• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jumlah Kasus Kecelakaan Kerja PT. Dirgantara Indonesia

D. Tahapan Risk Assessment

Risk assessment merupakan bagian dari kegiatan proses manajemen risiko, yaitu mencakup keseluruhan proses dari kegiatan menganalisa risiko dan pengendalian risiko. Analisis risiko adalah sebuah bentuk sistematika dalam penggunaan informasi yang telah tersedia untuk mengidentifikasi bahaya

(hazard) dan untuk memperkirakan suatu risiko terhadap individu, populasi, bangunan, dan lingkungan (Kolluru, 1996).

Metode analisis risiko yang digunakan dalam analisis risiko dapat bersifat kualitatif, semi kuantitatif atau kuantitatif atau bisa juga kombinasi dari ketiganya tergantung dari kondisi dan situasinya. Metode dalam melakukan analisis risiko, yaitu:

a. Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif menggunakan bentuk kata atau skala deskriptif untuk menjelaskan seberapa besar kondisi potensial dari kemungkinan yang akan di ukur. Pada umumnya analisis kualitatif digunakan untuk menentukan prioritas tingkat risiko yang lebih dahulu harus diselesaikan (AS/NZS, 2004).

Dalam metode analisis kualitatif terdapat 2 unsur yang dijadikan pertimbangan, yaitu: (AS/NZS, 2004)

1) Konsekuensi

Konsekuensi adalah nilai yang menggambarkan suatu keparahan dari efek yang ditimbulkan oleh sumber risiko pada setiap tahapan pekerjaan.

2) Kemungkinan

Kemungkinan adalah nilai yang menggambarkan kecenderungan terjadinya konsekuensi dari sumber risiko pada setiap tahapan pekerjaan.

Tingkat risiko pada analisis kualitatif merupakan hasil perkalian nilai variabel konsekuensi dan kemungkinan dari risiko-risiko keselamatan kerja yang terdapat pada setiap tahapan pekerjaan (AS/NZS, 2004).

Kelebihan menggunakan analisis kualitatif: (Cross, 1998) 1. Mudah dimengerti;

2. Tidak menggunakan sumber daya yang mahal; 3. Dapat digunakan ketika tidak tersedia data yang baik;

4. Dapat menyampaikan prioritas pengamatan yang menyeluruh pada risiko yang besar jumlahnya.

Kelemahan menggunakan analisis kualitatif: (Cross, 1998) 1. Subjektif;

2. Sangat bergantung pada kepercayaan bahwa apa yang tidak terjadi tidak akan terjadi;

3. Outcomers tergantung pada Details Of Risk Chart Form; 4. Faktor analisis yang kurang baik seringkali mempengaruhi

risiko dan bagaimana risiko tersebut dapat dikurangi; 5. Dapat menjadi arit sesuai kebijakan yang ada.

b. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif menggunakan hasil perhitungan numerik untuk tiap konsekuensi dan tingkat probabilitas dengan menggunakan data variasi, seperti catatan kejadian, literatur, dan

eksperimen. Dengan adanya sumber data tersebut, hasil analisis memiliki keakuratan lebih tinggi dibandingkan dengan analisis risiko yang lain (Kolluru, 1996).

c. Analisis Semi Kuantitatif

Analisis semi kuantitatif menghasilkan prioritas yang lebih rinci dibandingkan dengan analisis kualitatif karena risiko di bagi menjadi beberapa kategori. Metode ini pada prinsipnya hampir sama dengan metode analisis kualitatif, perbedaannya terletak pada uraian atau deskripsi dari parameter yang ada pada analisis semi kuantitatif dinyatakan dengan nilai atau skor tertentu. Analisis semi kuantitatif mempertimbangkan kemungkinan untuk menggabungkan 2 elemen, yaitu probabilitas (likelihood) dan paparan (exposure) sebagai frekuensi. Terdapat hubungan yang sangat kuat antara frekuensi dari paparan dengan probabilitas terjadinya risiko (AS/NZS, 2004).

Tabel 2.1 Perbandingan Metode Analisis Risiko Menurut Cross (1998)

No. Metode Kelebihan Kelemahan

1 Analisis Kualitatif Lebih mudah Hasil analisis kurang akurat Lebih cepat 2 Analisis Semi Kuantitatif Lebih akurat dibandingkan Kurang akurat dibanding analisis

analisis kualitatif kuantitatif Lebih mudah dan

lebih cepat dibandingkan analisis kuantitatif

Skala yang dipakai harus tepat untuk menentukan tingkat risiko 3 Analisis Kuantitatif Lebih akurat Waktu lebih lama

Lebih sulit

Sumber data harus memadai dan representatif

Tahapan berikutnya adalah mengevaluasi risiko dengan membandingkan nilai risiko yang ditemukan selama proses analisis dengan kriteria risiko yang telah ditentukan. Hal ini berguna untuk menilai dan menentukan prioritas pengendalian risiko berdasarkan kriteria yang ditetapkan mengenai batasan risiko mana yang bisa diterima, risiko mana yang harus dikurangi atau dikendalikan dengan cara yang lain (AS/NZS, 2004).

Selanjutnya adalah pengendalian risiko, yaitu proses, peraturan, alat, pelaksanaan atau tindakan yang berfungsi untuk meminimalisasi efek negatif atau meningkatkan peluang positif (AS/NZS, 2004). Pada lampiran I tentang pedoman penerapan SMK3 Peraturan Pemerintah no. 50 tahun 2012, menyatakan bahwa apabila upaya pengendalian risiko diperlukan, maka upaya tersebut ditetapkan melalui tingkat pengendalian.

Hirarki pengendalian merupakan daftar pilihan pengendalian yang telah diurutkan sesuai dengan mekanisme pengurangan paparan (Tranter, 1999). Dalam melakukan langkah-langkah untuk mengatasi risiko yang timbul, dibutuhkan suatu skala prioritas yang dapat membantu dalam pemilihan pengendalian yang disebut dengan hirarki pengendalian. Urutan prioritas atau hirarki tersebut, yaitu: (Suardi, 2005)

a. Eliminasi adalah langkah ideal yang dapat dilakukan dan harus menjadi pilihan pertama dalam melakukan pengendalian risiko. Eliminasi berarti menghilangkan peralatan yang dapat menimbulkan bahaya.

b. Substitusi, prinsip dari alat kendali ini adalah mengendalikan sumber risiko dengan sarana atau peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah atau tidak ada.

c. Rekayasa Engineering dilakukan dengan mengubah desain tempat kerja, peralatan, atau proses kerja untuk mengurangi tingkat risiko. Ciri khusus dari tahap ini adalah melibatkan pemikiran yang lebih mendalam bagaimana membuat lokasi kerja yang lebih aman dengan melakukan pengaturan ulang lokasi kerja, memodifikasi peralatan, melakukan kombinasi kegiatan, perubahan prosedur, dan mengurangi frekuensi dalam melakukan kegiatan berbahaya.

d. Pengendalian Administrasi, dalam tahap ini menggunakan prosedur, standar operasi kerja, atau panduan sebagai langkah untuk mengurangi risiko. Akan tetapi banyak kasus yang ada, pengendalian administrasi tetap membutuhkan sarana pengendalian risiko lainnya.

e. Alat Pelindung Diri (APD) adalah pilihan terakhir yang dapat dilakukan untuk mencegah paparan bahaya pada pekerja. Penggunaan APD ini disarankan hanya digunakan bersamaan dengan penggunaan alat pengendali lainnya. Dengan demikian perlindungan keamanan dan kesehatan personel akan lebih efektif.

Pada lampiran I tentang pedoman penerapan SMK3 Peraturan Pemerintah no. 50 tahun 2012, bahwa tindakan pengendalian harus diselenggarakan oleh setiap perusahaan. Salah satunya dapat dilihat dari adanya punishment. Punishment adalah sebuah cara untuk mengarahkan sebuah tingkah laku agar sesuai dengan tingkah laku yang berlaku (Siagian, 2002). Selain itu, pada lampiran I tentang pedoman penerapan SMK3 Peraturan Pemerintah no. 50 tahun 2012, bahwa upaya pengendalian di evaluasi apabila terjadi ketidaksesuaian atau perubahan pada proses kerja.

Kemudian hasil risk assessment harus dikomunikasikan. Komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan, informasi dari seseorang ke orang lain, komunikasi sangat

penting untuk berjalannya suatu organisasi (Handoko, 2002). Berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 50 tahun 2012 tentang penerapan SMK3 pasal 13 ayat 1, bahwa prosedur informasi harus memberikan jaminan bahwa informasi K3 dikomunikasikan. Salah satu sistem informasi terbaik adalah pertemuan atau rapat. Rapat merupakan suatu bentuk media komunikasi kelompok yang bersifat tatap muka yang sering diselenggarakan oleh banyak organisasi, baik swasta maupun pemerintah (Wursanto, 2000).