Jumlah Kasus Kecelakaan Kerja PT. Dirgantara Indonesia
HASIL PENELITIAN
A. Cabang Task Spesific Risk Analysis LTA 1.Cabang Knowledge LTA (E4)
2. Cabang Execution LTA (E5)
Cabang dengan kode E5 ini mempertimbangkan hal-hal yang memengaruhi kualitas analisis risiko. Terdapat 5 cabang yang mempengaruhi kualitas analisis risiko, yaitu:
a. Cabang Time LTA (F7)
Cabang dengan kode F7 ini mempertimbangkan waktu yang cukup untuk melakukan analisis risiko. Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia melaksanakan analisis risiko tidak sesuai jadwal berkala karena keterbatasan personil dan waktu. Kemudian terkait lama pelaksanaan dikatakan cukup, hanya sekitar 4-8 jam.
Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber, diketahui bahwa waktu pelaksanaan analisis tidak sesuai jadwal berkala yang telah dibuat dalam rencana program K3LH PT. Dirgantara Indonesia tahun 2014, karena keterbatasan personil dan waktu. Sehingga pelaksanaan diprioritaskan ketika ada perubahan proses, perubahan material, perubahan mesin, serta perpindahan lokasi. Berikut ini kutipan pernyataan staf K3LH:
“... Kapan kita menganalisis ketika kita ada perubahan
proses, perubahan material, itu berdampak soalnya, perubahan mesin, terus perpindahan, sekarang lagi musimnya perpindahan mesin. Walaupun secara umum sama, itu harus kita analisis ulang barangkali ada
perubahan...“ KS.
“Kapannya kita tidak ditentukan secara pasti yah, hanya
Ketiga supervisor sebagai informan memberikan informasi bahwa mereka tidak mengetahui pasti kapan pelaksanaan risk assessment. Hal ini karena pelaksanaan risk assessment bukan berdasarkan penentuan periode waktu atau tidak secara berkala.
Selanjutnya terkait lama pelaksanaan dikatakan cukup, hanya sekitar 4 – 8 jam dalam satu lokasi. Berikut ini kutipan pernyataan narasumber:
“Kemarin ini dilaksanakan, bulan kemarin lah. Selama
seharian aja, setengah hari malah.“ SC.
“... Terkait berapa lamanya tergantung, tapi sejauh ini soal
waktu ga masalah, cukup... Kita kan melakukan berdasarkan permintaan dari unit, ya kalau unit ini minta kita turun
sehari paling di unit itu saja.“ KP.
Dalam prosedur risk assessment PT. Dirgantara Indonesia, dijelaskan bahwa revisi dilakukan bila terdapat proses, fasilitas, peralatan, peraturan baru, hasil audit dan masukan dari fungsi terkait, serta lakukan evaluasi secara berkala. Namun berdasarkan pengamatan, diketahui terdapat 3 mesin baru yang datang pada Departemen Machining. Namun, pihak terkait tidak segera melaporkan kepada tim K3LH. Dengan demikian, pada pekerjaan tersebut tidak dilaksanakan analisis risiko, padahal terdapat mesin baru.
b. Cabang Budget LTA (F8)
Cabang dengan kode F8 ini mempertimbangkan anggaran yang memadai untuk melakukan analisis risiko. Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia memiliki anggaran untuk melaksanakan analisis risiko yang masuk kedalam anggaran program K3LH secara umum yang dapat mendukung berlangsungnya program.
Pada dokumen SK Direksi tentang tanggung jawab fungsi K3LH dan unit organisasi dalam melaksanakan SMK3 dengan No. SKEP/0415/030.02/PTD/UT0000/12/2005, dijelaskan bahwa unit organisasi bertugas menyusun anggaran K3LH bagi unit organisasinya. Selain itu, pada pedoman kepemimpinan manajemen dan partisipasi karyawan dalam menerapkan SMK3LH PT. Dirgantara Indonesia, dijelaskan bahwa kepala divisi bertugas menyediakan anggaran, tenaga kerja yang berkualitas, dan sarana-sarana lain yang diperlukan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber, diketahui bahwa anggaran untuk melaksanakan analisis risiko masuk ke dalam anggaran program K3LH secara umum, baik di Departemen K3LH maupun di divisi. Berikut ini kutipan pernyataan narasumber:
“Yang jelas anggaran K3LH ada, dipecah-pecah lagi untuk
assessment tapi itu bagian dari K3LH saja... Kalau sekarang kan sudah ada K3LH dari masing-masing Direktorat, konsekuensinya juga harus dianggarkan. Tapi karena masih masa transisi, belum semua K3LH ada anggarannya... Yang jelas kalo disini anggaran kalopun pun ada kan sifatnya
terbatas.“ KS.
“Dana sebenarnya dari masing-masing unit juga ada,
asalkan mereka mau menganggarkan untuk kegiatan K3LH
di unitnya.“ KP.
“Karena untuk pelaksana dari orang kita sendiri kan ga
perlu dana lagi, jadi dana yang dibutuhkan ya cuma untuk print dokumen aja. Print form itu, sama perbanyak prosedur
yang disebarkan ke unit, udah itu aja.“ MK.
“Oh itu masuk anggaran dana terkait pelaksanaan K3LH
yah, ada bisa pakai dana kita. Kita sengaja selipkan untuk kebutuhan-kebutuhan seperti untuk upaya keselamatan yah. Kalau analisis risiko sepertinya ga butuh dana banyak, kan
hanya mengidentifikasi kan.“ KD.
Dari kutipan hasil wawancara tersebut, diketahui bahwa dana untuk melaksanakan analisis risiko hanya untuk print form dan perbanyak prosedur. Anggaran yang ada dikatakan cukup, karena dapat mendukung berlangsungnya program.
Pada dokumen Rencana Keuangan Anggaran Perusahaan (RKAP) Departemen K3LH PT. Dirgantara
Indonesia Tahun 2014, membuktikan bahwa memang tidak ada post anggaran khusus untuk risk assessment. Dalam RKAP tersebut, anggaran untuk risk assessment terkait perbanyak prosedur masuk ke dalam anggaran administrasi dan dokumentasi K3LH. Sedangkan anggaran print form masuk ke dalam anggaran biaya cetak dan fotocopy. Namun, dokumen anggaran tidak dapat dilampirkan karena merupakan dokumen rahasia perusahaan.
c. Cabang Scope LTA (F9)
Cabang dengan kode F9 ini mempertimbangkan ruang lingkup dan detail dari analisis risiko cukup untuk mencakup semua risiko yang terkait dengan pekerjaan/ proses tersebut. Lingkup lokasi pelaksanaan analisis risiko di Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia tidak berdasarkan unit, namun hanya berdasarkan proses secara umum. Selain itu, tipe risiko belum tercakup semua karena hanya risiko keselamatan dan kesehatan yang dianalisis.
Pada prosedur risk assessment PT. Dirgantara Indonesia, dijelaskan bahwa pelaksanaan risk assessment dilakukan di seluruh kegiatan produksi dan pendukungnya. Namun berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber, diketahui bahwa lingkup lokasi pelaksanaan analisis risiko
berdasarkan permintaan. Berikut ini kutipan pernyataan narasumber:
“Kalo lokasi ya itu berdasarkan permintaan saja, kalau
disini kan banyak mesin baru yah, ya kemarin kita lakukan assessment. Semua proses yang ada pasti kita lakukan risk
assessment, karena setiap proses pasti punya risiko.“ KP.
Selain itu, pada form hasil risk assessment PT. Dirgantara Indonesia tidak dituliskan keterangan secara rinci terkait lokasi. Pada form tersebut tidak ditemukan keterangan unit secara spesifik namun hanya penjelasan proses secara umum. Jadi dapat dikatakan bahwa tidak semua lokasi dilaksanakan risk assessment, karena pelaksanaannya hanya berdasarkan proses.
Selanjutnya terkait tipe risiko yang dianalisis adalah risiko K3LH baik tinggi, sedang, maupun rendah. Berikut kutipan pernyataan narasumber:
“Ya kalo di teorinya kan semua jenis risiko sama tingkat
risikonya juga. Disitu kan ada yang sedang, tinggi, rendah.“
KS.
“Soal risikonya, ya semua risiko.“ KP.
Kemudian berdasarkan telaah dokumen prosedur risk assessment PT. Dirgantara Indonesia, tipe risiko yang dianalisis adalah risiko terhadap keselamatan, kesehatan dan lingkungan. Namun pada form hasil risk assessment PT.
Dirgantara Indonesia, risiko yang dianalisis hanya risiko keselamatan dan kesehatan terhadap manusia. Padahal berdasarkan pengamatan, terdapat risiko pencemaran udara dari pekerjaan blasting, serta pencemaran tanah dan air pada proses surface treatment.
Berikut ini contoh form hasil risk assessment:
Sumber: Dokumen PT. Dirgantara Indonesia
Gambar 5.5 Form Hasil Risk Assessment PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2014
d. Cabang Analytical Skill LTA (F10)
Cabang dengan kode F10 ini mempertimbangkan pengalaman dan keterampilan pelaksana yang diperlukan untuk menyelesaikan penilaian risiko. Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia tidak menentukan pelaksana analisis risiko secara khusus, pelaksana tanpa kompetensi khusus serta surat tugas.
Berdasarkan telaah dokumen prosedur risk assessment PT. Dirgantara Indonesia, pelaksana risk assessment secara tanggung jawab berada pada Departemen K3LH dan unit organisasi terkait. Berikut ini pembagian tugas dan tanggung jawab beberapa fungsi sebagai pelaksana, yaitu:
Tabel 5.2 Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab Pelaksana Risk Assessment PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2014
Fungsi Tugas Menurut Prosedur
Risk Assessment Pelaksanaan di Lapangan A Fungsi Sentral K3
1 Mengidentifiksi potensi bahaya berdasarkan data/ informasi yang dikirimkan oleh unit terkait.
Mengidentifikasi potensi bahaya, baik berdasarkan data/ informasi maupun mencari sendiri. 2 Melakukan analisa potensi bahaya dan
penilaian risiko yang kemungkinan dapat terjadi pada setiap lokasi kerja di unit organisasi.
Melakukan analisis risiko hanya berdasarkan proses.
3 Menetapkan metode pengendalian risiko bahaya berdasarkan ketentuan dan undang-undang/ persyaratan yang berlaku.
Mengajukan rekomendasi pengendalian sesuai hirarki pengendalian. 4 Mengirimkan metode pengendalian
yang ditetapkan, kepada unit organisasi terkait untuk ditindaklanjuti.
Mengirimkan form hasil risk assessment
ke unit terkait.
B Unit Organisasi Terkait
1 Menyiapkan data/ informasi kegiatan baik dalam perencanaan kegiatan maupun yang sedang berjalan yaitu meliputi mesin, alat, proses, bahan baku/ bahan pembantu dan tempat kegiatan.
Menyiapkan data/ informasi proses kerja beserta potensi bahaya dan risiko.
kegiatan/ pekerjaan kepada fungsi sentral keselamatan dan kesehatan kerja untuk dilakukan evaluasi.
informasi kepada K3LH.
3 Melakukan pemeriksaan metode pengendalian risiko yang
direkomendasikan oleh fungsi sentral keselamatan dan kesehatan kerja untuk persetujuan/ koreksi, yang kemudian mengirimkan ke fungsi sentral K3LH untuk dilakukan revisi sesuai persyaratan yang berlaku.
Tidak melakukan pengujian
pengendalian yang direkomendasikan.
4 Mensosialisasikan kepada jajaran manajemen, operator, inspektor dan fungsi terkait.
Menyosialisasikan pengendalian ke pekerja. 5 Melaksanakan pengendalian bahaya di
tempat kerja.
Melaksanakan pengendalian bahaya.
Berdasarkan pembagian tugas dan tanggung jawab, unit organisasi terkait bertugas memberikan data/ informasi kegiatan, termasuk informasi bahaya yang dihadapi para pekerja. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan supervisor terkait keterlibatannya dalam analisis risiko berikut ini:
“... Kalo pekerja biasanya informasi bahaya-bahaya, nanti
akan saya kumpulkan, saya simpulkan, untuk kemudian
dilaporkan ke K3LH“ SA.
Selain itu, pada pedoman kepemimpinan manajemen dan partisipasi karyawan dalam menerapkan SMK3LH PT. Dirgantara Indonesia, dijelaskan bahwa supervisor bertugas melakukan identifikasi bahaya. Kemudian berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber, diketahui bahwa pelaksana
analisis risiko menjadi tugas Departemen K3LH dengan melibatkan user/ pimpinan. Berikut ini kutipan pernyataan narasumber:
“Ya tanggung jawab ada di kita Departemen K3LH, untuk
pelaksana pastinya siapa saja yang bisa asalkan punya
kemampuan dan memahami prosedur.“ KP.
“Berdasarkan pengalaman, mereka sudah memiliki kok.
Kalau sertifiat sih tidak diharuskan. Yang penting mereka
sudah membaca atau mempelajari prosedur.“ MK.
Dari kutipan hasil wawancara tersebut, diketahui bahwa pelaksana tidak diwajibkan memiliki sertifikat ahli. Selain itu, pelaksana juga tidak ditetapkan berdasarkan surat tugas atau surat ketetapan. Seluruh staf harus siap dan mampu, yang penting sudah membaca dan mempelajari prosedur. Berikut ini kutipan pernyataan narasumber:
“Untuk risk assessment ga ada surat tugas, tapi itu tugas
kami. Kami melibatkan user, user itu ga semua, tapi yang
bertanggung jawab, yang kompeten...“ KS.
“Sepertinya engga ada SK yah, tapi kita ya memang harus
turut terlibat dalam upaya K3LH.“ SB.
“Tidak, biasanya hanya mandat dari saya untuk turut serta
e. Cabang Hazard Selection LTA (F11)
Cabang dengan kode F11 ini menganggap bahaya yang tidak dicantumkan dapat memicu masalah. Temuan bahaya sangat penting untuk kecukupan analisis risiko. Terdapat 2 cabang yang mempengaruhi, yaitu:
i. Cabang Hazard Identification LTA (G1)
Cabang dengan kode G1 ini mempertimbangkan kriteria yang digunakan untuk mengidentifikasi bahaya. Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia dalam mengidentifikasi bahaya terdapat form khusus yaitu form identifikasi aspek K3LH. Namun, pada form tersebut tidak melihat bahaya terhadap proses produksi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber, diketahui bahwa terdapat prosedur khusus identifikasi aspek K3LH dengan form yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi bahaya. Berikut ini kutipan pernyataan narasumber:
“Ada itu prosedurnya, identifikasi aspek K3LH. Kan ada
formnya bentuknya seperti apa.“ KS.
“Kita punya form khusus untuk identifikasi bahaya. Dari
form itu kita isi sesuai judul kolomnya, misalnya awalnya pembagian tahapan kerja terus ke bahaya terhadap
Hal tersebut didukung dengan hasil telaah dokumen yang dilakukan peneliti, memang benar terdapat form khusus identifikasi aspek K3LH dengan nomor dokumen GO-10-01. Hasil dari form ini yang akan dijadikan dasar pada kolom potensi bahaya di form risk assessment. Bahaya yang dianalisis adalah bahaya terhadap manusia, alat dan lingkungan.
Berikut ini form identifikasi aspek K3LH:
Sumber: Dokumen PT. Dirgantara Indonesia
Gambar 5.6 Form Identifikasi Aspek K3LH PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2014
Selanjutnya pada prosedur risk assessment PT. Dirgantara Indonesia, dijelaskan bahwa data pendukung pelaksanaan identifikasi yaitu data/ informasi kegiatan kerja atau proses sesuai format form GO-03-01. Selain itu,
data pendukung identifikasi yaitu data hasil inspeksi, peraturan dan MSDS. Berikut ini contoh data pendukung identifikasi:
Sumber: Dokumen PT. Dirgantara Indonesia
Sumber: Dokumen PT. Dirgantara Indonesia
Gambar 5.8 Lembar Inspeksi PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2014
ii. Cabang Hazard Prioritisation LTA (G2)
Cabang dengan kode G2 ini mempertimbangkan metode yang digunakan dalam memprioritaskan bahaya yang telah diidentifikasi. Pada Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia terdapat ketidaksesuaian penentuan kategori analisis risiko (konsekuensi dan kemungkinan) antara prosedur dengan form hasil risk assessment.
Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber, diketahui bahwa metode serta tahapan analisis terdapat pada prosedur yang telah ditetapkan. Berikut ini kutipan pernyataan narasumber:
“Di prosedur risk assessment dijelaskan secara rinci kok
metodenya, mulai dari pengkategorian probabilitas dan
konsekuensi.“ KP.
Selanjutnya berdasarkan telaah dokumen prosedur risk assessment PT. Dirgantara Indonesia, metode analisis yang digunakan adalah metode analisis kualitatif. Hal tersebut terlihat dari tahapan pelaksanaan pertama yaitu menentukan risk probability, selanjutnya menentukan risk consequence. Berikut ini pengkategorian risk probability dan risk consequence serta kategori indeks risiko dalam prosedur risk assessment PT. Dirgantara Indonesia tahun 2009:
Tabel 5.3 Kategori Probabilitas Risiko Pada Prosedur Risk Assessment PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2009
Probabilitas Kejadian Definisi
Kualitatif Arti
Frequent Mungkin terjadi berkali-kali (telah berulang kali
terjadi) 5
Occasional Mungkin terja beberapa kali (telah beberapa kali
terjadi) 4
Remote Kemungkinan kecil, tetapi bias terjadi (telah
Improbable Sangat kecil kemungkinan terjadi (belum pernah
diketahui terjadi) 2
Extremely
Improbable Hampir tidak mungkin terjadi 1
Tabel 5.4 Kategori Konsekuensi Risiko Pada Prosedur Risk Assessment PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2009
Keparahan Risiko Suatu Peristiwa
Definisi Arti Nilai
Catastrophic Peralatan hancur Banyak kematian Kerusakan lingkungan A Hazardous
Penurunan besar dari batas keselamatan, tekanan fisik atau beban kerja sedemikian rupa sehingga operator tidak dapat diandalkan untuk dapat melaksanakan tugas dengan akurat atau paripurna
Cedera serius atau kematian bagi sejumlah orang
Kerusakan besar pada peralatan
Pencemaran yang menyebabkan kematian makhluk hidup
B
Major
Penurunan signifikan dari batas keselamatan, berkurangnya kemampuan operator dalam menghadapi kondisi operasi yang sulit sebagai akibat dari peningkatan beban kerja, atau sebagai akibat dari kondisi yang mempengaruhi efisiensi operator tersebut
Insiden serius
Cidera pada manusia
Penurunan kualitas lingkungan
C
Minor
Gangguan
Keterbatasan operasi
Penggunaan prosedur darurat
Insiden kecil
D
Tabel 5.5 Kategori Indeks Risiko Pada Prosedur Risk Assessment PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2009
Probabilitas Risiko
Keparahan Risiko
Catastropic Hazardous Major Minor Negligible
A B C D E Frequent 5 5A 5B 5C 5D 5E Occasional 4 4A 4B 4C 4D 4E Remote 3 3A 3B 3C 3D 3E Improbable 2 2A 2B 2C 2D 2E Extremely Improbable 1 1A 1B 1C 1D 1E
Tabel 5.6 Simplifikasi Risk Assessment Matrix Pada Prosedur Risk Assessment PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2009
Indeks Penilaian Risiko Kriteria Risiko
2A, 3A, 3B, 4A, 4B, 4C, 5A, 5B, 5C, 5D Unacceptable (Tidak dapat diterima pada kondisi yang ada)
1A, 2B, 2C, 3D, 4D, 4E, 5E Review
1B, 1C, 1D, 1E, 2D, 2E, 3E, 4E Acceptable (Dapat diterima)
Selanjutnya berdasarkan telaah dokumen form hasil risk assessment PT. Dirgantara Indonesia, dalam pelaksanaan risk assessment terdapat ketidaksesuaian dengan prosedur, yaitu penentuan kategori konsekuensi dan kemungkinan. Berikut ini pengkategorian risk probability dan risk consequence serta kategori indeks risiko pada form hasil risk assessment PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2014:
Tabel 5.7 Pengkategorian Probabilitas Risiko Pada Form Hasil Risk Assessment PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2014
Probabilitas Kejadian Definisi
Kualitatif Arti
Frequent Terjadi berkali-kali (telah berulang kali terjadi) A
Likely Terjadi beberapa kali (telah beberapa kali terjadi) B
Occasional Terjadi secara sporadis C
Seldom Kecil kemungkinan terjadi, dan sewaktu-waktu
bisa terjadi D
Unlikely Dapat diasumsikan tidak mungkin terjadi E
Tabel 5.8 Pengkategorian Konsekuensi Risiko Pada Form Hasil Risk Assessment PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2014
Keparahan Risiko Suatu Peristiwa
Definisi Arti Nilai
Catastrophic
Property, peralatan, atau sistem hancur dan tidak bisa digunakan
Kematian & cacat total permanen
Kerusakan lingkungan
I
Critical
Property, peralatan, atau sistem mengalamai kerusakan berat (sistem tidak berfungsi)
Cacat permanen parsial
Cacat total (temporary) untuk lebih dari 3 bulan
Pencemaran lingkungan berat (indikator kolam belakang GPM dan atau sudah keluar area perusahaan)
II
Moderate
Property, peralatan, atau sistem mengalami kerusakan sedang (sebagian sistem tidak berfungsi)
Kecelakaan/ penyakit akibat kerja menyebabkan kehilangan hari kerja lebih dari 1 hari dan tidak lebih dari 3 bulan
Pencemaran lingkungan ringan (masih di area TKP perusahaan)
Negligible
Property, peralatan, atau sistem mengalami kerusakan ringan (gangguan ringan pada sistem)
Hanya butuh perawatan medis ringan (P3K)
IV
Tabel 5.9 Pengkategorian Risiko Pada Form Hasil Risk Assessment PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2014
Probabilitas Risiko
Frequent Likely Occasional Seldom Unlikely
Severity A B C D E
Catastrophic I E E H H M
Critical II E H H M L
Moderate III H M M L L
Negligible IV M L L L L
B.Cabang Recommended Risk Controls LTA