Jumlah Kasus Kecelakaan Kerja PT. Dirgantara Indonesia
HASIL PENELITIAN
G. Cabang Use Not Mandatory
Penggunaan pengendalian yang direkomendasikan adalah wajib. Risiko atau bahaya yang sudah diidentifikasi dan dilakukan penilaian memerlukan langkah pengendalian untuk menurunkan tingkat risiko atau bahaya ke titik yang aman. Berdasarkan lampiran I tentang pedoman penerapan SMK3 Peraturan Pemerintah no. 50 tahun 2012, bahwa tindakan pengendalian harus diselenggarakan oleh setiap perusahaan.
PT. Dirgantara Indonesia memiliki standar/ petunjuk keselamatan kerja serta prosedur penggunaan APD. Hal tersebut membuktikan bahwa pengendalian diwajibkan melalui panduan resmi perusahaan yang harus ditaati.
Selain itu, kewajiban dapat dilihat dari adanya peraturan yang menetapkan punishment. Punishment adalah sebuah cara untuk mengarahkan sebuah tingkah laku agar sesuai dengan tingkah laku
yang berlaku secara umum (Siagian, 2002). Dalam hal ini, hukuman diberikan ketika sebuah tingkah laku yang tidak diharapkan ditampilkan oleh orang yang bersangkutan atau orang yang bersangkutan tidak memberikan respon atau tidak menampilkan sebuah tingkah laku yang diharapkan. Tingkah laku tersebut adalah pengendalian yang tidak diterapkan oleh pekerja.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa terdapat punishment apabila pengendalian tidak diterapkan, mulai dari peringatan lisan, tertulis, penundaan kenaikan pangkat, pemotongan gaji, sampai pemecatan. Hal tersebut membuktikan bahwa ada peraturan yang berguna mengarahkan agar pengendalian dilakukan.
Dengan adanya panduan serta peraturan terkait penggunaan pengendalian, maka pengendalian diterapkan dengan baik. Terbukti berdasarkan hasil pengamatan, bahwa pekerja menggunakan APD, serta training dilaksanakan.
Berdasarkan hasil penelitian, cabang Use Not Mandatory tidak bermasalah. Hal tersebut karena terdapat punishment apabila pengendalian tidak diterapkan.
150
7.1 Simpulan
1. Pelaksanaan risk assessment di Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia terdapat beberapa komponen dari ruang lingkup yang tidak tepat, yaitu tidak semua lokasi dilaksanakan risk assessment karena pelaksanaannya hanya berdasarkan proses, tidak ada aturan pelaksanaan risk assessment berdasarkan periode waktu, personil yang melaksanakan risk assessment tidak ditentukan, serta ketidaksesuaian penentuan kategori analisis risiko (konsekuensi dan kemungkinan) antara prosedur dengan form hasil risk assessment.
2. Dalam menganalisis penyebab masalah dalam pelaksanaan risk assessment berdasarkan teknik MORT, berikut ini status dari cabang task spesific risk assessment LTA:
A.Cabang task spesific risk analysis LTA a. Cabang yang tidak bermasalah yaitu:
i. Cabang use of workers’ suggestion and inputs karena pekerja dilibatkan dalam pemberian masukan terkait risiko yang dihadapi.
ii. Cabang Budget LTA karena anggaran dana tersedia dalam anggaran program K3LH secara umum yang dapat mendukung berlangsungnya program.
b. Cabang yang bermasalah yaitu:
i. Cabang technical information system karena sistem pertemuan berjenjang yang ada tidak dilaksanakan dengan baik, yaitu tidak semua unit melaksanakan pertemuan level 1 serta pertemuan tidak selalu mebahas safety.
ii. Cabang Time LTA karena pelaksanaan risk assessment tidak sesuai jadwal berkala.
iii. Cabang Scope LTA karena tidak semua lokasi dilaksanakan risk assessment karena pelaksanaan hanya berdasarkan proses, serta risiko yang dianalisis hanya risiko keselamatan dan kesehatan.
iv. Cabang Analytical Skill LTA karena personal pelaksana tidak ditentukan, pelaksana tanpa kompetensi serta surat tugas. v. Cabang Hazard Selection LTA terdiri dari cabang Hazard
Identification LTA dan Hazard Prioritisation LTA. Cabang Hazard Identification LTA bermasalah karena PT. Dirgantara Indonesia tidak melihat bahaya terhadap terhentinya proses produksi. Kemudian cabang Hazard Prioritisation LTA bermasalah karena terdapat ketidaksesuaian penentuan
kategori konsekuensi dan kemungkinan antara prosedur dengan form hasil risk assessment.
B.Cabang recommended risk controls LTA a. Cabang yang tidak bermasalah yaitu:
i. Cabang Directive LTA karena arahan terkait pengendalian diberikan oleh leader/ supervisor terkait, serta terdapat prosedur terkait pengendalian.
ii. Cabang Use Not Mandatory karena terdapat punishment apabila pengendalian tidak diterapkan.
b. Cabang yang bermasalah yaitu:
i. Cabang Clarity LTA karena pekerja masih bingung dengan cara pakai serta perawatan dari pengendalian yang ada.
ii. Cabang Compatibility LTA karena pengendaian yang direkomendasikan tidak kompatibel dengan hirarki pengendalian.
iii. Cabang Testing of Control LTA karena pengendalian yang direkomendasikan tidak diuji sebelum diimplementasikan. iv. Cabang Availability LTA karena pengadaan peralatan
pengendalian secara kualitas dan kuantitas masih terbatas. v. Cabang Adaptability LTA karena pengendalian dirasakan
masih kurang sesuai dengan beberapa pekerjaan.
3. Hal-hal yang menyebabkan masalah dalam pelaksanaan risk assessment berdasarkan pohon MORT adalah sistem pengumpulan informasi,
penentuan waktu analisis risiko, lingkup lokasi pelaksanaan analisis risiko, tipe risiko yang dianalisis, pelaksana analisis risiko, temuan bahaya, kejelasan pengendalian untuk memudahkan pemahaman dan penggunaan, kesesuaian dengan hirarki pengendalian, pengujian pengendalian sebelum diimplementasikan, ketersediaan peralatan pengendalian, dan kesesuaian dengan situasi.
7.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia disarankan:
1. Untuk mengatasi masalah pada cabang task spesific risk analysis LTA: a. Mengubah waktu sistem pertemuan level 1 menjadi lebih siang,
yaitu jam 08.00 – 08.15 WIB.
b. Melaksanakan risk assessment sesuai jadwal berkala yang telah dibuat pada masing-masing unit.
c. Menetapkan personil pelaksana melalui surat tugas resmi, serta pelaksana diberikan pelatihan risk assessment.
d. Melakukan revisi prosedur risk assessment, terkait penambahan aspek bahaya terhadap proses produksi dan penentuan kategori analisis risiko (probabilitas dan konsekuensi).
2. Untuk mengatasi masalah pada cabang recommended risk controls LTA:
a. Memberikan sosialisasi terkait cara pakai serta perawatan pengendalian yang direkomendasikan melalui safety briefing.
b. Melakukan tinjauan ulang terhadap rekomendasi pengendalian yang telah ada, dengan mempertimbangkan hirarki pengendalian, kualitas dan harga beli.
c. Menerapkan pengujian pengendalian yang direkomendasikan sebelum diimplementasikan.
Daftar Pustaka
AS/NZS 4360. 2004. Risk Management. Sidney: Council of Standards Australia and Council of Standards New Zealand.
Cross, Jean. 1998. AS/NZS 4360 : Risk Management. Department of Safety Science. University of New South Wales.
Diberardinis, Louis J. 1999. Handbook of Occupational Safety and Health Second Edition. John Wiley & Sons Inc.
Ericson, Clifton A. 2005. Hazard Analysis Techniques for System Safety. Virginia: Wiley Interscience.
Handoko, T. Hani. 2002. Manajemen, Edisi Kedua, Cetakan Ketigabelas. Yogyakarta: BPFE.
International Crisis Management Association. 2014. The Management Oversight and Risk Tree (MORT). Diakses di http://icma-web.org.uk/06-9_mort.html pada tanggal 1 April 2014.
International Labour Organization. 2011. Hazard Analysis: Organizational Factors – MORT. Diakses di http://www.ilo.org/oshenc/part-viii/audits- inspections-and-investigations/item/916-hazard-analysis-organizational-factors-mort pada tanggal 1 April 2014.
Jamsostek. 2013. Setiap Hari Ada 99 Peserta Jamsostek Tewas Kecelakaan
Kerja. Diakses di
http://www.bpjsketenagakerjaan.co.id/content/news.php?id=3957 pada 1 Januari 2014.
Kemenakertrans. 2013. Kecelakaan Kerja Tinggi, Muhaimin Canangkan Bulan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) 2013. Diakses di http://www.depnakertrans.go.id/news.html,960,umum pada 1 Januari 2014.
Kolluru, Rao. 1996. Risk Assessment and Management Handbook for Environmental, Health, and Safety Proffesionals. New York: Mc Graw hill, Inc.
Noordwijk Risk Initiative. 2009. NRI MORT User's Manual 2nd Edition. Netherlands: The Noordwijk Risk Initiative Foundation.
Office of Scientific and Technical Information. 1992. MORT User's Manual: For use with the Management Oversight and Risk Tree analytical logic diagram. Diakses di http://www.osti.gov/scitech/biblio/5254810 pada tanggal 1 April 2014.
Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Pusat Bahasa Kemdikbud. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Diakses di http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/ pada tanggal 1 April 2014. Sahab, Syukri. 1997. Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Jakarta: PT. Bina Sumber Daya Manusia.
Satrianegara, M. Fais. 2009. Buku Ajar Organisasi dan Manajemen Pelayanan Kesehatan serta Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.
Siagian, Sondang P. 2002. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta: Rineka Cipta.
Soeripto, IR. 1997. Job Safety Analysis. Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja Vol. XXXI.
Suardi, Rudi. 2005. Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: PPM.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Suma'mur. 1996. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: Gunung Agung.
Supriyono. 1990. Manajemen Strategi & Kebijaksanaan Bisnis. Yogyakarta: BPFE.
System Safety Development Center. 2014. What is This Thing Called MORT.
Diakses di
http://www.acc-inv.com/SSDC%20Information/what_is_this_thing_called_mort.htm pada tanggal 1 April 2014.
Tinmansvik, Ranveig Kviseth. 2003. Safety Diagnosis Criteria – Development and Testing. Norwegia: Pergamon.
Treanter, Megan. 1999. Occupational Hygiene and Risk Management: A Multimedia Package. Australia: OH&S Press.