; disiplin dan mandiri; jujur; hormat dan santun; kasih sayang; peduli; kerja sama; percaya diri; kreatif; kerja keras dan pantang menyerah; kepemimpinan; rendah hati;

Gambar

Ilustrasi  atau  gambar  dan  tulisan  sama-sama  dimaksudkan  untuk  menyampaikan  isi  pesan  yang  keduanya  tidak  saling  berdiri  sendiri  namun  menjadi  satu  kesatuan untuk  mengungkapkan pesan  yang diinginkan penulis  buku  cerita  tersebut
Gambar 2.1 Map dari Penelitian-penelitian Sebelumnya
Gambar 3.1 Bagan Prosedur Penelitian R&D
Gambar  tiap  tokoh  memiliki  ciri-ciri  khusus  agar  pembaca  anak  mampu  membedakan  antara  tokoh  yang  satu  dengan  yang  lain,  dan  tetap  tampil  sederhana  dengan  tidak  terlalu  banyak  menambahkan detail
+7

Referensi

Dokumen terkait

a) Buku cerita bergambar dapat membantu anak terhadap pengembangan dan perkembangan emosi. Anak akan merasa terfasilitasi dan terbantu untuk memahami dan menerima dirinya

Masalah yang dihadapi adalah penyediaan media pembelajaran yang dapat membantu proses pembelajaran membaca dan dapat membangun kepedulian siswa terhadap lingkungan

Penelitian ini diharapkan dapat memotivasi dan mendorong siswa terutama kelas III untuk lebih tertarik dan berminat pada kegiatan belajar membaca dengan menggunakan buku cerita

Upaya yang bisa dilakukan untuk menghadapi hambatan yang ada antara lain, guru bisa bekerja sama dengan orang tua untuk membantu anak yang belum berkembang di bidang literasi,

Untuk memecahkan masalah; 2 cerita bergambar menarik imajinasi anak dan rasa ingin tahu tentang masalah supranatural; 3 cerita bergambar memberi anak pelarian sementara hiruk

Arif Saefudin.. Pengembangan buku cerita bergambar berbasis pendidikan lingkungan hidup untuk pembelajaran membaca siswa SD kelas atas. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan

Kegiatan peningkatan budaya literasi perlu diadakan dalam rangka memberikan wawasan dan pembiasaan kepada berbagai kalangan masyarakat, khususnya anak - anak untuk gemar

Kegiatan membaca buku cerita dalam pengembangan kemampuan literasi dasar anak dalam penelitian ini akan diamati dan juga digali melalui metode wawancara dan observasi, yang